STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI
WISATA BAHARI DI TAMAN WISATA PERAIRAN
KEPULAUAN ANAMBAS
RIKA KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Taman Wisata Perairan Kepulauan
Anambas” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Rika Kurniawan NRP C252120101
RINGKASAN
RIKA KURNIAWAN. Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan HANDOKO ADI SUSANTO.
Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil termasuk dalam zona perikanan berkelanjutan melalui KEP.37/MEN/2014, tetapi memiliki sumberdaya yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata bahari. Sebagai kawasan yang memiliki potensi sumberdaya yang baik, diperlukan upaya untuk mengkaji pontensi yang ada pada pulau tersebut. Tujuan penelitian ini: 1. Mengkaji potensi wisata bahari. 2. Menganalisa kesesuaian dan daya dukung (carrying capacity) berbasis ekologi. 3. Menganalisa status keberlanjutan dengan pendekatan Rap-Insus ECOTOURISM (Rapid Appraisal-Index Sustainability of ECOTOURISM). 4. Merumuskan strategi pengembangannya.
Hasil pengukuran kualitas perairan di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil menunjukkan sebagian besar masih cukup mendukung untuk kesesuaian pengembangan wisata bahari. Persentase tutupan terumbu karang di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil berkisar antara 0%-81% dengan rata-rata 25.8% masih tergolong sedang. Hasil identifikasi ikan karang pada 64 titik pengamatan ditemukan 16 jenis ikan karang, termasuk dalam 8 famili. Famili
Pomacentridae dan Caesionidae merupakan famili sering ditemukan dan spesies yang paling banyak ditemukan adalah spesies Caesio cuning dan Abudefduf margariteus.
Indek kesesuaian wisata selam masuk dalam kategori sesuai (S2) dengan luas 90 134.53m2 dengan daya dukung 90 orang/hari. Wisata snorkeling yang tergolong sesuai (S2) mempunyai luas 173 681.29 m2 dengan daya dukung 347 orang/hari. Sementara wisata pantai yang tergolong sangat sesuai (S1) dengan luas 33 029.56m2 dengan daya dukung 660 orang/hari.
Status keberlanjutan potensi wisata bahari pada pulau Mantang Besar dan pulau Mantang Kecil pada masing-masing dimensi yaitu dimensi A (ekologi) rata-rata 50.4592 pada kategori cukup berkelanjutan. Dimensi B (sosial-ekonomi) dengan rata-rata 31.6113 pada kategori kurang berkelanjutan. Dimensi C (kelembagaan-teknologi) dengan rata-rata 32.5581 pada kategori kurang berkelanjutan
Strategi pengembangan potensi wisata bahari pada Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil Kepulauan Anambas yaitu; dimensi ekologi dengan menerapkan konsep ekowisata dapat menjaga keberlanjutan serta kelestarian sumberdaya yang ada. Dimensi sosial-ekonomi difokuskan peran stakeholders
untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Dimensi kelembagaan-teknologi diupayakan segera pembangunan sarana-prasarana penunjang agar kegiatan wisata bahari dapat berjalan.
SUMMARY
RIKA KURNIAWAN. Strategy Development for Marine Tourism Potency in Marine Park Anambas Islands. Supervised by Fredinan Yulianda and Handoko Adi Susanto.
Mantang Besar and Mantang Kecil island located at sustainable fisheries zone based on KEP.37 / MEN / 2014, but have resources that can develop for marine tourism activities. As the region that have good potential resources, efforts are needed to assess the potential on the island. The research objectives are to 1. Assess the potential of marine tourism. 2. Analyze the suitability and carrying capacity based on ecology. 3. Analyzing the sustainabilty status with Rap-Insus ecotourism approach 4. Formulate the development strategy.
Results of water quality measurements in Mantang Besar and Mantang Kecil island show the water quality still enough to support the development suitability of marine tourism. The percentage of coral cover in Mantang Besar and Mantang Kecil island between 0% -81% with average 25.8% that still in moderate condition. Based on reef fish identification at 64 observation points found 16 species of reef fish that belong to 8 families. Family Pomacentridae and
Caesionidae is the most commonly found and the species that most commonly found was Caesio cuning and Abudefduf maregariteus.
Dive suitability index belong to appropriate category (S2) with 90 134.53m2 area with carrying capacity 90 people / day. Snorkeling tourism that belong to appropriate category (S2) with 173 681.29 m2 area with carrying capacity of 347 people / day. While beach tourism very suitable (S1) with area 33 029.56m2 with carrying capacity of 660 people / day.
Sustainability status of marine tourism potential on Mantang Besar and Mantang Kecil island in each dimensions of A (ecology) on average 50.4592 in the category of sustainable enough. Dimensions B (socio-economic) with an average of 31.6113 in the category of less sustainable. Dimensions C (institutional-technology) with an average of 32.5581 on less sustainable categories
Strategy development potential for marine tourism on Mantang Besar and Mantang Kecil Anambas Islands are: On ecological dimension by applying the concept of ecotourism that can maintain the continuity and sustainability of resources. In Socio-economic dimension by focused on the role of stakeholders to improving the local community economy. Institutional-technology dimensions-by immediately develop the infrastructure in order to support marine tourism activities can be held.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI
WISATA BAHARI DI TAMAN WISATA PERAIRAN
KEPULAUAN ANAMBAS
RIKA KURNIAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas
Nama : Rika Kurniawan
NIM : C252120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc Dr Handoko Adi Susanto, SPi MSc
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan
Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang disusun berjudul “Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas”. Tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam mengevaluasi keberlanjutan dari pengelolaan ekosistem terumbu karang, sekaligus memberikan masukan dalam perumusan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc dan Bapak Dr Handoko Adi Susanto, Spi MSi selaku pembimbing, berkat bimbingan dan arahannya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi sebagai ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
2. Bapak Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc sebagai Penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima kasih atas saran-saran dan masukan yang diberikan dalam melengkapi dan memperbaiki penulisan Tesis ini.
3. Ayahanda Rusli dan ibunda Asniwati yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, pengertian dan kasih sayang selama ini.
4. Bapak Drs Yunizar Kailani, MSi sebagai Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kepulauan Anambas beserta stafnya masing-masing yang telah memberi dukungan fasilitas dan data dalam penyelesaian tesis ini.
5. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL yang telah membantu dan mendampingi selama studi.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir penulis.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Kerangka Pemikiran 4
2 METODOLOGI PENELITIAN 5
Waktu dan Lokasi Penelitian 5
Peralatan Penelitian 5
Metode Pengumpulan Data 6
Analisis Persentase Tutupan Karang 8
Data Ikan Karang 10
Analisis Kesesuaian Kawasan 10
Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Selam 10 Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Snorkeling 11 Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Pantai 12
Indeks Kesesuaian Wisata 13
Analisis Keberlanjutan 14
Teknik Ordinasi (penentuan jarak) 14
Analisis Leverage 15
Analisis Monte Carlo 15
Arahan Strategi Pengembangan Wisata Bahari 20
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 21
Topografi dan Iklim 21
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya 22
Kondisi Perairan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil 23 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Mantang Besar dan
Mantang Kecil 24
Mantang Kecil 29 Kesesuaian Pengembangan Kawasan Wisata Bahari 29
Kesesuaian Wisata Selam 29
Kesesuaian Wisata Snorkeling 30
Kesesuaian Wisata Pantai 31
Daya Dukung Kawasan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil 33 Status Keberlanjutan Potensi Wisata Bahari 34
Ordinasi Dimensi 34
Analisis Leverage 36
Analisis Monte Carlo 37
Strategi Pengembangan Wisata Bahari 38
4 SIMPULAN DAN SARAN 42
Simpulan 42
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 47
DAFTAR TABEL
1 Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian 7
2 Kategori kondisi terumbu karang 10
3 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori Selam 11 4 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori snorkeling 11 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori Pantai 12 6 Potensi ekologi pengunjung (K) dan Luas area kegiatan (Lt) dan
Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari 14 7 Kriteria pembuatan skor dari masing-masing dimensi pengelolaan
kawasan Wisata Bahari pada Pulau Mantang Besar dan Pulau Mantang
Kecil Kepulauan Anambas 16
8 Indeks keberlanjutan pengelolaan wisata bahari 19 9 Arah dan prioritas kebijakan dalam pengembangan wisata bahari 20 10 Kualitas Perairan di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil 23
11 Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari 34
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangkan pemikiran penelitian 4
2 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Kepulauan Anambas 5
3 Peta Lokasi Titik Sampling 6
4 Analisis data karang dengan CPCe 9
5 Pengambilan data karang dengan transek kuadrandi satu titik
pengamatan 9
6 Persentase tutupan terumbu karang pada Kedalaman 6m-15m di 28 titik
pengamatan 25
7 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 3m-5m di 27 titik
pengamatan 26
8 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 0m-2m di 73 titik
pengamatan 26
9 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 1m-3m di 52 titik
pengamatan 27
10 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 4-15m di 42 titik
pengamatan 28
11 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman <1m di 34 titik
pengamatan 28
12 Kesesuaian Wisata Selam 30
13 Kesesuaian Wisata Snorkeling 31
14 Kesesuaian Wisata Pantai 32
15 Kesesuaian Wisata Bahari kategori Selam, Snorkeling dan Pantai 33 16 Hasil analisis Rap-Insus ECOTOURISM dimensi A (ekologi) 35 16 Hasil analisis Rap-Insus ECOTOURISM dimensi B (sosial-ekonomi) 35 16 Hasil analisis Rap-Insus ECOTOURISM dimensi C
(kelembagaan-teknologi) 36
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kualitas Perairan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil 47 2 Persentase tutupan karang hidup pada 128 titik pengamatan 50
3 Kelimpahan dan jenis ikan karang 57
4 Nilai penyusun indeks kesesuaian wisata selam 62 5 Nilai penyusun indeks kesesuaian wisata snorkeling 63 6 Nilai penyusun indeks kesesuaian wisata pantai 64 7 Nilai penyusun Indek kesesuaian pada 128 titik pengamatan 64 8 Hasil skoring setiap atribut penyusun Multi-Criteria Dimension 67 9 Teknik pengembilan data karang, jenis terumbu karang dan ikan karang
pada lokasi studi 71
1
PENDAHULUANLatar Belakang
Sumberdaya alam pesisir memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata. Aktifitas wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kebutuhan kegiatan wisata terhadap sumberdaya alam semakin meningkat seiring dengan bertambah banyak sumberdaya yang mengalami kerusakan atau degradasi baik secara kualitas maupun kuantitas (Yulianda et al 2010). Pemanfaatan sumberdaya alam untuk wisata, dapat dilakukan melalui kegiatan wisata bahari, hal ini dilakukan karena merupakan salah satu jenis wisata yang sedang berkembang dan memiliki potensi sangat besar serta daya tarik tersendiri bagi wisatawan sehingga mampu meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat (Juliana et al, 2013).
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang menekankan tanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam, mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat dalam menikmati keindahan alam dengan cara tidak merusak sumberdaya alam sehingga keberadaannya tetap lestari (Tuwo 2011; Bjork 2000;). Pengembangan kawasan wisata bahari merupakan salah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan. Menurut Setiawati (2000), ekowisata didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat seperti peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan peluang usaha, disamping nilai tambah dari sisi ekonomi, pengembangan ekowisata juga memberikan nilai tambah dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman kepada masyarakat untuk lebih menjaga atau mengahargai lingkungan agar tidak dirusak. Ekowisata bahari merupakan konsep pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya pesisir dengan sistem pelayanan jasa lingkungan yang mengutamakan sumberdaya alam pesisir sebagai obyek pelayanan, hal yang paling utama dalam konsep pemanfaatan sumberdaya ekowisata adalah kesesuaian sumberdaya dan daya dukung (carrying capacity) yang dapat mendukung kegiatan wisata bahari ( Hawkins and Robert, 1997; Yulianda et al,
2010).
infrastruktur (jalan, sarana air bersih, penginapan, tempat ibadah dan aksesibilitas, sedangkan dari faktor biologi di laut meliputi terumbu karang, lamun, dan jenis ikan dan kualitas perairan. Sementara dari aspek daya dukung, dimaksudkan bahwa setiap pengembangan dan pemanfaatan yang dilakukan baik di daratan maupun di laut hendaknya tidak melampaui batas, sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Penentuan daya dukung dalam ekowisata bahari didasarkan pada kemampuan suatu kawasan dalam menampung aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Menurut Yulianda et al, (2010) daya dukung kawasan merupakan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Daya dukung lingkungan pada dasarnya dapat ditingkatkan kemampuannya oleh manusia melalui peningkatan ilmu dan teknologi dalam penerapannya, akan tetapi hal ini masih sangat sulit mengingat lingkungan memiliki batasan, dimana jika salah penerapan ilmu dan teknologi justru akan berdampak pada kerusakan sumberdaya. Oleh karena itu, hendaknya aspek daya dukung perlu diperhatikan sebagai upaya pemanfaatan suatu kawasan untuk mencapai tujuan berkelanjutan, sebagai langkah dalam pengembangan ekowisata yang berkelanjutan, harus memiliki tiga kriteria, yaitu: (1) memberi nilai konservasi, (2) melibatkan masyarakat, serta (3) menguntungkan dan dapat memelihara diri. Dari tiga kriteria tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila memadukan dengan empat komponen, yaitu: (1) ekosistem, (2) ekonomi, (3) masyarakat dan (4) budaya (Tuwo, 2011).
Pengelolaan secara berkelanjutan merupakan suatu strategi pemanfaatan ekosistem secara alamiah. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan adanya suatu keserasian antara laju kegiatan pembangunan termasuk kesesuaian lahan dan daya dukung untuk menjamin tersedianya aset sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sesuai untuk dikembangkan dengan tidak melampaui batasan pemanfaatan, dimana kapasitas fungsional ekosistem diupayakan tidak terganggu dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan (Bengen, 2002). Pengelolaan secara berkelanjutan mencakup empat dimensi yaitu ekologi, sosial-ekonomi-budaya, sosial-politik serta hukum dan kelembagaan (Dahuri et al, 1996). Namun dalam strategi pengembangan potensi wisata bahari pada lokasi studi dilakukan modifikasi dimensi yaitu: (A) ekologi. (B) sosial-ekonomi dan (C) kelembagaan-teknologi.
Perumusan Masalah
Provinsi Kepulauan Riau. KKPN Kepulauan Anambas ditetapkan dengan maksud dikelola sebagai Taman Wisata Perairan (TWP) yang memiliki potensi sumberdaya. Potensi yang terdapat pada TWP Kepulauan Anambas meliputi potensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.
Hasil identifikasi yang dilakukan Loka KKPN Pekanbaru pada tahun 2013 sebanyak 116 pengamatan, luas terumbu karang di TWP Kepulauan Anambas seluas 3 705.84 ha. Sementara kondisi terumbu karang yang rusak berada pada 13 titik pengamatan yakni pada Pulau Impol Kecil, Karang Salah Nama, Karang Tuboi, Pulau Mangkai, Pulau Bawah bagian barat laut, Pulau Ipan, Pulau Repong, Pulau Rengek, Pulau Keramut, Pulau Pempang, Pulau Impol Kecil dan Pulau Langor (KEP.37/MEN/2014). Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil termasuk dalam zona perikanan berkelanjutan tetapi memiliki sumberdaya karang yang cukup baik. Sebagai kawasan yang memiliki potensi sumberdaya yang baik, diperlukan upaya untuk mengkaji pontensi dari kegiatan wisata bahari. Kajian tentang potensi wisata bahari, tidak hanya dilakukan dari aspek ekologi saja, tetapi aspek sosial penting untuk menggambarkan kondisi masyarakat dalam mendukung dan menjaga kondisi sumberdaya yang ada agar tidak merusak lingkungan. Serta aspek ekonomi apakah mampu memberikan kontribusi ekonomi yang menguntungkan dan menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat secara sosial. Disamping itu, ketersediaan data dan informasi sangat diperlukan termasuk kesesuaian kawasan wisata untuk kegiatan selam, snorkeling dan pantai serta penentuan daya dukung kawasan untuk memberikan batasan dalam pengembangan wisata bahari. Pertimbangan aspek tersebut dilakukan sebagai upaya menyusun strategi pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan di Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil Kepulauan Anambas.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji potensi kesesuaian Pulau Mantang Besar dan Pulau Mantang Kecil untuk kegiatan wisata bahari berbasis ekologi kategori selam, snorkeling dan pantai.
2. Menganalisis daya dukung (carryng capacity) berbasis ekologi dengan konsep ekowisata.
3. Mengkaji status keberlanjutan potensi wisata selam, snorkeling dan pantai dengan konsep ekowisata.
4. Menentukan strategi dalam pengembangan wisata bahari dikawasan tersebut.
Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian:
2. Memberikan masukan bagi pengelola maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Anambas untuk dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan wisata bahari
3. Memberikan informasi dasar ilmiah bagi upaya pengembangan pulau-pulau kecil secara lestari dalam pengembangan wisata bahari.
Kerangka Pemikiran
Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil merupakan pulau yang berada di Kabupaten Kepulauan Anambas yang memiliki potensi wisata bahari. Pengembangan kawasan wisata bahari merupakan salah satu bentuk pengelolaan kawasan yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan untuk mencapai pengelolaan berkelanjutan. Untuk menciptakan pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan maka aspek kesesuaian sumberdaya dan daya dukung (carrying capacity) sangat perlu diperhatikan. Kesesuaian lahan pada ekowisata bahari harus disesuaikan dengan kondisi atau karakteristik sumberdaya lingkungan yang mendukung untuk pengembangan kegiatan tersebut, baik faktor fisik, infrastruktur (jalan, sarana air bersih, penginapan, tempat ibadah dan aksesibilitas, sedangkan dari faktor biologi di laut meliputi terumbu karang, jenis ikan karang dan kualitas perairan. Sementara dari aspek daya dukung, dimaksudkan bahwa setiap pengembangan dan pemanfaatan yang hendaknya tidak melampaui batas, sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Srategi pengembangan potensi dilakukan berdasarkan hasil dari analisis keberlanjutan pada lokasi studi yang berpedoman pada KEP.37/MEN/2014 dan KEP.53/MEN/2014. Kerangka pikir penelitian dalam pengelolaan wisata bahari dapat dilihat pada (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Potensi
Pemanfaatan Keberlanjutan Analisis
2
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dari Maret sampai Mei 2014 di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Untuk data primer dilakukan survei pada pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil (Gambar 2).
Titik pengamatan ditentukan dengan teknik purposive sampling (titik sampling yang ditentukan berdasarkan tujuan penelitian) pada daerah yang memungkinkan untuk melakukan studi mendalam mengenai strategi pengembangan potensi wisata bahari di Kecamatan Palmatak Kepulauan Anambas.
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Kepulauan Anambas Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah peralatan survei lingkugan perairan: Alat untuk mengukur kecepatan arus adalah curren meter, alat untuk menentukan titik pengamatan dan posisi dilapangan adalah global positoning sistem, alat untuk mengukur suhu perairan adalah thermometer, alat untuk mengukur kecerahan adalah sechi disc, alat untuk mengukur salinitas adalah refracto meter, alat untuk mengukur kemiringan pantai adalah klinometer, alat untuk mengukur lebar pantai adalah meteran transek dan alat untuk mengambil data karang dan ikan adalah peralatan scuba diving, camera
underwater, transek kuatrad, peta batimetri dan peta rupabumi, kuisioner serta
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang terkait dengan strategi pengembangan wisata bahari secara berkelanjutan meliputi faktor ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi. Pengumpulan data primer (Lampiran 1) dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran in-situ pada dimensi A (ekologi) dilokasi penelitian (Gambar 3), sementara dimensi B (ekonomi-sosial), serta dimensi C (kelembagaan-teknologi) data diperoleh (Lampiran 1) melalui wawancara secara mendalam (depth interview) dengan bantuan quesioner. Responden dalam studi ini merupakan para memangku kepentingan (stakeholder) terdiri dari 7 (tujuh) orang yang dipilih secara purposive yaitu; Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Sekretaris BAPPEDA, Sekretaris Camat Palmatak, Kepala UPTD DKP Palmatak, Koordinator Loka KKPN Anambas dan Koordinator Conservation International
(CI) (Lampiran 10).
Gambar 3 Peta Lokasi Titik Sampling
Tabel 1 Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian 2. Tutupan Karang Hidup (%)
3. Jenis Ikan Karang
4. Jenis lifeform
5. Suhu perairan (oC) 6. Salinitas (o/oo)
7. Kedalaman Terumbu Karang (m) 8. Kecepatan Arus (cm/detik) (Yulianda et al, 2010)
1) Kecerahan Perairan (%) 2) Tutupan Karang Hidup (%) 3) Jenis Ikan Karang
4) Jenis lifeform
5) Suhu perairan (oC) 6) Salinitas (o/oo)
7) Kedalaman Terumbu Karang (m) 8) Kecepatan Arus (cm/detik) 9) Lebar hamparan datar karang (m) (Yulianda et al, 2010)
1) Tipe pantai 2) Lebar pantai (m)
3) Kedalaman perairan (m) 4) Material dasar perairan 5) Kecepatan Arus (cm/detik) 6) Kemiringan pantai (o) 7) Kecerahan Perairan (%) 8) Pasang surut (m)
9) Penutupan lahan pantai 10) Biota berbahaya
11) Kesediaan air tawar (jarak/km) (Yulianda et al, 2010)
1) Penyerapan tenaga kerja 2) Potensi pasar
3) Tingkat kesejahteraan masyarakat
4) Kunjungan wisatawan 5) Tingkat pendidikan formal 6) Pengetahuan lingkungan dan
kearifan local
7) Potensi konflik pemanfaatan 8) Peran swasta
9) Peran pemerintah daerah
C.
Kelembagaan-2) Pelaksanaan, pengawasan dan promosi SDA
3) Tingkat kepatuhan masyarakat 4) Partisipasi masyarakat
5) Koordinasi antar stakeholders
6) Transportasi
7) Kesediaan air tawar
8) Sarana prasarana pendukung kegiatan wisata bahari 1) Infrastruktur telekomunikasi 1) Data Iklim dan Demografi
Kependudukan
Matrik kesesuaian software ArcGIS
Daya Dukung
Data kesesuaian Konsep DKK
Keberlanjutan
Data Hasil Kesesuaian dan Data Hasil keberlanjutan Analisis Persentase Tutupan Karang
Analisis persentase tutupan karang dilakukan dengan menggunakan aplikasi
Coral Point Count with Excel Extension (CPCe) (Kohler and Gill 2006). CPCe merupakan sebuah aplikasi standalone yang secara otomatis dapat melakukan analisa perhitungan titik secara acak dan juga mampu melakukan perhitungan substrat dasar terhadap gambar yang diambil dibawah air. Selain itu juga CPCe dapat menghasilkan analisis statistik untuk setiap bentuk pertumbuhan karang pada Microsoft Excel.
Gambar 4 Analisis data karang dengan CPCe Sumber:Kohler danGill (2006)
Pengambilan data karang sebanyak 128 titik sampling dilakukan untuk melihat bentuk pertumbuhan karang dengan metode transek kuadrat. Transek kuadrat karang dilokasi sampling dilakukan secara acak pada posisi empat mata angin. Transek kuadrat yang digunakan terbuat dari pipa PVC berukuran 0.5 m x 0.5 m. Pengambilan foto dilakukan sebanyak 4 kali dengan luasan pengamatan 1 m2 di tiap titik pengamatan. Bertujuan agar data karang yang diperoleh dapat juga mendeskripsikan secara rinci dari tiap titik pengamatan daerah terumbu karang yang sedang diteliti seperti pada Gambar 5.
Untuk mendapatkan persentase tutupan karang hidup dihitung berdasarkan persamaan English et al, (1994) , data kondisi tutupan terumbu karang hidup yang diperoleh dari persamaan ini kemudian dikategorikan mengacu pada formulasi Gomez danYap (1988) terlihat pada (Tabel 2) yaitu:
Tabel 2 Kategori kondisi terumbu karang
No Persentase Karang Keras (%) Kategori
1 0-24,9 Rusak
2 25-49,9 Sedang
3 50-74,9 Baik
4 75-100 Sangat baik
Sumber: Gomez danYap (1988)
Data Ikan Karang
Pengambilan data ikan sebanyak 56 titik sampling menggunakan metode
‘Visual Sensus’ (Dartnall dan Jones 1986). ‘Visual Sensus’ ikan karang dilokasi sampling dilakukan secara acak pada posisi empat mata angin. Tujuannya agar data ikan karang yang diperoleh dapat juga mendeskripsikan secara rinci daerah terumbu karang yang sedang diteliti. Kelimpahan ikan tiap spesies dihitung dalam batasan jarak 2.5m ke kiri, 2.5m ke kanan, 2.5m di depan dan 2.5m di belakang dari titik pengamatan hingga daerah observasi pendataan ikan meliliputi 25 m2 (5 x 5 m) pada satu titik sampling.
Analisis Kesesuaian Kawasan
Analisis terhadap kesesuaian kawsan ini ditujukan untuk kegiatan wisata bahari berbasis ekologi. Kegiatan wisata bahari berbasis ekologi yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukanya serta memiliki persyaratan sumberdaya dan lingkunga yang akan dikembangkan. Dalam penentuan parameter, pemberian bobot dan skor ditentukan berdasarkan hasil studi empiris dan justifikasi para ahli yang berkompeten dibidang wisata bahari. Langkah awal yang dikaukan yaitu membangun sebuah matriks kriteria kesesuaian pemanfaatan untuk mempermudah pembobotan (weighting) dan pengharkatan (scoring) yang berisi informasi parameter, bobot, kategori kelas kesesuaian dan skor.
Nilai indeks kesesuaian wisata bahari dibagi menjadi empat kategori (Yulianda et al, 2010) yaitu; S1 (Sangat sesuai) dengan nilai 83%-100%, S2 (Sesuai) dengan nilai 50%-<82%, S3 (Sesuai bersyarat) dengan nilai 17%-<49% dan N (Tidak sesuai) dengan nilai <17%. Namun didalam studi ini dilakukan modifikasi menjadi; S1 (Sangat sesuai) dengan nilai 76%-100%, S2 (Sesuai) dengan nilai 50%-75% dan N (Tidak sesuai) dengan nilai 0%-49%.
Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Selam
karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus (Tabel 3).
Tabel 3 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori Selam
No Parameter Bobot Kategori
S1
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100%
S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-74%
N = Tidak sesuai, dengan nilai 0%-49%
Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Snorkeling
Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan sembilan parameter penilaian, yaitu : kecerahan perairan, tutupan karang hidup, jenis ikan karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, kecepatan arus, dan lebar hamparan karang (Tabel 4).
Tabel 4 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori snorkeling
No Parameter Bobot Kategori
(oC)
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100%
S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-74%
N = Tidak sesuai, dengan nilai 0%-49%
Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Pantai
Kesesuaian wisata bahari kategori wisata pantai mempertimbangkan sebelas parameter penilaian, yaitu : Tipe pantai, Lebar pantai, Kedalaman perairan, Material dasar perairan, Kecepatan arus, Kemiringan pantai, Kecerahan perairan, Pasang surut, Penutupan lahan pantai, Biota berbahya, dan Kesediaan air tawar (Tabel 5).
Tabel 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori Pantai
No Parameter Bobot Kategori
Keterangan:
Nilai maksimum 90 = Jumlah (Bobot x S1)
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100%
S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-74%
N = Tidak sesuai, dengan nilai 0%-49%
Indeks Kesesuaian Wisata
Indeks kesesuaian wisata (IKW) merupakan kelanjutan dari analisis matriks kesesuaian wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai. Estimasi yang digunakan untuk kesesuaian wisata bahari (Yulianda et al, 2010) melalui persamaan dibawah ini:
IKW = [ Ni/Nmaks] x 100 % Keterangan :
IKW = Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Nilai Indeks Kesesuaian IKW
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100%
S2 = Sesuai, dengan Nilai 50%-74%
N = Tidak sesuai, dengan nilai 0%-49%
Setelah diperoleh hasil kesesuaian kawasan serta daya dukungnya maka dilakukan pemetaan secara spasial untuk menunjukkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan arahan pengembangan kawasan wisata bahari, melalui pendekatan analisis spasial dengan menggunakan software ArcGIS.
Analisis Daya Dukung Kawasan
Analisis daya dukung (carring capasity) ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari berbasis ekologi tidak bersifat
mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung terbatas.
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata berbasis ekologi dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DKK). Daya dukung kawasan merupakan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia ( Yulianda et al, 2010) dengan rumus:
DDK = KxLp/Lt X Wt/Wp Keterangan :
DDK = Daya dukung kawasan (orang/hari)
K = Potensi ekologis pengunjung persatuan unit area Lp = luasan area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = unit area untuk kategori tertentu
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam untuk mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga (Table 6).
Tabel 6 Potensi ekologi pengunjung (K) dan Luas area kegiatan (Lt) dan Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari No Jenis Kegiatan K Lt Keterangan
(
∑
pengunjung) (unit area)1 Wisata Selam 2 2.000 m2 Setiap 2 orang dalam 200m x10m 2 Wisata Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100m x 5m 3 Wisata Pantai 1 50m 1 orang setiap 50m panjang pantai No Jenis Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Total waktu 1hari Wp(jam) Wt(jam) 1 Wisata Selam 2 8 2 Wisata Snorkeling 3 6 3 WisataPantai 3 6 Sumber: Yulianda et al, (2010)
Setelah diperoleh hasil kesesuaian kawasan serta daya dukungnya maka dilakukan pemetaan secara spasial untuk menunjukkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan arahan pengembangan kawasan wisata bahari, di overlay melalui pendekatan analisis spasial dengan menggunakan software ArcGIS.
Analisis Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan dilakukan dengan Multi-Dimensional Scaling
(MDS), menggunakan pendekatan RAPFISH (Rapid Appraissal for Fisheries). RAPFISH merupakan teknik Multi-Criteria Analisis (MCA) yang dikembangkan oleh University of British Columbia Canada. Merupakan analisis yang digunakan untuk mengevaluasi sustainability secara multidisipliner. Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan cara menggunakan Multi-Dimensional Scaling (MDS) (Fauzi dan Anna, 2002). Penentuan atribut keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata bahari pada tiap dimensi berdasarkan dari indikator Tesfamichael dan Pitcher (2006) dan Nikijuluw (2002) yang telah dimodifikasi. Penyusunan setiap atribut atau indikator didalam dimensi yang terkait dengan sustainable berdasarkan dengan tujuan dari penelitian tersebut. RAPFISH (Rapid Appraissal for Fisheries), menggunakan tiga analisis yaitu: teknik Odinasi, analisis Leverage dan analisis
Monte Carlo.
Teknik Ordinasi (penentuan jarak)
(pengukuran jarak dari buah 2 titik) dalam ruang yang berdimensi (Fauzi dan Anna, 2002). Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik didalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian dari titik ke titik dengan titik asalnya (Fauzi dan Anna, 2005).
Pengukuran jarak didalam ruang berdimensi dapat digunakan dengan metode Last Square (KRYST), metode Maximum Likelihood, dan metode
Euclidian Distance (ALSCAL). Dari ketiga metode ini, RAPFISH menggunakan
metode ALSCAL, karena algoritma ALSCAL sesuai pada software ini. Dimana metode ALSCAL merupakan mengoptimasi jarak kuadrat (square distance) terhadap kuadrat (titik asal ), yang dalam tiga dimensi (Alder et al, 2000). Jumlah unit yang di analisis adalah lebih besar atau sama dengan jumlah dimensi atau atribut penyusunnya. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa besar persamaan atau perbedaan dari suatu unit yang akan diamati pada tiap dimensi.
Pada setiap pengukuran yang bersifat mengukur (metrik) seberapa fit (goodness of fit), jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi sangat penting.
Goodness of fit dalam metode MDS gunanya adalah mengukur seberapa tepat konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Mengacu pada Fauzi dan Anna (2005), goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S diatas. Nilai stress yang rendah menunjukkan goodfit sementara nilai S yang tinggi sebaliknya. Hasil analisis metode RAPFISH yang baik akan menunjukkan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 (S < 0,25).
Analisis Leverage
Analisis leverage atau sensitivitas merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas dari atribut-atribut dalam tiap dimensi yang digunakan. Atribut yang termasuk kedalam kriteria sensitif memiliki kontribusi terhadap keberlanjutan dalam bentuk perubahan nilai Root Mean Square (RMS) yaitu pada sumbu X (skala keberlanjutan). Analisis ini berfungsi untuk melihat sejauh mana pengaruh atribut terhadap atribut lainnya apabila dihilangkan (Alder
et al, 2000). Hasil analisis leverage yang mempunyai pengaruh merata pada tiap atribut berkisar 2 sampai 7% dan 9 sampai 12 jumlah atribut penyusunnya (Pitcher and Preikshot, 2001).
Analisis Monte Carlo
Analisis ini mengevaluasi pengaruh galat (error) acak yang dilakukan untuk menduga nilai ordinasi digunakan. Menurut Kavanagh (2001), analisis “Monte
Carlo” juga berguna untuk mempelajari pengaruh kesalahan pembuatan skor
atribut, pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas iterasi, kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data), tingginya nilai ”stress” (nilai stress dapat
Tabel 7 Kriteria pembuatan skor dari masing-masing dimensi pengelolaan kawasan Wisata Bahari pada Pulau Mantang Besar dan Pulau Mantang Kecil Kepulauan Anambas
ASPEK EKOLOGI
Atribut Skor Baik Buruk Acuan Pemberian Skor
1. Persentase tutupan 5. Jenis ikan karang
(spesies) 0; 1; 2 2 0 (2) Kelapa, lahan terbuka; (Yulianda et al, 2010).
(2) <1, >20-30 (snorkeling) (0) >5
(1) >2-5 (2) 0-2 (pantai)
10.Kecepatan arus
Atribut Skor Baik Buruk Acuan Pemberian Skor
1. Penyerapan tenaga
kerja 0;1;2 2 0
(0) Belum ada; (1) Musiman; (2) Tinggi;
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
2. Potensi pasar 0;1;2 2 0
(0) Pasar lokal;
(1) Pasar lokal dan nasional; (2) Pasar lokal, nasional dan internasional;
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
ASPEK SOSIAL
Atribut Skor Baik Buruk Acuan Pemberian Skor
1. Tingkat pendidikan
(Tesfamichael and Pitcher,
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
ASPEK KELEMBAGAAN
Atribut Skor Baik Buruk Acuan Pemberian Skor
1. Ketersediaan
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
Atribut Skor Baik Buruk Acuan Pemberian Skor
(1) Ada, belum optimal; (2)Optimal;
(Yulianda et al, 2010) 2. Kesediaan air
tawar 0; 1; 2 2 0
(0) >2 km; (1) 1-2 km; (2) <1 km;
(Tesfamichael and Pitcher, 2006)
(1) Ada, belum optimal; (2) Optimal; (Data
(Tesfamichael and Pitcher, 2006) Pada penelitian ini status keberlanjutan dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Kurang berkelanjutan, (2) Cukup berkelanjutan dan (3) Berkelanjutan (Tabel 8). Kategori ini merupakan modifikasi dari Susilo (2003) yang membagi (1) Tidak berkelanjutan, <25. (2) Kurang berkelanjutan, 25-50. Cukup berkelanjutan, 51-75. Berkelanjutan, 76-100.
Tabel 8 Indeks keberlanjutan pengelolaan wisata bahari Indeks Kategori
<50 Kurang Berkelanjutan 51–75 Cukup Berkelanjutan
76–100 Berkelanjutan
Arahan Strategi Pengembangan Wisata Bahari
Dalam menentukan strategi pengembangan wisata bahari yang perlu dilakukan adalah mengindentifikasi dimensi-dimensi yang memiliki pengaruh dalam kontek pengembangan kegiatan tersebut. Dimensi tersebut antara lain: dimensi ekologi, sosial-ekonomi dan kelembagaan-teknologi terlihat pada (Tabel 9). Hasil dari ketiga dimensi tersebut, kemudian ditentukan dimensi mana yang paling berpengaruh berdasarkan hasil analisis keberlanjutan. Selanjutnya menentukan strategi pengembangan kawasan wisata bahari pada pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Kepulauan Anambas terletak antara 2º10’0”- 3º40’0”LU s/d
105º15’0”-106º45’0” BT (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).. Sebagai wilayah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah lainnya, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan pulau-pulau yang tersebar di Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan.
Keberadaan Kabupaten Kepulauan Anambas secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan yaitu : Kecamatan Jemaja, Kecamatan Jemaja Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Tengah, dan Kecamatan Palmatak. Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di seluruh wilayah administratifnya dan berbatasan langsung dengan negara lain atau lautan internasional. Dengan jumlah pulau sebanyak 255 (KEP.37/MEN/2014). Terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan pulau kecil yang tersebar di seluruh wilayah administrasinya dan berbatasan langsung dengan negara tetangga atau lautan internasional. Adapun batas wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yaitu :
1. Sebelah Utara : Laut Cina Selatan/Vietnam 2. Sebelah Selatan : Kepulauan Tambelan/Bintan 3. Sebelah Barat : Laut Cina Selatan/Malaysia 4. Sebelah Timur : Laut Natuna
Pulau Mantang Besar terletak 3o17’54” LU dan 106o19’40” BT sementara Mantang Kecil terletak 3o17’34” LU dan 106o19’52” BT. Termasuk dalam Kecamatan Palmatak dan berjarak 3.88km dari ibukota kecamatan (main land). Luas pulau Mantang Besar ± 33 461 ha dan Mantang Kecil ± 15 251 ha merupakan pulau yang belum berpenghuni. Memiliki ekosistem utama adalah terumbu karang, jenis pulau berasal dari struktural dengan litologi batuan andesit volkan periode cretaceous. Merupakan pulau yang masuk dalam zona konservasi memiliki tutupan lahan pantai kelapa dan semak-belukar, dengan kemiringan pantai antara 8°-10°(Bappeda Kab. Kep. Anambas 2012).
Topografi dan Iklim
Secara topografi wilayah daratan setiap Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagian besar berbukit dan pergunungan yang terjal yang disusun oleh batuan metamorf. Umumnya batuan-batuan yang tersingkap merupakan batuan metamorf yang berunsur partier, batuan lainnya antara lain adalah batuan sedimen, endapan alluvial, trias, permokarbon, sekis, granit, diorerm, hiporit dan erufsi kwarter. Ketinggian wilayah cukup bervariasi yakni berkisar 3m-610m dari permukaan laut (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).
beku basa, batuan sediman dan endapan pantai, rawa, sungai (bahan organik) (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).
Kondisi iklim di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin, musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Maret hingga Mei, ketika angin bertiup dari arah Utara. Sedangkan musim hujan terjadi pada bulan September hingga Februari, ketika angin bertiup dari arah Timur dan Selatan. Curah hujan rata-rata dalam satu tahun per jam berkisar ± 14.5 mm/h dengan kelembaban udara sekitar 47.25 % dan temperatur berkisar 30°C (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).
Berdasarkan arah angin musim di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas dibagi dalam 4 periode yaitu periode Januari - Maret: bertiup angin Utara dan Timur laut, curah hujan sedang dengan temperatur udara sedang, periode April - Juni: bertiup angin Timur Laut/Tenggara, hujan sedikit dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C), periode Juli - September: bertiup angin tenggara, hujan turun agak banyak dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C), periode Oktober - Desember: bertiup angin barat/utara, hujan banyak turun pada bulan September, Oktober dan November, temperatur udara agak dingin (lebih kurang 28.9°C) dan lembab pada malam hari (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kepulauan Anambas dalam pemanfatan mempunyai potensi dan kekayaan sumberdaya alam seperti minyak bumi, perkebunan dan wisata bahari serta potensi perikanan dari perairan kepulauan Anambas. Budaya masyarakat lokal memiliki nilai-nilai luhur untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya alam. Struktur perekonomian Kabupaten Kepulauan Anambas bertumpu pada peran sektor unggulan yaitu kelautan dan perikanan serta wisata bahari karena:
1. Sektor Kelautan memiliki potensi yang sangat besar, terutama didalamnya terdapat cadangan kandungan minyak dan gas bumi yang masih berpeluang untuk dieksploitasi produksinya. Hal ini memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Sektor Perikanan memiliki potensi yang sangat besar, terutama untuk pengembangan Perikanan Tangkap dan Budidaya Perikanan, karena luas laut yang dimiliki sebesar 46 031.81 KM2 (98.65%) dan garis pantai sepanjang 1 128.57 KM2, hal ini telah memberikan peranan yang sangat penting terhadap perekonomian masyarakat. Disamping itu keunggulan sektor ini akan dapat pulih kembali (Renewable Resource).
Kondisi Perairan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil
Kondisi perairan laut dapat dilihat dari nilai beberapa parameter kualitas air baik parameter fisika ataupun parameter kimia. Pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia perairan dan juga perbandingan dengan baku mutu perairan yang mengacu dari KepMen LH No. 51 tahun 2004 merupakan dasar untuk menentukan arah pengelolaan perairan. Adapun parameter yang diukur dalam penelitian ini hanya terbatas pada parameter-parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan terumbu karang.
Pada dasarnya karakteristik perairan memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme-organisme perairan khususnya terumbu karang. Dalam studi ini karakteristik lingkungan perairan diamati dengan tujuan untuk mengetahui status terkini (present status) kondisi perairan pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil. Dalam penelitian ini parameter fisika dan kimia perairan yang diamati meliputi kecerahan, suhu, salinitas, kedalam perairan dan kecepatan arus. Hasil dari pengamatan karakteristik lingkungan perairan disajikan pada (Tabel 10).
Tabel 10 Kualitas Perairan di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil
Parameter Kisaran Nilai Rata-rata
Kecerahan (%) 50-100 99
Suhu (0C) 29.3-29.7 29.4
Salinitas (0/00) 31-35 32.5
Kedalaman (m) 0.25-15 4.1
Kecepatan Arus (m/s) 5.6-16.7 0.14
Kecerahan perairan merupan parameter pembatas dalam indek kesesuai untuk wisata selam dan snorkeling yang mempunyai bobot tertinggi (Yulianda et al, 2010). Hasil pengamatan dilokasi penelitian kisaran kecerahan perairan antara 50%-100%. Dengan rata-rata 100% pada kedalaman 0.25m-9m, 80% pada kedalaman 10m dan 50% pada kedalam 15m. Kondisi ini termasuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam dan snorkeling. Hanya satu titik pengamatan yang mempunyai kecerahan 50% pada kedalaman 15m. Kecerahan merupakan penentu penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan. Sehingga dengan perairan yang cerah para wisatawan dapat dengan leluasa menikmati keindahan dan objek ekosistem terumbu karang serta ikan-ikan karang yang beraneka ragam dibawah laut.
Salinitas pada lokasi pengamatan adalah berkisar antara 29.30/00-29.70/00.
Kondisi ini termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam dan snorkeling. Dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan untuk karang, hasil pengukuran salinitas dilokasi masih tergolong baik. Menurut Dahuri (1993) pada umumnya terumbu karang dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 300/00 -350/00 di wilayah pesisir. Walaupun terumbu karang masih dapat bertahan
hidup pada salinitas diluar kisaran tersebut namun pertumbuhan terumbu karang akan terganggu dibanding pada perairan dengan salinitas yang normal. Pengaruh salinitas terhadap karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan pengaruh alam lainnya
Kedalaman perairan pada 128 titik pengamatan antara 0.25m-15m. Menurut Edward et al., (2004), kondisi perairan yang memiliki kedalam berkisar 3.2m-35.5m masih layak untuk dijadikan lokasi wisata selam dan snorkeling.Untuk kesesuaian wisata selam diperoleh 28 titik pengamatan termasuk dalam kategori S1(sangat sesuai), 27 titik pengamatan termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dan 73 titik pengamatan termasuk dalam kategori N (tidak sesuai). Sementara untuk kesesuaian wisata snorkeling diperoleh diperoleh 52 titik pengamatan termasuk dalam kategori S1(sangat sesuai), 42 titik pengamatan termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dan 34 titik pengamatan termasuk dalam kategori N (tidak sesuai). Hal ini berdasarkan pada indek kesesuaian (Yulianda et al, 2010).
Kecepatan arus yang didapatkan di lokasi penelitian adalah 0.06-0.18 m/s. Kondisi ini termasuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam, snorkeling dan pantai (Yulianda et al, 2010). Tomascik et al.
(1997) menyatakan bahwa arus bermanfaat untuk pemindahan nutrien, larva dan sedimen. Kecepatan arus juga dipengaruhi oleh perbedaan musim, pada musim Barat kecepatan arus lebih tinggi jika dibanding dengan musim Timur (Riyadi et al., 2005). Arus juga berfungsi untuk menghalau dan membersihkan sampah. Apabila kondisi perairan yang berarus kencang dapat mengganggu aktifitas wisata snorkeling. Karena wisata snorkeling akan nyaman dilakukan dipermukaan perairan yang yang berarus tenang. Begitu juga dengan wisata pantai, arus yang kencang akan mengganggu kenyaman para wisatawan yang berjemur dipingiran garis pantai. Namun lain untuk wisata selam, arus tidak begitu berpengaruh bagi wisatawan. Karena arus terjadi diatas permukaan perairan, sementara para wisatawan melakukan penyelaman untuk melihat keindahan bawah laut. Terumbu karang dan biota laut lainnya yang beragam didapat pada di kedalam 6m-15m (Yulianda et al, 2010). Kondisi kualitas perairan pada lokasi studi disajikan pada (Lampiran 1).
Kondisi Terumbu Karang di Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil
Tipe terumbu karang diseluruh perairan tropis pada umumnya dan dilokasi studi termasuk kedalam tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Fringing reef
atau terumbu karang tepi dapat dilihat dengan ditemukannya terumbu karang dimulai dari tepian pantai hingga menuju kearah laut dan membentuk paparan terumbu (reef flat) yang melindungi daratan pulau.
25.8%, algae 20.5%, other fauna 4.3%, dead coral with algae 7.7%, dead corals
6.1%, abiotik 35.5% dan others 0.1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori sedang (Gomez danYap 1988). Persentase tutupan karang hidup dapat digunakan sebagai acuan menilai tingkat kerusakan komunitas karang pada area pengelolaan untuk selam (Jameson S.C. et all, 1999). Jenis terumbu karang yang ditemukan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada (Lampiran 8).
Kondisi terumbu karang untuk wisata selam pada kedalaman antara 6-15m diperoleh persentase tutupan karang hidup 0.5%-73%, berada di 28 titik pengamatan. Kondisi terumbu karang dengan rata-rata persentase tutupan karang hidup 22%, algae 23%, other fauna 5%, dead coral with algae 5%, dead corals
3%, abiotik 41% dan others 1%, masuk dalam kategori rusak (Gomez danYap 1988) (Gambar 6).
Gambar 6 Persentase tutupan terumbu karang pada Kedalaman 6m-15m di 28 titik pengamatan
Karang hidup di kedalam antara 3-5m, persentase tutupannya yaitu 1%-81% bervariasi. Kondisi terumbu karang berdasarkan rata-rata persentase tutupan karang hidup 39%, algae 14%, other fauna 4%, dead coral with algae 8%, dead corals 8%, abiotik 26% dan others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori sedang (Gomez danYap 1988) (Gambar 7).
Gambar 7 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 3m-5m di 27 titik pengamatan
Karang hidup di kedalam antara 0-2m, tutupan karang hidup yaitu 0%-57%, lebih buruk kondisinya. Dengan nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 17%, algae 23%, other fauna 3%, dead coral with algae 10%, dead corals 6%, abiotik 40% dan others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori rusak (Gomez danYap 1988) (Gambar 8).
Gambar 8 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 0m-2m di 73 titik pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kondisi terumbu karang untuk kesesuaian kategori S2 (sesuai) pada kedalaman 3-5m sebesar 39% termasuk dalam kategori sedang. Terumbu karang merupakan potensi utama dalam pengembangan wisata bahari. Nilai estitika keindahan laut banyak ditentukan oleh kehadiran dan keindahan terumbu karang termasuk didalamnya keragaman jenis, tutupan karang dan keanekaragaman biota yang hidup di dalamnya (Apriliani 2009).
Persentase abiotik sebesar 41% sangat mendominasi pada 28 titik pengamatan di kedalaman 6m-16m. Dilokasi pengamatan ini banyak terdapat pasir, batu dan pecahan karang. Sementara persentase algae sebesar 23% terdapat pada kedalaman 0.25m-2m dan di kedalaman 6m-16m. Algae dapat mengganggu pertumbuhan karang, karena kemampuan pertumbuhan algae cepat cepat dibandingkan pertumbuhan terumbu karang (Zamani dan Madduppa 2011).
Kondisi terumbu karang untuk wisata snorkeling pada kedalaman antara 1m-3m diperoleh persentase tutupan karang hidup 0%-73.5%, berada di 52 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 24%, algae 19%,
other fauna 3%, dead coral with algae 9%, dead corals 7%, abiotik 37% dan
others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup (Gomez danYap 1988), hal ini masuk dalam kategori rusak (Gambar 9).
17%
23%
3% 10%
6% 40%
1%
CORAL (C )
ALGAE (A)
OTHER FAUNA (OF)
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC)
Gambar 9 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 1m-3m di 52 titik pengamatan
Dikedalaman 4m-15m diperoleh persentase tutupan karang hidup 1%-81%, berada di 42 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 31%, algae 18%, other fauna 5%, dead coral with algae 6%, dead corals 5%, abiotik 34% dan others 1%. Berdasarkan Gomez danYap (1988), persentase tutupan karang hidup dalam kondisi ini masuk kategori sedang (Gambar 10).
Gambar 10 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 4-15m di 42 titik pengamatan
Pada kedalaman <1m diperoleh persentase tutupan karang hidup 1%-22.5%, berada di 34 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 10%, algae 29%, other fauna 4%, dead coral with algae 10%, dead corals
6%, abiotik 40% dan others 1%. Berdasarkan Gomez danYap (1988), persentase tutupan karang hidup dalam kondisi ini masuk kategori rusak (Gambar 11).
24%
19%
3% 9%
7% 37%
1% CORAL (C )
ALGAE (A)
OTHER FAUNA (OF)
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC)
SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT)
31%
18% 5%
6%
5% 34%
1% CORAL (C )
ALGAE (A)
OTHER FAUNA (OF)
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC)
Gambar 11 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman <1m di 34 titik pengamatan
Dari hasil persentase tutupan karang hidup untuk kesesuaian wisata snorkeling, hanya masuk dalam kategori S2 (sesuai) dengan persentase tutupan karang hidup 31%. Kondisi ini berada pada kedalam 4m-15m di 42 titik pengamatan. Terumbu karang merupakan potensi utama dalam pengembangan wisata bahari. Nilai estitika keindahan laut banyak ditentukan oleh kehadiran dan keindahan terumbu karang termasuk didalamnya keragaman jenis, tutupan karang dan keanekaragaman biota yang hidup di dalamnya (Apriliani 2009).
Persentase abiotik tersebar dan sangat mendominasi pada 128 titik pengamatan, 41% terdapat dikedalaman 6m-15m pada 28 titik pengamatan. Sementara persentase algae sebesar 29% terdapat pada kedalaman 0.25m-0.50m pada 34 titik pengamatan. Algae dapat mengganggu pertumbuhan karang, karena kemampuan pertumbuhan algae lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan terumbu karang (Zamani dan Madduppa 2011). Kondisi tutupan karang hidup pada 128 titik pengamatan disajikan pada (lampiran 2).
Kondisi Kelimpahan Ikan Karang di Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil
Siklus hidup ikan karang biasanya (dari juvenile hingga dewasa) berada di daerah terumbu karang. Kemudian Nybakken (1992), menyatakan bahwa ikan karang adalah organisme yang banyak ditemui di daerah terumbu karang. Keanekaragaman ikan karang mempunyai keterikatan dengan kondisi ekosistem terumbu karang. Hal ini memperlihatkan bahwa keanekaragaman dan jenis ikan karang menjadi indikator dalam melihat baik-buruknya suatu ekosistem terumbu karang itu sendiri (Badrudin et al, 2003).
Hasil identifikasi ikan karang pada 64 titik pengamatan (Lampiran 3) ditemukan 15 jenis ikan yaitu; ikan Betok (Abudefduf margariteus, Abudefduf sexfasciatus, Abudefduf vaigiensis), ikan Ekor kuning (Caesio cuning), ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasliattus, Chaetodon mesoleucus), Diproctacantus xanthurus, ikan Kakap (Lutjanus bohar, Lutjaanus carponotatus), ikan Layar (Platax pinnatus), Ikan Kakak tua (Scarus caudofasciatus, Scarus dimidiatus, Scarus rivulatus), ikan Delik (Scolopsis margaritifer) dan ikan Baronang (Siganus
coralline). Masuk kedalam 8 famili yaitu; Pomacentridae, Caesionidae, Chaetodontidae, Labridae, Lutjanidae, Ephippidae, Scaridae, Nemipteridae. Famili Pomacentridae dan Caesonidae merupakan famili sering ditemukan pada titik pengamatan. Sementara jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah spesies Caesio cuning dan Abudefduf margariteus (Lampiran 8).
Kelimpahan ikan karang akan menambah keindahan panorama bawah laut. Ikan karang dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam wisata selam dan snorkeling. Semakin beragam jenis ikan karang pada daerah terumbu karang, akan menambah nilai dalam pengembangan daerah objek wisata. Karena dalam pengembangan daerah objek wisata selam dan snorkeling harus memperhatikan nilai dari keragaman jenis ikan karang (Yulianda et al, 2010).
Kesesuaian Pengembangan Kawasan Wisata Bahari
Kesesuaian Wisata Selam
Analisis kesesuaian wisata selam mempertimbangkan delapan parameter biofisik diperairan, yaitu : kecerahan perairan, tutupan karang hidup, jenis ikan karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus. Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata selam dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Hasil luasan dari Indeks kesesuaian wisata (IKW) selam pada lokasi studi masuk dalam kategori S2 (sesuai) adalah 91 600 m2. Untuk kategori S1(sangat sesuai) tidak diperoleh pada lokasi studi, dapat dilihat pada (Gambar 12).
Hasil kesesuaian wisata selam diperoleh dari 128 titik pengamatan. Pada 27 titik pengamatan diperoleh nilai IKW kategori S2 (sesuai). Mencakup tutupan karang hidup antara 1%-73,5% dengan rata-rata 39%. Kecerahan perairan mempunyai nilai 100%. Jenis ikan karang ditemukan sebanyak 0-23 jenis ikan karang dengan rata-rata ditemukan 12 jenis ikan karang. Jenis lifeform diperolah 3-7 dengan rata-rata 5 jenis lifeform yang ditemukan. Suhu 29.3 oC -29.7 oC dengan rata-rata 30oC, salinitas 330/00-350/00 dengan rata-rata 330/00, kedalam
Gambar 12 Kesesuaian Wisata Selam
Kesesuaian Wisata Snorkeling
Analisis kesesuaian wisata snorkeling mempertimbangkan delapan parameter penilaian, yaitu : kecerahan perairan, tutupan karang hidup, jenis ikan karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus. . Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata selam dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Hasil luasan dari IKW snorkeling pada lokasi studi yang sesuai (S2) adalah 263 803 m2. Untuk kategori S1(sangat sesuai) tidak diperoleh pada lokasi studi, dapat dilihat pada (Gambar 13).
Hasil kesesuaian wisata snorkeling diperoleh dari 128 titik pengamatan. Pada 42 titik pengamatan diperoleh nilai IKW kategori S2 (sesuai). Mencakup tutupan karang hidup antara 0.5%-81% dengan rata-rata 31%. Kecerahan perairan diperoleh nilai dari 80%-100% dengan rata-rata adalah 97%. Jenis ikan karang ditemukan sebanyak 0-21 jenis ikan karang, dengan rata-rata 10 jenis ikan karang yang ditemukan pada lokasi studi. Jenis lifeform diperolah 3-7 dengan rata-rata 5 jenis lifeform yang ditemukan. Suhu 29.3 oC -29.7 oC dengan rata-rata 30oC, salinitas 310/00-350/00 dengan rata-rata 340/00, kedalam antara 4m-15m dengan
Gambar 13 Kesesuaian Wisata Snorkeling Kesesuaian Wisata Pantai
Analisis kesesuaian wisata pantai mempertimbangkan sebelas parameter penilaian, yaitu : Tipe pantai, Lebar pantai, Kedalaman perairan, Material dasar perairan, Kecepatan arus, Kemiringan pantai, Kecerahan perairan, Pasang surut, Penutupan lahan pantai, Biota berbahya, dan Kesediaan air tawar. Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata pantai yang di fokuskan pada 10 titik pengamatan dengan menggunakan perangkat lunak
ArcGIS. Hasil luasan dari IKW pada lokasi studi yang sangat sesuai (S1) adalah 33 029 m2 dapat dilihat pada (Gambar 14).
Hasil kesesuaian wisata pantai di fokuskan pada 10 titik pengamatan yang memiliki syarat dalam perhitungan kesesuaian untuk wisata pantai. Sementara pada 128 titik pengamatan tidak memenuhi persyaratan untuk kesesuaian wisata pantai. Dari 10 titik pengamatan diperoleh; tipe pantai adalah agak landai, lebar pantai 15m-25m, kedalaman perairan 0.25m-0.5m, material dasar perairan adalah pasir halus, arus 0.13m/s, kemiringan pantai 80-100, kecerahan 100%, penutupan lahan pantai merupakan semak belukar, biota berbahaya tidak ada dan ketersediaan air bersih berjarak 388km berada di mainland (Lampiran 6)
mempunyai nilai yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan lokasi studi belum memiliki fasilitas pendukung dan kegiatan wisata belum berjalan.
Gambar 14 Kesesuaian Wisata Pantai
Hasil keseuaian untuk wisata bahari keseluruhannya, merupakan gabungan dari kesesuaian wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai. Hasil luasan dari IKW pada lokasi studi yaitu: wisata selam seluas 91 600 m2 dengan kategori S2 (Sesuai), wisata snorkeling seluas 172 202 m2 dengan kategori S2 (Sesuai), wisata pantai seluas 33 029 m2 dan kategori N (Tidak sesuai) seluas 483 902 m2. Dari total luas area yang diidentifikasi seluas 780 735 m2.
Untuk kesesuaian wisata bahari ini diperoleh melalui pengelompokan yang dipisahkan antar kategori keseuaian dengan bantuan software ArcGIS. Pengelompokan ini berdasarkan hasil: N (Tidak sesuai) untuk kategori selam dan snorkeling adalah N (Tidak sesuai) selam+ N (Tidak sesuai) snorkeling. S2 (Sesuai) untuk kategori selam adalah S2 (Sesuai) selam+S2 (Sesuai) snorkeling= N (Tidak sesuai). S2 (Sesuai) untuk kategori snorkeling adalah S2 (Sesuai) selam= N (Tidak sesuia)+S2 (Sesuai) snorkeling. Sementara S1 (Sangat sesuai) untuk kategori pantai adalah S1 (Sangat sesuai) untuk pantai seperti pada Gambar 15.
Gambar 15 Kesesuaian Wisata Bahari
Daya Dukung Kawasan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil
Daya dukung kawasan dalam konsep ekowisata adalah dimana pembatasan jumlah pengunjung dalam memanfaatkan sumberdaya itu sendiri. Hal ini dapat menjaga kelestarian sumberdaya dan pemanfaatan secara sustainable. Menurut Lim (1998), daya dukung suatau kawasan merupakan pengakomodasian wisatawan dengan kepuasan yang tinggi, namun berdampak minimal pada sumberdaya yang ada. Kemudian Clark (1996), bahwa daya dukung merupakan pembatasan wisatawan dalam kegiatan wisata.
Dalam pengembangan konsep ekowisata memiliki ciri yaitu pembatasan jumlah wisatawan. Pembatasan jumlah pengunjung bertujuan untuk meminimalisir dampak kerusakan sumberdaya akibat kegiatan wisata itu sendiri. Konsep ekowisata dapat melindungi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem serta mendukung upaya konservasi (Bookbinder et al, 1998; Gossling et al, 1999). Jika dalam kegiatan wisata jumlah pengunjungnya tidak dibatasi, hal ini dapat mengancam kelestarian sumberdaya itu sendiri. Kegiatan wisata selam dan snorkeling secara eksponensial dapat meningkatkan kerusakan terumbu karang ( Hawkins and Roberts, 1997). Pembatasan pengunjung dilakukan agar pemanfaatan sumberdaya dapat berjalan secara sustainable (Garrod, B. dan Wilson, J.C, 2004).