PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK
PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI
PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU
RACHMAN SYUHADA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
RACHMAN SYUHADA, C44051005. Pemanfaatan Perikanan Tangkap Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINIAH dan MOCH. PRIHATNA SOBARI.
Pulau Pramuka merupakan pusat administrasi dan pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, memiliki potensi perikanan tangkap dan pariwisata yang cukup besar. Kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka selama ini berjalan sendiri-sendiri, bahkan kegiatan pariwisata cenderung menekan kegiatan perikanan tangkap. Penelitian ditujukan untuk mengkaji potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka, permintan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dan strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka. Pendekatan dengan menggunakan metode biaya perjalanan dan SWOT digunakan untuk menganalisis pengembangan pariwisata bahari berdasarkan pemanfaatan perikanan tangkap di Pulau Pramuka. Hasil analisis menunjukkan nilai sumberdaya pariwisata yang didapat adalah Rp 50.055.848,60 dan Nilai Ekonomi Total (NET) dari sumberdaya pariwisata yang diperoleh ialah Rp 1.345.481.190.178,93. Hal tersebut menunjukkan tingginya permintaan wisata bahari. Hasil analisis SWOT menunjukkan untuk melakukan pengembangan wisata bahari di Pulau Pramuka harus menjalankan strategi agresif dengan memanfaatkan potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka.
ABSTRACT
Rachman SHUHADA, C44051005. Utilization of fisheries for the Development of Marine Tourism in the Pramuka Island, Thousand Islands District. Guided by DINIAH and Moch. Prihatna Sobari.
Pramuka Island is the center of government administration and Administrative District Thousand Islands, has the potential of capture fisheries and tourism are considerable. Fishing activities and tourism activities in the Scout Island had been running alone, even tourism activity tends to suppress the activity of fishing. The study aimed to assess the potential of capture fisheries in the Scout Island, demanders maritime tourism in the Scout Island and nautical tourism development strategy based on the potential of capture fisheries on Scout Island. Approach using the SWOT method and travel expenses, are used to analyze the utilization of fisheries for the development of nautical tourism on the island of Scouting. The analysis showed the number of tourists make the consumer surpus value obtained is Rp 50,055,848.6 and. Total Economic Value (NET) obtained is Rp 1,345,481,190,178.93. This shows the high demand for marine tourism. The results of SWOT analysis shows for the development of nautical tourism on the Island Scout must execute an aggressive strategy to exploit the potential of capture fisheries on Scout Island.
PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK
PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI
PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU
RACHMAN SYUHADA
Skripsi
Sebagai salah satu satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pemanfaatan Perikanan Tangkap
Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan
Seribu adalah karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
© Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
SKRIPSI
Judul Skripsi : Pemanfaatan Perikanan Tangkap untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Nama Mahasiswa : Rachman Syuhada
NRP : C44051005
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.Ir. Diniah, M.Si. Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS.
NIP 196109241986022001 NIP 196103161986011001
Diketahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 196212231987031001
KATA PENGANTAR
Skripsi ini mengungkapkan strategi pemanfaatan potensi perikanan tangkap
dalam kegiatan wisata bahari di sekitar Pulau Pramuka. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan di Pulau Pramuka.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1) Dr.Ir. Diniah, M.Si. dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. selaku pembimbing
skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2) Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. sebagai ketua Komisi Pendidikan
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Prof.Dr.Ir. Mulyono S.
Baskoro, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu pada sidang ujian skripsi.
3) Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah memberikan izin
penelitian dan pihak Kelurahan Pulau Panggang yang telah memberikan izin
penelitian serta informasi mengenai obyek wisata Pulau Pramuka.
4) Kang Aldi, nelayan dan wisatawan di Pulau Pramuka yang telah meluangkan
waktunya untuk diwawancarai.
5) Kedua orang tua, ibu Nuning dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan
kasih sayang, doa, semangat dan dukungan moril kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
6) Pipitiaku yang selalu setia mendampingi hingga akhir.
7) Andika “Jonih”, Arya “Pota”, Dinnari “Din”, Vivin “Mama” dan Yuli “Ulie” terima kasih atas keikhlasan dan kesabaran dalam persahabatan.
8) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1
Juli 1987 dari Bapak Suganda dan Ibu Lies Setiawati. Penulis
merupakan anak kelima dari 6 bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat pada tahun
2005. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
menjadi asisten luar biasa mata kuliah Dasar – Dasar Perikanan Tangkap pada tahun ajaran 2008/2009 dan tahun ajaran 2009/2010, serta menjadi asisten mata
kuliah Praktek Laut Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga
aktif pada kegiatan kampus seperti kepanitiaan acara seni dan kepanitiaan acara
olahraga dan acara-acara yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa IPB.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian
untuk menyusun skripsi dengan judul “Pemanfaatan Perikanan Tangkap untuk Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu”. Selama menyelesaikan skripsi penulis dibimbing oleh Dr.Ir. Diniah, M.Si. dan Ir.
Moch. Prihatna Sobari, MS. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal 29 Juli 2011
dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
DAFTAR ISI
2.4 Hubungan Pariwisata Dengan Perikanan Tangkap ... 13
2.5 Analisis SWOT ... 14
3.5 Metode Pengambilan Contoh ... 18
3.6 Analisis Data ... 18
3.6.1 Analisis terhadap sektor perikanan tangkap ... 18
3.6.2 Analisis terhadap sektor pariwisata ... 19
3.6.2.1 Kurva permintaan rekreasi ... 19
3.6.2.2 Analisis persepsi dan apresiasi obyek wisata ... 20
3.6.2.3 Evaluasi model permintaan pariwisata ... 21
3.6.3 Analisis SWOT ... 24
3.6.3.1Analisis faktor internal dan eksternal ……… 25
3.6.3.2Penentuan bobot setiap variabel ……….... 25
3.6.3.3 Penentuan peringkat (rating) ………. 27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Kepulauan Seribu ... 30
4.2 Keragaan perekonomian Kabupaten Kepulauan Seribu ... 36
4.3 Keragaan Perikanan Tangkap di Pulau Pramuka ... 38
4.3.1 Alat penangkapan ikan ... 39
4.3.1.1 Bubu tambun ... 39
4.3.1.3 Payang ... 43
4.3.1.4 Pancing gandar ... 45
4.3.2 Nelayan ... 47
4.3.3 Armada penangkapan ikan ... 48
4.3.4 Produksi perikanan tangkap ... 49
4.3.5 Musim penangkapan ... 50
4.3.6 Daerah penangkapan ... 50
4.4 Keragaan Pariwisata di Pulau Pramuka ... 50
4.4.1 Karakteristik responden ... 52
4.4.2 Fungsi permintaan pariwisata ... 62
4.4.3 Surplus konsumen dan nilai ekonomi obyek wisata ... 63
4.4.4 Evaluasi model permintaan pariwisata ... 65
4.5 Hubungan Perikanan Tangkap dan Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu ... 70
4.6 Analisis SWOT Strategi Pengembangan Potensi Perikanan Tangkap Terhadap Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka ... 74
4.6.1 Identifikasi unsur SWOT pemanfaatan perikanan tangkap untuk pengembangan pariwisata bahari ... 74
4.6.2 Analisis matriks EFE (External Factor Evaluation) dan IFE (Internal Factor Evaluation) ... 79
4.6.3 Analisis SWOT ... 82
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
i
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penilaian bobot faktor strategis eksternal ... 26
2 Penilaian bobot faktor strategis internal ... 27
3 Matriks External Factor Evaluation ... 28
4 Matriks Internal Factor Evaluation ... 28
5 Matriks SWOT ... 29
6 Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Kepulauan Seribu ... 31
7 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin ... 34
8 Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2008 ... 39
9 Jumlah nelayan di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006 ... 48
10 Jumlah unit budidaya di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ... 48
11 Jenis dan jumlah armada penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Panggang ... 49
12 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 ... 49
13 Daerah asal responden Bulan Oktober 2010 ... 53
14 Kelompok umur responden Bulan Oktober 2010 ... 54
15 Tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010 ... 55
16 Tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010 ... 56
17 Lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010 ... 57
18 Biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010 ... 58
19 Biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 ... 59
20 Manfaat wisata responden Bulan Oktober 2010 ... 60
21 Nilai keindahan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ... 61
22 Nilai kenyamanan kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ... 61
23 Nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ... 62
ii
25 Nilai VIF untuk variabel dalam fungsi permintaan wisata bahari ... 69
26 Matriks IFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka ... 80
27 Matriks EFE strategi pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap pariwisata bahari Pulau Pramuka ... 80
28 Matriks SWOT pengembangan potensi perikanan tangkap terhadap
pariwisata bahari di Pulau Pramuka ... 83
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kelompok alat pukat kantong ... 5
2 Kelompok alat tangkap perangkap dan penghadang ... 6
3 Kelompok alat tangkap pancing ………..………... 7 terhadap sektor pertanian Tahun 2002-2006 ... 37
10 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu dengan migas Tahun 2002-2006 ... 38
11 Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu tanpa migas Tahun 2002-2006 ... 38
12 Konstruksi bubu tambun ... 40
13 Konstruksi jaring ikan hias ... 42
14 Konstruksi payang ... 44
15 Konstruksi pancing gandar ... 46
16 Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka Tahun 2007 – 2009 ... 51
17 Sebaran daerah asal responden Bulan Oktober 2010 ... 53
18 Sebaran kelompok umur responden Bulan Oktober 2010 ... 54
19 Sebaran tingkat pendidikan responden Bulan Oktober 2010 ... 55
20 Sebaran tingkat pendapatan responden Bulan Oktober 2010 ... 56
21 Sebaran lama kunjungan responden Bulan Oktober 2010 ... 57
22 Sebaran biaya kunjungan responden lokal Bulan Oktober 2010 ... 58
23 Sebaran biaya kunjungan responden mancanegara Bulan Oktober 2010 ... 59
24 Sebaran nilai waktu kunjungan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ... 62
iv
26 Grafik Normal Probability dengan pendekatan individu ... 67
27 Grafik Scatterplot dengan pendekatan individu ... 68
28 Diagram analisis SWOT potensi perikanan tangkap terhadap
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Fishing ground nelayan Pulau Pramuka ... 91
2 Rekapitulasi data responden di kawasan wisata Pulau Pramuka Bulan Oktober 2010 ... 92
3 Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Staf Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu ... 93
4 Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Kepala Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu ... 94
5 Hasil Regressi SPSS for Windows 19.0.039 dengan menggunakan Pendekatan Individu ... 95
6 Perhitungan surplus konsumen dengan menggunakan software MS Excel 2007 ... 100
7 Unit Penangkapan Bubu Tambun ... 103
8 Unit Penangkapan Jaring Ikan Hias ... 104
9 Unit Penangkapan Pancing ... 105
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara bahari, sudah seharusnya menempatkan penanganan permasalahan pesisir dan kelautan dengan segala implikasinya sebagai prioritas tertinggi (BPS 2005). Satu sektor yang diprioritaskan untuk memanfaatkan kekayaan hayati laut ialah sektor perikanan dan kelautan. Di dalam sektor perikanan dan kelautan terdapat subsektor pariwisata bahari dan perikanan tangkap. Kedua subsektor tersebut dapat jika dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi sumber devisa yang besar bagi negara.
Perikanan tangkap ialah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas (Monintja 1989). Menurut Nurita (2004), wisata bahari merupakan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan aspek wisata dengan memanfaatkan jasa lingkungan pesisir dan laut yang dilakukan baik di atas permukaan laut maupun di bawah permukaan laut.
Menurut Nurita (2004), pengembangan wisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya laut yang bersifat intangible. Wisata bahari peranannya hanya sebagai pemenuhan tingkat kepuasan bagi para wisatawan yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan (satisfaction level). Wisata bahari di dalam perjalanannya tidak akan pernah lepas dari peranan perikanan tangkap.
Pulau Pramuka berada di utara Jakarta, memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap dan pariwisata yang cukup besar. Selain itu, Pulau Pramuka juga menjadi salah satu sentra perikanan tangkap Kepulauan Seribu Utara. Hal itu terlihat dari produksi perikanan tangkap per tahunnya sebesar 243 ton (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2008).
2 Potensi perikanan tangkap, jika dimanfaatkan dengan optimal akan mendorong perkembangan wisata bahari di Pulau Pramuka yang nantinya akan memberi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan perikanan tangkap untuk pengembangan wisata bahari di Pulau Pramuka.
1.2 Perumusan Masalah
Kawasan Pulau Pramuka termasuk dalam kawasan pengembangan pariwisata bahari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada umumnya dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu khususnya. Perikanan tangkap di Pulau Pramuka memiliki potensi dalam pengembangan pariwisata bahari, tetapi hingga awal tahun 2011 kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka berjalan sendiri-sendiri, bahkan kegiatan pariwisatanya cenderung menekan kegiatan perikanan tangkap.
Permintaan terhadap pariwisata dipengaruhi oleh keadaan obyek wisata itu sendiri. Hal lain yang mempengaruhinya adalah biaya perjalanan, lama kunjungan, pendapatan, manfaat wisata, nilai keindahan, nilai kenyamanan dan nilai kunjungan wisata. Perubahan jumlah kunjungan atau permintaan terhadap pariwisata akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Pulau Pramuka yang sangat bergantung pada sektor pariwisata.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini :
1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Pulau Pramuka ? 2) Bagaimana karakteristik dan persepsi wisatawan Pulau Pramuka ?
3) Bagaimana permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka dan aspek apa saja yang mempengaruhi permintaan tersebut ?
4) Berapa nilai ekonomi obyek wisata Pulau Pramuka ?
5) Bagaimana kelayakan permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka ?
3 7) Bagaimana menyusun strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan
potensi perikanan tangkap di Pulau Pramuka ?
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1) Mengungkap keragaan perikanan tangkap di Pulau Pramuka. 2) Menilai besarnya permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka.
3) Mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi permintaan pariwisata bahari di Pulau Pramuka.
4) Membuat strategi pengembangan wisata bahari berbasis perikanan tangkap di Pulau Pramuka.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini ialah :
1) Sebagai masukan bagi pihak–pihak yang terkait dalam pengembangan wisata bahari berbasis perikanan tangkap di Pulau Pramuka.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan. Menurut Monintja (1989), perikanan tangkap
ialah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang
dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas.
Definisi unit penangkapan ikan berdasarkan statistik perikanan tangkap
Indonesia adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, terdiri
atas satu kapal penangkap ikan beserta nelayannya dan satu jenis alat
penangkapan ikan, dapat dilengkapi dengan alat bantu penangkapan ikan.
Menurut Monintja (1989), unit penangkapan ikan dapat juga didefinisikan sebagai
kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, terdiri atas nelayan dan
satu jenis alat penangkapan ikan, dapat dilengkapi dengan alat bantu penangkapan
ikan tanpa menggunakan kapal penangkap ikan.
2.1.1 Alat penangkapan ikan
Menurut Diniah (2008), alat penangkapan ikan adalah alat atau peralatan
yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan. Menurut Sudin
Perikanan dan Kelautan Kab. Adm. Kep.Seribu (2008), kegiatan penangkapan
ikan di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara ditujukan untuk menangkap
ikan pelagis dan ikan karang, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Alat
penangkapan ikan yang beroperasi di Pulau Pramuka termasuk kedalam kelompok
alat tangkap pukat kantong, perangkap dan penghadang, jaring angkat, drive in
5 Pukat kantong
Menurut Subani dan Barus (1989), pukat kantong adalah alat penangkap
ikan berbentuk jaring yang terdiri dari kantong jaring, badan jaring dan kaki yang
dipasang pada kedua sisi kiri kanan mulut jaring. Pengoperasian alat penangkapan
ikan ini adalah dilingkarkan pada ikan sasaran tangkap. Beberapa alat tangkap
yang termasuk ke dalam kelompok alat tangkap pukat kantong ialah payang,
dogol dan pukat pantai (Gambar 1).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2005), payang merupakan alat
penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring. Payang terdiri atas
dua bagian sayap, jaring bawah (bosoom), badan serta kantong jaring. Menurut
Subani dan Barus (1989), dogol merupakan alat penangkap ikan yang terdiri atas
badan, kantong dan sayap. Sayap dipasang pada kedua sisi mulut jaring dengan
ciri khusus adalah bibir atas dari mulut jaring lebih menonjol keluar dibandingkan
bibir bawah atau tali ris bawah lebih panjang dari tali ris atas. Pukat pantai ialah
alat penangkapan ikan tradisional yang bentuknya seperti payang dan
pengoperasiannya dilakukan di wilayah perairan pantai.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
6 Perangkap dan penghadang
Menurut Subani dan Barus (1989), perangkap dan penghadang atau guiding
and barriers ialah semua jenis alat penangkapan ikan yang berupa jebakan. Alat
penangkapan ikan ini bersifat pasif dan terbuat dari bambu, rotan atau besi.
Beberapa alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok alat tangkap perangkap
dan penghadang ialah bubu dan sero (Gambar 2).
Menurut Subani dan Barus (1989), bubu ialah alat tangkap berupa jebakan
yang biasanya terbuat dari anyaman bambu atau besi. Sero ialah alat tangkap
berupa penghadang jalur ruaya ikan yang dipasang di wilayah perairan dangkal
atau pantai yang kedalamannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 2 Kelompok alat tangkap perangkap dan penghadang
Pancing
Menurut Subani dan Barus (1989), pancing adalah alat penangkapan ikan
yang terdiri dari sejumlah utas tali dan sejumlah mata pancing. Setiap mata
7 umpan buatan. Beberapa alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam
kelompok pancing ialah pancing gandar, pancing rawai dan pancing tonda
(Gambar 3).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2008), pancing gandar ialah alat
penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing yang dilengkapi dengan
joran atau gandar dan menggunakan umpan. Pancing rawai ialah pancing yang
terdiri dari tali utama yang kemudian pada tali tersebut secara berderet pada jarak
tertentu diikatkan tali-tali cabang yang ujungnya diberi mata pancing.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2008), pancing tonda ialah pancing
yang dilengkapi dengan batang rentang dan dioperasikan dengan cara ditarik
menggunakan kapal.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 3 Kelompok alat tangkap pancing
Gillnet
Menurut Subani dan Barus (1989), gillnet atau jaring insang ialah suatu alat
8 pemberat, tali ris atas, tali ris bawah. Gillnet memiliki ukuran mata jaring yang
besarnya disesuaikan dengan sasaran tangkap. Alat penangkapan ikan yang
termasuk ke dalam kelompok gillnet ialah jaring rampus, drift gillnet, bottom
gillnet, encircling gillnet, trammel net (Gambar 4).
Menurut Standar Nasional Indonesia (2006), jaring insang dasar
monofilamen atau yang biasa disebut jaring rampus ialah alat penangkapan ikan
berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring sama besar di tiap
bagiannya. Menurut Subani dan Barus(1989), drift gillnet ialah jaring insang yang
pengoperasiannya dengan cara dihanyutkan mengikuti atau searah dengan arus
air. Bottom gillnet ialah jaring insang yang pengoperasiannya dengan cara
dipasang di dasar perairan. Encircling gillnet ialah jaring insang yang cara
pengoperasiannya dilingkarkan pada kumpulan ikan sasaran tangkap. Trammel
net ialah jaring insang yang terdiri dari tiga lapis jaring dan dioperasikan di dasar
perairan.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
9 Drive-in net
Menurut Subani dan Barus (1989), drive-in net ialah alat penangkapan ikan
dengan penggiring, dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan terhadap
ikan sasaran tangkap agar memasuki jaring yang telah dipasang. Menurut von
Brandt (2005), drive-in net merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif
karena ikan secara sukarela masuk ke dalam alat tangkap. Menurut Mukhtar
(2005), salah satu alat tangkap yang dapat digolongkan ke dalam drive-in net atau
alat tangkap dengan penggiring, ialah muroami (Gambar 5).
Menurut Subani dan Barus (1989), pukat ikan karang (muro-ami) adalah
suatu alat penangkapan ikan yang dibuat dari jaring, terdiri atas sayap dan
kantong. Dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan ikan sasaran tangkap
agar masuk ke bagian kantong yang telah dipasang terlebih dahulu. Alat ini
cenderung tidak destruktif dan tidak merusak ekosistem, karena metode
pengoperasiannya yang tidak merusak karang. Pengoperasian alat ini dilakukan
oleh beberapa orang nelayan dengan berenang, serta mengejutkan ikan karang
menggunakan alat penggiring.
Sumber : Mukhtar (2005) Gambar 5 Muroami
Jaring angkat
Menurut Subani dan Barus (1989), jaring angkat ialah suatu alat
penangkapan ikan yang cara pengoperasiannya dengan cara mengangkat dan
10 berupa lampu yang berfungsi sebagai attractor ikan. Beberapa alat tangkap yang
termasuk ke dalam kelompok jaring angkat ialah bagan apung, bagan tancap dan
bagan kapal (Gambar 6).
Menurut Subani dan Barus (1989), bagan apung ialah jaring angkat yang
dalam pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing
ground lain. Menurut Juniarti (1995), komponen bagan apung terdiri atas dek
bagan, rumah bagan, roller, tali tarik, tali pemberat, pemberat, rakit, tali jangkar,
jangkar, bingkai jaring dan jaring. Bahan yang digunakan untuk jaring ialah
waring yang terbuat dari anyaman poly prophylene (PP). Menurut Subani dan
Barus (1989), bagan tancap ialah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya
tidak dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground lain. Seperti
halnya pada bagan apung, bagan kapal juga merupakan jaring angkat yang dalam
pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground
lain, tetapi dibanding bagan apung, bagan kapal lebih mudah dalam berpindah
fishing ground.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
11 Alat tangkap lain-lain
Menurut Subani dan Barus (1989), alat-alat penangkapan ikan yang tidak
termasuk ke dalam kelompok alat tangkap trawl, pukat ikan, pukat kantong, pukat
cincin, pancing, perangkap, jaring insang, jaring angkat, drive-in net dan alat
pengumpul, digolongkan ke dalam kelompok alat tangkap lain-lain. Salah satu
alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam kelompok lain-lain ialah jaring
pelingkar. Jaring ikan hias (Gambar 7) merupakan jaring pelingkar (encircling
nets) yang hanya berperan sebagai alat bantu penangkapan ikan, tidak berdiri
sendiri. Dalam operasi penangkapan ikan, setelah sasaran tangkap berhasil
dikurung menggunakan jaring, kemudian proses penangkapan ikan dilakukan
menggunakan serok.
Sumber : Subani dan Barus (1989)
Gambar 7 Jaring ikan hias
2.1.2 Nelayan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, dijelaskan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
(2008), nelayan dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
12 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Pada
kategori ini nelayan tersebut juga memiliki pekerjaan lain.
3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelyan yang sebagian kecil waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, sedangkan
sebagian besar waktu lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan lain.
2.1.3 Kapal penangkapan ikan
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan
adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,
pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau
eksplorasi perikanan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008),
kapal perikanan atau kapal penangkap ikan ialah perahu atau kapal yang langsung
dipergunakan dalam operasi penangkapan ikan, biota air lainnya dan tanaman air.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2008), kapal perikanan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1) Perahu tanpa motor, yaitu perahu yang tidak menggunakan tenaga mesin
sebagai tenaga penggerak, tetapi menggunakan layar atau dayung untuk
menggerakkan perahu.
2) Perahu motor tempel, yaitu perahu yang menggunakan mesin atau motor
tempel sebagai tenaga panggerak yang diletakkan di bagian luar perahu, baik
diletakkan di buritan maupun di sisi perahu.
3) Kapal motor, yaitu kapal yang menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak
yang diletakkan di dalam kapal.
2.2 Pariwisata Bahari
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
13 yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Menurut Yoeti (1996),
pariwisata ialah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dengan
tujuan rekreasi.
Menurut Damardjati (2006), wisata bahari merupakan pemanfaatan
pariwisata di atas kawasan air, sehingga pengembangannya secara lengkap dan
profesional dapat dijadikan suatu obyek wisata yang menarik. Suatu obyek wisata
bahari biasanya digambarkan sebagai obyek wisata air yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas untuk menyelam (scuba diving), berselancar (surfing), berperahu
(boating) dan lain-lain.
2.3 Permintaan Pariwisata
Menurut Yoeti (2006), sifat atau karakter permintaan untuk melakukan
perjalanan wisata pada dasarnya sangat berbeda dengan permintaan untuk produk
yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur (tangible goods). Perbedaan sifat
atau karakter tersebut terlihat dari elastisitas permintaan pariwisata yang
menunjukkan elastisitas langsung terhadap pendapatan dan biaya perjalanan.
Permintaan pariwisata sangat peka terhadap keadaan sosial, politik dan keamanan,
permintaan wisata selalu meningkat (expansion) berdasarkan musimnya
(seasonality). Menurut Middleton (1994), permintaan pasar dan perilaku
konsumen dalam perjalanan wisata menggambarkan dua dimensi, yaitu :
1) Faktor penentu
Faktor penentu ialah faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor politik yang ada
dalam suatu masyarakat yang membatasi jumlah permintaan terhadap
perjalanan wisata.
2) Faktor motivasi
Faktor motivasi adalah faktor internal yang ada dalam setiap individu seperti
kebutuhan, keinginan dan impian.
2.4 Hubungan Pariwisata dengan Perikanan Tangkap
Pemanfaatan potensi sektor perikanan tangkap terhadap pengembangan
sektor pariwisata selama ini masih kurang di Indonesia, padahal apabila keduanya
14 fishing) yang apabila dimanfaatkan secara optimal akan menjadi tambahan bagi
PDRB daerah dan income bagi perekonomian daerah (Badan Pusat Statistik
2005). Menurut Pitcher dan Hollingsworth (2002), perikanan tangkap rekreasi
dapat diartikan sebagai kegiatan menangkap ikan untuk kesenangan. Selain
sebagai suatu kesenangan, ada manfaat pelengkap yang didapat dari rekreasi
perikanan, seperti keuntungan ekonomi, sumber makanan dan suatu pelatihan olah
raga memancing (sport fishing) (Pitcher dan Hollingworth, 2002).
2.5 Analisis SWOT
Menurut Ramli (2007), pengembangan ialah upaya memperluas atau
mewujudkan potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat kepada suatu
keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, lebih baik, memajukan sesuatu dari yang
lebih awal kepada yang lebih akhir atau dari yang lebih sederhana menjadi yang
lebih kompleks. Dilihat dari segi kualitatif, pengembangan berfungsi sebagai
peningkatan meliputi penyempurnaan program ke arah yang lebih baik. Hal – hal
yang dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan itu sendiri. Dari segi
kuantitatif, fungsi pengembangan dalam memperluas jangkauan wilayah dan
jangkauan program. Menurut Ramli (2007), pengembangan kawasan wisata harus
didasarkan pada regulasi nasional maupun kesepakatan internasional.
Menurut Ramli (2007), cara yang digunakan untuk mendapatkan suatu
kemampuan strategis antara peluang–peluang eksternal dan kemampuan internal
suatu daerah yang akan dikembangkan ialah dengan analisis situasi. Faktor-faktor
pariwisata yang akan dianalisis untuk pengembangan pariwisata ialah :
1) Faktor internal
Faktor internal ialah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu
sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal ialah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan
suatu sektor tetapi berasal dari luar sektor tersebut.
Metode analisis situasi umum yang digunakan adalah analisis SWOT
15 analisis SWOT ialah suatu kerangka yang bermanfaat untuk penilaian yang
dilengkapi dengan penyajian informasi yang relevan hingga proses diagnosis dan
pemberian petunjuk yang terbaik dalam pengembangan hingga peramalan, yang
selanjutnya dapat memberikan informasi untuk taktik dan strategi pemasaran.
Menurut Rangkuti (2001), analisis SWOT merupakan identifikasi secara
sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta peluang dan
ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi. Analisis SWOT digunakan untuk
mengetahui alternatif strategi pengembangan pariwisata yang paling baik.
Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif ialah
memaksimalkan kekuatan dan kesempatan yang dimiliki serta meminimalkan
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Oktober 2010.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah unit penangkapan ikan
serta kelengkapannya dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka.
Keterangan unit penangkapan ikan berupa hasil tangkapan, fishing ground dan konstruksi alat yang digunakan. Alat yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah kuesioner.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan obyek kegiatan ialah
pariwisata bahari dan perikanan tangkap di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
DKI Jakarta. Menurut Nazir (2005), metode studi kasus adalah metode yang
meneliti tentang status obyek peneliti yang berkenaan dengan suatu fase spesifik
atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk
menggambarkan secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang
khas dari kasus, atau status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas itu
akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam peneilitian ini ialah data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif ialah jenis data deskriptif berupa gejala-gejala dalam
bentuk dokumen, foto dan catatan-catatan pada saat penelitian. Data kuantitatif
ialah jenis data deskriptif berupa angka-angka statistik (Sulistianto, 2010).
Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ialah
data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara terhadap
17 langsung terhadap kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata yang ada
di Pulau Pramuka. Wawancara dilakukan terhadap beberapa pihak seperti
wisatawan, nelayan, pengusaha dan penduduk setempat yang isinya meliputi
informasi mengenai :
1) Sektor Perikanan meliputi kondisi perikanan tangkap, seperti nelayan, kapal
penangkap ikan, alat penangkapan ikan, metode operasional alat penangkapan
ikan, hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan.
2) Sektor Pariwisata meliputi
a) Karakteristik wisatawan seperti umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, intensitas kunjungan, daerah asal, persepsi dan apresiasi
terhadap obyek wisata, biaya perjalanan, motivasi kunjungan dan
kebutuhan akan wisata.
b) Kondisi pariwisata bahari Pulau Pramuka seperti potensi pariwisata yang
meliputi alat penangkapan ikan yang potensial untuk pariwisata,
pemanfaatan hasil tangkapan untuk pariwisata, wilayah perairan yang
cocok untuk pariwisata.
c) Kondisi kependudukan setempat, seperti sosial, budaya, kebutuhan
lapangan pekerjaan, demografi kependudukan.
Data sekunder untuk penelitian ini didapat dari pengelola pemerintahan
setempat, seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Pariwisata
Kepulauan Seribu, Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu serta Dinas Kelautan dan Perikanan DKI. Selain itu data
sekunder juga didapat dari Badan Pusat Statistik Administrasi Kep. Seribu yang
berisi :
a) Letak geografis dan keadaan alam wilayah Pulau Pramuka.
b) Monografi masyarakat Pulau Pramuka.
c) Profil obyek wisata dan potensi wilayah Pulau Pramuka.
d) Data volume dan nilai produksi ikan di Pulau Pramuka tahun 2005 - 2009.
e) Data perkembangan jumlah nelayan, kapal penangkap ikan dan alat
penangkapan ikan di Pulau Pramuka tahun 2005 – 2009.
18
3.5 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan dua metode
yaitu metode purposive sampling dan metode accidental sampling. Hal ini dilakukan karena adanya beberapa perbedaan karakteristik antara dua populasi
yang berbeda yaitu nelayan dan wisatawan.
Menurut Nazir (2005), metode purposive sampling adalah penarikan sampel
yang dipilih secara cermat menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel
tersebut. Metode accidental sampling adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan tanpa perencanaan yang seksama, dengan responden yang dimintai
informasi benar-benar diperoleh secara kebetulan tanpa suatu pertimbangan
tertentu.
Metode purposive sampling diterapkan pada 30 orang nelayan yang tinggal
di wilayah Pulau Pramuka. Responden nelayan diambil berdasarkan jenis alat
penangkapan ikan yang dominan, yaitu payang, bubu, pancing gandar dan jaring
ikan hias. Kemampuan responden dalam menjawab dan memahami kuisioner
yang diajukan sangat dipertimbangkan. Apabila responden tidak dapat memahami
atau menjawab kuesioner maka akan diganti dengan responden yang lain.
Metode accidental sampling diterapkan pada wisatawan. Jumlah responden
wisatawan yang diambil ialah 30 orang. Menurut Walpole (1982), jumlah
reponden 30 orang merupakan syarat minimal agar dapat dilakukan pendugaan
parameter melalui metode statistika.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan tiga analisis.
Analisis yang digunakan ialah analisis terhadap sektor perikanan tangkap, analisis
terhadap sektor pariwisata dan analisis menggunakan matriks SWOT.
3.6.1 Analisis terhadap sektor perikanan tangkap
Sektor perikanan tangkap dianalisis dengan melihat volume hasil tangkapan,
jumlah trip per tahun, jumlah kapal penangkapan ikan dan jumlah nelayan yang
19 terhadap keragaan teknis unit penangkapan ikan dominan yang ada di lokasi
penelitian.
3.6.2 Analisis terhadap sektor pariwisata
Sektor pariwisata dianalisis dengan penghitungan permintaan rekreasi dan
pembuatan kurva permintaan rekreasi. Selain itu analisis terhadap sektor
pariwisata diuji menggunakan evaluasi ekonometrika.
3.6.2.1 Kurva permintaan rekreasi
Metode yang digunakan untuk menganalisis permintaan rekreasi adalah
travel cost method atau metode biaya perjalanan. Travel cost method merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan recreational value atau nilai rekreasi dari suatu lokasi atau obyek. Metode ini merupakan metode pengukuran
secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar
atau non market good or service (Sobari dan Anggraini 2008).
Metode biaya perjalanan di dalam penelitian ini menggunakan
pengelompokan pendapatan pengunjung berdasarkan pengeluaran individu atau
untuk memperkirakan rata–rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dalam pendekatan ini pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran
(Grigalunas 1998 diacu dalam Sobari dan Anggraini 2008). Fungsi permintaan dan surplus konsumen atas kunjungan wisata untuk model individual sebagai
berikut :
1) Pendugaan fungsi permintaan
= 0 11 22 33 44 55
Keterangan :
X1= Biaya perjalanan X2= Lama kunjungan X3= Pendapatan
20 2) Transformasi fungsi permintaan di atas ke fungsi permintaan asal
= 11
3) Menduga Konsumen surplus
CS = U–b2
b2 = x Q
4) Menghitung total benefit lokasi wisata
= ×
Keterangan :
NET = total manfaat ekonomi lokasi wisata
CS = consumer
TV = total kunjungan per tahun
3.6.2.2 Analisis persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata
Penggunaan analisis persepsi dan apresiasi dilakukan untuk mengukur
tingkat keindahan dan kenyamanan obyek wisata.
1)Keindahan alam
Keindahan alam merupakan nilai relatif yang diberikan oleh manusia kepada
alam yang memiliki ciri tertentu dan mendatangkan rasa ketertarikan atau
kekaguman. Secara kuantitatif dapat dirumuskan :
Keterangan :
= Keindahan alami (%)
= Jumlah responden yang sepakat menyatakan “indah” = Jumlah seluruh responden
Skor dari keindahan
80% : sangat indah 60% - 79% : lebih dari indah 40% - 59% : indah
21 2)Kenyamanan (Comfortability)
Kenyamanan merupakan nilai yang diberikan oleh manusia terhadap suatu rasa
kelapangan, ketentraman dan keamanan. Secara kuantitatif dapat dirumuskan :
Keterangan :
= Kenyamanan alami (%)
= Jumlah responden yang sepakat menyatakan “nyaman” = Jumlah seluruh responden
Skor dari kenyamanan
80% : sangat nyaman 60% - 79% : lebih dari nyaman 40% - 59% : nyaman
20% - 39% : kurang nyaman <20% : tidak nyaman
3.6.2.3 Evaluasi model permintaan pariwisata
Menurut Putri (2008), untuk mengetahui bahwa model yang diduga
terpenuhi secara teori dan statistik digunakan evaluasi model dugaan. Kriteria
yang digunakan ialah kriteria statistik, kriteria ekonometrika dan kriteria ekonomi.
Kriteria statistik
Menurut Putri (2008), pengujian model regresi secara statistik diawali
dengan pembuatan tabel analysis of variance (ANOVA) untuk Fhitung dan R2
(koefisien determinasi). Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar variabel dependen dipengaruhi oleh variabel-variabel independen,
sedangkan pengujian korelasi (r) digunakan untuk mengetahui keeratan antar
hubungan variabel dependen dan independen
Menurut Putri (2008), pengujian kebenaran hipotesa dilakukan dengan uji
t-student dan uji Fisher (F). Uji F dilakukan untuk mengetahui secara serentak variabel independen atau menguji koefisien regresi secara menyeluruh, sedangkan
uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi parsial secara individu. Uji
22
JKR = Jumlah kuadrat regresi
JKD = Jumlah kuadrat residual
n = Jumlah sampel
k = Jumlah variabel
Kriteria : Jika Fhitung < Ftabel berarti terima H0, artinya biaya perjalanan rata-rata,
pendapatan pertahun dan kualitas persepsi responden tidak
mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan.
Jika Fhitung > Ftabel berarti tolak H0, artinya biaya perjalanan rata-rata,
pendapatan pertahun dan kualitas persepsi responden mempengaruhi
tingkat kunjungan wisatawan.
Uji statistik t dalam penelitian ini mengajukan hipotesa :
H0 : Xi = 0
H0 : Xi ≠ 0
Kriteria : Jika thitung < ttabel berarti terima H0, artinya Xi tidak berpengaruh nyata
terhadap Q.
Jika thitung > ttabel berarti tolak H0, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap
Q.
Kriteria ekonometrika
a) Normalitas
Menurut Putri (2008), cara mendeteksi normalitas adalah dengan melihat
23 (2000), dasar pengambilan keputusan berdasarkan grafik normal probability
adalah sebagai berikut :
- Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
- Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b) Homoskedasitas
Menurut Santoso (2000), model regresi linear harus memenuhi
homoskedasitas yaitu, varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain harus harus konstan. Jika tidak maka akan terjadi heteroskedasitas.
Menurut Putri (2008), model regresi yang baik ialah jika tidak terjadi
heteroskedasitas dan untuk mendeteksi hal tersebut digunakan grafik
scatterplot. Grafik scatterplot digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya pola tertentu dimana sumbu X dan Y yang telah diprediksi dan sumbu Y
residual yang telah distudentized, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut :
- Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola
tertentu yang teratur, maka telah telah terjadi homoskedasitas.
- Jika tidak ada pola jelas, serta titik menyebar di atas atau di bawah
sumbu pada angka nol pada sumbu Y, maka terjadi heteroskedasitas.
c) Multikolinearitas
Menurut Santoso (2000) diacu dalam Putri (2008), bahwa antar variabel X tidak boleh terjadi hubungan linear yang sempurna. Cara mendeteksi
multikolinearitas adalah sebagai berikut :
- Besaran VIF dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah memiliki nilai VIF di sekitar angka Tolerance
mendekati 1.
- Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi
yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel
24 d) Autokorelasi
Menurut Gujarati (1997), autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi
antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau
ruang. Model regresi yang baik seharusnya bebas dari autokorelasi. Cara
mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji Durbin-Watson dengan patokan
sebagai berikut :
- Angka Durbin-Watson di bawah -2 berarti ada autokorelasi
- Angka Durbin-Watson di antara -2 hingga +2 berarti tidak ada
autokorelasi
- Angka Durbin-Watson di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Kriteria ekonomi
Menurut Putri (2008), kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan
sejauh mana suatu fungsi atau model layak digunakan, apabila dilihat dari segi
ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan
biaya perjalanan menuju obyek wisata adalah negatif. Tanda negatif menunjukkan
bahwa apabila jumlah biaya perjalanan yang dikeluarkan semakin tinggi, maka
jumlah kunjungan wisata ke obyek wisata tersebut semakin rendah. Tanda yang
diharapkan untuk variabel pendapatan adalah positif. Tanda positif menunjukkan
bahwa apabila jumlah pendapatan bertambah, maka jumlah kunjungan wisatawan
akan bertambah.
Menurut Putri (2008), untuk tanda yang diharapkan pada variabel kualitas
ialah positif. Variabel kualitas bertanda positif menunjukkan bahwa apabila
kualitas wisatawan terhadap obye wisata semakin tinggi, maka jumlah kunjungan
wisatawan ke obyek wisata tersebut akan semakin tinggi.
3.6.3 Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2001), analisis SWOT ialah alat untuk menyusun suatu
strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT berdasarkan
asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang,
serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk
25 analisis ini, kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (opportunity) dan ancaman (threat), yang merupakan faktor eksternal. Diagram dari analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : Rangkuti (2001)
Gambar 8 Diagram analisis SWOT
3.6.3.1 Analisis faktor internal dan eksternal
Analisis faktor internal dapat dilakukan menggunakan matriks IFE,
sedangkan analisis faktor eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks
EFE (Rangkuti 2001). Tahap pertama yang harus dilakukan dalam menyusun
matriks IFE dan EFE ialah dengan mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan
pada matriks IFE serta semua peluang dan ancaman pada matriks EFE.
3.6.3.2 Penentuan bobot setiap variabel
Menurut Kinnear dan Taylor (1991), penentuan bobot dilakukan dengan
jalan mengajukan analisis faktor strategis internal dan eksternal kepada pihak
manajemen atau pakar dengan metode Paired Comparison. Menurut Kinnear dan
26 Taylor (1991) diacu dalam Putra (2009) metode Paired Comparison ialah metode yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu
eksternal dan internal.
Penentuan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, 3. Skala yang
digunakan untuk pengisian kolom adalah
1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal.
2 = Jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator vertikal.
3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal.
Bentuk penilaian pembobotan faktor strategis eksternal dari obyek wisata dapat
dilihat pada Tabel 1, sedangkan bentuk penilaian pembobotan faktor strategis
internal dari obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 2. Bobot setiap variabel
diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan
variabel menggunakan rumus :
Keterangan :
= bobot variabel ke-i Xi = nilai variabel ke-i
n = jumlah variabel i = 1, 2, 3, ...n
Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis eksternal
Faktor Strategis Eksternal A B C Total
A
B
C
Total
27 Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis internal
Faktor Strategis Internal A B C Total
3.6.3.3 Penentuan peringkat (rating)
Penentuan peringkat atau rating dilakukan oleh pihak - pihak terkait seperti staf Dinas Pariwisata DKI Jakarta serta staf Dinas Kelautan dan Perikanan
DKI Jakarta terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi pariwisata dan
perikanan tangkap. Menurut Rangkuti (2001), perhitungan rating untuk masing – masing faktor dilakukan dengan cara memberikan skala 1 (poor) hingga 4 (outstanding) berdasarkan pengaruh faktor – faktor tersebut terhadap kondisi pariwisata dan perikanan tangkap di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Untuk matriks EFE, skala peringkat yang digunakan yaitu :
1 = rendah, respon kurang
2 = sedang, respon rata-rata
3 = tinggi, respon diatas rata-rata
4 = sangat tinggi, respon superior
Untuk matriks IFE, skala peringkat yang digunakan yaitu :
1 = sangat lemah
2 = lemah
3 = kuat
4 = sangat kuat
Selanjutnya untuk nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada
tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk
memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan rating akan
ditampilkan dalam matriks berdasarkan analisis lingkungan dan situasi obyek
28 Menurut David (2003), jika dilihat dari Tabel 7, total skor pembobotan
tertinggi untuk suatu perusahaan ialah 4,0 dan total skor pembobotan terendah
ialah 1,0 dengan rata – rata skor 2,5. Total skor 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang dan ancaman dengan baik. Strategi
perusahaan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mengambil manfaat dari
peluang dan meminimalisir ancaman yang ada.
Menurut David (2003), jika dilihat dari Tabel 8, total skor pembobotan
berkisar dari yang terendah 1,0 hingga yang tertingggi 4,0 dengan rata – rata skor 2,5. Total skor pembobotan di bawah 2,5 mengindikasikan kondisi internal
perusahaan yang lemah. Total skor pembobotan di atas 2,5 mengindikasikan
kondisi internal perusahaan yang kuat.
Tabel 3 Matriks external factor evaluation
Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang :
Tabel 4 Matriks internal factor evaluation
Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
29 Keterkaitan faktor eksternal dan internal dapat digambarkan dalam bentuk
matriks SWOT seperti tercantum dalam Tabel 5. Matriks SWOT dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dapat dihadapi
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi berdasarkan perumusan
beberapa alternatif strategi. Penentuan peringkat terhadap alternatif strategi
pengembangan pariwisata dilakukan berdasarkan nilai–nilai hasil penjumlahan bobot dari masing–masing unsur yang terkait dengan masing–masing strategi.
Tabel 5 Matriks SWOT
IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Kepulauan Seribu
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009),
Kabupaten Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau, 11 pulau diantaranya dihuni
penduduk dan 4 pulau lainnya tenggelam dikarenakan abrasi. Pulau-pulau lainnya
digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya.
Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling
dekat dengan Jakarta dengan jarak 7,98 mil laut atau 12,98 mil laut. Kawasan
paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta.
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), luas
Kabupaten Kepulauan Seribu kurang lebih 869,61 ha. Kabupaten Kepulauan
Seribu terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara
ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan
gosong-gosong karang antara 5010’00”-5059’30” LS dan antara 106019’30”-106044’50”
BT. Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2010),
batas-batas wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu secara administratif, yaitu :
- Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.
- Di sebelah selatan berbatasan dengan zona dalam Teluk Jakarta.
- Di sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa.
- Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa.
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2007),
Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan salah suatu kawasan Taman Nasional
Laut yang mempunyai ekosistem asli. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Menurut
Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009), Kabupaten
Kepulauan Seribu memiliki dua kecamatan dengan enam kelurahan. Jumlah pulau
menurut kelurahan di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6.
31 Tabel 6 Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Kepulauan Seribu
Sumber : Kepulauan Seribu Dalam Angka (2009)
Iklim di Kabupaten Kepulauan Seribu adalah tropika panas dengan suhu
maksimum 31,90C, suhu minimum 25,30C, dan suhu rata-rata 27,90C. Kabupaten
Kepulauan Seribu memiliki kelembaban udara maksimum sebesar 84%
kelembaban udara minimum sebesar 67% (Badan Pusat Statistik Administratif
Kepulauan Seribu 2010).
Keadaan angin di Kabupaten Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh
angin monsoon. Secara garis besar angin monsoon dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu angin musim barat yang terjadi pada Bulan Desember-Maret dan angin
musim timur yang terjadi pada Bulan Juni-September. Musim Pancaroba terjadi
antara Bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada Musim
Barat bervariasi antara 7-20 knot, umumnya bertiup dari arah barat daya ke arah
barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 7-20 knot biasanya terjadi pada
Bulan Desember-Februari. Pada Musim Timur kecepatan angin sekitar 2,8 knot
yang bertiup dari arah timur laut ke arah tenggara (Badan Pusat Statistik
Administratif Kepulauan Seribu 2010).
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009),
musim hujan biasanya terjadi pada Bulan November-April dengan jumlah hari
hujan antara 10-20 hari per bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada Bulan Januari
dengan total curah hujan tahunan sekitar 1.779,1 mm. Musim kemarau terdapat
hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari per bulan. Curah hujan terkecil
terjadi pada Bulan Agustus.
Kawasan Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga
landai dengan ketinggian sekitar 0 – 2 meter dpl (di atas permukaan laut). Luas No Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Jumlah
Pulau
1. Kelurahan Pulau Panggang 13 2. Kelurahan Pulau Harapan 30 3. Kelurahan Pulau Kelapa 36
No Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Jumlah Pulau
32 daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1 – 1,5
meter. Pada umumnya keadaan geologi di Kabupaten Kepulauan Seribu terbentuk
dari batuan kapur, karang dan sedimen yang berasal dari Pulau Jawa dan Laut
Jawa. Batuan Kabupaten Kepulauan Seribu tersusun dari bebatuan metamorfosa
dan batuan beku (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010).
Di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak terdapat sumber hidrologi
permukaan, seperti sungai dan mata air. Kondisi air tanah di wilayah Kepulauan
Seribu sangat bergantung pada kepadatan vegetasinya. Di beberapa pulau
berpenghuni terdapat sumber air berupa air tanah tidak tertekan yang dijumpai
sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 – 4 meter. Air tanah tertekan
dijumpai di beberapa pulau, seperti Pulau Pari, Pulau Untung Jawa dan Pulau
Kelapa. Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait dengan penyebaran
endapan sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang (Badan Pusat
Statistik Administratif Kepulauan Seribu 2010).
Morfologi Kabupaten Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan
dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk
atoll maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir di seluruh gugusan pulau,
kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari,
Pulau Kotok dan Pulau Tikus (Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan
Seribu 2010).
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2009),
kedalaman perairan di Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar antara 0-40
meter. Di beberapa lokasi tercatat kedalaman mencapai lebih dari 70 meter,
seperti lokasi antara Pulau Pari, Pulau Tikus dan Pulau Payung. Setiap pulau
umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf), mencapai
20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5
meter. Hampir setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas
(reef flat) dengan kedalaman bervariasi dari 50 cm pada pasang terendah hingga 1
meter pada jarak 60 meter hingga 80 meter dari garis pantai. Dasar rataan karang
merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar
laut, tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam
33 Menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2008), ada tiga wilayah atau
zona di perairan Kepulauan Seribu yaitu :
1) Zona Inti, meliputi zona daratan dan perairan laut yang mutlak dilindungi, di
dalam wilayah ini tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh manusia,
kecuali kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian
dan pendidikan. Zona inti terdiri atas tiga lokasi, yaitu :
Zona inti I meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat, pada posisi
5027’00” – 5029’00” LS dan 106026’00” –106028’00” BT, serta memiliki
luas 1.389 ha.
Zona inti II meliputi daratan dan perairan Pulau Penjaliran Barat,
Penjaliran Timur, perairan P. Peteloran Barat, Peteloran Timur dan
Gosong Penjaliran, pada posisi 5026’36” – 5029’00” LS dan 106032’00” –
106035’00” BT, serta memiliki luas 2.490 ha.
Zona inti III meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda,
serta bagian Utara perairan Bira Besar, pada posisi 5036’00”–5045’00” LS
dan 106033’36”–106036’42” BT, serta memiliki luas sekitar 570 ha.
2) Zona Bahari, merupakan zona perairan laut yang diperuntukkan untuk
melindungi zona inti, di dalam wilayah ini hanya dapat dilakukan kegiatan
sebagaimana kegiatan pada zona inti dan kegiatan wisata alam bahari terbatas.
Zona bahari meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung,
Rengit, Karang Buton, Karang Mayang pada posisi 5024’00” – 5030’00” LS
dan 106025’00” –1060’40’00” BTserta memiliki luas sekitar 26.284,5 ha.
3) Zona Pemanfaatan Wisata, meliputi zona perairan laut yang di dalam wilayah
ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti, zona bahari dan
pengembangan wisata bahari serta di wilayah ini diperbolehkan melakukan
penangkapan ikan. Zona pemanfaatan wisata meliputi perairan sekitar Pulau
Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka,
Hantu Timur (Pantara), Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat, Yu Timur, Satu,
Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa
Timur, Sepa Barat, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang, Perak, Kayu Angin
Melintang, Panjang Bawah, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur,