• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Visual Mutu Cabe Selama Penyimpanan Pengambilan sampel

Untuk menghasilkan penelitian yang akurat maka pengendalian bahan cabe yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari proses panen.Panen dimulai pukul 07.00 WIB dan sekitar pukul 10.00 WIB di angkut ke tempat sortasi, dan cabe yang dikemas dengan karung plastik di angin-anginkan terlebih dahulu sebelum dikemas kembali (Gambar 6). Tempering dilakukan agar cabe dapat menyeimbangkan suhunya dengan lingkungan sebelum di kemas, Proses sortasi dapat mengurangi susut bobot cabe selama distribusi,karena cabe rusak/busuk bila disatukan dengan cabe yang segar dan baikdapat mengkontaminasi cabe segar lainnya.

Penjualan cabe secara curah, pada umumnya dilakukan dengan kapasitas 40 kg untuk kemasan jala dan karung plastik (ukuran kemasan 80 cm x 120 cm), dan kemasan kardus kapasitas 30 kg (ukuran kemasan 50 cm x 50 cm x 70 cm). Pengisian cabe melebihi dari daya tampung kemasanm sehingga cabe dipadatkan tanpa ada ruangan kosong, hal ini mempercepat kerusakan cabe. Dalam penelitian ini, pengisian cabe ke dalam kemasan tidak dipadatkan, tapi disesuaikan dengan kapasitas kemasan dan ada ruangan kosong di bagian atas kemasan kardus karton. Kapasitas yang digunakan ± 3 kg dengan ukuran kemasan jala 35 cm x 35 cm, karung plastik 45 cm x 75 cm dan kardus karton 30 cm x 28 cm x 22 cm.

Gambar 6 Kegiatan sortasi dan pengemasan saat pengambilan sampel Penelitian ini dihentikan pengamatan setelah secara visual sudah tidak layak konsumsi (mulai busuk) atau dengan tingkat kerusakan lebih dari 40% setiap

kemasan. Batasan ini ditetapkan lebih kecil dari batasan kehilangan hasil maksimal menurut Amiruzaman (2000) di dalam Rahman etal. (2012) yang menyatakan kehilangan hasil pascapanen produk sayuran pada negara berkembang antara 20-50% sedangkan pada negara maju 5-25%. Setiap jenis kemasan dan suhu penyimpanan menghasilkan lama simpan yang berbeda (Tabel 4). Rata-rata suhu dan RH selama penyimpanan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4 Lama pengamatan yang dilakukan pada cabe segar dengan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda

Jenis Kemasan Lama Pengamatan Cabe (Hari)

Jala Karung Plastik Kardus Karton Suhu Penyimpanan

Suhu Kamar (± 27-30ºC) 5 7 13

Suhu 15°C 13 17 21

Suhu 10°C 17 21 39

Tabel 5 Rata-rata suhu (°C) dan kelembaban (%) pada ruang penyimpanan Ruang Penyimpanan Parameter Hasil Pengukuran

Rata-rata Max Min

Suhu 10°C Suhu (°C) 10,49 17,31 9,52 RH (%) 78,57 85,71 58,11 Suhu 15°C Suhu (°C) 16,68 22,12 16,93 RH (%) 80,22 83,79 64,15 Suhu Kamar Suhu (°C) 26,30 26,99 25,90 RH (%) 46,48 51,94 45,70

Kerusakan cabe merah berdasarkan pengamatan visual

Indikator kerusakan cabe pada penelitian ini berdasarkan pengamatan visual yaitu terdapatnya jamur, tekstur yang sudah lunak dan kebusukan yang terjadi sampai ±40% dalam satu kemasan. Gejala kerusakan yang ditimbulkan untuk setiap jenis kemasan berbeda. Pada kemasan jala ditandai oleh tingkat kekeringan cabe yang tinggi (susut bobot lebih dari 20%). Kemasan karung plastik, kerusakan cabeditandai oleh timbulnya jamur dan mulai busuk basah, sedangkan pada kemasan kardus karton terjadinya busuk hitam kering.

Pada penyimpanan suhu kamar, kerusakan cabe pada kemasan jala terjadi setelah penyimpanan hari ke5, karung plastik setelah hari ke7 dan kardus karton setelah hari ke 13 (Gambar 7).Pada kemasan jala yang disimpan pada suhu kamar (±27-32°C), kerusakan ditandai dengan tingkat kekeringan yang tinggi dan susut bobot lebih dari 20% yaitu 30,72%.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahman

et al. (2012) yang menyatakan bahwa cabe hijau yang disimpan tanpa kemasan pada suhu 20-32°C mengalami penurunan kadar air secara dratis dan pengkeriputan yang cepat sehingga mengakibatkan penurunan kualitas terutama tingkat kesegaran dan penerimaan pasar. Pada kemasan karung plastik indikator

kerusakan ditandai timbulnya jamur dan mulai busuk basah (susut bobotnya 16,73%) , sedangkan pada kemasan kardus karton terjadinya busuk hitam kering (susut bobotnya sudah mencapai 24,77%).

(a) (b) (c)

Gambar 7Indikator kerusakan cabepada suhu kamar (a) Jala hari ke 5, (b) karung plastik hari ke 7 dan kardus karton hari ke 13

Pada suhu penyimpanan 15°C, kerusakan cabe yang dikemas jala terjadi setelah penyimpanan hari ke 13, karung plastik setelah hari ke17dan untuk kardus karton setelah hari ke 21 (Gambar 8). Pada suhu 15°C, indikator kerusakan cabe yang dikemas dengan karung dan kardus karton adalah sama yaitu cabe menjadi busuk hitam, namun berbeda tingkat kekeringannya, untuk cabe di karung plastik terjadi busuk basah (susut bobotnya 10,21%), sedangkan cabe di kardus karton busuk kering (susut bobotnya 10,52%). Cabe yang dikemas dengan jala memiliki susut bobot yang tinggi (rerata 22,90%) dengan kondisi cabe lebih basah bila dibandingkan dengan cabe yang disimpan pada suhu kamar.

Adanya jamur sebagai indikator kerusakan cabe digunakan juga pada penelitian Zaulia et al. (2006) dan hasil penelitian Vicente et al. (2005) menyatakan bahwa kerusakan cabe pada suhu dingin (10°C) disebabkan oleh cendawan Alternaria dan Botrytis, dan dapat dihambat bila dilakukan perlakuan penyinaran dengan cahaya UV-C .

(a) (b) Gambar 8Indikator kerusakan cabepada suhu 15°C

(a) karung hari ke 17 dan (b) kardus karton hari ke 21 Kerusakan cabe yang disimpan pada suhu 10°C dengan kemasan jala terjadi setelah penyimpanan hari ke17, karung plastik setelah hari ke21 dan kardus karton setelah hari ke 39. Indikator kerusakan hampir sama dengan suhu 15°C namun kondisi cabe lebih kering (Gambar 9). Hal ini dapat dibuktikan dengan susut bobot yang semakin tinggi (untuk jala 37,51%, karung plastik 12,52% dan kardus karton 16,07%).

(a) (b) Gambar 9Indikator kerusakan cabepada suhu 10°C

(a) karung hari ke 21 dan (b) kardus karton hari ke 39 Penyimpanan dingin dapat mempertahankan kualitas cabe merah dan menghasilkan umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan suhu di atasnya. Suhu sangat berpengaruh pada cepat atau tidaknya laju respirasi karena pada suhu tinggi dapat menyebabkan proses pemecahan komponen komplek seperti karbohidrat dapat berlangsung lebih cepat.Hal ini dijelaskan oleh Wills et al. (1981) yang mengemukakan setiap peningkatan suhu 10 oC maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu di atas 35 oC laju respirasinya menurun karena aktivitas enzim terganggu sehingga menghambat difusi oksigen. Selain mengurangi laju respirasi dan metabolisme, suhu dingin dapat mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan, pelunakan serta tekstur dan warna; dan mengurangi kerusakan karena aktivitas mikroba.

Perubahan Kualitas Cabe Selama Penyimpanan

Analisa statistik dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kualitas cabe yang disimpan. Cabe dengan kemasan jala dijadikan kontrol untuk membandingkan kualitas cabe antar perlakuan. Batas lama penyimpanan disesuaikan dengan lama simpan cabe dengan kemasan jala yaitu untuk menyimpanan suhu kamar sampai hari ke 5, suhu 15°C sampai hari ke 13 dan suhu 10°C sampai hari ke 17.

Laju respirasi cabe

Respirasi merupakan proses metabolisme utama pada produk hasil panen yang dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia pada produk hasil panen. Respirasi merupakan suatu reaksi pemecahan bahan organik yang komplek menjadi lebih sederhana dengan melepaskan energi. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + 675 kal

Laju respirasi merupakan faktor penting yang berhubungan dengan tingkat perubahan kualitas produk segar. Laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik untuk menentukan umur simpan produk hortikultura setelah

panenterutama laju produksi gas CO2-nya. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek .

Gambar 10, 11 dan 12menunjukkan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2cabe selama penyimpanan mengalami penurunan dan tidak menunjukkan puncak respirasi, kenaikan laju respirasi baru terlihat pada akhir penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa cabe merah merupakan jenis sayuran dengan pola respirasi non klimaterik. Winarno (2002) menyatakan produk hortikultura golongan non-klimakterik tidak terlihat nyata perubahan yang terjadi pada fase pemasakan karena proses respirasi pada produk berjalan lambat. Pola laju respirasi cabe yang non klimaterik ditemui juga dalam penelitian Kan et al. (2007) dan pernyataan Antonio (2013). Kenaikan laju respirasi diakhir penyimpanan menunjukkan bahwa cabe telah masuk fase senescence (pembusukan) yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang mempengaruhi pola respirasi cabe.

(a) (b)

Gambar 10 Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu kamar dengan kemasan jala (●),karung plastik

(■)dan kardus karton (▲)

(a) (b)

Gambar 11 Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu 15ºC dengan kemasan jala (●), karung plastik

(a) (b)

Gambar 12Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu 10ºC dengan kemasan jala (●), karung plastik

(■) dan kardus karton (▲)

Suhu penyimpanan memberi pengaruh nyata (taraf 5%) terhadap laju konsumsi O2sampai hari ke 14, setelah itu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 1a). Jenis kemasan memberi pengaruh terhadap laju konsumsi O2pada hari ke 2,3,4,5,8,10, 11, 13 dan15. Sedangkan interaksi kedua faktor terjadi pada hari ke 1,2,3,5 dan 8. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 2a menunjukkan suhu penyimpanan memberi pengaruh nyata (5%) terhadap laju produksi CO2 pada hari ke 1,2,3,4,5,7,dan 8, untuk jenis kemasan pada hari ke 3,4,5,9,10,12,13 dan 14. Interkasi kedua faktor hanya terjadi pada hari ke 2,3,4 dan 5.

Penurunan laju produksi CO2 di awal penyimpanan menunjukkan bahwa cabe adalah buah jenis non klimaterik. Buah golongan non-klimakterik tidak menunjukkan proses pematangan setelah dipanen dan pola respirasinya akan berubah menjadi lambat setelah pemanenan. Respirasi terus berlangsung selama penyimpanan hingga memasuki fase senescence yang ditandai dengan tidak adanya lagi substrat untuk tetap disintesa. Keadaan ini juga dialami pada penelitian Manolopoulou et al. (2012) pada paprika segar dengan modified atmosphere packaging dihasilkan bahwa laju repirasi paprika utuh yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan dari 5 ml CO2/kg.jam (hari ke 1) menjadi 2,7 ml CO2/kg.jam (hari ke 10) , dan memiliki laju yang konstan setelah penyimpanan 3 hari.

Pada Tabel 6 menunjukkan pengaruh interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 cabe merah selama penyimpanan. Semakin rendah laju respirasi yang dihasilkan oleh cabe menghasilkan kualitas yang lebih baik dan umur simpan yang lebih lama.Dari Tabel 6terlihat cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton pada suhu penyimpanan 10°C memiliki laju respirasi yang rendah pada penyimpanan hari ke 2, 3 dan 5. Berdasarkan parameter laju respirasi penyimpanan cabe pada suhu 10°C dengan kemasan karung plastik dan kardus karton memiliki laju respirasi cabe yang tidak berbeda nyata.

Laju produksi CO2 yang dihasilkan oleh cabe yang disimpan pada suhu 10°C selama penyimpanan 17 hari mempunyai rata-rata 22,62±4,56 ml CO2/kg.jam untuk cabe kemasan jala, 19,51±2,42 ml CO2/kg.jam untuk cabe kemasan karung plastik dan untuk kemasan kardus karton 21,0±4,3 ml CO2/kg.jam. Laju produksi CO2 yang dihasilkan ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Cantwell (2009) menghasilkan laju produsksi CO2 5-10 ml

CO2/kg.jam dan Gonzalez-Aguilar (2013) menghasilkan laju produksi CO2 10-15 ml CO2/kg.jam. Berbeda laju respirasi cabe ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas cabe dan kondisi penyimpanan (termasuk kelembaban relatif (RH)).

Tabel 6 Pengaruh interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi cabe merah

Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama terletak pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1b dan Lampiran 2b menunjukkan laju respirasi cabe yang dikemas kardus karton dan karung plastik lebih rendah dibandingkan dengan laju respirasi cabe yang dikemas jala.Laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 cabe yang dikemas jala memiliki rata-rata 31,82± 8,66 mlO2/kg.jam dan 29,17±7,67 ml CO2/kg.jam, sedangkan untuk cabe kemasan karung plastik adalah 28,40±7.17 mlO2/kg.jam dan 24,23±6,16 ml CO2/kg.jam dan cabe kemasan kardus karton adalah 27,42± 8,16 mlO2/kg.jam dan 25,55±9,28 ml CO2/g.jam.

Lambatnya laju respirasi cabe yang dikemas kardus karton dan karung plastik dibandingkan dengan jala (kontrol) menunjukkan bahwa kemasan dapat memperlambat laju respirasi cabe. Tidak berbeda nyata laju repirasi cabe pada kardus karton dan karung plastik mungkin disebabkan kedua kemasan ini masih mempunyai celah untuk alur udara yang sama luasnya (dalam kondisi tidak vakum),

Semakin tinggi suhu penyimpanan menyebabkan semakin tinggi laju respirasi yang dihasilkan oleh cabe. Laju respirasi yang disimpan pada suhu kamar (27-30°C) memiliki laju repirasi71,80± 0,90 mlO2/kg.jam dan 55,44±2,87ml CO2/kg.jam, sedangkan pada suhu pemyimpanan 15°C adalah 31,02± 3,71 mlO2/kg.jam dan 26,51±9,26 ml CO2/kg.jam dan suhu penyimpanan 10°C adalah 19,91± 2,55 mlO2/kg.jam dan 21,04±2,78 ml CO2/kg.jam.Suhu

Interaksi kemasan dan suhu

Jala suhu kamar 76.84 h 80.47 h 83.09 d 65.39 c 76.37 f 74.24 d Karung plastik suhu kamar 68.12 g 67.44 g 66.31 c 46.12 b 42.92 d 44.67 b Kardus karton suhu kamar 67.39 f 67.06 g 65.36 c 53.09 c 58.25 e 50.95 c Jala suhu 15 °C 36.72 e 34.77 f 26.41 b 38.38 a 34.08 c 19.63 a Karung plastik suhu 15°C 34.64 d 27.91 d 25.81 b 50.26 b 23.83 bc 19.01 a Kardus karton suhu 15°C 32.27 c 29.86 e 25.23 b 47.04 b 29.18 bc 19.09 a Jala suhu 10 °C 20.11 b 21.02 c 19.52 a 26.11 a 17.62 a 17.51 a Karung plastik suhu 10°C 16.38 a 16.31 a 17.49 a 23.88 a 16.99 a 18.15 a Kardus karton suhu 10°C 19.61 b 19.73 b 16.82 a 25.02 a 17.69 a 17.83 a

Jenis kemasan Jala 44.55 b 45.42 c 43.00 b 43.29 a 42.69 c 37.13 b Karung plastik 39.71 a 37.22 a 36.53 a 40.09 a 27.91 a 27.28 a Kardus karton 39.76 a 38.88 b 35.80 a 41.72 a 35.04 b 29.29 a Suhu penyimpanan Suhu kamar 70.78 c 71.65 c 71.58 c 54.87 c 59.18 c 56.62 b Suhu 15 °C 34.54 b 30.85 b 25.81 b 45.23 b 29.03 b 19.25 a Suhu 10 °C 18.70 a 19.02 a 17.95 a 25.00 a 17.43 a 17.83 a Hari ke 3

Laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) Perlakuan jenis kemasan-

suhu penyimpanan

Laju produksi CO2 (ml/kg.jam)

sangat berpengaruh pada cepat atau tidaknya laju respirasi karena pada suhu tinggi dapat menyebabkan proses pemecahan komponen komplek seperti karbohidrat dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan Willset al. (1998) yang mengemukakan setiap peningkatan suhu 10 oC maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat.

Semakin rendah suhu penyimpanan menghasilkan laju respirasi yang lebih lambat sejalan dengan penelitian Jansasithorn et al. (2010), Monolopoulou et al.(2012), Gonzalez-Aguilar (2013)dan Zaulia et al. (2006). Laju produksi CO2 pada tiga kultivar cabe (paprika, Jalapenodan Habanero) yang disimpan pada suhu 0,4,8,12 dan 20°C meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu penyimpanan (Jansasithorn et al. 2010). Monolopoulou et al. (2012) menyatakan juga laju produksi CO2 yang dihasilkan oleh paprika utuh pada suhu 0°C (2,7 ±0,13 ml CO2/kg.jam) lebih rendah dibandingkan dengan paprika yang disimpan pada suhu 5°C (6,9±0,17 ml CO2/kg.jam). Gonzalez-Aguilar (2013) menyatakan laju produksi CO2 paprika semakin cepat dengan meningkatnya suhu, pada suhu 5°C laju produksi CO2 sekitar 7-8 mg CO2/kg.jam, suhu 10°C sekitar 10-15 mg CO2/kg.jam, suhu 15°C sekitar 24-30 mg CO2/kg.jam dan suhu 20°C sekitar 32-36 mg CO2/kg.jam. Zaulia et al. (2006) yang meneliti pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kualitas cabe merah segar yang diiris pada suhu 2°C memiliki umur simpan selama 24 hari dibandingkan cabe yang disimpan pada suhu 25°C (3 hari). Suhu rendah dapat memperlambat aktivitas fisiologi.

Kenaikan susut bobot cabe

Perubahan susut bobot pada cabe disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang mengakibatkan kehilangan substrat dan air. Secara umum, susut bobot cabe semakin meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan pada semua tingkatan suhu. Menurut Znidarcicetal. (2010) penurunan berat sayuran setelah panen disebabkan oleh kehilangan air melalui proses transpirasi. Susut bobot dapat menyebabkan layu dan mengkerutnya permukaan cabe sehingga mengurangi penerimaan konsumen dan harga jual.

Susut bobot cabe hasil penelitian ini berkisar antara 0,35% sampai 37,51% selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 3a menunjukkan jenis kemasan, suhu penyimpanan dan interaksi kedua faktor memberi pengaruh nyata terhadap nilai kenaikan susut bobot cabe yang diukur sampai hari ke 13. Sedangkan untuk hari ke 15 dan 17 hanya dipengaruhi oleh jenis kemasan.

Pada Gambar13 menunjukkan cabe jala, kemasan jala memiliki presentasi susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan cabe dalam kemasan karung plastik dan kardus kartonpada setiap ruang penyimpanan. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kelembaban relatif dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Kelembaban udara (relative humidity) mempengaruhi kehilangan air, peningkatan kerusakandan ketidakseragaman buah pada saat masak (ripening). Rerata kelembaban udara pada suhu 15 °C (80,22%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban udara pada suhu 10 °C (78,57%) dan suhu kamar (46,48%). Cabe yang dikemas menggunakan jala, dapat berarti disimpan pada keadaan atmosfir normal. Akhbudak(2008) menyatakan bahwa peningkatan susut bobot paprika yang disimpan pada kondisi atmosfir normal lebih tinggi dibandingkan dengan

yang disimpan pada kondisi MAP. Pada kondisi atmosfer normal susut bobotnya antara 20-25%, sedangkan dalam MAP sebesar 3-5%.

(a)

(b)

(c)

Gambar 13 Susut bobot (%) cabe pada penyimpanan (a) suhu kamar, (b) suhu 15°C dan (c) suhu 10ºC dengan kemasan jala (●),

Cabe yang dikemas jala memiliki susut bobot tertinggi pada setiap suhu penyimpanannya. Fluktasi suhu yang tinggi tanpa ada kemasan yang menghalangi pergerakan udara, memngharuskan cabe untuk mencari titik kesetimbangan udara antara udara sekitarnya dengan yang di jaringan cabe sehingga meningkatkan tekanan uap air keluar dari jaringan cabe. Wills et al. (1998) menyatakan ketika air menguap dari jaringan, tekanan turgor menurun dan sel sel mulai menyusut dan rusak sehingga buah kehilangan kesegaran.

Awal penyimpanan bobot cabe yang dikemas memiliki rata-rata 3 kg per kemasan, dan mengalami penurunan bobot yang berbeda pada setiap perlakuan. Setelah penyimpanan 17 hari kardus karton memiliki susut bobot terendah (rerata 4.72± 2,004 %) dibandingkan dengan karung plastik (rerata 5,89 ± 2,84 %) dan jala (rerata 19,72 ± 11,0 %). Menurut Lownds et al. (1994) kemasan dapat menurunkan kehilangan air rata-rata 20 kali atau lebih pada setiap penyimpanan. Kardus karton menghasilkan susut bobot terendah mungkin karena dapat menahan proses transpirasi dibandingkan dengan kemasan lainnya.

Tabel 7 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kenaikan susut bobot. Penyimpanan sampai hari ke 5 menghasilkan kenaikan susut bobot yang tidak berbeda nyata pada cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton pada suhu 10°C dan 15°C, sedangkan untuk suhu kamar susut bobot cabe pada kemasan kardus lebih rendah dari pada cabe dikemasn karung plastik. Namun setelah penyimpanan 5 hari, susut bobot cabe pada kardus karton lebih rendah dibandingkan kemasan karung plastik pada suhu yang sama. Ini berarti kemasan karung plastik sama baiknya dengan kemasan kardus karton sampai penyimpanan 5 hari, setelah itu, kemasan kardus karton lebih baik dibandingkan dengan kemasan yang lain. Interkasi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kenaikan susut bobot sejalan dengan penelitian Monolopoulouet al. (2010) yang menyimpulkan susut bobot terendah terjadi pada paprika yang dikemasn MDPE pada suhu 10°C selama penyimpanan 14 hari.

Tabel 7 Kenaikan susut bobot (%) cabe merah terhadap interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan

Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama terletak pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

Ben-Yehoshua (1987)menyatakan kenaikan presentasi dari kehilangan berat buah selama penyimpanan dapat disebabkan dari efek transpirasi. Transpirasi yaitu penguapan air dari permukaan produk hortikultura yang menyebabkan

1

3 5 7 9 11 13 15 17 Jala suhu kamar 6.84 e 22.89 f 30.72 f

Karung plastik suhu kamar 1.82 bc 7.09 d 11.79 d Kardus karton suhu kamar 2.07 c 6.23 c 10.42 c

Jala 15°C 1.68 b 5.77 b 9.00 b 12.60 c 16.81 d 20.20 c 22.90 c Karung plastik 15°C 0.35 a 1.50 a 2.83 a 4.20 b 5.69 c 6.79 b 8.05 b Kardus karton 15°C 0.43 a 1.56 a 2.64 a 3.44 a 4.13 a 5.62 a 5.87 a Jala 10°C 2.70 a 9.33 e 13.65 e 18.14 d 22.34 e 26.12 d 29.43 d 33.46 c 37.51 c Karung plastik 10°C 0.42 a 1.59 a 2.83 a 4.07 b 5.17 b 6.52 b 7.79 b 8.89 b 9.90 b Kardus karton 10°C 0.43 a 1.46 a 2.53 a 3.53 a 4.41 a 5.18 a 5.93 a 6.74 a 7.47 a Perlakuan Jenis kemasan -

suhu penyimpanan

kekeringan dan kelayuan (Winarno 2002). Proses transpirasi ini merupakan bagian dari proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan dimana pada saat terjadinya pemecahan makromolekul kompleks menghasilkan air dalam bentuk uap. Uap air yang terbentuk ini akan lebih mudah melewati kemasan jala dankarung plastik daripada kardus karton. Jala dan karung plastik memiliki pori-pori yang lebih besar dibandingkan dengan kardus karton. Sedangkan pada kardus karton, uap air yang keluar di serap oleh lapisan karton. Sehingga susut bobot kardus karton lebih rendah dibandingkan dengan kemasan lainnya.

Pada umumnya perlakuan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme yang disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang keluar relatif kecil. Seperti pada penelitian Rahmawati et al. (2009) susut berat pada cabe rawit putih pada penyimpanan suhu 10°C pada hari ke 15 adalah 2,8% lebih rendah dibandingkan dengan suhu 20°C pada hari yang sama sebesar 4,5%. Rao et al. (2011), susut berat paprika yang disimpan pada suhu 25°C lebih besar daripada suhu 10°C. Hasil penelitian yang sama pun dihasilkan dari penelitian Tano et al. (2008) dan Nyanjage et al. (2005).

Namun dalam penelitian ini didapat susut bobot pada suhu 10°C menghasilkan susut bobot lebih tinggi yaitu dengan rerata10,18 ± 5,69% dibandingkan dengan suhu 15°C sebesar 6,69 ± 4,15% selama penyimpanan cabe 17 hari. Karena gejala ini terjadi dari awal penyimpanan, tidak mungkin diakibatkan oleh faktor chilling injuryyang terjadi pada suhu rendah. Chilling injury pada cabe (Capsicum Annum L) terjadi pada penyimpanan di bawah suhu 7 ° C (45 ° F) (Kan et al., 2007; Gonzalez-Aguilar, 2013). Faktor luar yang dapat menyebabkan gejala yang berbeda pada kondisi umum adalah faktor kelembaban relatif udara ruang penyimpanan. Semakin tinggi kelembaban udara pada suatu ruangan dapat memperkecil kehilangan air yang mengakibatkan semakin rendahnya penyusutan bobot produk. Pada penelitian ini, kelembaban relatif selama penyimpanan 17 hari, untuk ruangan suhu 10°C (rerata 76,1 ± 8,61 %) lebih rendah dibandingkan dengan ruangan 15°C (rerata80,3 ±13,7 %). Selain faktor suhu penyimpanan yang harus dijaga, penyimpanan produk segar harus pula memperhatikan dan mempertahankan kelembaban relatif dari ruangan penyimpanan. Apabila kelembaban relatif bisa dikontrol selama penyimpanan, maka kondisi umum yang biasa terjadi dapat terjaga.

Penurunan tingkat kekerasan cabe

Perubahan tekstur merupakan salah satu perubahan fisiologi yang terjadi sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura. Perubahan tekstur yang dapat dijadikan indikasi kerusakan cabe adalah menurunnya tingkat kekerasan cabe sehingga menjadi lunak selama penyimpanan. Penurunan tingkat kekerasan cabe selama penyimpanan sesuai dengan penelitian Vicente et al. (2005) dan Taksinamamee et al. (2006).

Hasil analisis sidik ragam Lampiran 4a menunjukkan jenis kemasan berpengaruh terhadap tingkat kekerasan cabe di setiap hari penyimpanan kecuali hari ke 1,3 dan 7. Perbedaan suhu penyimpanan tidak mempengaruhi tingkat kekerasan cabe selama penyimpanan dan interaksi kedua perlakuanhanya

berpengaruh nyata pada hari ke 9.Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) menunjukkan kemasan karung plastik (rerata 3,36 ± 0,48 N) dan kardus karton (rerata 3,55 ± 0,40 N) memiliki nilai kekerasan yang tidak berbeda nyatadan lebih rendah daripada cabe yang dikemas pada jala (rerata 4,05 ± 0,74 N). Jala memiliki nilai kekerasan yang tertinggi bukan karena masih segar, namun karena telah mengalami kekeringan sehingga permukaan cabe berkerut dan keras.

Peningkatan nilai kekerasan cabe yang dikemas jala terjadi disebabkan karena kehilangan tekanan turgor akibat berkuranganya air pada permukaan buah. Dengan hilangnya turgor menjadikan konsistensi cabe berubah sehingga pada saat dilakukan uji kekerasan, daging buah cabe berubah liat (hampir seperti jeli) sehingga probe (diameter 2,5 mm berbentuk jarum) dari rheometer susah untuk menembus daging buah yang menjadikan nilai tekanan yang terlihat pada display

lebih besar nilainya. Tucker et al. (1993) mengatakan kehilangan turgor sebagian

Dokumen terkait