• Tidak ada hasil yang ditemukan

Changes in Quality of Red Chilli Packed Using Different Types of Packaging during Low Temperature Storege

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Changes in Quality of Red Chilli Packed Using Different Types of Packaging during Low Temperature Storege"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KUALITAS CABE MERAH DALAM

BERBAGAI JENIS KEMASAN SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

Oleh

RAHMAWATI NURDJANNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perubahan Kualitas Cabe Merah Dalam Berbagai Jenis Kemasan Selama Penyimpanan Dingin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januai 2014

Rahmawati Nurdjannah

(4)
(5)

RINGKASAN

RAHHMAWATI NURDJANNAH. Perubahan Kualitas Cabe Merah Dalam

Berbagai Jenis Kemasan Selama Penyimpanan Dingin. Dibimbing oleh Y.

ARIS PURWANTO and SUTRISNO.

Konsumen umumnya mengkonsumsi cabe merah dalam bentuk segar, padahal cabe merupakan komoditas yang mudah rusak. Kerusakan cabe di daerah tropis terutama disebabkan oleh suhu dan kelembaban udara serta penanganan pascapanen. Selain itu rantai pasok yang cukup panjang (lebih dari tiga rantai) rmengakibatkan cepat rusaknya cabe merah segar. Salah satu cara untuk menekan kerusakan cabe adalah dengan menghambat proses respirasi, dengan cara penyimpanan pada suhu rendah dan pengemasan cabe yang sesuai dengan kebutuhan. Belum banyak publikasi tentang pengemasan cabe dengan kapasitas besar (kemasan penyimpanan/ transportasi).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kualitas produk cabe merah (Capsicum annuum L.) segar dalam bentuk curah untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan (self life). Adapun tujuan khususnya adalah (1) Untuk menganalisa pengaruh jenis kemasan terhadap masa simpan cabe merah yang disimpan pada beberapa tingkatan suhu, (2) Menganalisis perubahan kualitas cabe merah selama penyimpanan.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Fateta-IPB. Pengemasan yang digunakan adalah kardus karton tipe Regular Sloated Container (RSC) jenis single wall berventilasi, karung plastik untuk pangan dan keranjang plastik berjala (sebagai kontrol) dengan kapasitas masing masing 3 kg cabe merah. Penyimpanan dilakukan pada suhu 10°C, 15°C dan suhu kamar (± 27-30°C) selama kurang lebih 3 minggu.Pengamatan mutu yang di analisa adalah laju respirasi (konsentrasi O2 dan CO2) yang dilakukan 24 jam sekali, susut bobot, warna (meliputi nilai kecerahan (l*), Croma (C*) dan derajat hue (°hue)) dan kekerasan dilakukan 2 hari sekali sampai cabe yang diamati busuk/rusak. Untuk kadar vitamin C dan kadar air dilakukan sampai hari ke tujuh.

Hasil penelitian ini menunjukkan pengamatan visual cabe merah pada kemasan kardus karton dapat disimpan selama 13 hari (suhu ±27-30°C), sampai 21 hari (suhu 15°C ) dan 39 hari (suhu 10°C). Kemasan kardus karton dan karung plastik dapat mempertahankan mutu fisik cabe yang disimpan selama 17 hari dibandingkan dengan cabe yang dikemas jala (kontrol). Pada umumnya, kualitas cabe merah yang dikemas kardus karton pada suhu 10 °C memiliki kualitas yang terbaik selama penyimpanan 17 hari. Cabe yang dikemas karung plastik (suhu 15°C dan 10°C) memiliki kualitas yang sama dengan cabe yang dikemas kardus karton sampai penyimpanan 5 hari. Perubahan tingkat kekerasan dan warna (nilai L*, C*, °hue) pada cabe di semua perlakuan tidak berbeda nyata selama penyimpanan. Kandungan vitamin C pada penyimpanan hari ke 7 mempunyai kandungan yang tidak berbeda nyata di semua perlakuan dan lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan vitamin pada awal penyimpanan.

(6)

SUMMARY

RAHHMAWATI NURDJANNAH. Changes in Quality of Red Chilli Packed Using Different Types of Packaging during Low Temperature Storege. Supervised by Y. ARIS PURWANTO and SUTRISNO

Consumers consume fresh red chiliesis a perishable commodity. Postharvest losses of red chilies in the tropics mainly caused by the temperature and humidity as well as pre or post-harvest handling. A method to reduce its damage is by inhibiting respiration, storing at low temperatures and packing the chilly with the transport/storage - type packaging in accordance with the requirements needed in order to maintain the physical quality of red chilies. Research on red chilies with large capacity pack is slightly smaller than the capacity reported.

The purpose of this study was to analyze the influence of the type of packaging and storage temperature on the quality of red chilli (Capsicum annuum L.) fresh in bulk to maintain the quality and extend the shelf life. The specific objectives were (1) To analyze the effect of the type of packaging on the shelf life of red chilli stored at several levels of temperature, (2) to analyze the changes in the quality of red chilli during storage.

The study was conducted at laboratory scale with a completely randomized factorial design. Factors studied were the type of packaging (three levels i.e. plastic nets, plastic sack and ventilated cardboard box (regular sloated container (RSC) type, single wall) and storage temperature (three levels i.e. ambient (±27-10°C, 15 °C and 10°C). for approximately 3 weeks. Observations on the quality of the analysis is the respiration rate (O2 and CO2 concentrations) were performed 24 hours, weight loss, color (including the value of brightness (L *), Croma (C *) and hue degree (°hue)) and the firmness done 2 once a day until the resd chilli were observed rotten / damaged. For levels of vitamin C and water content made up to seven days

The results showed that in observations of red chillies in a cardboard carton packaging can be stored for 13 days (± temperature 27-30 ° C), up to 21 days (15 ° C) and 39 days (temperature 10 ° C). Quality red peppers were packed cardboard cartons at a temperature of 10 ° C has the best quality during storage of 17 days. Chillies are packed plastic bags (temperature 15 ° C and 10 ° C) have the same quality with chillies are packed cardboard carton until 5 days of storage. Changes in the level of firmness and color (L *, C *, ° hue value) on chilli packed cardboard carton or plastic bags were not significantly different during storage. The content of vitamin C on the seventh day has content that is not significantly different in all treatments and was higher than at the beginning of the storage.

(7)
(8)

®Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagaian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

PERUBAHAN KUALITAS CABE MERAH DALAM

BERBAGAI JENIS KEMASAN SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

RAHMAWATI NURDJANNAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis :Perubahan Kualitas Cabe Merah Dalam Berbagai Jenis Kemasan Selama Penyimpanan Dingin

Nama : Rahmawati Nurdjannah, STP

NIM : F. 153110131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yohanes Aris Purwanto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Prof. Dr Ir Sutrisno, MAgr Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(12)
(13)

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbilalamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Perubahan Kualitas Cabe Merah Dalam Berbagai Jenis Kemasan Selama Penyimpanan Dingin.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Prof. Dr.Ir Sutrisno, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan dalam penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah ini.Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati M.Si atas sebagai dosen penguji dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan tesis ini, Di samping itu, ucapan terima kasih ini pula saya sampaikan kepada Bapak Sulyaden selaku Kepada staff Laboratorium TPPHP Departemen TMB dan Ibu Siti Rusmiyati dan Bapak Ahmad Mulyatulloh sebagai staf administrasi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas tenaga dan sarannya dalam mempelancar proses penelitian saya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Kajian Hortikultura (PKHT) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, IPB atas sponsor dana untuk penelitian ini.

Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Almarhum Bapak dan ibu yang melimpahkan kasih sayang dan harapan do’a nya kepada penulis dan juga kepada ketiga anakku Nabilah, Izza dan Jundi sebagai penyemangat Bunda untuk menyelesaikan study ini. Tak lupa saya ucapkan pula rasa terima kasih ini kepada abang Gunawan, Rahman Syarif, Kak Ida dan adik Henny atas kesabaran dalam memotivasi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa pula untuk sahabat-sahabatku TPP 2011, khusus kepada mbak Nurhayati, Mbak Mona dan Pak Agus yang telah membantu dan memotivasi saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta masih banyak lagi ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang mohon maaf tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu dalam tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(14)

DAFTAR TABEL xx

Morfologi dan Fisiologi Cabe Merah 4 Penanganan Pascapanen Cabe Merah 6 Penyimpanan Dingin 7 Pengemasan Cabae Merah Segar 8 METODOLOGI PENELITIAN 10 Tempat dan Waktu Penelitian 10 Bahan dan Alat 10 Pengamatan Visual Mutu Cabe Selama Penyimpanan 15 Pengambilan sampel 15 Kerusakan cabe merah berdasarkan pengamatan visual 16 Perubahan Kualitas Cabe Selama Penyimpanan 18

Laju respirasi cabe 18

Kenaikan susut bobot cabe 22

Penurunan tingkat kekerasan cabe 25

Perubahan warna cabe 28

Perubahan kandungan vitamin C 32

Kualitas cabe merah pada akhir penyimpanan 35

SIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN 36

Simpulan 36

Rekomendasi 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 36

(15)

1. Produksi cabe di pulau-pulau utama Indonesia dari tahun 2009 – 2011 yang

berkontribusi pada produksi cabe nasional 1

2. Kandungan gizi pada cabe (Capsicum annum L.) merah segar per 100 gram 5 3. Persyaratan mutu cabe merah segar (SNI) 01-4480-1998 7 4. Lama pengamatan yang dilakukan pada cabe segar dengan jenis kemasan

dan suhu penyimpanan yang berbeda 16

5. Rata-Rata Suhu (°C) dan Kelembaban (%) pada Ruang Penyimpanan 16 6. Pengaruh interaksi jensi kemasan dan suhu penyimpanan terhadap laju

respirasi cabe merah21

7. Kenaikan susut bobot (%) cabe merah terhadap interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan24

8. Kualitas cabe merah segar pada akhir penyimpanan 35

DAFTAR GAMBAR

1. Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC dan (C) FTC 9

2. Diagram alir proses penelitian cabe merah segar 12

3. Cara pengukuran laju respirasi cabe 13

4. Cara pengukuran nilai kekerasan cabe merah 14

5. Sistem notasi warna Hunter 14 6. Kegiatan sortasi dan pengemasan saat pengambilan sampel 15 7. Indikator kerusakan cabe pada suhu kamar (a) Jala hari ke-5,

(b) karung plastik hari ke 7 dan (c) kardus karton hari ke 13 17 8. Indikator Kerusakan Cabe Pada Suhu 15° (a) karung hari ke 17

dan (b) kardus karton hari ke 2117

9. Indikator Kerusakan Cabe Pada Suhu 10°C (a) karung hari ke 21 dan (b) kardus karton hari ke 3918

10.Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada

penyimpanan suhu kamar dengan kemasan jala (●),

karung plastik (■)dan kardus karton (▲) 19

11. Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada

penyimpanan suhu 15ºC dengan kemasan jala (●),

karung plastik (■)dan kardus karton (▲) 19 12. Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada

penyimpanan suhu 10ºC dengan kemasan jala (●),

karung plastik (■) dan kardus karton (▲) 20

13. Susut bobot (%) cabe pada penyimpanan (a) suhu kamar,

(b) suhu 15°C dan (c) suhu 10ºC dengan kemasan jala (●),

karung plastik (■) dan kardus karton (▲) 23

14. Perubahan tingkat kekerasan (Newton) cabe pada kemasan jala (●),

(16)

karung plastik (■)dan kardus karton (▲) selama penyimpanan 29 17. Perubahan nilai kecerahan (l*) warna cabe pada penyimpanan

suhu kamar (○), suhu 15°C (□) dan suhu 10°C (∆)29

18. Perubahan nilai kroma (C*) warna cabe pada penyimpanan

suhu kamar (○), suhu 15°C (□) dan suhu 10°C (∆)30

19. Perubahan nilai °hue warna cabe pada penyimpanan

suhu kamar (○), suhu 15°C (□) dan suhu 10°C (∆)31

20. Perubahan nilai °hue warna cabe pada kemasan jala (●),

karung plastik (■)dan kardus karton (▲) selama penyimpanan32

21. Kandungan vitamin C (mg/100g) cabe pada penyimpanan (a) suhu kamar, (b) suhu 15°C dan (c) suhu 10ºC dengan

kemasan jala (●), karung plastik (■) dan kardus karton (▲) 34

DAFTAR LAMPIRAN

1a Hasil analisis sidik ragam laju konsumsi O2(ml/g.jam)cabe merah 41 1b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap laju konsumsi O2 (ml/g.jam) cabe merah 43 2a Hasil analisis sidik ragam laju produksi CO2 (ml/g.jam) cabe merah 45 2b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap laju produksi CO2 (ml/g.jam) cabe merah 47 3a Hasil analisis sidik ragam susut bobot (%) cabe merah 49 3b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap susut bobot (%) cabe merah 50 4a Hasil analisis sidik ragam kekerasan (Newton) cabe merah 51 4b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap tingkat kekerasan (newton) cabe merah 52 5a Hasil analisis sidik ragam nilai kecerahan (L*) warna cabe merah 53 5b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap nilai kecerahan (L*) warna cabe merah 54 6a Hasil analisis sidik ragam nilai croma (C*) warna cabe merah 55 6b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap nilai croma (C*) warna cabe merah 56 7a Hasil analisis sidik ragam nilai derajat hue (°hue) warna cabe merah 57 7b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

dan interaksinya terhadap nilai derajat hue (°hue) warna cabe merah 58 8a Hasil analisis sidik ragam kadar vitamin C (mg/100g (bk)) cabe merah 59 8b Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis kemasan , suhu penyimpanan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabe merupakan komoditas unggulan yang banyak diusahakan oleh petani karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Produksi cabe merah besar di Indonesia tahun 2011 sebesar 885,852 ribu ton, mengalami peningkatan sebesar 81,692 ribu ton (10,12 persen) dibandingkan tahun 2010 (BPS, 2012). Daerah produksi cabe tersebar di seluruh wilayah Indonesia dimana Pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi merupakan sentra produksi cabe nasional (Tabel 1). Sentra produksi cabe utama adalah Pulau Jawa yang menghasilkan cabe lebih dari 50% total produksi cabe nasional setiap tahunnya, diikuti oleh Sumatera yang berkontribusi rata-rata lebih dari 20% pada produksi nasional. Produksi cabe di pulau-pulau lainnya berkontribusi kurang dari 10% total produksi nasional setiap tahunnya.

Tabel 1 Produksi cabe di pulau-pulau utama Indonesia dari tahun 2009 – 2011 yang berkontribusi pada produksi cabe nasional

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2012 (diolah).

Sentra produksi yang lebih dari 50% berada di Pulau Jawa, mengakibatkan terjadinya perdagangan cabe antar pulau di Indonesia yang memerlukan waktu distribusi lebih dari 3 hari.Jarak sentra produksi yang jauh dari konsumen akhir dapat menimbulkan rantai pasok cabe yang cukup panjang, sehingga mengharuskan penanganan pascapanen yang baik dan benar untuk menjaga kualitas cabe.

(18)

rendah sehingga laju respirasi pada cabe merah akan meningkat dan dapat memperpendek umur simpan cabe.

Penanganan pascapanen produk hortikultura di Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup, terlihat dari kerusakan-kerusakan pascapanen yang masih besar, yakni antara 25-28 % (Siswadi 2007). Penanganan pascapanen yang benar dan sesuai diharapkan dapat menekan kerusakan-kerusakan tersebut, sehingga kerugian di tingkat produsen dan konsumen dapat diminimalkan. Tindakan pascapanen yang dapat dilakukan untuk mempertahankankualitas cabe selama proses distribusi adalah memperhatikan jenis pengemasan dan suhu penyimpanan.

Secara fisiologi, cabe merah yang di panen tetap melakukan kegiatan respirasi, dimana laju respirasinya tergantung dari kondisi lingkungannya. Kecepatan respirasi produk tergantung pada suhu penyimpanan, ketersediaan oksigen dan karakteristik produk itu sendiri. Aktivitas respirasi ini tidak bisa dihentikan tetapi bisa diminimalkan dengan cara penyimpanan pada suhu rendah dan pengemasan yang baik.

Menurut Syarief et al. (1989), kerusakan fisik pada buah dan sayur juga dapat dikurangi dengan penggunaan kemasan yang tepat. Kemasan dapat meminimalkan kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh lingkungan seperti kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorpsi, dan interaksi dengan oksigen. Jenis kemasan cabe yang biasa digunakan di pasaran Indonesia yaitu jala plastik, karung plastik, kantong plastik, keranjang bambu dan kardus karton dengan berbagai jenis kapasitas.

Jenis pengemasan akan mempengaruhi suhu produk selama proses distribusi yang dapat mempercepat proses pematangan yang kemudian diikuti oleh proses pembusukan. Jenis bahan kemasan untuk cabe yang sering diteliti adalah kemasan plastik dengan berbagai jenis bahan plastik (seperti PP, PE, dan PVC), sedangkan untuk jenis kardus karton, karung plastik dan jala plastik yang merupakan kemasan penyimpanan/transportasi masih sedikit penelitiannya. Selain itu kapasitas cabe yang diteliti berkisar pada 250-500 gram. Untuk kapasitas di atas satu kg masih minim penelitiannya, padahal kapasitas yang besar dapat mengurangi biaya distribusi produk cabe.

Tahapan penting dalam rantai penanganan pascapanen cabe selain kemasan adalah penyimpanan. Kondisi penyimpanan yang tepat dapat mempertahankan kualitas cabe segar dan memperpanjang umur simpannya sehingga dapat menjaga ketersedian cabe di pasaran.

Penyimpanan pada suhu dingin merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kualitas cabe. Penyimpanan pada suhu optimum cabe dapat mencegah terjadinya kerusakan dingin (chilling injury). Untuk menghindari kerusakan ini, maka produk pertanian segar harus disimpan di atas ambang batas suhu optimum penyimpanannya.

(19)

Rumusan Masalah

Cabe merah merupakan produk hortikultura yang mudah rusak dan busuk. Umur simpan cabe segar 2-3 hari, sedangkan permintaan pasar di dalam maupun luar negeri menuntut umur simpan yang lebih dari 3hari.Penyebaran sentra produksi cabe yang tidak rata, rantai pasok cabe yang panjang dan jarak tempuh antara sentra produksi ke konsumenyang jauh memerlukan inovasi teknologi yang tepat untuk memperpanjang umur simpan (self life) dari cabe merah segar.Teknologi pengemasan dan penyimpanan suhu dingin dengan memperhatikan kapasitas produk adalah salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan cabe.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang menjadi batasan pada penelitian ini adalah:

a. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini jala plastik (sebagai kontrol), karung plastik untuk pangan dan kardus karton gelombang dengan tipe Regular Sloted Container (RSC) dengan jenis single wall berventilasi.

b. Kapasitas cabe yang digunakan adalah ± 3 kg

c. Suhu penyimpanan adalah 10°C, 15°C dan suhu kamar (±27-30°C).

d. Cabe yang digunakan adalah cabe merah keriting segar (Cabe Hibrida-TM 99)

Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan untuk dianalisis dan dibuktikan adalah jenis kemasandan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi penurunan kualitas cabe merah segar.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kualitas produk cabe merah(Capsicum annuum L.) segar dalam bentuk curahuntuk memperpanjang umur simpan (self life). Adapun tujuan khususnya adalah:

1. Menganalisis pengaruh jenis kemasan terhadap masa simpan cabe merah segar yang disimpan pada beberapa tingkatan suhu.

2. Menganalisis perubahan kualitas cabe merah selama penyimpanan.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Fisiologai Cabe Merah

Cabe merupakan tumbuhan yang berasal dari genus Capsicum dan merupakan tanaman dari famili Solonaceae. Genus Capsicum terdiri atas 25 spesies, dan lima diantaranya sudah dibudidayakan, yaitu Capsicum annuum,

Capsicum frutescens, Capsicum pubescences, Capsicum baccatum, Capsicum chinense. Tiga spesies yang paling banyak dibudidayakan di dunia adalah

Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense (Cantwell 2009). Cabe keriting hibrida TM 99 merupakan salah satu varietas dari C. annuum

yang berasal dari Hungnong, Korea. Tanaman tegak dengan pertumbuhan tanaman yang kuat dan kokoh, tanaman ini memiliki ketinggian sekitar 110-140 cm. Potensi hasil mencapai 14 t/ha dan dapat dipanen pertama umur 80 – 85 hari setelah tanam (hst). Tinggi tanaman ± 65 cm, diameter buah ± 1,3 cm dan panjang buah ± 12 cm. Bentuk buah bulat panjang ramping, kulit buah tidak rata, kadang-kadangmelengkung. Dapat ditanam di dataran rendah maupun tinggi, rata-rata per batang menghasilkan 0,8 - 1,2 kg. Secaranormal panen dapat dilakukan 12 - 20 kali (Piay et al. 2010)

Kandungan gizi cabe keriting menurut Direktorat Depkes (1981) disajikan pada Tabel 2. Cabe diketahui sebagai sumber phytochemical yang berbeda yang terdiri dari vitamin C, senyawa fenolik, flavonoid dan karotenoid (Chuah 2008). Kandungan senyawa senyawa ini dipengaruhi oleh kultivar, kematangan, kondisi pertumbuhan dan penanganan pascapanen cabe (Zhuang et al.2012). Cabe merupakan sumber vitamin A (karoten) dan vitamin C yang baik (Taksinamanee

et al. 2006)

Rasa pedas yang dimiliki cabe disebabkan oleh senyawa capsaicin

(C18H27NO3) yang memiliki berat molekul 305.41 g/mol. Capsaicin merupakan komponen terbanyak dari capsaicinoid yang diikuti oleh dihidrocapsaicin,

nordihidrocapsaicin, homodihidrocapsaicin, dan homocapsaicin (Govindarajan dan Sathyanarayana, 1991; European Commission Health and Consumer Protection Direstorate-General, 2002).

Warna pada cabe merah dikendalikan oleh beberapa senyawa karotenoid seperti capsanthin, capsorubin dan xanthophylls untuk warna merah, sedangkan

warna kuning orange oleh senyawa β-karoten dan zeaxanthin (Ittah et al.

1993)Karotenoid merupakan suatu pigmen berwarna oranye, merah, atau kuning. Senyawa karotenoid biasanya terdapat pada buah-buahan berwarna merah yang merupakan suatu zat yang larut dalam lemak atau pelarut organik, namun tidak larut di dalam air, gliserol, dan propilen glikol. Senyawa ini sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi. Istilah karoten digunakan untuk zat yang memiliki atom C40 atau dengan rumus molekul C40H56 (Duttaet al.2005).

(21)

1991). Pertumbuhan adalah tahap pembelahan sel-sel sampai mencapai tahap ukuran sel maksimal (mature), selanjutnya tahap pemasakan (ripening) adalah tahap perubahan buah dari fase matang menjadi buah yang siap dimakan, sedangkan senescence adalah tahap kemunduran yang menuju ke arah penuaan buah sampai terjadinya kematian jaringan.

Tabel 2 Kandung gizi cabe merah keriting per 100 gram

No. Kandungan Gizi Cabe merah keriting

1 Kadar air (%) 10,0

Setelah panen, buah cabe masih mengalami proses respirasi untuk memecahkan substrat makromolekul yang ada pada cabe yang dipanen. Winarno (2002) menyatakan proses metabolisme yang terpenting adalah respirasi, yaitu proses pemecahan oksidatif substrat makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana (air, CO2, dan energi). Akibat proses respirasi terjadi perubahan kandungan kimia dan fisik yaitu perubahan warna, tekstur, penyusutan bobot, penurunan dan kandungan bahan terlarut dan keasaman. Selanjutnya perubahan tersebut dapat mengakibatkan kenampakan produk hortikultura menjadi kurang menarik dan penurunan kualitas secara keseluruhan. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O + 675 kal

Menurut Winarno (2002) proses respirasi dapat diukur melalui beberapa senyawa penting yaitu glukosa, ATP, CO2 dan O2. Pengukuran kandungan CO2 lebih mudah dilakukan karena jumlah produksi CO2 relatif cukup besar.

Proses respirasi dapat dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu (1) Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, (2) Oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan (3) Transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO2, air dan energi (Syarief dan Haryadi, 1993). Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan umur simpan produk hortikultura setelah panen dimana laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek.

(22)

produk akan cepat menjadi layu, sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik untuk menentukan umur simpan pascapanen produk segar. Umur simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkan dalam lingkungan yang dapat memperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersedian oksigen dan meningkatkan konsentrasi CO2 dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk.

Penanganan Pascapanen Cabe Merah

Tujuan utama penanganan pascapanen adalah memperkecil kehilangan dan kerusakan produk panen dimana besarnya kehilangan pascapanen sangat bervariasi menurut komoditi dan tempat penghasil. Menurut Amiruzaman (2000) di dalam Rahman et al.(2012) menyatakan kehilangan hasil pascapanen produk rempah (spices) pada negara berkembang antara 20-50% sedangkan pada negara maju 5-25%. Penyebab utama susut pascapanen adalah kurang tepatnya penanganan pascapanen, transportasi, pengemasan dan fasilitas penyimpanan yang minim.

Selain tujuan di atas, penanganan pascapanen bertujuan untuk menyajikan makanan yang menarik dan bergizi kepada konsumen (Nyanjage et al.2005). Pelaku penanganan dan konsumen memberikan peranan penting dalam menjaga kualitas cabe seperti warna, kesegaran dan tekstur selama proses penangan dan penyimpanan (Sigge et al. 2001).

Utama (2001) menyatakan penanganan pascapanen harus dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang segar dan mempunyai kualitas yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi kualitas produk baik secara morfologis (panjang, diameter, volume, dan bobot), mekanis (ketahanan produk terhadap benturan dan goresan) dan fisiologis.Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk.

Teknologi penanganan cabe segar dapat diawali sejak proses pemetikan yang tepat serta pemisahan dengan buah yang busuk/sakit untuk menghindari terjadinya penularan ke buah cabe yang sehat. Pada saat proses panen, sebaiknya cabe merah secepat mungkin ditempatkan pada kondisi yang sejuk serta tidak ditutup secara rapat. Tahapan penanganan pascapanen cabe adalah:sortasi,

grading (pengkelasan mutu), pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan.

Gradingatau pengkelasan mutu dilakukan sesuai dengan tujuan pasar yang dituju. Kualitas akhir cabe dinilai dengan sejumlah indeks yang berbeda si setiap negara. Namun tingkat warna dan kepedasan paling banyak digunakan (Kim et al. 2002)Menurut Ittah et al. (1993), pengkelasan mutu cabe terdiri dari Grade A

jika warna merahnya sangat kuat, Grade B jika warna merahnya normal dan

(23)

Tabel 3Persyaratan mutu cabe merah segar (SNI) 01-4480-1998

Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II Mutu III

Keseragaman warna % Merah>95 Merah>95 Merah>95 Keseragaman bentuk % 98 seragam Merah>95 Merah>95 Keseragaman ukuran % 98 normal 98 normal 98 normal

*Kotoran yang dimaksud adalah benda selain cabe merah segar seperti ranting, daun atau benda lainnya.

Sumber: BSN (1998)

Penanganan pascapanen yang tidak tepat dan benar dapat mengakibatkan susut dari poduk segar tersebut. Purwanto et al. (2012)menyatakan kehilangan pascapanen produk cabe di Jawa Barat, mulai tahap panen, sortasi, transportasi dan penyimpanan sekitar 20,2% sampai 22,6%.

Penyimpanan Dingin

Penyimpanantidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan mutu saja. Penyimpanan dingin merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Penyimpanan di bawah suhu 15 oC dan di atas titik beku bahan, tergantung pada masing-masing produk yang disimpan dikenal sebagai penyimpanan dingin. Pendinginan menuntut adanya pengendalian terhadap kondisi lingkungan, seperti suhu yang rendah, komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara (Kader1992)..

Menurut Winarno (2002), tujuan penyimpanan suhu dingin (cool storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal

atau perubahan yang tidak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin.

Penyimpanan yang umumnya dilakukan adalah menggunakan suhu rendah dimana suhu diset di atas titik beku dan daya simpannya lebih lama. Suhu rendah ini biasanya diikuti dengan kelembaban nisbi yang optimum agar produk tidak mengalami kekeringan. Penurunan suhu penyimpanan merupakan satu cara yang paling efektif untuk menjaga komoditas karena dapat mengurangi respirasi dan proses metabolisme (Burg 2004).

(24)

90-95% (Shika dan Watere 2001; Jansasithorn et al. 2010: Walker 2010), cabe (chillies) pada suhu 5-10°C (Thompson 2002), suhu 7-13°C (Gonzalez-Aguilar2013).Penyimpanan cabe di atas suhu 13°C akan mengakibatkan pematangan yang cepat dan terinfeksi bakteri busuk lunak selama penyimpanan (Antonio 2013; Gonzalez-Aguilar 2013).

Chilling injury pada cabe (Capsicum Annum L) terjadi pada penyimpanan di bawah suhu 7°C (45 °F) (Kan et al. 2007; Gonzalez-Aguilar 2013). Gejala

chilling injurypada cabe adalah terbentuk legokan (pitting) di permukaan, busuk basah yang disebabkan oleh Alternariadan perubahan warna (Paul 1990).Tanda fisiologi terjadinya chilling injury ditandai oleh meningkatnya laju respirasi, produksi etilen dan ion leakageSensitivitas terhadap chilling injurybervariasi tergantung pada varietas, contohnya paprika matang atau berwarna kurang peka terhadap kerusakan dingin dibandingkan paprika hijau (Gonzalez-Aguilar2013).

Pendinginan buah dengan cepat setelah panen adalah cara yang sangat efektif untuk menghilangkan panas lapang, karena dapat menurunkan kecepatan laju respirasi, pematangan dan kemerosotan buah. Perbedaan temperatur antara udara dan buah, ukuran buah dan pengemasan akan menentukan laju respirasi/kecepatan pendinginan dan waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan (Chen1988). Menurut Kader (1992), suhu penyimpanan memengaruhi laju respirasi dimana kenaikan suhu dapat menaikkan laju respirasi, dan ditambahkan Winarno (2002) mengatakan bahwa setiap kenaikan suhu 10oC akan meningkatkan laju pernapasan sebesar dua atau tiga kali.

PengemasanCabe Merah Segar

Pengemasan tidak memperbaiki mutu produk tetapi mempertahankan mutu. Oleh karena itu, pengemasan produk yang busuk atau rusak akan menjadi sumber kontaminasi bagi produk lain yang baik. Pengemasan buah ialah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang sesuai dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Kegiatan pengemasan ini sering juga disebut pengepakan atau packaging

Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan. Kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada produk yang disimpan karena laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 ke luar kemasan sebagai akibat proses respirasi, berbeda-beda tergantung dari jenis dan sifat kemasan yang digunakan.

(25)

kemasan transportasi yang digunakan untuk mengangkut cabe hijau (green chilli) adalah karung goni dan kardus karton besar (Rahman et al 2012). Sedangkan di Indonesia adalah karung plastik, jala/jaring plastik dan kardus daur ulang dengan kapasitas 30-60 kg (Purwanto et al2012).

Kardus karton gelombang adalah kemasan transportasi untuk berbagai jenis produk buah dan sayuran yang banyak digunakan. Peleg (1985) menyatakan bahwabeberapa tipe kemasan karton gelombang yang umum digunakan yaitu :

Regular Slotted Container (RSC) biasa disebut wadah celah teratur karena kedua tutup sama panjang dan bertemu di tengah pada saat ditutup, Half Telescopic Container (HTC) yang terdiri dari dua wadah yang ditumpuk dimana satu kotak sedikit lebih kecil dari kotak lainnya dan Full Telescopic Container (FTC) terdiri dari wadah yang tertutup yang terpisah antar wadah bagian atas dan wadah bagian bawah. Ketiga tipe kemasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC.

Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60-65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas-gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).Taufik (2011) menyatakan kemasan yang ideal adalah yang mudah diangkat, aman, ekonomis, dan dapat menjamin kebersihan produk. Kemasan lain yang biasa digunakan

pedagang adalah jala dengan kapasitas 9−100 kg. Kemasan ini sangat praktis,

tetapi tidak dapat melindungi cabe dari kerusakan mekanis dan fisiologis, terutama pada saat ditimbang dan di dalam alat angkut.

Penelitian kemasan cabe yang telah dipublikasikan lebih banyak menggunakan kemasan plastik dengan kapasitas 250-500 gram. Jenis bahan plastik yang diteliti adalah polyethylene (PE) (Taksinamanee et al. 2006; Tano et al.2008; Akbudak 2008; Rao et al. 2011 dan Rahman et al. 2012), low density polyethylene (LDPE) (Lowndsetal.1994; Monolopoulou etal. 2010),

Polivinylclorida (PVC) (Taksinamanee et al, 2006; Zaulia et al, 2006; Monolopoulou et al, 2010)dan bahan plastik polypropylene (PP) (Zaulia et al, 2006; Rahman et al, 2012) . Jenis plastik polyethylene (PE) lebih baik menjaga kualitas spesies Capsicum annuum L dibandingkan jenis plastik polyethylene

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB. Penelitian ini dilaksanakan selama ± 5 bulan dimulai dari November 2012-Maret 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabe merah keriting segar (Cabe Hibrida–TM 99), yang baru di panen oleh petani pada musim kemarau (November 2012) di daerah dataran tinggi Pasirwangi-Garut dengan kriteria utama keseragaman warna sampel, bebas dari hama penyakit dan bebas dari cabe yang rusak mekanis/busuk. Jenis kemasan dalam penelitian ini sesuai dengan bahan yang digunakan di pasaran namun mengalami pengecilan ukuran untuk penyesuaian kapasitas cabe yang digunakan. Jala plastik dan karung plastik yang biasa digunakan di pasaran berukuran 80 cm x 120 mm untuk kapasitas ±40 kg sedangkan kardus karton berukuran 50 cm x 50 cm x 70 cm untuk kapasitas cabe ±30 kg. Kapasitas cabe dalam setiap kemasan dalam penelitian ini adalah ± 3 kg, dengan penyesuaian ukuran kemasan jaladengan ukuran 35 cm x 55 cm (sebagai kontrol), karung plastik dengan ukuran 45 cm x 75 cm dan kardus karton dengan ukuran 30 cm x 28 cm x 22 cm, ketebalan ± 6 mm, kardus karton yang digunakan tipe RSC dengan jenis single wall berventilasi dengan cara dilubangi 9 titik pada setiap sisinya (diameter lubang 2 cm). Bahan kimia yang digunakan adalah larutan iod 0,01 N dan amilum 1% untuk analisa vitamin C.

Peralatan yang digunakan adalah lemari pendingin (cold storage) dengan suhu 10 oC dan 15 oC, Cosmo Tector (mengukur konsentrasi O2 dan CO2), Rheometer model CR-3000 untuk mengukur kekerasan, Kromameter Minolta tipe CR-400 untuk mengukur warna, Timbangan Mettler PM 4800, Stoples kaca, Camera digital ,Cold Storage dan alat-alat gelas untuk analisis vitamin C.

Metode Penelitian

Sampel cabe keriting varietas Hibrida TM 99yang baru di panen petani di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Dari kebun diangkut ke tempat sortasi. Cabe di tempering (di angin-anginkan) 1-2 jam sambil dilakukan sortasi kemudian di kemas. Pengemasan yang digunakan adalah kardus karton tipe RSC jenis

(27)

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan untuk tiap-tiap produk yang dikemas. Faktor pertama yang digunakan adalah perlakuan jenis kemasan yang terdiri atas 3 taraf yaitu jala plastik (kontrol), karung plastik dan kardus karton berventilasi. Faktor kedua yang digunakan adalah perlakuan suhu penyimpanan yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 10°C,15 oC dan suhu ruang(±27-30°C). Sedangkan pengamatan secara visual dilakukan sampai cabe mengalami kebusukan lebih dari 40% di setiap kemasan.

Percobaan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS stastistik versi 20. Model linearnya adalah:

Ỳijk = µ + ᾳi + ßj + (ᾳß)ij + ɛijk

Dimana:Ỳijk = Pengamatan pada faktor pengemasan taraf ke i, faktor suhu ke j dan ulangan ke k,

µ = Rataan umum,

ᾳi = Pengaruh utama faktor pengemasan, ßj = Pengaruh utama faktor suhu,

(ᾳß)ij= Komponen interaksi dari faktor pengemasan dan faktor suhu,

ɛijk = Pengaruh acak dari interaksi faktor pengemasan dan suhu yang menyebar normal (0, ϭ2).

i = 1,2,3. j=1,2,3.

Diagram alir proses penelitian dapat diamati pada Gambar2.

Pengamatan

Laju respirasi

(28)

Gambar 2 Diagram alir proses penelitian cabe merah segar

penyimpanannya. Volume bebas dalam wadah ditentukan dengan mengukur volume stoples kemudian dikurangi dengan volume buah. Besar laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) dan (2)

Sortasi dan Tempering

Penimbangan sebanyak ± 3kg untuk tiap kemasan

Penyimpanan pada suhu 10 °C, 15 oC dan suhu ruang (±27-30 oC)

Analisis kualitas cabai merah (laju respirasi, susut bobot, kekerasan,

warna dan vitamin C)

Jenis bahan pengemas dan suhu penyimpanan terbaik

Pengemasan

Penyiapan bahan pengemas (kardus karton, karung plastik,

dan jala plastik)

Pembuatan ventilasi pada kemasan kardus

karton (9 titik lubang dengan diameter 2 cm)

Analisis sidik ragam dan uji DMRT

Selesai Cabe merah keriting segar

(29)

R1 =-

V dx 1 W dt

R2 =-

V dx 2 W dt

dimana:

x1 = konsentrasi gas O2 (%), x2 = konsentrasi gas CO2 (%), t = waktu (jam),

R = laju respirasi (ml/kg.jam), W = massa produk (kg),

V = volume bebas chamber (ml)

Gambar 3 Cara pengukuran laju respirasi cabe

Susut bobot

Perhitungan susut bobot dilakukan berdasarkan pada presentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai dengan akhir penyimpaan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:

Susut Bobot = ��−�1

�� x 100 %

dimana : Wo = bobot bahan awal penyimpanan, Wt = bobot bahan akhir penyimpanan.

Pengukuran nilai kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum penusuk dari Rheometer DX-500. Cabe merah ditekan oleh probe yang diamternya 2,5 mm (berbentuk jarum), alat di atur pada mode 20 dengan beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan (R/H Hold) sebesar 5mm, kecepatan penurunan beban (P/T Press sebesar 30 mm/menit). Setiap kemasan diambil tiga buah cabe yang telah mengalami pengadukan. Setiap cabe dilakukan pengukuran pada tiga titik berbeda berbeda (pangkal, tengah dan ujung cabe) dan dilakukan tiga kali ulangan.

Setelah alat di-setting, produk diletakkan hingga stabil, kemudian tombol start

(30)

tekanan yang diperlukan untuk menusuk produk menunjukkan kekerasan produk. Nilai pengukuran dapat dilihat pada alat yang dinyatakan dengan kgf (dikonversi ke satuan Newton. 1 kgf = 9,80665 N).

Gambar 4 Cara peengukuran nilai kekerasan cabe merah

Pengukuran perubahan warna

Pengukuran warna cabe selama pengamatan dilakukan dengan menggunakan chromameter Minolta CR-400. Sampel cabe yang akan diukur di iris terlebih dahulu dan kulit cabe dilebarkan seluas ± 1-2 cm2 yang kemudian di bidik oleh chromameter untuk mengukur nilai l, a dan b. Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameternyaitu L*, a* dan b* seperti pada Gambar 4. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan (lighteness) [L*= 0 (Hitam) dan L*=100 (Putih)]. Nilai a*menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang terdiri dari +a* yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60, sedangkan –a* menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b* menunjuukan warna kromatik campuran biru kuning yang terdiri dari +b* yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60, serta nilai –b* yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60.

Gambar 5Sistem notasi warna Hunter

(31)

Kadar vitamin C (Apriyantono et al. 1998)

Sampel dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 10 gram. Masukkan dalam labu ukur 250 ml kemudian ditambahkan air suling sampai tanda tera. Saring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat sebanyak 25 ml langsung dititrasi dengan larutan iod 0.01 N. Ditambahkan indikator kanji (2 ml amilum 1% ) pada filtrat sebelum dititrasi. Dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna yang stabil (terbentuk warna biru ungu).

Asam Askorbat (mg/ 100 g bahan) = ml iod 0.01 N x 0.88 x P ×100

g berat bahan

Dimana :P = faktor pengenceran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Visual Mutu Cabe Selama Penyimpanan

Pengambilan sampel

Untuk menghasilkan penelitian yang akurat maka pengendalian bahan cabe yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari proses panen.Panen dimulai pukul 07.00 WIB dan sekitar pukul 10.00 WIB di angkut ke tempat sortasi, dan cabe yang dikemas dengan karung plastik di angin-anginkan terlebih dahulu sebelum dikemas kembali (Gambar 6). Tempering dilakukan agar cabe dapat menyeimbangkan suhunya dengan lingkungan sebelum di kemas, Proses sortasi dapat mengurangi susut bobot cabe selama distribusi,karena cabe rusak/busuk bila disatukan dengan cabe yang segar dan baikdapat mengkontaminasi cabe segar lainnya.

Penjualan cabe secara curah, pada umumnya dilakukan dengan kapasitas 40 kg untuk kemasan jala dan karung plastik (ukuran kemasan 80 cm x 120 cm), dan kemasan kardus kapasitas 30 kg (ukuran kemasan 50 cm x 50 cm x 70 cm). Pengisian cabe melebihi dari daya tampung kemasanm sehingga cabe dipadatkan tanpa ada ruangan kosong, hal ini mempercepat kerusakan cabe. Dalam penelitian ini, pengisian cabe ke dalam kemasan tidak dipadatkan, tapi disesuaikan dengan kapasitas kemasan dan ada ruangan kosong di bagian atas kemasan kardus karton. Kapasitas yang digunakan ± 3 kg dengan ukuran kemasan jala 35 cm x 35 cm, karung plastik 45 cm x 75 cm dan kardus karton 30 cm x 28 cm x 22 cm.

(32)

kemasan. Batasan ini ditetapkan lebih kecil dari batasan kehilangan hasil maksimal menurut Amiruzaman (2000) di dalam Rahman etal. (2012) yang menyatakan kehilangan hasil pascapanen produk sayuran pada negara berkembang antara 20-50% sedangkan pada negara maju 5-25%. Setiap jenis kemasan dan suhu penyimpanan menghasilkan lama simpan yang berbeda (Tabel 4). Rata-rata suhu dan RH selama penyimpanan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4 Lama pengamatan yang dilakukan pada cabe segar dengan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda

Jenis Kemasan Lama Pengamatan Cabe (Hari)

Jala Karung Plastik Kardus Karton Suhu Penyimpanan

Suhu Kamar (± 27-30ºC) 5 7 13

Suhu 15°C 13 17 21

Suhu 10°C 17 21 39

Tabel 5 Rata-rata suhu (°C) dan kelembaban (%) pada ruang penyimpanan Ruang Penyimpanan Parameter Hasil Pengukuran

Rata-rata Max Min

Kerusakan cabe merah berdasarkan pengamatan visual

Indikator kerusakan cabe pada penelitian ini berdasarkan pengamatan visual yaitu terdapatnya jamur, tekstur yang sudah lunak dan kebusukan yang terjadi sampai ±40% dalam satu kemasan. Gejala kerusakan yang ditimbulkan untuk setiap jenis kemasan berbeda. Pada kemasan jala ditandai oleh tingkat kekeringan cabe yang tinggi (susut bobot lebih dari 20%). Kemasan karung plastik, kerusakan cabeditandai oleh timbulnya jamur dan mulai busuk basah, sedangkan pada kemasan kardus karton terjadinya busuk hitam kering.

Pada penyimpanan suhu kamar, kerusakan cabe pada kemasan jala terjadi setelah penyimpanan hari ke5, karung plastik setelah hari ke7 dan kardus karton setelah hari ke 13 (Gambar 7).Pada kemasan jala yang disimpan pada suhu kamar (±27-32°C), kerusakan ditandai dengan tingkat kekeringan yang tinggi dan susut bobot lebih dari 20% yaitu 30,72%.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahman

(33)

kerusakan ditandai timbulnya jamur dan mulai busuk basah (susut bobotnya 16,73%) , sedangkan pada kemasan kardus karton terjadinya busuk hitam kering (susut bobotnya sudah mencapai 24,77%).

(a) (b) (c)

Gambar 7Indikator kerusakan cabepada suhu kamar (a) Jala hari ke 5, (b) karung plastik hari ke 7 dan kardus karton hari ke 13

Pada suhu penyimpanan 15°C, kerusakan cabe yang dikemas jala terjadi setelah penyimpanan hari ke 13, karung plastik setelah hari ke17dan untuk kardus karton setelah hari ke 21 (Gambar 8). Pada suhu 15°C, indikator kerusakan cabe yang dikemas dengan karung dan kardus karton adalah sama yaitu cabe menjadi busuk hitam, namun berbeda tingkat kekeringannya, untuk cabe di karung plastik terjadi busuk basah (susut bobotnya 10,21%), sedangkan cabe di kardus karton busuk kering (susut bobotnya 10,52%). Cabe yang dikemas dengan jala memiliki susut bobot yang tinggi (rerata 22,90%) dengan kondisi cabe lebih basah bila dibandingkan dengan cabe yang disimpan pada suhu kamar.

Adanya jamur sebagai indikator kerusakan cabe digunakan juga pada penelitian Zaulia et al. (2006) dan hasil penelitian Vicente et al. (2005) menyatakan bahwa kerusakan cabe pada suhu dingin (10°C) disebabkan oleh cendawan Alternaria dan Botrytis, dan dapat dihambat bila dilakukan perlakuan penyinaran dengan cahaya UV-C .

(a) (b) Gambar 8Indikator kerusakan cabepada suhu 15°C

(34)

(a) (b) Gambar 9Indikator kerusakan cabepada suhu 10°C

(a) karung hari ke 21 dan (b) kardus karton hari ke 39 Penyimpanan dingin dapat mempertahankan kualitas cabe merah dan menghasilkan umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan suhu di atasnya. Suhu sangat berpengaruh pada cepat atau tidaknya laju respirasi karena pada suhu tinggi dapat menyebabkan proses pemecahan komponen komplek seperti karbohidrat dapat berlangsung lebih cepat.Hal ini dijelaskan oleh Wills et al. (1981) yang mengemukakan setiap peningkatan suhu 10 oC maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu di atas 35 oC laju respirasinya menurun karena aktivitas enzim terganggu sehingga menghambat difusi oksigen. Selain mengurangi laju respirasi dan metabolisme, suhu dingin dapat mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan, pelunakan serta tekstur dan warna; dan mengurangi kerusakan karena aktivitas mikroba.

Perubahan Kualitas Cabe Selama Penyimpanan

Analisa statistik dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kualitas cabe yang disimpan. Cabe dengan kemasan jala dijadikan kontrol untuk membandingkan kualitas cabe antar perlakuan. Batas lama penyimpanan disesuaikan dengan lama simpan cabe dengan kemasan jala yaitu untuk menyimpanan suhu kamar sampai hari ke 5, suhu 15°C sampai hari ke 13 dan suhu 10°C sampai hari ke 17.

Laju respirasi cabe

Respirasi merupakan proses metabolisme utama pada produk hasil panen yang dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia pada produk hasil panen. Respirasi merupakan suatu reaksi pemecahan bahan organik yang komplek menjadi lebih sederhana dengan melepaskan energi. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + 675 kal

(35)

panenterutama laju produksi gas CO2-nya. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek .

Gambar 10, 11 dan 12menunjukkan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2cabe selama penyimpanan mengalami penurunan dan tidak menunjukkan puncak respirasi, kenaikan laju respirasi baru terlihat pada akhir penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa cabe merah merupakan jenis sayuran dengan pola respirasi non klimaterik. Winarno (2002) menyatakan produk hortikultura golongan non-klimakterik tidak terlihat nyata perubahan yang terjadi pada fase pemasakan karena proses respirasi pada produk berjalan lambat. Pola laju respirasi cabe yang non klimaterik ditemui juga dalam penelitian Kan et al. (2007) dan pernyataan Antonio (2013). Kenaikan laju respirasi diakhir penyimpanan menunjukkan bahwa cabe telah masuk fase senescence (pembusukan) yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme yang mempengaruhi pola respirasi cabe.

(a) (b)

Gambar 10 Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu kamar dengan kemasan jala (●),karung plastik

(■)dan kardus karton (▲)

(a) (b)

Gambar 11 Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu 15ºC dengan kemasan jala (●), karung plastik

(36)

(a) (b)

Gambar 12Laju konsumsi gas O2 (a) dan laju produksi gas CO2 (b) cabe pada penyimpanan suhu 10ºC dengan kemasan jala (●), karung plastik

(■) dan kardus karton (▲)

Suhu penyimpanan memberi pengaruh nyata (taraf 5%) terhadap laju konsumsi O2sampai hari ke 14, setelah itu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 1a). Jenis kemasan memberi pengaruh terhadap laju konsumsi O2pada hari ke 2,3,4,5,8,10, 11, 13 dan15. Sedangkan interaksi kedua faktor terjadi pada hari ke 1,2,3,5 dan 8. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 2a menunjukkan suhu penyimpanan memberi pengaruh nyata (5%) terhadap laju produksi CO2 pada hari ke 1,2,3,4,5,7,dan 8, untuk jenis kemasan pada hari ke 3,4,5,9,10,12,13 dan 14. Interkasi kedua faktor hanya terjadi pada hari ke 2,3,4 dan 5.

Penurunan laju produksi CO2 di awal penyimpanan menunjukkan bahwa cabe adalah buah jenis non klimaterik. Buah golongan non-klimakterik tidak menunjukkan proses pematangan setelah dipanen dan pola respirasinya akan berubah menjadi lambat setelah pemanenan. Respirasi terus berlangsung selama penyimpanan hingga memasuki fase senescence yang ditandai dengan tidak adanya lagi substrat untuk tetap disintesa. Keadaan ini juga dialami pada penelitian Manolopoulou et al. (2012) pada paprika segar dengan modified atmosphere packaging dihasilkan bahwa laju repirasi paprika utuh yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan dari 5 ml CO2/kg.jam (hari ke 1) menjadi 2,7 ml CO2/kg.jam (hari ke 10) , dan memiliki laju yang konstan setelah penyimpanan 3 hari.

Pada Tabel 6 menunjukkan pengaruh interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 cabe merah selama penyimpanan. Semakin rendah laju respirasi yang dihasilkan oleh cabe menghasilkan kualitas yang lebih baik dan umur simpan yang lebih lama.Dari Tabel 6terlihat cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton pada suhu penyimpanan 10°C memiliki laju respirasi yang rendah pada penyimpanan hari ke 2, 3 dan 5. Berdasarkan parameter laju respirasi penyimpanan cabe pada suhu 10°C dengan kemasan karung plastik dan kardus karton memiliki laju respirasi cabe yang tidak berbeda nyata.

(37)

CO2/kg.jam dan Gonzalez-Aguilar (2013) menghasilkan laju produksi CO2 10-15 ml CO2/kg.jam. Berbeda laju respirasi cabe ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas cabe dan kondisi penyimpanan (termasuk kelembaban relatif (RH)).

Tabel 6 Pengaruh interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi cabe merah

Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama terletak pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 1b dan Lampiran 2b menunjukkan laju respirasi cabe yang dikemas kardus karton dan karung plastik lebih rendah dibandingkan dengan laju respirasi cabe yang dikemas jala.Laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 cabe yang dikemas jala memiliki rata-rata 31,82± 8,66 mlO2/kg.jam dan 29,17±7,67 ml CO2/kg.jam, sedangkan untuk cabe kemasan karung plastik adalah 28,40±7.17 mlO2/kg.jam dan 24,23±6,16 ml CO2/kg.jam dan cabe kemasan kardus karton adalah 27,42± 8,16 mlO2/kg.jam dan 25,55±9,28 ml CO2/g.jam.

Lambatnya laju respirasi cabe yang dikemas kardus karton dan karung plastik dibandingkan dengan jala (kontrol) menunjukkan bahwa kemasan dapat memperlambat laju respirasi cabe. Tidak berbeda nyata laju repirasi cabe pada kardus karton dan karung plastik mungkin disebabkan kedua kemasan ini masih mempunyai celah untuk alur udara yang sama luasnya (dalam kondisi tidak vakum),

(38)

sangat berpengaruh pada cepat atau tidaknya laju respirasi karena pada suhu tinggi dapat menyebabkan proses pemecahan komponen komplek seperti karbohidrat dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan Willset al. (1998) yang mengemukakan setiap peningkatan suhu 10 oC maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat.

Semakin rendah suhu penyimpanan menghasilkan laju respirasi yang lebih lambat sejalan dengan penelitian Jansasithorn et al. (2010), Monolopoulou et al.(2012), Gonzalez-Aguilar (2013)dan Zaulia et al. (2006). Laju produksi CO2 pada tiga kultivar cabe (paprika, Jalapenodan Habanero) yang disimpan pada suhu 0,4,8,12 dan 20°C meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu penyimpanan (Jansasithorn et al. 2010). Monolopoulou et al. (2012) menyatakan juga laju produksi CO2 yang dihasilkan oleh paprika utuh pada suhu 0°C (2,7 ±0,13 ml CO2/kg.jam) lebih rendah dibandingkan dengan paprika yang disimpan pada suhu 5°C (6,9±0,17 ml CO2/kg.jam). Gonzalez-Aguilar (2013) menyatakan laju produksi CO2 paprika semakin cepat dengan meningkatnya suhu, pada suhu 5°C laju produksi CO2 sekitar 7-8 mg CO2/kg.jam, suhu 10°C sekitar 10-15 mg CO2/kg.jam, suhu 15°C sekitar 24-30 mg CO2/kg.jam dan suhu 20°C sekitar 32-36 mg CO2/kg.jam. Zaulia et al. (2006) yang meneliti pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kualitas cabe merah segar yang diiris pada suhu 2°C memiliki umur simpan selama 24 hari dibandingkan cabe yang disimpan pada suhu 25°C (3 hari). Suhu rendah dapat memperlambat aktivitas fisiologi.

Kenaikan susut bobot cabe

Perubahan susut bobot pada cabe disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang mengakibatkan kehilangan substrat dan air. Secara umum, susut bobot cabe semakin meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan pada semua tingkatan suhu. Menurut Znidarcicetal. (2010) penurunan berat sayuran setelah panen disebabkan oleh kehilangan air melalui proses transpirasi. Susut bobot dapat menyebabkan layu dan mengkerutnya permukaan cabe sehingga mengurangi penerimaan konsumen dan harga jual.

Susut bobot cabe hasil penelitian ini berkisar antara 0,35% sampai 37,51% selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 3a menunjukkan jenis kemasan, suhu penyimpanan dan interaksi kedua faktor memberi pengaruh nyata terhadap nilai kenaikan susut bobot cabe yang diukur sampai hari ke 13. Sedangkan untuk hari ke 15 dan 17 hanya dipengaruhi oleh jenis kemasan.

(39)

yang disimpan pada kondisi MAP. Pada kondisi atmosfer normal susut bobotnya antara 20-25%, sedangkan dalam MAP sebesar 3-5%.

(a)

(b)

(c)

(40)

Cabe yang dikemas jala memiliki susut bobot tertinggi pada setiap suhu penyimpanannya. Fluktasi suhu yang tinggi tanpa ada kemasan yang menghalangi pergerakan udara, memngharuskan cabe untuk mencari titik kesetimbangan udara antara udara sekitarnya dengan yang di jaringan cabe sehingga meningkatkan tekanan uap air keluar dari jaringan cabe. Wills et al. (1998) menyatakan ketika air menguap dari jaringan, tekanan turgor menurun dan sel sel mulai menyusut dan rusak sehingga buah kehilangan kesegaran.

Awal penyimpanan bobot cabe yang dikemas memiliki rata-rata 3 kg per kemasan, dan mengalami penurunan bobot yang berbeda pada setiap perlakuan. Setelah penyimpanan 17 hari kardus karton memiliki susut bobot terendah (rerata 4.72± 2,004 %) dibandingkan dengan karung plastik (rerata 5,89 ± 2,84 %) dan jala (rerata 19,72 ± 11,0 %). Menurut Lownds et al. (1994) kemasan dapat menurunkan kehilangan air rata-rata 20 kali atau lebih pada setiap penyimpanan. Kardus karton menghasilkan susut bobot terendah mungkin karena dapat menahan proses transpirasi dibandingkan dengan kemasan lainnya.

Tabel 7 menunjukkan hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kenaikan susut bobot. Penyimpanan sampai hari ke 5 menghasilkan kenaikan susut bobot yang tidak berbeda nyata pada cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton pada suhu 10°C dan 15°C, sedangkan untuk suhu kamar susut bobot cabe pada kemasan kardus lebih rendah dari pada cabe dikemasn karung plastik. Namun setelah penyimpanan 5 hari, susut bobot cabe pada kardus karton lebih rendah dibandingkan kemasan karung plastik pada suhu yang sama. Ini berarti kemasan karung plastik sama baiknya dengan kemasan kardus karton sampai penyimpanan 5 hari, setelah itu, kemasan kardus karton lebih baik dibandingkan dengan kemasan yang lain. Interkasi jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap kenaikan susut bobot sejalan dengan penelitian Monolopoulouet al. (2010) yang menyimpulkan susut bobot terendah terjadi pada paprika yang dikemasn MDPE pada suhu 10°C selama penyimpanan 14 hari.

Tabel 7 Kenaikan susut bobot (%) cabe merah terhadap interaksi jenis kemasan dan suhu penyimpanan

Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama terletak pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

Ben-Yehoshua (1987)menyatakan kenaikan presentasi dari kehilangan berat buah selama penyimpanan dapat disebabkan dari efek transpirasi. Transpirasi yaitu penguapan air dari permukaan produk hortikultura yang menyebabkan

(41)

kekeringan dan kelayuan (Winarno 2002). Proses transpirasi ini merupakan bagian dari proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan dimana pada saat terjadinya pemecahan makromolekul kompleks menghasilkan air dalam bentuk uap. Uap air yang terbentuk ini akan lebih mudah melewati kemasan jala dankarung plastik daripada kardus karton. Jala dan karung plastik memiliki pori-pori yang lebih besar dibandingkan dengan kardus karton. Sedangkan pada kardus karton, uap air yang keluar di serap oleh lapisan karton. Sehingga susut bobot kardus karton lebih rendah dibandingkan dengan kemasan lainnya.

Pada umumnya perlakuan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme yang disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang keluar relatif kecil. Seperti pada penelitian Rahmawati et al. (2009) susut berat pada cabe rawit putih pada penyimpanan suhu 10°C pada hari ke 15 adalah 2,8% lebih rendah dibandingkan dengan suhu 20°C pada hari yang sama sebesar 4,5%. Rao et al. (2011), susut berat paprika yang disimpan pada suhu 25°C lebih besar daripada suhu 10°C. Hasil penelitian yang sama pun dihasilkan dari penelitian Tano et al. (2008) dan Nyanjage et al. (2005).

Namun dalam penelitian ini didapat susut bobot pada suhu 10°C menghasilkan susut bobot lebih tinggi yaitu dengan rerata10,18 ± 5,69% dibandingkan dengan suhu 15°C sebesar 6,69 ± 4,15% selama penyimpanan cabe 17 hari. Karena gejala ini terjadi dari awal penyimpanan, tidak mungkin diakibatkan oleh faktor chilling injuryyang terjadi pada suhu rendah. Chilling injury pada cabe (Capsicum Annum L) terjadi pada penyimpanan di bawah suhu 7 ° C (45 ° F) (Kan et al., 2007; Gonzalez-Aguilar, 2013). Faktor luar yang dapat menyebabkan gejala yang berbeda pada kondisi umum adalah faktor kelembaban relatif udara ruang penyimpanan. Semakin tinggi kelembaban udara pada suatu ruangan dapat memperkecil kehilangan air yang mengakibatkan semakin rendahnya penyusutan bobot produk. Pada penelitian ini, kelembaban relatif selama penyimpanan 17 hari, untuk ruangan suhu 10°C (rerata 76,1 ± 8,61 %) lebih rendah dibandingkan dengan ruangan 15°C (rerata80,3 ±13,7 %). Selain faktor suhu penyimpanan yang harus dijaga, penyimpanan produk segar harus pula memperhatikan dan mempertahankan kelembaban relatif dari ruangan penyimpanan. Apabila kelembaban relatif bisa dikontrol selama penyimpanan, maka kondisi umum yang biasa terjadi dapat terjaga.

Penurunan tingkat kekerasan cabe

Perubahan tekstur merupakan salah satu perubahan fisiologi yang terjadi sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura. Perubahan tekstur yang dapat dijadikan indikasi kerusakan cabe adalah menurunnya tingkat kekerasan cabe sehingga menjadi lunak selama penyimpanan. Penurunan tingkat kekerasan cabe selama penyimpanan sesuai dengan penelitian Vicente et al. (2005) dan Taksinamamee et al. (2006).

(42)

berpengaruh nyata pada hari ke 9.Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) menunjukkan kemasan karung plastik (rerata 3,36 ± 0,48 N) dan kardus karton (rerata 3,55 ± 0,40 N) memiliki nilai kekerasan yang tidak berbeda nyatadan lebih rendah daripada cabe yang dikemas pada jala (rerata 4,05 ± 0,74 N). Jala memiliki nilai kekerasan yang tertinggi bukan karena masih segar, namun karena telah mengalami kekeringan sehingga permukaan cabe berkerut dan keras.

Peningkatan nilai kekerasan cabe yang dikemas jala terjadi disebabkan karena kehilangan tekanan turgor akibat berkuranganya air pada permukaan buah. Dengan hilangnya turgor menjadikan konsistensi cabe berubah sehingga pada saat dilakukan uji kekerasan, daging buah cabe berubah liat (hampir seperti jeli) sehingga probe (diameter 2,5 mm berbentuk jarum) dari rheometer susah untuk menembus daging buah yang menjadikan nilai tekanan yang terlihat pada display

lebih besar nilainya. Tucker et al. (1993) mengatakan kehilangan turgor sebagian besar dikarenakan bukan oleh proses fisiologi.

Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa tingkat kekerasan pada cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton memiliki pola perubahan kekerasan yang hampir sama dan cenderung menurun. Sedangkan perubahan kekerasan pada cabe yang dikemas jala mempunyai pola garis yang menaik selama penyimpanan. Ini menandakan bahwa kemasan dapat menstabilkan tingkat kekerasan cabe.

Gambar 14Perubahan tingkat kekerasan (Newton) cabe pada kemasan jala (●), karung plastik (■)dan kardus karton (▲) selama penyimpanan

(43)

Suhu penyimpanan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tekstur dari buah. Apabila suhu penyimpanan terlalu tinggi dapat menyebabkan proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat sehingga menyebabkan kandungan air dari buah lebih cepat mengalami penurunan yang dapat mengakibatkan berkurangnya ketegaran buah (firmess).

Walaupun hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) tidak menunjukkan suhu penyimpanan memberi pengaruh terhadap perubahan kekerasan cabe, namun pada Gambar15menunjukkan cabe yang disimpan pada suhu kamar memiliki kecenderungan penurunan tingkat kekerasan yang lebih cepat dibandingkan dengan cabe yang disimpan pada suhu 15°C dan 10°C.

Penurunan nilai kekerasaan cabe selama penyimpanan sesuai dengan hasil penelitian Rachmawatiet al.(2009) yang menyatakan terjadinya perubahan struktur cabe rawit putih menjadi lunak dan keriput setelah penyimpanan 15 hari pada suhu 20°C dan 29°C. Hal ini disebabkan oleh oksidasi pektin dimana pada saat pematangan pektin tidak mampu lagi mengikat air pada buah cabe sehingga air yang keluar semakin besar dan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak dan keriput.

Perubahan tekstur produk yang semula keras menjadi lunak ini dikarenakan kehilangan air yang menjadikan komposisi dinding sel berubah sehingga menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun.Winarno (2002) mengemukakan secara kimiawi dinding sel tersusun dari senyawa-senyawa yang sangat komplek, antara lain selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Pektin adalah polisakarida yang menyusun sepertiga bagian dinding sel tanaman, terletak pada bagian tengah lamella dinding sel. Sifat terpenting dari pektin adalah kemampuannya membentuk gel dan sebagai bahan pengental. Pada waktu buah menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat sedangkan jumlah zat pektat seluruhnya menurun, akibatnya akan melemahkan ikatan dinding sel sehingga ketegaran buah akan berkurang. Dalam proses pengembangan dan pematangan, tekanan turgor sel selalu berubah. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan oleh perubahan dinding sel dan perubahan tersebut akan mempengarui firmness dari buah.

(44)

Sjaifullah et al. (1996) menyatakan proses hidrolisis protopektin dan pektin yang berperan dalam menjaga tingkat kekerasan buah berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Kerja enzim pektinesterase adalah mengubah protopektin

menjadi pektin yang larut dalam air dan/atau enzim α- amilase dan β- amilase bekerja lebih cepat pada suhu tinggi. Salah satu enzim yang memotong ikatan glikosidik pada polisakarida adalah enzim α-amilase yang terdapat pada jaringan

tanaman. Mekanisme pemotongan ikatan α, 1-4 pada molekul amilosa dimulai

dengan cara mendegradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa. Proses tersebut terjadi secara acak dan cepat yang diikuti dengan penurunan viskositas sel secara drastis yang menyebabkan kekerasan buah menjadi berkurang.

Perubahan warna cabe

Perubahan warna merupakan perubahan yang paling terlihat pada proses pematangan buah karena terjadinya sintesis dari pigmen tertentu seperti karatenoid dan flavonoid, disamping terjadinya perombakan klorofil. Perombakan klorofil menyebabkan pigmen karotenoid yang sudah ada namun tidak nyata menjadi nampak (Winarno 2002). Warna pada cabe merah dikendalikan oleh beberapa senyawa karotenoid seperti capsanthin, capsorubin dan xanthophylls untuk warna merah, sedangkan warna kuning orange oleh

senyawa β-karoten dan zeaxanthin ((Ittah et al.1993)

Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan cabe dimana nilai L* berkisar antara 0 (hitam) hingga 100 (putih). Hasil analisis sidik ragam Lampiran 5a menunjukkan jenis kemasan memberi pengaruh nyata (taraf 5%) terhadap nilai L* pada hari ke 3,5.9 dan 13, sedangkan suhu hanya pada penyimpanan hari ke 3 dan 5. Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata.

Rata-rata nilai kecerahan (l*) awal cabe adalah 36,48 ± 0,91 dan selama penyimpanan mengalami penurunan dengan rata-rata 35,86± 1,08.Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 5b, menunjukkan kemasan jala memiliki nilai L* (rerata 36,68 ±0,64) lebih tinggi dibandingkan cabe di karung plastik (rerata 35,95± 0,58) dan kardus karton (rerata 35,78±0,77). Nilai kecerahan warna cabe yang dikemas jala (kontrol) lebih tinggi (lebih pudar) dibandingkan kecerahan awal cabe, sedangkan pada cabe yang dikemas karung plastik dan kardus karton lebih rendah dibandingkan kecerahan cabe awal. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian Lownds et al. (1994) menghasilkan peringkat warna cabe yang tidak dikemas lebih tinggi dibandingkan dengan cabe yang dikemas pada suhu 8°C, 14°C dan 20°C selama 14 hari.Ini juga dapat diartikan bahwa kemasan dapat mempertahankan warna kecerahan cabe karena kemasan dapat menjaga kelembaban dan menahan kehilangan air.

Gambar

Tabel 1   Produksi cabe di pulau-pulau utama Indonesia dari tahun 2009 – 2011
Gambar 2 Diagram alir proses penelitian cabe merah segar
Gambar 3  Cara pengukuran laju respirasi cabe
Gambar 4 Cara peengukuran nilai kekerasan cabe merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari tahap observasi proses belajar mengajar melalui pembelajaran Siklus II, hasil yang dicapai memuaskan terutama pada

Samsul Inosentius, “Instrumen Hukum Penanggulangan Kebakaran Hutan, Lahan, Dan Polusi Asap” , Info Singkat Hukum, Vol.. hukum sampai dengan kasasi di Mahkamah Agung. Dalam

Adapun hasil pengujian hipotesis secara simultan (uji F), kepatuhan wajib pajak, mekanisme izin pemasangan reklame, dan pengetahuan wajib pajak secara bersama-sama

Dengan berkembangnya program komputer untuk melakukan analisa struktur yang dapat memudahkan pembuatan model dan analisis, lalu dikarenakan melakukan percobaan

No revenue is to be reported. Because the franchisor fails to render substantial services to the franchisee as of December 31, 2008.. The down payment of P600,000 is recognized

Az interaktív tábla olyan, a pedagógiai folyamatban is jól hasznosítható IKT (Információs és Kommunikációs Technológia) eszköz, amely egy szoftver

Ada beberapa kepala keluarga yang terdapat pada Kecamatan Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara melakukan poligami. Poligami yang dilakukan atas dasar alasan-alasan

Dari kisah Waseng sari yang menjadikan cerita ini hebat adalah perjuangan menyatukan cinta antara Panji dan Amahi Lara (Raden Galuh).. Perjalanan cinta yang