• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 1 Parameter dan Kurva Infiltras

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4 1 Parameter dan Kurva Infiltras

Parameter Infiltrasi

Dari hasil pengukuran laju infiltrasi selama 4 fase pertumbuhan tanaman padi, dapat diduga parameter-parameter infiltrasinya (Tabel 8.). Nilai setiap parameter sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah sawah terutama permeabilitas, porositas dan tekstur. Pada setiap fase laju infiltrasi juga akan bergantung dari kondisi lahan dan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi.

Dari data pengukuran dapat diketahui laju infiltrasi rata-rata terbesar terjadi pada fase 3 di teras tengah sebesar 1065,2 mm/jam (Tabel 8.) kondisi lahan pada fase ini dalam keadaan kering dan umur tanaman padi sudah mencapai 49 hari. Selain lahan yang kering, perakarannya pun sudah cukup untuk membuka ruang pori dalam tanah.

Tabel 8. Parameter infiltrasi

Fase 1 Teras fo mm/jam fc mm/jam t jam K A 537,3 140,7 65173 0,612 T 15,6 2191 B 179,0 76,0 3383 0,908 Fase 2 A 3,3 6565 T 1,9 5593 B 16,7 4362 Fase 3 A 743,2 367,0 1235 0,454 T 2886,0 1065,2 1660 0,822 B 300,3 120,9 2492 0,784 Fase 4 A 19,3 1830 T 27,4 20,1 2921 1,061 B 10,1 1819

Catatan: t adalah waktu pada saat laju infiltrasi konstan.

Laju infiltrasi rata-rata terkecil terjadi pada fase 2 sebesar 1,9 mm/jam (Tabel 8.) masih di teras tengah dimana pada fase ini kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan dalam masa pelumpuran, pertumbuhan padi masih dalam masa pematangan dan pemanjangan batang. Padi baru berumur ± 20 hari setelah semai. Pada fase ini padi sedang dalam pemupukan.

Dengan adanya pemupukan pori-pori tanah akan terisi oleh pupuk dan terjadi pemampatan tanah oleh pupuk sehingga proses infiltrasi menjadi lebih terganggu dan menghasilkan laju infiltrasi yang kecil dibandingkan dengan fase-fase yang lain.

Pada Tabel 8. ada beberapa kolom yang kosong. Kosongnya kolom tersebut dikarenakan infiltrasi sudah dalam keadaan konstan atau sudah mencapai kapasitas infiltrasi, sehingga f = fo = fc. Konstannya nilai infiltrasi disebabkan oleh lahan yang sudah jenuh.

Pada saat infiltrasi sudah dalam keadaan konstan, maka dapat ditentukan juga kelas infiltrasinya.

Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase

Laju & Kelas infiltrasi konstan (mm/jam)

Level

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Atas Cepat Lambat Sangat Cepat Agak Lambat Tengah Agak Lambat Lambat Sangat Cepat Sedang Bawah Agak Cepat Agak Lambat Cepat Agak Lambat

Liu (2001) menyebutkan bahwa laju infiltrasi awal di lahan sawah pada kondisi kering akan lebih besar dan perbedaannya akan signifikan pada saat lahan sawah itu sedang berada dalam kondisi yang lain, seperti penggenangan dan pelumpuran.

Kondisi teras yang berbeda pada tiap ketinggian membuat pergerakan air dari teras atas ke teras tengah lalu ke teras bawah tidak terlihat, sehingga laju infiltrasi tiap teras tidak saling berhubungan. Hal ini disebabkan posisi bawah pada masing- masing teras. Posisi bawah di teras atas dan tengah diisi oleh batuan-batuan yang padat membuat pergerakan air di dalam tanah terhambat akibatnya air bergerak ke teras bawah hanya melalui limpasan permukaan.

Kurva infiltrasi

Untuk mengetahui lebih jelas laju infiltrasi di tiap teras dan fase disajikan melalui kurva infiltrasi pada Gambar 4, 5, 6, dan 7. yang mewakili teras dan fasenya.

Gambar 4. merupakan kurva infiltrasi terhadap waktu pada fase 1, di tiap

teras. Pada fase ini terlihat variasi dari tiap teras, infiltrasi terbesar pada teras atas diikuti teras bawah kemudian teras tengah. Variasi ini disebabkan oleh faktor

pelumpuran dan kejenuhan lahan. Di level atas dan bawah pelumpuran tidak begitu dalam, yaitu ± 15 cm pada teras atas dan ± 20 cm pada teras bawah, sedangkan pada

Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1

Gambar 5. Infiltrasi pada fase 2

Teras Atas U1 0 100 200 300 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 waktu (dtk) inf ilt ra s i ( m m /ja m ) Teras Tengah U2 0 100 200 300 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m ) Teras Bawah U3 0 100 200 300 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Waktu (dtk) Inf ilt ra s i ( m m /ja m ) Teras Atas U2 0 25 50 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m ) Teras Bawah U3 0 25 50 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Gambar 6. Infiltrasi pada Fase 3

teras tengah pelumpuran mencapai 26 cm. Pelumpuran menyebabkan lahan menjadi basah, semakin berlumpur lahan semakin jenuh karena kandungan air pada lahan semakin besar.

Pada Gambar 5. infiltrasi yang terukur hanya pada dua teras, yaitu teras atas dan bawah. Pada pengukuran infiltrasi fase 2, proses pengukuran lebih lama dari proses pengukuran infiltrasi fase 1. Pada fase 2 satu kali ulangan membutuhkan waktu 4-5 jam itupun pemberian air pada ring dalam tidak lebih dari 4 kali. Dari Gambar 5. tidak lebih dari 4 data yang bisa diambil. Hal ini menunjukan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi.

Gambar 7. Infiltrasi pada Fase 4

Pada pengukuran infiltrasi fase 3, padi pada lahan sawah sudah berumur kurang lebih 49 hari setelah semai dimana biji-biji pada tanaman padi sudah terbentuk namun masih hijau dengan jarak tanam padi 20 cm. Data yang dihasilkan dari pengukuran ini terlihat pada Gambar 6. dimana laju infiltrasi terbesar terjadi di teras tengah diikuti teras atas kemudian bawah.

Perlakuan pada lahan di teras atas sama dengan teras bawah, yaitu sebagian kering, sebagian basah dan sebagian lagi tergenang. Sedangkan pada teras tengah lahan sebagian besar kering. Secara kebetulan titik-titik pengukuran pada teras atas dan tengah mewakili semua kondisi lahan tapi untuk teras tengah titik

pengukuran tepat berada pada lahan yang kering. Teras Atas U3 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 0 1000 2000 3000 4000 Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am ) Teras Tengah U1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 0 1000 2000 3000 4000 Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am ) Teras Bawah U1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 0 1000 2000 3000 4000 Waktu (dtk) In filt ra s i (mm /j am ) Teras Atas U1 0 25 50 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m ) Teras Tengah U3 0 25 50 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m ) Teras Bawah U2 0 25 50 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Waktu (dtk) In filt ra s i ( m m /ja m )

Pada fase ini perakaran tanaman padi sudah bisa membuka ruang pori tanah sehingga air bisa dengan mudah terinfiltrasi.

Fase 4 (Gambar 7.) merupakan fase pengukuran terkahir. Pada fase ini data yang dihasilkan dari masing-masing teras tidak berbeda jauh dengan fase 1 dan fase 2. Pengukuran infiltrasi fase 4 dilakukan setelah sawah panen dengan asumsi keadaan lahan kering kerontang. Namun yang terjadi adalah kondisi lahan basah seperti pada pengukuran fase 1. Pada fase 4 ini sawah oleh petani setelah panen langsung diairi dengan alasan agar keadaan lahan tetap basah dan mudah untuk diolah, hal ini dilakukan karena air yang setiap saat tersedia. Fase 4 lahan sawah menyisakan sisa-sisa perakaran dan jerami padi sehingga mengganggu proses pengukuran infiltrasi

Variasi infiltrasi pada setiap fase dan level di salah satu lahan sawah di wilayah mikro DAS Cibojong memperlihatkan bahwa infiltrasi dapat dipengaruhi oleh masa pertumbuhan tanaman khususnya sistem perakaran, kondisi lahan (pelumpuran) dan sisa-sisa perakaran dan jerami setelah panen. Data hasil pengukuran infiltrasi selama 4 fase terlampir.

4. 2. Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Laju Infiltrasi

Porositas, permeabilitas, dan tekstur Sifat fisik tanah yang paling dominan dalam mempengaruhi proses infiltrasi adalah porositas, permeabilitas, dan tekstur.

Ruang pori yang terdapat dalam tanah sangat menentukan pergerakan air dalam tanah, ukuran ruang pori yang dapat meloloskan air dengan kecepatan sedang sampai dengan cepat berukuran diatas 28,8 µm (Rachim, 2000). Ruang pori ini akan bertambah besar apabila terdapat sistem perakaran tanaman. Pada fase 3 pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi pada kondisi lahan yang kering mampu meningkatkan laju infiltrasi yang signifikan pada tiap teras. Sedangkan tiga fase yang lain, yaitu 1, 2, dan 4 tidak begitu terpengaruh dikarenakan lahan sudah jenuh air dimana tanahnya sudah mencapai kapasitas infiltrasi.

Sifat fisik tanah lain yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah permeabilitas. Permeabilitas ini merupakan ukuran yang menunjukkan kemudahan air di

dalam tanah untuk bergerak atau mengalir. Penentuan permeabilitas ini sangat tergantung dari kondisi sampel. Sampel yang baik adalah sampel pada kondisi tanah yang stabil. Dari data hasil analisis pada Tabel 10. nilai permeabilitas berada pada kisaran kelas permeabilitas sedang dan agak cepat. Nilai permeabilitas terbesar pada fase 3 dimana rata-rata kisaran nilainya seragam untuk tiap teras sebesar 111.08 mm/jam.

Permeabilitas juga dipengaruhi oleh ruang pori dalam tanah. Sehingga baik permeabilitas maupun laju infiltrasi yang terukur pada fase 3 memberikan nilai yang besar. Sebagai pembanding pada Tabel 10. dapat dilihat kelas permeabilitas dan kelas laju infiltrasi pada tiap teras dan fase. Besar kecilnya laju infiltrasi akan selalu mengikuti permeabilitas tanahnya dalam meloloskan air.

Tabel 10. Perbandingan kelas infiltrasi dengan kelas permeabilitas

Fase Level

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

P sedang agak cepat agak cepat sedang Atas I cepat lambat Sangat cepat agak lambat P sedang sedang agak cepat sedang Tengah I agak lambat sangat cepat sedang P sedang sedang agak cepat agak cepat Bawah I agak cepat agak lambat cepat agak lambat Catatan: P: Permeabilitas; I: Infiltrasi

Kelas tekstur pada lahan sawah hampir sama di setiap teras dan fase, yaitu didominasi oleh kelas lempung pada teras atas dan tengah dan sedikit kelas tekstur lempung liat pada teras bawah.

Tabel 11. Tekstur dan kelas tekstur

Tekstur (%)

Level Pasir Debu Liat Kelas Atas 24,63 48,79 26,59 Lempung Tengah 27,22 41,30 30,40 Lempung Bawah 39,52 35,81 24,67 Lempung berliat

Apabila dikaitkan dengan kelas permeabilitas, kelas tekstur ini menunjukan permeabilitas sedang. Permeabilitas sedang merupakan karakter tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung. Tekstur pada lahan sawah yang terukur termasuk tanah bertekstur sedang tetapi agak halus dan

masuk ke dalam kelas tekstur lempung pada level atas dan tengah dan kelas lempung berliat pada level bawah.

Pengaruh tekstur terhadap laju infiltrasi akan terlihat pada waktu tektsur tanah pada kondisi kering. Kelas teksur lempung akan mudah pecah atau retak-retak apabila dalam kondisi kering. Pada saat itulah laju infiltrasi akan besar selain itu beda potensi kapiler lapisan tanah atas dan bawah pada kondisi kering akan menyebabkan air jatuh di permukaan tanah akan diserap dengan cepat.

Sedangkan pada fase 1, 2, dan 4 walaupun masih memiliki kelas tekstur yang sama namun penggenangan lahan telah membuat pengaruh sifat fisik tanah tidak terlihat berpengaruh pada laju infiltrasi. Data lengkap hasil pengukuran baik untuk nilai porositas, permeabilitas, dan tekstur terlampir.

pF

Gambar 8. Kurva pF pada setiap fase

Rachim (2000) menyebutkan bahwa pori-pori dalam suatu masa tanah merupakan rongga-rongga diantara partikel- partikel tanah yang dapat berisi air atau udara. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik diperlukan proporsi atau perimbangan antara pori-pori yang terisi air dan udara

Untuk mengetahui distribusi pori dalam tanah ditetapkan kurva pF, yaitu logaritma dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam sentimeter tinggi kolom air. (Gambar 8.).

Kadar air pada tiap-tiap teras di tiap fase memberikan variasi yang kecil jumlahnya, namun nilai kadar airnya menurun dari fase 1 ke fase 4. Penurunan nilai ini menunjukkan kadar air yang dibutuhkan oleh tanaman akan semakin berkurang selama proses pertumbuhan tanaman berlangsung. 4 fase pertumbuhan tanaman padi memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air pada lahan, menjelang panen air pada lahan akan dikurangi untuk mempercepat pematangan biji dan untuk mencegah kelebihan air yang bisa menyebabkan biji padi membusuk.

Tabel 12. Kadar air tanah pada berbagai nilai pF (mm) Nilai pF Teras pF 1 pF2 pF2.54 pF4.2 AT Fase 1 A 570 490 440 230 210 T 450 410 370 170 200 B 560 490 440 200 240 Fase 2 A 550 460 400 270 130 T 550 510 460 310 150 B 570 450 400 320 80 Fae 3 A 550 460 340 220 120 T 530 410 330 230 100 B 530 420 310 180 130 Fase 4 A 490 440 340 240 100 T 570 490 370 250 120 B 490 410 310 200 110 Catatan: AT (air tersedia)

Kurva pF 4 Fase pada Teras Atas

0 1 2 3 4 5 0 10 20 30 40 50 60

Kadar Air (%vol)

N ila i p F Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Kurva pF 4 Fase pada Teras Tengah

0 1 2 3 4 5 0 10 20 30 40 50 60

Kadar Air (%vol)

N ila i p F Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Kurva pF 4 Fase pada Teras Bawah

0 1 2 3 4 5 0 10 20 30 40 50 60 70

Kadar Air (%vol)

N ila i p F Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Nilai pF yang penting bagi pertumbuhan tanaman, yaitu pF 2,54 dan pF 4,2. Karena air tersedia berada diantara kedua nilai ini. pF 2,54 sebagai nilai kapasitas lapang dan pF 4,2 sebagai nilai titik layu permanen, sedangkan air tersedia dilapangan didapatkan dari selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Sedangkan untuk pF 1 dan pF 2 tidak terlalu berpengaruh karena keduanya pemegang pori drainase sedang dan cepat, air tidak akan tersimpan dalam tanah melainkan diloloskan.

Jumlah air tersedia hasil pengukuran mengindikasikan pada lahan sawah itu cukup air dan bahkan lebih dari cukup sehingga resiko cekaman air untuk tanaman kecil.

Laju infiltrasi terlihat terpengaruh oleh besarnya kadar air pada lahan. Laju infiltrasi meningkat seiring dengan berkurangnya kadar air pada lahan sawah (fase 3) walaupun penurunan kadar airnya tidak terlalu signifikan.

Data lengkap nilai pF terlampir.

4. 3. Berat Isi dan Kedalaman serta Peranan Lapisan Kedap Air Sawah di kampung Cikalong menurut petani setempat telah di buka belasan tahun yang lalu (informasi dari hasil wawancara). Awal mulanya lahan sawah merupakan areal hutan yang kemudian digunduli untuk dijadikan areal persawahan. Dikarenakan tanahnya yang miring, maka petani setempat mengisi lapisan tanah dengan batu sungai agar tidak terjadi erosi.

Dari data hasil analisis nilai berat Isi untuk teras atas dan tengah semakin dalam semakin besar (Gambar 9.) karena lapisan di bawahnya merupakan batuan. Sedangkan untuk teras bawah sampai dengan kedalaman 30-40 cm nilai berat isi meningkat namun pada kedalaman 40-50 cm nilai berat isi berkurang. Susilowati (2004) menyatakan pada umumnya setelah sawah mencapai umur lebih dari 4 atau 5 tahun, kekedapan tanah di sawah semakin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna. Suganda (1992) juga menyatakan lapisan kedap dapat ditemukan pada lahan yang telah lama disawahkan. Lapisan ini tebalnya kira-kira 5 cm, nilai berat isi lebih besar daripada lapisan tanah di atas dan di bawahnya. Nilai berat isi pada teras bawah menunjukkan ada lapisan dimana lapisan itu lebih padat dibandingkan lapisan di atas maupun di bawahnya, yang

berada pada kedalaman 30-40 cm. Data ini mengindikasikan pada lahan sawah tersebut terdapat suatu lapisan yang ciri-cirinya mirip dengan lapisan kedap air.

Gambar 9. Berat Isi pada setiap fase

Peranan lapisan kedap air dalam proses infiltrasi ini adalah sebagai penahan air agar air yang terinfiltrasi tidak langsung terpekolasi ke lapisan jenuh, sehingga air akan tetap tersedia untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila air terpekolasi ke lapisan jenuh, maka air tersedia akan mendekati nilai titik layu permanen dan akan menyebabkan lahan kekurangan air dan perlu diberi tambahan air. Dengan adanya lapisan kedap air tersedia untuk tanaman akan tetap dipertahankan hingga mencapai nilai kapasitas lapang, dengan demikian pada lahan tersebut tidak perlu ditambahkan air.

Namun dampak dari lapisan kedap akibat pengolahan tanah sawah yang terus menerus tanpa memperhatikan perbaikan kedalaman zone perakaran, mengakibatkan lapisan tersebut akan semakin dangkal (< 20

Berat Isi 4 Fase Teras Atas

60 50 40 30 20 10 0 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 Berat Isi (g/cm3) K e d a la ma n ( c m) Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Berat Isi 4 Fase pada Teras Tengah

35 30 25 20 15 10 5 0 0.00 0.50 1.00 1.50 Berat Isi (g/cm3) K e da la m a n ( c m ) Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

Berat Isi 4 Fase pada Teras Bawah

60 50 40 30 20 10 0 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 Berat Isi (g/cm3) K e da la m a n ( c m ) Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

cm) dan semakin padat sehingga akan berpengaruh buruk bagi tanaman. Abas dan Abdurachman (1985) menyebutkan dengan meningkatnya kepadatan tanah maka jumlah pori-pori aerasi akan semakin rendah, ketahanan penetrasi tanah semakin besar dan perakaran semakin dangkal. Hal itu akan mengganggu pertumbuhan tanaman.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait