• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2 1 Proses Infiltras

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2 1 Proses Infiltras

Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah disebut infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah dan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan maksimum tanah dalam meresapkan air dalam kondisi tertentu. Baik laju maupun kapasitas memiliki satuan yang sama, yaitu satuan panjang per satuan waktu (mm/jam). Air yang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping.

Chu and Marino (2005) menyebutkan bahwa proses infiltrasi bisa tergantung dari jenis tekstur tanah. Perbedaan lapisan tanah dan susunannya merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi infiltrasi. Laju infiltrasi pada tanah liat akan lebih lambat daripada pada tanah berpasir. Dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977), lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung atau silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan disebut lapisan kebal air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel.

Simpanan air dalam tanah tergantung dari keseimbangan air dalam tanah (Weiler dan McDonnell, 2004). Perubahan air di dalam simpanan air akan tergantung dari jumlah air yang masuk dan keluar. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan tersimpan sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi kemudian air akan bergerak secara vertikal menuju

groundwater melalui perkolasi dan sebagian lagi akan mengalir ke samping menjadi aliran permukaan atau mengalir dibawah permukaan.

2. 2. Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan

Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Intensitas hujan). Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah genangan di atas permukaan atau aliran permukaan. Dengan demikian laju infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan. Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda dengan tempat yang lain dan waktu yang lain, salah satunya ditentukan oleh tipe penggunaan lahan.

Tegakan batang dan akar yang keluar permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan yang lebih lama kepada air untuk masuk ke dalam tanah.

Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus hidrologi Sumber: http://www.lablink.or.id/hidro

Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi

Lahan Tipe Tanam / Tanaman Laju infiltrasi (mm/jam) Pertanian Rumput Hutan Pertanian praktis Lahan terasering Cenchrus ciliaris Prosopis juliflora Acacia nilorica Dalbergia sissoo 5 12 36 39 27 45

(Sumber: Agnihotri dan Yadav, 1995)

Lahan hutan memiliki laju infiltrasi yang lebih besar diikuti lahan rumput lalu lahan pertanian. Permukaan tanah yang tertutup oleh pohon-pohon dan rumput- rumputan akan mempercepat laju infiltrasi. Pohon, rumput dan tumbuhan lainnya bukan hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi juga lapisan humus, perakaran dan galian-galian serangga yang terjadi membuka ruang pori dalam tanah. Pada lahan pertanian proses infiltrasi akan terganggu diakibatkan oleh pengolahan lahan baik pembajakan dengan mesin atau hewan.

Selain tipe penggunaan lahan beberapa sifat fisik tanah juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi, seperti berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pF.

Fungsi tanah adalah sebagai media berpori yang menyediakan lubang pori sebagai jalan masuknya air ke dalam tanah. Efektivitas tanah dalam melewatkan air sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran pori serta bagaimana pori-pori jalan air tersebut dapat dipertahankan.

Tabel 2. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi

Lahan titik Berat Isi (mg/m3 ) Pori Laju infiltrasi (mm/jam) Pertani an 1 2 3 1,56 1,50 1,46 0,41 0,43 0,45 600 726 702 Hutan 1 2 3 1,08 1,30 1,32 0,58 0,51 0,48 1986 780 792 (Sumber: Mbagwu, 1997)

Berat isi dan porositas selalu berbanding terbalik. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk- keluar tanah secara leluasa, berat isi akan

kecil karena tanah memiliki rongga yang kecil, sebaliknya jika tanah tidak poreus.

Lipiec (2006) menyatakan bahwa laju infiltrasi di pengaruhi oleh distribusi ukuran pori. Mbagwu (1997) menunjukkan pengaruh nilai Berat isi dan porositas pada dua tipe lahan dengan laju infiltrasi di Nigeria (Tabel 2.). Laju infiltrasi terbesar terjadi pada lahan hutan dan berbanding lurus dengan % pori.

Permeabilitas adalah kecepatan lajunya air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Laju infiltrasi pun akan sangat tergantung oleh permeabilitas tanah. Kelas permeabilitas) tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kelas permeabilitas

Kelas Permeabilitas (mm/jam) Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat < 1,25 1,25-5 5-16 16-50 50-160 160-250 >250 (Sumber: Hanafiah, 2005)

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (berukuran 2 mm – 50 µm), debu (50 µm – 2 µm) dan liat (< 2 µm). Gambaran umum tentang sifat fisik tanah dapat diperkirakan apabila kelas tekstur tanah diketahui.

Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Proporsi (%) fraksi tanah Kelas tekstur tanah

Pasir Debu Liat Pasir

Pasir berlempung Lempung berpasir Lempung

Lempung liat berpasir Lempung liat berdebu Lempung berliat Lempung berdebu Debu Liat berpasir Liat berdebu Liat >85 70-90 40-87,5 22,5-52,5 45-80 <20 20-45 <47,5 <20 45-62,5 <20 <45 <15 <30 <50 30-50 <30 40-70 15-52,5 50-87,5 >80 <20 40-60 <40 <10 <15 <20 10-30 20-37,5 27,5-40 27,5-40 <27,5 <12,5 37,5-57,5 40-60 >40 (Sumber: Hanafiah, 2005)

Apabila dikaitkan dengan permeabilitas, maka:

1. Permeabilitas lambat merupakan karakter tanah bertekstur halus atau tanah mengandung minimal 37,5%

liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.

2. Permeabilitas sedang merupakan karakter tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:

a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berpasir halus. b. Tanah bertekstur sedang

meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu atau debu.

c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat, lempung liat berpasir atau lempung berdebu.

3. Permeabilitas cepat merupakan karakter tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, yaitu tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.

2. 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah

Infiltrasi

Lahan sawah merupakan lahan olahan, dimana struktur tanahnya sudah mengalami berbagai perlakuan. Lahannya otomatis merupakan lahan yang terganggu tetapi proses infiltrasinya tetap harus diketahui dan dengan kondisi seadanya pengukuran infiltrasi tetap dilakukan.

Purwanto (1994) menunjukkan adanya variabilitas yang tinggi dari rataan infiltrasi pada lahan sawah yang bertipe terasering atau bertingkat pada awal musim hujan dan pertengahan musim hujan di daerah tangkapan air Cikumutuk, Malangbong, Jawa Barat. Hasil pengukurannya tersaji dalam Tabel 5.

Pengukurannya dilakukan pada dua level, bagian atas dan bawah. Pada masing-masing level dilakukan pada tiga titik, yaitu bed

(bagian dasar petak sawah yang sudah mendatar), riser (bagian petak sawah yang masih miring) dan gutter (bagian pinggir petak sawah dekat dengan tebing bagian atas biasanya merupakan saluran air).

Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96 Lokasi n Laju infiltrasi akhir (mm/jam) Waktu setelah keadaan setimbang (menit) Bagian atas Beds Awal musim hujan 1995 9 701±82 28±4 1994 4 497±90 22±6 Gutters Pertengahan musim hujan 1995/1996 3 42±6 26±16 Risers Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 atas 734 19 2 bwh. 16±1 33±14 Bagian bawah Beds Awal musim hujan 1994 16 473±194 26±8 1995 2 578±78 12±1 Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 107 26 Gutters Pertengahan musim hujan 1995/1995 5 34±10 63± Risers Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 atas 1200 11 2 bwh. 145±39 37±6 (Sumber: Purwanto, 1994)

Namun demikian dalam Booker Agricultural International (BAI) kriteria kapasitas infiltrasi konstan adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan

Kls Kategori Infiltrasi Laju Infiltrasi Konstan (mm/jam) Keteranga n 1 2 3 4 5 6 7 Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat < 1 1-5 5-20 20-60 60-125 125-250 > 250 Non irigasi Perlakuan khusus (Sumber: Haridjaja, 1990)

Beberapa penelitian menunjukkan laju infiltrasi pada lahan sawah lebih kecil daripada lahan pertanian.

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian

Lahan Laju Infiltrasi

(mm/jam) Referensi Pertanian 26-32 Agnihorti and Yadav (1995) Pertanian 257-102 Navar and Synnot (2000) Sawah 0,022-0,215 Liu (2001) Sawah 0.024 Susilowati (2004)

Keadaan ini karena perlakuan pada lahan sawah lebih keras (pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan) daripada lahan pertanian.

Lapisan kedap air

Infiltrasi pada lahan sawah selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah juga akan dipengaruhi oleh perlakuan petani terhadap lahan sawahnya seperti pembajakan dan penggaruan baik dengan alat berat, tenaga manusia maupun oleh tenaga hewan. Perlakuan ini membuat lahan sawah akan memiliki lapisan dimana lapisan itu terbentuk dengan sendirinya. Lapisan pada lahan sawah akibat pembajakan biasa disebut dengan lapisan kedap.

Situmorang dan Sudadi (2001) menyebutkan pembentukan lapisan kedap, yaitu suatu lapisan yang padat, ketebalan 5- 10 cm, umumnya pada lahan yang telah disawahkan. Dibandingkan dengan tanah permukaan, lapisan kedap mempunyai bobot isi lebih tinggi dan pori total yang lebih rendah dan permeabilitasnya lebih rendah.

Lapisan kedap terbentuk karena beberapa faktor, antara lain:

1. Pemadatan selama pembajakan dalam keadaan basah lapisan olah di atasnya ataupun karena pemadatan lain.

2. Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah di atasnya.

3. Dipengaruhi oleh tekstur dan sifat mengembang dan mengkerut tanah. 4. Tanah berlempung halus optimal

untuk pembentukkan tapak bajak. 5. Liat yang terlalu tinggi, tapak bajak

kurang nyata.

6. Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk.

7. kondisi terbaik untuk pemadatan adalah pada tanah-tanah berlempung halus.

Lapisan kedap di satu sisi akan mengganggu, pada musim hujan air yang banyak akan membuat lahan sawah cepat jenuh air dan limpasan permukaan akan cenderung lebih besar namun di sisi lain lapisan kedap ini membantu petani agar perkolasi dapat berkurang khususnya pada saat musim kemarau. Pada lahan sawah, di saat ketersediaan air untuk tanaman berkurang sedangkan tanaman masih membutuhkan air lapisan kedap membantu menahan air dan mencegah air tesedia mendekati keadaan titik layu permanen. Dengan demikian lapisan kedap sangat menguntungkan petani menjaga ketersediaan air untuk tanaman. Susilowati (2004) menyatakan bahwa akibat sawah yang tergenang maka pori-pori tanah berangsur- angsur terisi butir-butir sedimen halus yang terbawa air. Oleh karenanya semakin tua umur sawah semakin kedap tanahnya. Pada umumnya setelah sawah mencapai umur 4 sampai 5 tahun, kekedapan tanah di sawah makin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna.

III. METODOLOGI

Dokumen terkait