• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Statistika

Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS17. Uji

beda nyata pada taraf kepercayaan 95% atau α=0.05. Uji lanjut Tukey digunakan untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap parameter uji yang relevan, kecuali pada uji organoleptik digunakan uji lanjut Duncan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mocaf Native Komposisi Kimia

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis proksimat dari Mocaf native. Kadar karbohidrat (by difference) dari Mocaf native adalah 87.55% dan kadar lemak relatif rendah yaitu 0.13%. Kadar lemak yang rendah sangat diharapkan dalam pembuatan RS3, karena lemak dapat menghambat proses pembentukan RS3 dengan membentuk kompleks dengan amilosa sehingga terbentuk kompleks lemak-amilosa. Kadar pati dari Mocaf native adalah 67.47%. Kadar tersebut sedikit lebih rendah dari kadar pati Mocaf produksi koperasi Loh Jinawi yang tertera pada CoA (Certificate of Analysis) dan yang dilaporkan oleh Panikulata (2008), dengan kadar pati masing-masing sebesar 82.60% dan 74.30%. Perbedaan kadar pati disebabkan oleh perbedaan varietas singkong. Kadar pati pada tapioka dari empat varietas singkong yaitu Adira 2, Adira 4, Valenca dan Manggu masing-masing adalah 88.78%, 89.08%, 89.14% dan 86.90% (Pangestuti 2010).

Kadar pati Mocaf native mengandung amilosa 36.73% dan amilopektin 30.74% (Tabel 4). Kadar amilosa yang tinggi dari Mocaf native berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pati resisten tipe III (RS3).

Tabel 4 Komposisi kimia Mocaf native Komponen Kadar Proksimat Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) KH by difference (%) Pati Amilosa (%) Amilopektin (%) Pati Resisten (%) Serat Kasar (%) 11.26±0.21 0.24±0.01 0.82±0.05 0.13±0.00 87.55 67.47±0.00 36.73±0.84 30.74 0.79±0.14 1.14±0.02

Bentuk dan Ukuran Granula

Pengamatan dengan mikroskop polarisasi (Gambar 10) menunjukkan bentuk granula Mocaf native yang memperlihatkan penampakan birefringence yang menandakan bahwa Mocaf native belum mengalami gelatinisasi. Menurut Taggart (2004) di bawah mikroskop, granula pati merefleksikan cahaya terpolarisasi dan

memperlihatkan pola ‘maltose cross’ (pola silang), yang dikenal dengan sifat

birefringence. Pola ini ditunjukkan warna biru-kuning sebagai indeks bias refraksi granula pati.

Ukuran granula Mocaf native adalah 5 – 60 µm dengan bentuk bulat, hasil yang didapatkan ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian terdahulu, karena belum adanya peneliti yang pernah melaporkan hal tersebut. Moorthy (2004)

Gambar 10 Struktur granula Mocaf native di bawah mikroskop polarisasi (pembesaran 200x)

menyatakan ukuran granula tapioka sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh varietas tanaman singkong dan periode pertumbuhan pada musim yang berbeda. Numfor et al. (2009) menyatakan diameter rata-rata granula pati singkong jenis "redskin" adalah 41 µm, sedangkan diameter granula pati dari jenis yang sama tapi telah melalui proses fermentasi spontan dan fermentasi campuran lebih rendah, masing-masing 37 dan 35 µm.

Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa granula masih terlihat utuh dengan bentuk yang bulat, yang menunjukkan bahwa struktur granula dari Mocaf native

belum mengalami kerusakan. Pengamatan lain yang mendukung hal tersebut adalah hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy

(SEM) yang juga menunjukkan struktur granula yang utuh dan masih halus (Gambar 11).

Profil Gelatinisasi MocafNative

Profil gelatinisasi pada Mocaf native dipelajari dengan mengukur sifat-sifat amilograf sampel menggunakan alat rapid visco analizer (RVA). Gambar 12 menunjukkan profil gelatinisasi Mocaf yang diukur dengan menggunakan RVA. Profil yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan profil gelatinisasi yang memperlihatkan viskositas puncak (peak viscosity) yang cukup tinggi pada Mocaf yaitu 3113 cP dan kemudian diikuti oleh penurunan viskositas (breakdown) yang cukup tajam yaitu sekitar 1930 cP. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilaporkan oleh Panikulata (2008). Berdasarkan hal tersebut, maka Mocaf

native memiliki profil gelatinisasi tipe A, sehingga Mocaf memiliki profil gelatinisasi satu kelompok dengan tapioka, kentang, ubi jalar, sagu, waxy corn dan

waxy barley (Faridah, 2011). Profil gelatinisasi pati tipe A ini ditandai dengan a

b

Gambar 11 Struktur granula Mocaf native di bawah Scanning Electron Microscope (SEM). (a) Pembesaran 200x ; (b) Pembesaran 400x.

viskositas yang cukup tinggi dan diikuti oleh viskositas breakdown yang sangat tajam.

Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati tergelatinisasi atau mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutkan akan pecah, sedangkan viskositas breakdown (penurunan viskositas) menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas (Widianingrum dan Purwani, 2006).

Hasil pengukuran dengan RVA juga memberikan informasi tentang pasting temperature (suhu awal gelatinisasi), hot paste viscosity (viskositas pada saat suhu dipertahankan 95 oC), cold paste viscosity/final viscosity (viskositas akhir pada saat suhu dipertahankan 50 oC), dan setback (perubahan viskositas selama pendinginan). Tabel 5 menunjukkan data-data lengkap hasil pengukuran profil gelatinisasi Mocaf native. Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat dengan mulai meningkatnya viskositas. Suhu awal gelatinisasi pada Mocaf native adalah 67.3 oC, data suhu awal ini dibutuhkan sebagai suhu terendah yang dimasukkan dalam software DX7, sedangkan suhu tertinggi adalah 82 oC, yang merupakan suhu pada saat pasta mencapai viskositas puncak, sehingga rentang suhu yang ditetapkan adalah 67.3 o

C - 82 oC.

Setback atau perubahan selama pendinginan, yang diperoleh dari selisih antara cold paste viscosity dengan hot paste viscosity. Nilai setback pada Mocaf adalah 557 cP. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecendrungan untuk terjadinya retrogradasi. Winarno (2002), menyatakan bahwa retrogradasi yaitu terbentuknya jaringan mikrokristal dan molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan. Adanya kecendrungan retrogradasi dari Mocaf ini sangat diharapkan untuk terbentuknya pati resisten yang diharapkan dalam penelitian ini.

Tabel 5 Profil gelatinisasi Mocaf native dari hasil pengukuran RVA

Parameter Nilai

Suhu awal gelatinisasi (oC) Viskositas puncak (cP)

Waktu mencapai viskositas puncak (menit) Suhu saat mencapai viskositas puncak (oC) Viskosiatas saat suhu dipertahankan 95oC (cP) Viskositas breakdown (cP)

Viskositas pada saat suhu dipertahankan 50oC (cP) Viskositas setback (cP) 67.3±0.42 3113±18.38 5.8±0.28 82±0.70 1183±4.24 1930±14.14 1740±36.76 557±32.52 Pola Difraksi Sinar X

Karakteristik kristalit granula pati yang diamati dengan difraksi sinar X menunjukkan tiga tipe kristal yaitu tipe A, B dan C. Double heliks kristal A dan B disusun secara heksagonal, tetapi susunan dari tipe A lebih padat dari tipe B. Struktur tipe C merupakan kombinasi tipe A dan B. Tipe V ditemukan pada pati yang tergelatinisasi, karena pembentukan kompleks amilosa-lipid (Sajilata et al. 2006).

Gambar 13 menunjukkan pola difraksi sinar X kristalin Mocaf. Mocaf

native yang diamati memiliki tiga puncak utama (strongest peaks) pada sudut

difraksi 2Ө yaitu 17.19o

, 17.95o dan 23.17o. Terbentuknya puncak utama pada sudut-sudut tersebut menandakan bahwa Mocaf native yang diamati memiliki tipe kristal dengan tipe A. Charoenkul et al. (2011), melaporkan bahwa pola kirstal dengan tipe A ditandai oleh adanya dua puncak yang sama pada 17o dan satu puncak pada 23o. Selain itu terdapat juga puncak pada 15.19o yang menguatkan bahwa tipe kristal pada Mocaf native adalah tipe A, seperti yang dilaporkan oleh Syamsir (2012) bahwa tapioka yang diamati memiliki kristal tipe A dengan empat puncak utama pada sudut difraksi 2Ɵ 15.06-15.2o ; 17.1-17.2o; 17.8-18.1o dan 23.18-23.2o.

Hasil analisa pola difraksi sinar X dengan XRD juga memberikan data tentang kristanilitas relatif (Xc). Xc pada Mocaf native dari hasil pengukuran pola difraksi sinar X adalah sebesar 27.25%. Hasil ini tidak jauh berbeda dari Xc tapioka yang dilaporkan oleh Syamsir (2012), yaitu berkisar 25.96- 27.60%.

Daya Cerna Mocaf Native (in vitro)

Daya cerna pati dapat diartikan sebagai kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan semakin tinggi pula pati untuk diubah menjadi glukosa, sehingga semakin tinggi pula kemampuan pati untuk menaikkan glukosa darah (Lestari 2009).

Penentuan daya cerna pati sampel dilakukan secara in vitro dengan metode yang dikembangkan Muchtadi et al. (1993). Sampel dihidrolisis oleh enzim α -amilase menjadi unit sederhana seperti maltosa. Hasil daya cerna Mocaf native

secara in vitro adalah 86.30%. Syamsir (2012), melaporkan daya cerna dari lima tapioka yang diamati berkisar 81.99-93.32%.

Daya cerna pati pada Mocaf native dapat dijadikan sebagai parameter awal keberadaan pati resisten. Semakin rendah daya cerna pati maka kemungkinan pati resisten dalam bahan semakin tinggi.

Derajat Putih

Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999). Pengukuran derajat putih Mocaf

native dilakukan dengan menggunakan Whitenessmeter yang derajat putihnya dikalibrasi dengan BaSO4. Hasil pengukuran derajat putih dari BaSO4 adalah 81.6, sedangkan derajat putih dari Mocaf native adalah 93.85±0.07 (115.01±0.09%) atau 15.01% lebih putih dari standar (BaSO4). Derajat putih Mocaf yang diproduksi oleh koperasi Loh Jinawi Trenggalek adalah 88-91%.

Syarat mutu tepung Mocaf belum ditetapkan oleh SNI. Sebagai pembanding adalah syarat mutu tapioka yang telah ditetapkan oleh SNI nomor 01-3451-1994 yang mensyaratkan derajat putih tapioka sebesar minimum 94.5% (mutu I), minimum 92% (mutu II) dan <92% (mutu III).

Amylose Leaching

Pengukuran amylose leaching atau pelepasan amilosa digambarkan sebagai keluarnya amilosa pada saat proses gelatinisasi. Amylose leaching pada Mocaf

native adalah 4.25%. Hal ini memberikan gambaran jumlah amilosa yang lepas dari Mocaf native selama proses gelatinisasi.

Sineresis

Pengeluaran molekul air dari matriks gel pati dinamakan dengan sineresis. Sineresis semakin cepat terjadi bila gel pati disimpan pada suhu rendah maupun beku dan dapat diketahui dengan mengukur jumlah air yang keluar dari gel pati setelah thawing. Persen sineresis pada Mocaf native yang diamati adalah sebesar 28.04%. Persentase sineresis ini dapat memberikan gambaran bahwa Mocaf native

akan mengalami retrogradasi jika diberikan perlakuan pemanasan dan kemudian dilanjutkan dengan pendinginan.

Chen (2003) menyatakan bahwa pengukuran kecendrungan pati untuk mengalami retrogradasi adalah freezethaw stability dan pengukuran nisbah

viskositas setback pasta. Kecendrungan terjadinya retrogradasi pada Mocaf native

banyak jumlah pati yang mengalami retrogradasi, maka semakin meningkat kandungan pati resisten (RS3) yang dihasilkan.

Kekuatan Gel

Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang mempengaruhi adalah retrogradasi. Oleh sebab itu banyaknya kandungan amilosa pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama pendinginan. Kekuatan gel hasil pengamatan pada Mocaf native adalah sebesar 190.7 gf (suspensi 20%).

Rasio Tepung-Air dan Suhu Rancangan rasio tepung-air dan suhu

Dalam penelitian ini, peranti lunak Design Expert 7.0 (DX7) digunakan sebagai alat utama untuk mendapatkan kombinasi optimal dari rasio tepung-air dan suhu. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

response surface dengan rancangan central composite.

Tabel 6 Rancangan rasio tepung-air dan suhu dari program DX7

Running

Perlakuan Rasio Tepung – Air

(b/b) S u h u (oC) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 : 2.5 1 : 1.5 1 : 2.5 1 : 3.5 1 : 3.91 1 : 2.5 1 : 1.09 1 : 1.5 1 : 3.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 64.26 67.30 74.65 67.30 74.65 74.65 74.65 82.00 82.00 85.04 74.65 74.65 74.65

Rancangan rasio tepung-air yang digunakan adalah 1:1.5, 1:2.5 dan 1:3.5, sedangkan suhu yang digunakan adalah yang berasal dari hasil analisis RVA terhadap Mocaf native. Suhu awal gelatinisasi dan suhu pada saat Mocaf native

mencapai puncak gelatinisasi (peak viscosity), masing-masing 67.3oC dan 82oC. Parker & Ring (2001) menjelaskan bahwa suhu pemanasan dan air berlebih yang

dapat menyebabkan gelatinisasi sehingga granula pati membengkak dan bersifat irreversible adalah pada suhu diatas suhu gelatinisasi (suhu karakteristik) dengan perbandingan pati dengan air yang berlebih (> 90% b/b).

Setelah rancangan rasio tepung-air dan suhu telah ditetapkan, maka angka-angka tersebut dimasukkan dalam rancangan penelitian peranti lunak DX7. Tabel 6 menunjukkan 13 running kombinasi rasio tepung-air dan suhu hasil olah peranti lunak.

Hasil pengukuran respon pati resisten

Pada penelitian ini salah satu tujuan yang ingin dilihat adalah pengaruh rasio tepung-air dan suhu terhadap peningkatan pati resisten pada Mocaf native. Oleh karena itu respon yang diinginkan dari ke 13 perlakuan yang ditawarkan oleh program adalah kadar pati resisten yang dihasilkan.

Pembentukan RS3 pada penelitian ini dilakukan dengan cara menggelatinisai tepung dengan cara memanaskan suspensi tepung pada suhu yang telah ditetapkan kemudian didinginkan pada suhu 4 oC selama 24 jam, dimana suspensi tepung dan suhu berdasarkan hasil rancangan dari program DX7 yaitu sebanyak 13 perlakuan. Tabel 7 menunjukkan hasil analisis kadar pati resisten terhadap ke-13 perlakuan tersebut.

Tabel 7 Hasil analisis pati resisten Mocaf pada setiap perlakuan

Running

Perlakuan Pati Resisten (%) Rasio Tepung – Air

(b/b) S u h u (oC) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 : 2.5 1 : 1.5 1 : 2.5 1 : 3.5 1 : 3.91 1 : 2.5 1 : 1.09 1 : 1.5 1 : 3.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 1 : 2.5 64.26 67.30 74.65 67.30 74.65 74.65 74.65 82.00 82.00 85.04 74.65 74.65 74.65 3.05±0.02cde 2.16±0.02bc 3.56±0.16de 3.20±0.03cde 3.85±0.05e 3.52±0.03de 1.72±0.46ab 2.30±0.24bcd 4.28±0.91e 4.06±0.02e 3.72±0.44e 3.76±0.05e 3.96±0.21e Mocaf Alami 0.79±0.14a

Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (p>0.05)

Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar RS Mocaf dari ke-13 perlakuan mengalami peningkatan secara signifikan bila dibandingkan dengan Mocaf native

(tanpa perlakuan). Peningkatan kadar RS ke-13 perlakuan dibandingkan dengan Mocaf native, disebabkan perlakuan gelatinisasi dan retrogradasi yang diberikan.

Menurut Escarpa et al. (1997) untuk membentuk RS3 dari granula pati alami (raw starch), pati harus tergelatinisasi dan sesudahnya diikuti oleh proses retrogradasi.

Fenomena yang terjadi dari ke-13 perlakuan dalam penelitian ini adalah, perlakuan dengan rasio tepung air 1:2.5 dengan suhu pemanasan 74.65 oC (running 3, 6, 11, 12, 13), kadar RS tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05). Hal ini disebabkan karena perlakuannya sama. Pada running 7, perlakuan dengan rasio tepung-air yang sedikit lebih rendah (1:1.09) dengan suhu yang sama (74.65 o

C), menghasilkan kadar RS yang lebih rendah (1.722%) dibandingkan dengan kadar RS yang dihasilkan pada running 3, 6, 11, 12 dan 13 dengan perbedaan yang nyata secara statistik (p<0.05).

Pada running 5, perlakuan dengan rasio tepung-air yang lebih tinggi (1:3.91) dengan suhu pemanasan yang sama (74.65 oC), dihasilkan kadar RS yang lebih tinggi (3.850%). Hal sama terjadi pada running 2 dan 4, pada suhu pemanasan yang sama (67.30 oC) dengan rasio tepung-air running 4 yang lebih tinggi (1:3.5) dari rasio tepung-air running 2 (1:1.5) menghasilkan kadar RS yang lebih tinggi yang berbeda nyata secara statistik (p<0.05).

Perlakuan dengan rasio tepung-air yang sama (1:1.5) dengan suhu yang berbeda yaitu 67.30 oC dan 82 oC, menghasilkan kadar RS yang tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05). Hal yang sama terjadi pada rasio tepung-air 1:2.5 pada suhu pemanasan 64.26 oC, 74.65 oC dan 85.04 oC serta pada rasio tepung-air 1:3.5 pada suhu pemanasan 67.30 oC dan 82 oC juga menghasilkan kadar RS yang tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05).

Dari fenomena tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan kadar RS pada Mocaf dengan gelatinisasi dan retrogradasi pada penelitian ini sangat dipengaruhi oleh rasio tepung-air. Jumlah air yang ditambahkan dalam suspensi pati akan mempengaruhi konsentrasi pati dan berpengaruh dalam proses

autoclaving-cooling. Hal ini karena nisbah pati dan air sangat mempengaruhi proses ekspansi matriks pati dan gelatinisasi granula (Raja dan Shindu 2000).

Penambahan air yang terlalu sedikit ke dalam suspensi pati menyebabkan jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak optimum. Hal ini dapat mengurangi kadar RS yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya reasosiasi amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin (Sajilata et al. 2006).

Analisis respon pati resisten

Hasil pengukuran dan perhitungan respon RS dari ke-13 perlakuan, selanjutnya diinput didalam program DX7 dan dianalisis lanjut dengan program tersebut. Selanjutnya, model yang dianggap paling sesuai tersebut akan ditampilkan di dalam sebuah contour-plot berupa grafik dua dimensi (2-D) atau tiga dimensi (3-D). Selain itu, program Design Expert 7.0 juga memberikan grafik plot kenormalan residual (normal plot residual) yang mengindikasikan apakah residual (selisih atau perbedaan antara respon aktual dengan yang diprediksikan untuk setiap respon) mengikuti garis kenormalan (garis lurus).

1. Kenormalan data

Pada tahap analisis respon, program DX7 memberikan fasilitas plot kenormalan residual (normal plot residual). Plot ini mengindikasikan apakah residual (selisih antara respon aktual dengan nilai respon yang diprediksikan) mengikuti garis kenormalan (garis lurus). Gambar 14 memperlihatkan bahwa titik-titik berada dekat disepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan

bahwa data-data untuk respon pati resisten menyebar normal yang berarti nilai aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan oleh program DX7.

2. Grafik Countour Plot

Grafik countour plot (Gambar 15) menggambarkan bagaimana kombinasi antara rasio tepung-air dengan suhu mempengaruhi nilai respon pati resisten. Warna hijau menunjukkan nilai respon pati resisten terendah, sedangkan perubahan warna kearah warnah merah menunjukkan nilai respon pati resisten tertinggi.

Design-Expert® Software Pati Resisten

Color points by value of Pati Resisten: 4.28 1.72 ls N or m al % P ro ba bi lit y

Norm al Plot of Res iduals

-1.50 -0.72 0.05 0.83 1.60 1 5 10 20 30 50 70 80 90 95 99

Gambar 14 Grafik kenormalan respon pati resisten

e 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 67.30 70.98 74.65 78.33

82.00 Pati Res is ten

A: R as io Pat i air B: S uh u 2.58372.94622 3.30875 3.67128 4.0338 5 5 5 5 5

Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang terbentuk (Gambar 16). Perbedaan ketinggian permukaan menunjukkan nilai respon yang berbeda pada setiap kombinasi rasio tepung-air dengan suhu.

3. Hasil-hasil analisis DX7 pendukung.

Lack of fit F-Value adalah sebesar 0.23 dengan nilai p “Prob>F” lebih

besar dari 0.05 yang menunjukkan bahwa lack of fit tidak signifikan relative terhadap pure error. Lack of fit yang tidak signifikan merupakan syarat untuk model yang baik, juga menunjukkan adanya kesesuaian data respon pati resisten dengan model.

Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon RS berturut-turut adalah 0.9177 dan 0.9719, yang menunjukkan bahwa data-data yang diprediksikan dan data-data aktual untuk respon RS tercakup ke dalam model sebesar 91.77% dan 97.19%. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan mendukung nilai adjusted R-squared yang dihasilkan karena selisihnya lebih kecil dari 0.2.

Adequate precision untuk respon RS adalah 31.05 yang menunjukkan besarnya sinyal terhadap noise ratio. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 mengindikasikan sinyal yang baik sehingga model dapat digunakan sebagai pedoman design space.

1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 67.30 70.98 74.65 78.33 82.00 1.7 2.375 3.05 3.725 4.4

P

at

i R

es

is

te

n

A: Rasio Pati air B: Suhu

Optimasi rasio tepung-air dan suhu

Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kombinasi rasio tepung-air dan suhu dengan respon RS yang optimal. Respon yang paling optimal diperoleh jika nilai desirability mendekati satu.Output hasil olah data respon RS pada program DX7 untuk penentuan rasio tepung-air dan suhu terpilih yang akan digunakan pada modifikasi Mocaf native selanjutnya adalah :

1. Kriteria optimasi yang terpilih

Pada tahap optimasi (Tabel 8), komponen yang dioptimasi sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk rasio tepung-air ditargetkan untuk berada di dalam kisaran (in range) yaitu 1.5 - 3.5, demikian halnya untuk suhu ditargetkan untuk in range. Kriteria optimasi tersebut diharapkan menghasilkan kadar RS tertinggi, sehingga variable RS pada optimasi ditargetkan untuk menjadi setinggi mungkin (maximize).

Tabel 8 Kriteria optimasi yang terpilih

Variabel Goal Batas bawah Batas atas Rasio tepung-air (b/b) Suhu (oC) Pati resisten (%) in range in range Maximize 1 : 1.5 67.3 1.72 1 : 3.5 82 4.28

2. Rasio tepung-air dan suhu yang terpilih

Tabel 9 menunjukkan bahwa rasio tepung-air dan suhu yang ditawarkan oleh program DX7 adalah 1:3.44 (b/b) dengan suhu pemanasan 79.93 oC. Dari kombinasi perlakuan rasio tepung-air dan suhu tersebut diprediksikan akan mendapatkan kadar RS sebesar 4.28% dengan range prediksi kadar RS antara 4.09% - 4.47%.

Tabel 9 Rasio tepung-air dan suhu terpilih Rasio tepung-air (b/b) Suhu (oC) Prediksi pati resisten (%) Range prediksi (%) Desirability 1:3.44 79.93 4.28 4.09 – 4.47 1.00 Verifikasi

Setelah didapatkan rasio tepung-air dan suhu serta prediksi kadar RS didapatkan, maka dilanjutkan dengan verifikasi yaitu melakukan percobaan dengan rasio tepung-air dan suhu terpilih. Hasil percobaan dilanjutkan dengan analisis kandungan pati resistennya, dimana diharapkan kadar RS yang dihasilkan masuk ke dalam kisaran kadar RS yang diprediksikan.

Pada tahap verifikasi ini kadar RS yang terukur adalah 4.14%. Hasil ini lebih rendah dari kadar RS yang diprediksikan (4.28%), namun kadar RS hasil verifikasi tersebut masih masuk ke dalam kisaran RS yang diprediksikan (4.09% - 4.47%).

Modifikasi Mocaf

Modifikasi pada Mocaf native untuk meningkatkan kadar RS3 pada penelitian ini adalah dengan memanaskan suspensi tepung Mocaf native (1:3.44 b/b) sampai mencapai suhu 79.93 oC, kemudian didinginkan pada suhu ± 4 oC. Modifikasi Mocaf native dengan pemanasan-pendinginan ini dilakukan sebanyak 3 siklus. Siklus 1, suspensi Mocaf native dipanaskan dan didinginkan sebanyak satu kali. Siklus 2, suspensi dipanaskan dan didinginkan sebanyak 2 kali, sedangkan siklus 3 dipanaskan dan didinginkan sebanyak masing-masing 3 kali. Masing-masing siklus dikeringkan dengan drum drayer, dikecilkan ukurannya dengan diblender dan ayakan 100 mesh.

Perlakuan modifikasi Mocaf native ini didapatkan 3 jenis tepung hasil modifikasi, yang kemudian dianalisis berupa : (1) Karakteristik pasta pati (profil gelatinisasi) dengan rapid visco analyzer (RVA); (2) kekuatan gel dengan TA-XT2i; (3) sineresis; (4) derajat putih dengan whitenessmeter, (5) morfologi pati dengan scanning electron microscope (SEM) dan mikroskop polarisasi; (6) perubahan daerah kristalin dengan X-ray diffraction (XRD); (7) amylosa leaching; (8) daya cerna dan (9) pati resisten.

Pengaruh Pemanasan-Pendinginan dan Siklus Terhadap Profil Gelatinisasi Mocaf.

Profil gelatinisasi Mocaf native yang telah diberi perlakuan pemanasan-pendinginan berulang diamati dengan menggunakan rapid visco analizer (RVA). Modifikasi Mocaf native berupa pemanasan suspensi tepung (1:3.44 b/b) pada suhu 79.93 oC yang kemudian didinginkan pada suhu 4 oC secara berulang, menghasilkan tepung termodifikasi dengan profil gelantisasi yang berbeda dari tepung nativenya (Gambar 17).

Gambar 17 Profil gelatinisasi Mocaf diukur dengan RVA. (a) Mocaf

native, (b) Mocaf 1 siklus, (c) Mocaf 2 siklus, d) Mocaf 3 siklus.

a c b

a. Waktu (Pt) dan suhu awal gelatinisasi (PT)

Analisis ANOVA (Tabel 10) terhadap suhu awal gelatinisasi (PT), menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan-pendinginan berulang tidak berpengaruh terhadap suhu awal gelatinisasi (tidak berbeda nyata, p>0.05), walaupun terlihat bahwa suhu awal gelatinisasi pada Mocaf termodifikasi lebih rendah dari suhu awal gelatinisasi dari Mocaf native. Waktu (Pt) yang dibutuhkan untuk mencapai suhu awal gelatinisai berbeda nyata (p<0.05) antara Mocaf native dengan Mocaf termodifikasi, dimana semakin semakin banyak siklus pemanasan-pendinginan, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu awal gelatinisasi semakin sedikit.

Penurunan waktu dan suhu awal gelatinisasi pada Mocaf termodifikasi disebabkan oleh pemanasan yang membuat Mocaf sudah tergelatinisasi terlebih dahulu sehingga membutuhkan waktu yang lebih cepat dan suhu yang lebih rendah untuk mulai tergelatinisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Suriani (2008) yang tidak menemukan waktu dan suhu awal gelatinisasi pada pati garut yang mengalami pemanasan pada suhu 120 oC. Hal yang sama dilaporkan oleh Reddy et al. (2013) yang tidak

Dokumen terkait