• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Talas

Menurut Moy (1977) umur panen talas adalah sekitar 8 sampai 12 bulan, pada penelitian ini sendiri bahan dasar tepung adalah talas Banten yang rata-rata berusia 10 bulan. Proses pembuatan tepung talas meliputi penimbangan umbi, pengupasan dan pencucian serta perendaman dengan larutan garam, selanjutnya umbi talas dikeringkan dan digiling sehingga dapat diperoleh tepung talas.

Tahapan awal dalam pembuatan tepung talas adalah pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung karena mempunyai efek membersihkan. Talas selanjutnya direndam dengan menggunakan larutan NaCl 10% selama 1 jam, hal ini dilakukan untuk mengurangi kandungan oksalat yang terdapat dalam talas. NaCl akan terionisasi di dalam air menjadi ion Na+ dan Cl- yang akan berikatan dengan kalsium oksalat membentuk natrium oksalat dan endapan kalsium diklorida yang larut dalam air (Sajevv 2004).

Kemudian dilakukan proses pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC. Pengeringan dilakukan kurang lebih selama 12 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar keringnya merata. Hasil dari penegeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling.

Sifat Fisik Tepung Talas

Sifat fisik yang diuji adalah rendemen tepung. Rendemen merupakan perbandingan berat akhir tepung dengan berat awal bahan baku yang digunakan. Nilai rendemen ini dapat digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin ekonomis produk tersebut, begitu juga sebaliknya (Melani 2002). Rendemen tepung talas adalah sebesar 15 %, nilai rendemen tersebut menunjukan bahwa nilai ekonomis tepung talas masih relatif rendah.

Sifat Kimia Tepung Talas

Sifat kimia yang diuji antara lain adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat makanan. Kandungan zat gizi tepung talas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil analisis kimia tepung talas

*sumber: Lingga 1989

Tepung talas yang dihasilkan mengandung lebih banyak energi dibandingkan dengan talas segar, hal ini dikarenakan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam tepung talas lebih tinggi dibandingkan dengan talas segar. Selain peningkatan kandungan karbohidrat, dalam tepung talas juga terkandung lebih banyak protein. Sedangkan untuk kandungan lemak dan abu pada tepung talas tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan yang terkandung dalam talas segar. Peningkatan kandungan zat gizi dalam tepung talas menyebabkan kandungan energi yang terdapat didalamnya menjadi lebih tinggi.

Kadar air tepung talas yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan talas yang masih segar. Hal ini disebabkan banyak air yang menguap selama proses pengeringan dalam pembuatan tepung. Hasil kadar air tepung talas berada dalam kisaran aman untuk bahan pangan, yakni dibawah 14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang dan keawetan lebih lama (Winarno et al 1980). Menurut Winarno (1993) untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Pada penelitian ini cara yang digunakan adalah pengeringan bahan dengan metode penjemuran.

Formulasi Cookies

Formulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah tepung talas serta tepung kacang hijau ke dalam adonan cookies. Batas minimal penambahan adalah penambahan tepung kacang hijau agar dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-2973-1992 dengan syarat cookies mengandung protein lebih dari 9 gram per 100 gram bahan. Formulasi cookies berdasarkan kepada formulasi yang didapatkan dari Respon Surface Methodolgy (RSM). Berikut merupakan tabel formulasi cookies berdasarkan RSM.

Kandungan gizi per 100 g talas Mentah* Tepung

Energi (kkal) 145 394 Protein (g) 1.2 6.74 Lemak (g) 0.4 0.44 Karbohidrat (g) 34.2 90.68 Serat (g) 1.5 19.17 Abu (g) 1.0 1.82 Air (g) 63.1 7.07

Tabel 9 Formulasi cookies talas dengan RSM

Formula Tepung talas (%) Tepung hijau (%)

F1 66.67 33.33 F2 70.00 30.00 F3 60.00 40.00 F4 63.33 36.67 F5 60.00 40.00 F6 65.00 35.00 F7 67.50 32.50 F8 62.50 37.50

Sifat Organoleptik Cookies

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (uji hedonik) dan mutu hedonik. Penilaian uji hedonik menggunakan sembilan skala dan parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur produk (Ghandi 2009).

Tabel 10 Hasil uji hedonik cookies

Formula Hedonik

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F0 6.08 b 6.0493 b 5.531 c 5.573 b 6.07 c F1 4.438 a 4.1813 a 3.5853 a 4.32 a 4.133 a F2 4.564 a 4.584 a 3.8387 ab 4.445 a 4.376 ab F3 4.54 a 4.74 a 4.364 ab 4.8 a 4.698 ab F4 4.784 a 4.74 a 4.1173 ab 4.253 a 4.291 ab F5 4.544 a 4.74 a 4.364 ab 4.8 a 4.698 ab F6 4.712 a 4.8853 a 4.4587 abc 4.503 a 4.618 ab F7 4.84 a 4.88 a 5 c 4 a 4.856 b F8 5.0827 a 4.7867 a 4.712 bc 4.435 a 4.92 b

*) keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Tabel 11 Hasil uji mutu hedonik cookies

Formula Mutu hedonik

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F0 5.533 c 5.467 c 5.567 c 5.83 c 5.633 c F1 3a 3.667 a 3.467 a 3.5 a 3.633 a F2 3.067 a 3.567 a 3.8 ab 3.767 ab 3.9 ab F3 3.4 ab 3.967 ab 3.83 ab 3.967 ab 4.067 abc F4 3.833 bc 4.2 ab 4.067 ab 4.167 b 4 abc F5 3.4 ab 3.967 ab 3.83 ab 3.967 ab 4.067 abc F6 3.7667 bc 3.933 ab 4.2 b 4.167 b 4.333 bc F7 4.3667 c 4.2 ab 4.467 b 4 b 4.567 c F8 4.3 c 4.5 b 4.367 b 4.233 b 4.6 c

Berdasarakan hasil uji organoleptik diketahui bahwa rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap warna 5.08 sampai 4.4387 sedangkan penilaian mutu hedonik antara 3 sampai 4.367. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa hingga agak suka dengan mutu warna agak kuning hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap aroma 4.1 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.5667 sampai 4.5. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa dengan mutu aroma agak tidak beraroma hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap rasa 3.5853 sampai 4.72 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.4667 sampai 4.4667. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk agak tidak suka hingga biasa dengan mutu rasa agak hambar hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap tekstur 4.2533 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.5 sampai 4.4. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa dengan mutu tekstur agak keras hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap keseluruhan cookies berkisar antara 4.133 sampaui 4.92 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.633 sampai 4.6. Kisaran skala tersebut menunjukan bahwa panelis menilai produk biasa dengan mutu agak tidak enak hingga biasa.

Warna

Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk, serta titik akhir dari proses pemasakan ditentukan oleh warna (Parker 2003). Secara alamiah, pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia, perubahan warna dapat disebabkan perubahan pH atau oksidasi selama penyimpanan. Hasilnya makanan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik (pada pemangganggan atau penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellow 2000).

Hasil uji hedonik terhadap warna cookies menunjukan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 6.08, hal ini menujukan bahwa panelis menyukai

cookies kontrol. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor

*) keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 6 Hasil uji hedonik terhadap warna cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa warna cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F8 sedangkan warna cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies dengan formula F1.

Berdasarkan mutu warna, cookies kontrol memperoleh skor rata-rata sebesar 5.553 (agak kuning). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh mutu warna 3 sampai 4.367 (agak coklat sampai biasa). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu warna cookies. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu warna cookies. Gambar berikut menunjukan hasil uji lanjut Duncan (α=0.05).

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 7 Hasil uji mutu hedonik terhadap warna cookies talas.

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Berdasarkan uji lanjut duncan, skor warna tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F1 cookies dengan penambahan tepung komposit yang memiliki skor tertinggi untuk mutu warna adalah cookies F7. Warna gelap pada cookies disebabkan oleh karena penambahan tepung talas pada formulasi cookies. Tepung talas yang digunakan mempunyai warna coklat yang dapat mempengaruhi warna yang terbentuk pada produk akhir.

Aroma

Aroma suatu produk dapat dideteksi ketika zat-zat volatil dari produk tersebut masuk kedalam saluran nasal dan diterima oleh sistem olfaktori. Jumlah zat volatil dalam produk dapat dipengaruhi oleh suhu serta sifat alami dari bahan penyusun produk (Meilgaard 1999). Menurut Winarno (1993) bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut.

Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies menunjukan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 6.4, hal ini menujukan bahwa panelis menyukai aroma

cookies kontrol. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor

4.1 sampai 4.8. Penambahan tepung komposit tidak terlalu berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 8 Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa aroma cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F6 sedangkan aroma cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies dengan formula F1.

Cookies kontrol memperoleh skor mutu aroma dengan rata-rata sebesar

5.46 (agak harum). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh

mutu aroma 3.5667 sampai 4.5 (agak tidak beraroma sampai biasa). Hal ini kemungkinan dikarenakan pada saat proses pembuatan cookies tidak ditambahkan putih telur, menurut Nishibori (1990) penambahan putih telur atau albumin dapat menyebabkan reaksi antara gula dan protein (asam amino) sehingga menghasilkan senyawaan yang dapat menimbulkan aroma pada

cookies. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit

berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu aroma cookies. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu aroma cookies.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 9 Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma cookies talas.

Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor mutu aroma tertinggi diperoleh

cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F2, cookies dengan

penambahan tepung komposit yang memiliki skor tertinggi untuk mutu aroma adalah cookies F8.

Rasa

Menurut Winarno (1993) rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila. Pengindaraan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit.

Hasil uji hedonik terhadap rasa cookies menunjukan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 5.5307, hal ini menujukan bahwa panelis agak menyukai rasa cookies kontrol. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor 3.5853 sampai 4.72. Penambahan tepung komposit dapat memberikan pengaruh terhadap rasa cookies, akantetapi berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa pada cookies formula F6, F7 dan F8 tidak berbeda nyata.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 10 Hasil uji hedonik terhadap rasa cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa rasa cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F7 sedangkan rasa cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah

cookies dengan formula F1.

Cookies kontrol memperoleh skor mutu rasa dengan rata-rata sebesar

5.56 ( agak gurih). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh mutu aroma 3.4667 sampai 4.4667 (agak hambar sampai biasa). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu aroma cookies. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu rasa cookies. Gambar berikut menunjukan hasil uji lanjut Duncan (α=0.05).

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 11 Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa cookies talas.

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor mutu rasa tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F1, cookies dengan penambahan tepung komposit yang memiliki skor tertinggi untuk mutu rasa adalah cookies F7.

Tekstur

Menurut Meilgaard (1999) tekstur merupakan manifestasi sensorik terhadap struktur atau sifat bagian dalam penyusun suatu produk yang didasari atas reaksi stress (dihitung berdasarkan sifat mekanik antara lain kekerasan, adhesi, kohesi, kerenyahan serta kekentalan bahan yang diketahui melalui indra kinetik seperti sentuhan pada tangan, jari, lidah, atau bibir) dan rangsangan taktikel atau kelembaban bahan (dapat diketahui berdasarkan syaraf taktikel pada permukaan kulit tangan, bibir atau lidah).

Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies menunjukan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 5.5573, hal ini menujukan bahwa panelis agak menyukai tekstur cookies kontrol. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor 4.2533 sampai 4.8. Penambahan tepung komposit tidak terlalu berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies, hal ini diperlihatkan dari jumlah rata-rata panelis yang menyukai tekstur cookies dengan penambahan tepung komposit tidak berbeda nyata. Berikut ini merupakan gambar uji lanjut Duncan terhadap tekstur cookies.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 12 Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa tekstur cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F5 sedangkan tekstur cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies dengan formula F4.

Cookies kontrol memperoleh skor mutu tekstur dengan rata-rata sebesar 5.833 (agak renyah). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh mutu tekstur antara 3.5 sampai 4.4 (agak keras sampai biasa). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu tekstur cookies. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu tekstur cookies. Gambar berikut menunjukan hasil uji lanjut Duncan (α=0.05).

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 13 Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur cookies talas.

Berdasarkan uji lanjut duncan, skor mutu tekstur tertinggi diperoleh

cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F1, cookies dengan

penambahan tepung komposit yang memiliki skor tertinggi untuk mutu tekstur adalah cookies F7.

Keseluruhan

Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan cookies menunjukan bahwa

cookies kontrol memperoleh skor 6.076, hal ini menujukan bahwa panelis

menyukai cookies kontrol secara keseluruhan. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor 4.133 sampai 4.92. Penambahan tepung komposit tidak terlalu berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis terhadap

cookies secara keseluruhan, hal ini diperlihatkan dari jumlah rata-rata panelis

yang menyukai cookies dengan penambahan tepung komposit tidak berbeda nyata pada sebagian besar formula cookies tersebut. Berikut ini merupakan gambar uji lanjut Duncan terhadap keseluruhan cookies.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 14 Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F8 sedangkan cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies dengan formula F1.

Cookies kontrol memperoleh skor mutu secara keseluruhan dengan

rata-rata sebesar 5.633 (agak enak). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh mutu secara keseluruhan berkisar antara 3.633 sampai 4.6 (tidak enak sampai biasa). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu cookies secara keseluruhan. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu

cookies secara keseluruhan. Gambar berikut menunjukan hasil uji lanjut Duncan.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 15 Hasil uji mutu hedonik terhadap keseluruhan cookies talas.

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Berdasarkan uji lanjut Duncan, skor cookies secara keseluruhan tertinggi diperoleh cookies F0 dan skor terendah diperoleh cookies F1, cookies dengan penambahan tepung komposit yang memiliki skor tertinggi adalah cookies F8. Sifat Kimia Cookies Talas

Sifat kimia cookies yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar. Berikut ini merupakan tabel hasil analisis sifat kimia cookies.

Tabel 12 Hasil analisis sifat kimia cookies

Formula Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Kadar serat (%) Kadar karbohidrat (%) F0 3.37 8.31 32.08 2.21 0.61 55.47 F1 3.85 9.40 32.61 2.75 2.54 51.90 F2 3.24 8.73 32.90 2.69 3.00 52.73 F3 3.85 9.44 32.64 2.76 2.50 52.22 F4 4.06 8.99 32.58 2.69 2.72 52.39 F5 4.11 9.29 32.51 2.72 2.89 52.18 F6 3.98 9.25 31.94 2.71 2.24 52.93 F7 3.77 8.69 32.51 2.77 2.61 52.96 F8 4.08 9.27 31.81 2.72 2.39 53.11 Kadar Air

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan dapat ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 1997).

Menurut Agu (2007) kandungan air pada setiap cookies dapat berbeda dan dipengaruhi oleh proses pembuatannya. Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa kadar air dari seluruh formula berkisar antara 3.24% sampai 4.11%. Kandungan air yang terdapat pada produk cookies masih berada dalam batasan kadar air yang ditetapkan dalam SNI 01-2973-1992, yaitu maksimal sebesar 5%. Berikut ini merupakan grafik analisis kadar air pada cookies.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 16 Kadar air cookies talas.

Data hasil analisis kadar air tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa terdapat pengaruh dari penambahan tepung komposit dalam formulasi cookies. Hal ini diperlihatkan dari α kurang dari 0.05. Akantetapi penigkatan kadar air akibat penambahan tepung komposit tersebut tidak terlalu jauh berbeda pada masing-masing formulasi.

Kadar Abu

Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan organik, umumnya merupakan partikel halus dan berwarna putih. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 1997). Menurut Sujono (2003), kadar abu menunjukan kandungan mineral yang merupakan zat anorganik sehingga tidak terbakar selama proses pembakaran.

Hasil analisis kimia kesembilan formula cookies menunjukan bahwa kadar abu cookies berkisar antara 2.21%-2.77%, seperti yang dilihat pada Gambar 17. Kadar abu cookies tersebut telah melebihi kadar abu yang ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992, yaitu batas maksimal kadar abu adalah 1.5%. Gambar berikut menunjukan data hasil analisis kadar abu pada cookies.

Gambar 17 Kadar abu cookies talas.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit talas dan kacang hijau tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap kadar abu cookies. Kadar Protein

Pada umumnya kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (Winarno et al 1980). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier 2004).

Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa kandungan protein yang terdapat dalam produk cookies berkisar antara 8.31%-9.44%. Pada SNI 01-2973-1992 dicantumkan bahwa standar minimal protein yang terkandung dalam suatu produk cookies adalah sebesar 9%.

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Sebagian cookies hasil formulasi yang telah dapat memenuhi standar tersebut, antara lain adalah F1, F3, F5, F6, dan F8. Sedangkan cookies dengan formulasi F0, F2, F4, dan F7 mempunyai kadar protein dibawah standar. Perbedaan kandungan protein dalam cookies tersebut disebabkan oleh penambahan tepung kacang hijau ketika dilakukan tahap formulasi. Jumlah tepung kacang hijau yang minimal ditambahkan agar cookies dapat memenuhi standar adalah sebesar 33.33%.

Hasil analisis uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kandungan protein yang signifikan dari kesembilan formulasi cookies tersebut. Kandungan protein yang terdapat dalam cookies dengan formulasi F4, F1, F3, F5, F6, dan F8 mempunyai nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan tingkat penambahan tepung kacang hijau kedalam masing-masing formulasi tersebut tidak terlalu jauh berbeda.

Kadar Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno 1993). Lemak berbeda dengan karbohidrat dan protein karena tidak terdiri dari polimer satuan-satuan molekuler (Winarno et al 1980).

Kandungan lemak yang terdapat dalam kesembilan formulasi cookies berkisar antara 31.81% sampai 32.90%. Nilai tersebut masih memenuhi standar, yaitu lebih dari 9.5%. Berikut adalah grafik hasil analsis lemak dalam cookies.

keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa baik cookies kontrol maupun cookies dengan penambahan tepung komposit memiliki kandungan lemak yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan kandungan lemak dalam tepung terigu maupun tepung talas hampir setara.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa dari seluruh produk cookies baik cookies kontrol maupun cookies dengan penambahan tepung komposit memiliki rata-rata kandungan lemak yang seragam.

Kadar Karbohirat

Menurut Winarno (1997), selain merupakan sumber kalori, karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.

Karbohidrat yang terkandung dalam produk cookies didapatkan melalui perhitungan kadar karbohidrat by difference. Karbohidrat by difference merupakan salah satu cara analsisi termudah yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat dalam suatu bahan makanan termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis melainkan melalui perhitungan. Perhitungan karbohidrat by

difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar

(Winarno 1993). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa kisaran kandungan karbohidrat dalam cookies formulasi adalah 51.9% hingga 55.47%.

*) keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 20 Kadar karbohidrat cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa cookies kontrol mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan cookies dengan penambahan tepung komposit. Pada uji lanjut Duncan yang dilakukan juga

terlihat perbedaan yang signifikan antara formulasi cookies. Hasil uji lanjut tersebut memperlihatkan bahwa cookies dengan penambahan tepung komposit memiliki rata-rata kandungan karbohidrat yang berbeda dengan cookies kontrol yang menggunakan tepung terigu.

Kadar Serat Kasar

Menurut Winarno (1997) serat kasar tidaklah identik dengan serat pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar, yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%). Sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan serat pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 2000). Kira-kira hanya

Dokumen terkait