• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI MUTU GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN COOKIES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI MUTU GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN COOKIES"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TAMBAHAN IBU HAMIL

DIAN NOVITA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Cookies made of Banten Taro (Xanthosoma undipes K. Koch) Composite Flour as Food Supplement for Pregnant Women . Under direction of BUDI SETIAWAN and ABUBAKAR.

The objective of this study was to evaluate nutrition quality and to predict shelf-life of cookies made of Banten taro (Xanthosoma undipes K. Koch) composite flour as food supplement for pregnant women. This composite flour formulation used Respon Surface Methodology (RSM). Result showed the best cookies formulation of composite flour was 60% taro flour and 40% mung bean flour. The best cookies formulation contained 3.85% water, 32.64% fat, 2.76% ash, 2.5% crude fiber, 536 kcal energy and 9.44% protien. Shelf-life cookies was predicted base on the moisture rate and the accepted of cookies’s crispiness. The model that was selected for this study was Henderson equation. The shelf-life of cookies was predicted for about 1 year in 75% relative humadity (RH). Key word: formulation, composite flour, taro flour, shelf-life, pregnant women

(3)

Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Tambahan Ibu Hamil. Di bawah bimbingan BUDI SETIAWAN dan ABUBAKAR.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS), yaitu diatas angka nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan energi dan protein (KEP). Oleh karena itu ibu hamil sebaiknya diberikan makanan tambahan agar dapat memenuhi kebutuhan energi protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga umur simpan dari

cookies tepung komposit berbasis talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch)

sebagai makanan tambahan ibu hamil. Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan kimiawi tepung talas Banten, (2) mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis talas Banten, (3) mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima (hedonik dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas Banten yang dihasilkan, dan (4) menduga umur simpan cookies tepung komposit berbasis talas Banten yang dihasilkan.

Talas Banten yang digunakan rata-rata berusia 10 bulan. Proses pembuatan tepung talas meliputi penimbangan umbi, pengupasan dan pencucian serta perendaman dengan larutan garam (1 jam, 10%), selanjutnya umbi talas dikeringkan dan digiling sehingga dapat diperoleh tepung talas. Hasil penelitian memperlihatkan rendemen tepung talas 15 %, kandungan energi 394 kkal, kadar air 7.07%, kadar abu 1.82%, kadar lemak 0.44%, kadar protein 6.74%, kadar karbohidrat 90.68%, dan kadar serat makanan 19.17%.

Formulasi tepung komposit menggunakan tepung talas Banten dan tepung kacang hijau, dengan menggunakan Respon Surface Methodology (RSM) dalam Design Expert triaI (DX trial) software. Adapun formulasi yang dihasilkan sebanyak 8 formula. Tepung komposit tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan cookies. Seluruh formula cookies dianalisis karakteristik kimianya (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan serat kasar), dan dilakukan juga uji daya terima (hedonik dan mutu hedonik).

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air dari seluruh formula

cookies berkisar antara 3.24% - 4.11% (α ≤ 0.05), kadar abu antara 2.21% -

2.77% (α > 0.05), kadar protein antara 8.31% - 9.44% (α ≤ 0.05), kadar lemak antara 31.81% - 32.90% (α ≤ 0.05), kadar karbohidrat antara 51.9% - 55.47% (α ≤ 0.05), dan kadar serat kasar antara 0.61% - 3% (α ≤ 0.05). Berdasarakan hasil uji organoleptik diketahui bahwa rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap warna antara 5.08 sampai 4.4387 sedangkan penilaian mutu hedonik antara 3 sampai 4.367. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa hingga agak suka dengan mutu warna agak kuning hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap aroma antara 4.1 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.5667 sampai 4.5. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa dengan mutu aroma agak tidak beraroma hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap rasa antara 3.5853 sampai 4.72 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.4667 sampai 4.4667. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk agak tidak suka hingga biasa dengan

(4)

biasa dengan mutu tekstur agak keras hingga biasa.

Formula cookies terpilih didapatkan berdasarkan metode optimization dalam Respon Surface Methodology, dengan mempertimbangkan kandungan zat gizi dalam cookies serta tingkat kesukaan panelis terhadap cookies. Formulasi cookies terpilih adalah cookies dengan perbandingan tepung talas : tepung kacang hijau sebesar 60 : 40. Cookies dengan formulasi terpilih mengandung energi 537 kkal, kadar air 3.85%, kadar abu 2.5%, kadar protein 9.44%, kadar lemak 32.64%, kadar karbohidrat 52.22% serta kadar serat kasar 2.76%. Berdasarkan SNI 01-2973-1992 mengenai standar cookies, cookies dengan formula terpilih yang dihasilkan dari penelitian memenuhi syarat. Akantetapi terdapat beberapa zat gizi yang belum memenuhi persyaratan yaitu kadar abu dan kadar serat kasar. Kadar abu dan serat kasar cookies formula terpilih melebihi nilai yang disyaratkan, yaitu 0.5% dan 1.5%.

Pendugaan umur simpan pada cookies dengan formula terpilih menggunakan metode air kritis, dimana model persamaan yang digunakan adalah model Henderson. Kadar air awal produk adalah 0.03 g H2O/g padatan,

sedangkan kadar air kritis produk adalah 0.58 g H2O/g padatan. Slope yang

didapatkan berdasarkan kurva sorpsi isotermis adalah sebesar 0.597. Beberapa variabel lain yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk yaitu, luas kemasan produk 0.045 m2, premeabilitas kemasan 0.02 g/m2hr.mmHg, tekanan

uap jenuh pada suhu 30oC adalah 31.82 mmHg, serta berat cookies per

kemasan sebesar 50 gram. Berdasarkan data-data tersebut didapatkan pendugaan umur simpan cookies yaitu, 6 bulan pada kelembaban 93%, 8 bulan pada kelembaban 85% serta 12 bulan pada kelembaban 75%.

(5)

TAMBAHAN IBU HAMIL

DIAN NOVITA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Nama : Dian Novita NIM : I14062394

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Prof. Ir. Abubakar, MS NIP.19621218 198703 1001 NIP. 19550728 198202 1001

Mengetahui: Ketua Departemen

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP.19621218 198703 1001

(7)

dan rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Ibu Hamil” dapat terselesaikan. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Bapak Prof. Ir. Abubakar, MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku penguji sidang yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

3. Tim penelitian Talas Beneng di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor tahun 2010.

4. Mama, ayah serta adik-adikku tersayang yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan doa tiada hentinya.

5. Teman-teman penelitian Talas Beneng (Eka dan Wulan), serta teman-teman GM 43 dan GM 44 yang telah banyak memberikan dukungan dan kerjasamanya selama ini.

6. Sahabat-sahabatku (Movi, Echa, Irni, Lia, Anton, Acang, Joffa, Rakhma, Warthe, Daniel, Chika, dan Rodiah) serta Kak Sammy Machbub yang selalu ada disaat suka dan duka.

7. Para teknisi, baik teknisi di Lab BB Pasca Panen maupun teknisi di Lab Departemen Gizi Masyarakat, atas bantuannya selama penelitian ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu penulis minta maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, November 2010

(8)

November 1987. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Edih Suryadi dan Ade Rohimah. Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Akhir penulis diselesaikan di SMAKBO (Sekolah Menegah Analis Kimia Bogor) tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2006. Setelah mengikuti masa perkuliahan tingkat persiapan bersama (TPB) penulis masuk mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dengan minor Komunikasi.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Pengantar Biokimia Gizi pada Tahun Ajaran 2008/2009 serta Mata Kuliah Analsis Zat Gizi Mikro pada Tahun Ajaran 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikutinya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia sebagai staff Divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni serta Himpunan Ilmu Gizi sebagai koordinator Divisi Peduli Pangan dan Gizi. Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di daerah Petir-Bogor, dan pernah melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin, Sukabumi.

Selain itu penulis aktif dalam penulisan karya ilmiah, pada tahun 2008 penulis berhasil mendapatkan dana dari DIKTI dalam program kreativitas mahasiswa dengan judul “Pembuatan Permen Jelly dari Klorofil Daun Katuk”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema “Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Tambahan Ibu Hamil” bekerjasama dan dibiayai Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 4

Karakteristik Talas Banten ... 6

Karakteristik Tepung Talas Banten ... 7

Karakteristik Kacang Hijau ... 8

Karakteristik Cookies ... 9

Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan... . 12

Formulasi Metode Response Surface Methodology (RSM) ... 14

METODOLOGI Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Pembuatan Tepung Talas ... 16

Pembuatan Tepung Kacang Hijau ... 17

Formulasi Tepung Komposit ... 17

Pengujian Sifat Kimiawi Cookies ... 18

Pengujian Sifat Organoleptik Cookies ... 18

Pendugaan Umur Simpan ... 18

Rancangan Percobaan ... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Talas ... ... 25

Sifat Fisik Tepung Talas ... ... 25

Sifat Kimia Tepung Talas ... ... 25

Formulasi Cookies ... ... 26

Sifat Organoleptik Cookies ... ... 27

Sifat Kimia Cookies ... 36

Penentuan Umur Simpan Pendekataan Air Kritis ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 55

Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(10)

1 AKG rata-rata untuk wanita . ... . 5

2 Komposisi kimia umbi talas ... . 7

3 Komposisi kimia kacang hijau ... . 8

4 Komposisi asam amino essensial kacang hijau dalam 100 g... 9

5 Syarat mutu cookies ... ... 9

6 Formulasi tepung komposit ... ... 18

7 Jenis dan RH garam jenuh yang dipergunakan ... 21

8 Hasil analsis kimia tepung talas ... ... 26

9 Formulasi cookies dengan RSM ... ... 27

10 Hasil uji hedonik cookies ... ... 27

11 Hasil uji mutu hedonik cookies ... ... 27

12 Hasil analisis sifat kimia cookies ... ... 36

13 Hasil kadar air, kerenyahan, dan skor kesukaan... .. 44

14 Data kadar air kesetimbangan ... ... 48

15 Persamaan kurva sorpsi isotermis ... ... 49

16 Kadar air kesetimbangan model persamaan ... ... 49

17 Nilai MRD model persamaan ... ... 50

(11)

1 Diagram alir pembuatan tepung talas ... ... 16

2 Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau ... 17

3 Diagram alir pembuatan cookies ... 18

4 Diagram alir pendugaan umur simpan ... 20

5 Diagram alir penelitian cookies... ... 24

6 Hasil uji hedonik terhadap warna cookies... ... 28

7 Hasil uji mutu hedonik terhadap warna cookies... 29

8 Hasil uji hedonik terhadap aroma cookies... ... 30

9 Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma cookies... 31

10 Hasil uji hedonik terhadap rasa cookies... ... 32

11 Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa cookies... .. 32

12 Hasil uji hedonik terhadap tekstur cookies... ... 33

13 Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur cookies... 34

14 Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan cookies... . 37

15 Hasil uji mutu hedonik terhadap keseluruhan cookies... 36

16 Kadar air cookies... ... 37

17 Kadar abu cookies... ... 38

18 Kadar protein cookies... ... 38

19 Kadar lemak cookies... ... 39

20 Kadar karbohidrat cookies... ... 40

21 Kadar serat kasar cookies... ... 41

22 Data hasil survei parameter kerusakan cookies ... 43

23 Grafik hubungan kadar air dengan skor kesukaan ... .. 45

24 Grafik hubungan nilai kerenyahan dengan skor kesukaan ... 45

25 Kurva sorpsi isotermis cookies ... ... 48

(12)

Halaman

1 Analisis karakterisasi mutu kimia ... . 63

2 Lembar kuisoner atribut utama kerusakan cookies ... . 68

3 Lembar uji hedonik ... . 69

4 Lembar uji mutu hedonik ………... ... . 70

5 Lembar pengujian organoleptik kerusakan cookies……….. .. . 71

6 Hasil uji ANOVA organoleptik (hedonik) ……….. ... . 72

7 Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (hedonik) ... . 73

8 Hasil uji ANOVA organoleptik (mutu hedonik) ………... ... . 74

9 Hasil uji lanjut Duncan organoleptik (mutu hedonik) ……….. .... . 75

10 Hasil uji ANOVA sifat kimia ... . 76

11 Hasil uji lanjut Duncan sifat kimia ………... ... . 77

12 Modifikasi model sorpsi isotermis ……….. ... . 79

13 Contoh perhitungan konstanta model persamaan ... . 81

14 Kurva sorpsi isotermis model persamaan ... . 83

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai semenjak dalam rahim ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dilakukan sejak dini yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Winarno (1993), jika kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya juga akan baik dan keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin. Sebaliknya, ketidakcukupan asupan zat gizi selama masa kehamilan akan menurunkan kesehatan ibu hamil dan cenderung akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Persentase nasional Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah 11,5%. Dampak BBLR pada anak dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu pertumbuhan, meningkatkan ancaman penyakit degenertif, dan kematian, sehingga dapat menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Depkes 2007).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui bahwa terdapat sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi kekurangan energi dan protein pada wanita usia subur (WUS) yaitu, diatas angka nasional (13.6%). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2005) juga menunjukan bahwa terdapat 17.6% wanita usia subur yang hamil mengalami kekurangan energi dan protein (KEP). Hal ini karena adanya perkembangan fisiologis dimana terjadi perubahan metabolisme tubuh. Seiring dengan perubahan metabolisme tersebut terjadi peningkatan kebutuhan gizi, sehingga kecukupan asupan zat-zat gizi perlu ditingkatkan. Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Oleh karena itu sebaiknya diberikan pangan tambahan untuk ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan energi tersebut. Bahan makanan tambahan untuk ibu hamil selain dapat memenuhi kebutuhan energi juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein ibu hamil.

Pangan yang memiliki kandungan energi cukup tinggi salah satunya adalah pangan sumber karbohidrat yaitu, umbi-umbian. Salah satu tanaman umbi-umbian yang cukup populer adalah talas. Tanaman talas (Colocasia

esculenta) berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar di Cina,

(14)

tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peran strategis, akantetapi hingga saat ini pemanfaatan talas masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan serangkaian penelitian untuk meningkatkan potensi talas sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat umbi-umbian yang diminati oleh masyarakat.

Selain pemenuhan energi,makanan tambahan bagi ibu hamil juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein yang meningkat selama masa kehamilan. Salah satu sumber protein yang banyak dikonsumsi adalah kacang-kacangan. Kacang hijau merupakan sumber protein nabati yang telah lazim dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang hijau diketahui mengandung protein yang tinggi, juga mengandung kalsium dan phospor, yang relatif tinggi yang bermanfaat untuk memperkuat kerangka (Astawan dan Wresdiyati 2004). Selain itu, kacang hijau juga memiliki efek flatulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (Pednekar 2001) dan mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi.

Formulasi tepung komposit dengan menggunakan tepung talas dan tepung kacang hijau diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein bagi ibu hamil. Hasil formulasi tepung tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanan tambahan bagi ibu hamil. Salah satu produk yang dapat dibuat sebagai makanan tambahan ibu hamil adalah cookies.

Cookies banyak disukai oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan

cenderung manis, teksturnya renyah namun lembut dimulut serta proses pembuatanannya relatif mudah. Cookies juga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga lebih praktis dan dapat dikonsumsi kapan saja. Akantetapi cookies adalah produk yang mudah rusak, terutama dengan sistem pengemasan yang tidak tepat sehingga perlu dicantumkan tanggal kadaluwarsa (Iskandar et al 1997). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang mutu gizi serta penentuan umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas Banten.

(15)

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu gizi serta menduga umur simpan dari cookies tepung komposit berbasis talas Banten.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitan ini adalah untuk:

1. Mempelajari proses pembuatan serta menganalisis sifat fisik dan kimiawi tepung talas Banten.

2. Mengembangkan formulasi cookies tepung komposit berbasis talas Banten.

3. Mengevaluasi mutu gizi cookies serta menguji daya terima (hedonik dan mutu hedonik) terhadap cookies tepung komposit berbasis talas Banten yang dihasilkan.

4. Menduga umur simpan cookies tepung komposit berbasis talas Banten yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai mutu gizi dan umur simpan dari produk cookies hasil pengembangan talas Banten serta dapat membantu mengatasi salah satu permasalahan gizi Indonesia dengan melakukan pengembangan produk berbahan dasar talas.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Pada masa kehamilan rata-rata ibu hamil mengalami kenaikan berat badan sebesar 12 hingga 14 kg (Pilliteri 1995). Hal ini menyebabkan kelompok khusus seperti ibu hamil membutuhkan nutrisi tambahan lebih dari dua kali lipat dibandingkan kebutuhan nutrisi wanita lainnya yang tidak hamil pada usia yang sama, sekitar 20-50 tahun, per orang per hari.

Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan. Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta. Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat (Duhring 1988).

Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trisemester. Trisemester pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap ini masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trisemester kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan pertumbuhannya mencapai 10 gram per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat dibutuhkan karena tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan adaptasi, serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air susu. Pada tahap terakhir atau trisemester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), janin tumbuh dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan vitamin dan mineral yang cukup (Haryanto 1999).

Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul 2005). Protein juga merupakan zat gizi yang penting selama masa kehamilan. Menurut Nadesul (2005), hampir 70 % protein digunakan untuk kebutuhan janin. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang, serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentukan otak (Haryanto 1999).

(17)

Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk wanita

Komponen Wanita tidak hamil

(per orang per hari) Trisemester II dan III Wanita hamil (per orang per hari)

Energi (kkal) 1900 2200

Protein (g) 50 67

Vitamin larut lemak

Vitamin A (RE) 600 900

Vitamin D (µg) 5 5

Vitamin E (mg) 15 15

Vitamin K (µg) 55 55

Vitamin larut air

Thiamin (mg) 1 1.3 Riboflavin (mg) 1.1 1.4 Niacin (mg) 14 18 Asam folat (µg) 400 600 Piridoksin (mg) 1.3 1.7 Vitamin B12 (µg) 2.4 2.6 Vitamin C (mg) 75 85 Mineral Kalsium (mg) 800 950 Fosfor (mg) 600 600 Magnesium (mg) 240 270 Besi (mg) 26 35 dan 39 Yodium (mg) 150 200 Seng (mg) 9.3 13.5 dan 18.3 Selenium (µg) 30 35 Mangan (mg) 1.8 2

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004

Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A, asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney 2000). Asam folat berfungsi untuk membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang dapat membelah cepat, seperti servik rahim. Sedangakan vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitorsamin yang bersifat karsinogenik, dan meningkatkan adsorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai empat kali lipat. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung yang diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney 2000).

Selain vitamin, terdapat beberapa mineral yang juga penting selama masa kehamilan. Mineral yang penting selama masa kehamilan diantaranya kalsium, besi, iodium, dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi, serta persendian janin. Zat besi dibutuhkan untuk mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormon-hormon, dan neurotransmitter. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia

(18)

atau kekurangan sel darah merah. Anemia zat besi merupakan gangguan yang sering terjadi selama masa kehamilan (Duhring 1988). Kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta menghambat pertumbuhan bayi atau kretinisme. Seng merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng dapat mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan.

Karakteristik Talas Banten

Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) atau yang dikenal juga sebagai beneng (besar dan koneng/kuning) atau giant taro atau big elephant’s ear mempunyai ukuran besar dan bagian umbinya berwarna kuning. Umbi talas yang sudah berumur 3 tahun bisa mencapai panjang 2 meter dengan diameter 15 cm, dimana sebagian umbi masuk ke dalam tanah dan sebagian lainnya berada di atas permukaan tanah (Manner 2010). Selain potensi ukurannya, talas ini memiliki kadar protein dan mineral yang relatif tinggi. Menurut Noviamayasari (2010) talas Banten memiliki kandungna protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan talas Bogor, talas Pontianak dan talas Malang. Potensi ini didukung pula oleh kemudahan budidayanya baik pada lahan basah maupun kering (Basyir 1999) sehingga pengembangan pertanamannya dapat dilakukan di lahan marjinal.

Di Banten, talas ini ditemukan tumbuh liar di lereng bukit dan pekarangan. Pada umumnya di Indonesia, talas lebih banyak digunakan sebagai bahan pangan pelengkap seperti kudapan (keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus) atau tambahan sayur. Di negara-negara lain seperti di Jepang dan New Zealand, talas telah dimanfaatkan sebagai bahan baku produk berbasis karbohidrat seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai ekonomi tinggi.

Tabel 2 Komposisi kimia umbi talas Banten per 100 gram bahan

Kandungan gizi Jumlah Energi (kkal) 83.7 Protein (%) 2.01 Lemak (%) 0.27 Karbohidrat (%) 18.3 Serat kasar (%) 0.73 Pati (%) 15.21 Sumber: Berkah 2010

(19)

Salah satu kendala dalam penggunaan talas sebagai bahan baku produk olahan adalah kandungan oksalatnya yang tinggi (61.783 ppm). Konsumsi makanan berkadar oksalat tinggi dapat mengganggu kesehatan karena dapat menyebabkan pembentukan batu oksalat atau batu ginjal. Selain itu, adanya oksalat dapat menurunkan penyerapan kalsium oleh tubuh (Njintang dan Mbofung 2003).

Metode fisik yang paling umum digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa gatal akibat kandungan kalsium oksalat adalah dengan pemanasan, dikarenakan kalsium oksalat labil terhadap panas. Pemanasan dapat dilakukan melalui perebusan atau pengukusan. Secara biologis kandungan kalsium oksalat dapat dikurangi dengan fermentasi anaerobic (Iwuoha dan Kalu 1995). Perendaman dengan larutan garam 1% selama 20 menit dilaporkan dapat menurunkan kadar oksalat secara maksimal. Perendaman dengan larutan garam dikombinasikan dengan blanching dapat menurunkan kadar oksalat (dalam bentuk asam oksalat) hingga 37.2% (Dahal dan Swamylinappa 2006). Perendaman dalam larutan garam (NaCl) juga banyak dilakukan untuk mengurangi efek gatal pada talas.

Pembuatan Tepung Talas Banten

Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau penepungan. Kadar air yang dimiliki tepung rendah, hal ini berpengaruh terhadap keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal bahan, perlakuan yang telah dialami oleh bahan pangan, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa. Proses pembuatan tepung umbian sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri (Lingga 1986). Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan proses pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC yaitu, pada saat kadar air

mencapai 12%. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar kering secara merata. Hasil dari

(20)

pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk menghasilkan tepung talas yang seragam dilakukan proses pengayakan.

Karakteristik Kacang Hijau

Phaseolus radiatus, Linn merupakan nama botani kacang hijau (Kay

1979). Kacang hijau termasuk ke dalam family Leguminoceae, sub family Papillionideae, genus Phaseolus, dan spesies radiates (Marzuki 1977).

Buah kacang hijau berbentuk pedang-pedangan, kecil dan memanjang. Warna buahnya hijau sewaktu masih muda dan nantinya akan menjadi ungu tua setelah cukup tua. Setiap buah terdapat 5 sampai lebih dari 10 biji kacang hijau. Biji tersebut ada yang mengkilap dan ada pula yang kusam (Kay 1979). Biji kacang hijau terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit biji, endosperma dan lembaga. Kulit biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan fisik mekanis, dan serangan kapang atau serangga. Endosperma merupakan bagian biji yang mengandung makanan untuk pertumbuhan lembaga. Lembaga akan membesar selama pertumbuhan biji tersebut.

Tabel 3 Komposisi kimia kacang hijau per 100 gram bahan

Komponen Jumlah Energi (kkal) 345 Air (g) 10 Lemak (g) 1.26 Protein (g) 22.2 Karbohidrat (g) 62.9 Kalsium (mg) 125 Fosfor (mg) 320 Besi (mg) 6.7 Vitamin A (IU) 157 Vitamin B1 (mg) 0.64 Sumber: Suprapto dan Sutarman 1982

Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang terdapat dalam kacang hijau. Karbohidrat tersusun atas pati, gula dan serat kasar (Sathe et al 1982). Menurut Kay (1979), pati kacang hijau terdiri atas 28.8% amilosa dan 71.2 % amilopektin. Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa. Pati pada kacang hijau mempunyai daya cerna 99.8%, sehingga dapat dikatakan bahwa daya cerna karbohidrat kacang hijau tinggi.

Protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat yang terdiri dari berbagai asam amino diantaranya merupakan asam amino essensial. Tabel 4 menunjukan kandungan asam amino essensial pada kacang hijau. Seperti kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit

(21)

mengandung asam amino belerang (metionin dan sistin) namun kaya akan lisin. Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang cukup tinggi yaitu, sebesar 81%, namun daya cerna protein ini dipengaruhi adanya inhibitor tripsin. Aktivitas tripsin tersebut dapat pula dipengaruhi oleh adanya tannin dan polifenol.

Tabel 4 Komposisi asam amino essensial kacang hijau

Asam amino Jumlah (mg/g)

Triptofan 10.88 Threonin 32.72 Isoleusin 42.10 Leusin 77.28 Lisin 69.62 Methionin dan Sistin 20.75

Fenilalanin dan Tirosin 90.25

Valin 51.76

Sumber: USDA 2008

Karakteristik Cookies

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan

lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipanaskan penampang potongannya bertekstur kurang padat (BSN 1992). Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Syarat mutu cookies menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria uji Klasifikasi Kalori (Kal/100 gram) Min 400

Air (%) Max 5

Protein (%) Min 9

Lemak (%) Min 9.5

Karbohidrat (%) Max 70 Serat kasar (%) Max 0.5

Abu (%) Max 1.5

Logam berbahaya Negative

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber : BSN 1992

Bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan cookies dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai Bahan-bahan pengikat adalah sebagai berikut tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, dan kuning telur (Matz dan Matz 1978).

(22)

Fungsi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies

Tepung yang biasanya digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk struktur cookies, serta memberi cita rasa. Tepung terigu dapat dibagi berdasarkan kadar proteinnya yaitu, soft flour, medium flour, dan strong flour.

Komponen penting yang membedakan tepung terigu dengan bahan lainnya adalah kandungan protein, jenis gluten dan gliadin, yang pada kondisi tertentu dengan air dapat membentuk massa yang elastis dan dapat mengembang yang disebut gluten. Kandungan gluten dalam tepung terigu sebanyak 80% dari protein total. Adanya gluten yang menghasilkan sifat viskoelastis membuat adonan terigu mampu dibuat lembaran, digiling, maupun dibuat mengembang. Dari karakter khas tersebut dihasilkan beratus-ratus produk yang sulit ditiru oleh bahan non-terigu (Utami 1998).

Untuk menghasilkan cookies yang bermutu baik digunakan tepung terigu dari gandum lunak yang mempunyai kadar protein 8-9% dan kadar abu kurang dari 0.6%. Tepung jenis ini sifat glutennya kurang baik sehingga cocok untuk jenis makanan yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Bila tepung gandum yang digunakan semakin keras, maka semakin banyak gula dan lemak yang harus ditambahkan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi kekerasan cookies dan kekerasan remah bagian dalam, serta penampakan permukaan (Matz dan Matz 1978).

Fungsi Telur dalam Pembuatan Cookies

Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan untuk menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, flavour, dan melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur.

Dalam pembuatan cookies penggunan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas citarasa yang sempurna, tetapi struktur cookies tidak sebaik pada penggunan telur secara keseluruhan. Oleh karena itu agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz 1978)

(23)

Fungsi Lemak dalam Pembuatan Cookies

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan

cookies. Di dalam adonan lemak mempunyai fungsi sebagai shortening dan

pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung terigu sehingga jaringan gluten didalamnya akan diputus dan karateristik makanan setelah dipanggang menjadi tidak keras dan cepat meleleh di dalam mulut (Manley 1983).

Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies biasa disebut shortening. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal dari lemak hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarine). Shortening yang biasanya digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega. Rendahnya titik cair pada mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan oleh mentega biasanya ditambahkan margarine (Matz dan Matz 1978).

Fungsi Susu Skim dalam Pembuatan Cookies

Susu skim adalah bagian dari susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu, kecuali lemak dan vitamin larut lemak. Susu skim ditambahkan untuk memperbaiki penerimaan seperti warna, rasa, dan aroma, serta sebagai bahan pengisi, menyerap air, mengontrol pengembangan adonan, dan dapat meningkatkan nilai gizi (Matz dan Matz 1978).

Fungsi Gula dalam Pembuatan Cookies

Dalam formulasi cookies, gula tidak hanya berfungsi sebagai pemanis tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna, dan kontrol pengembang adonan. Penambahan gula membuat susunan dan butiran remah menjadi halus serta membuat kerak cookies berwarna coklat tua. Gula yang digunakan biasanya dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus, atau tepung gula. Penggunaan gula halus akan memberikan hasil yang lebih baik karena tidak menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar (Matz dan Matz 1978).

Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan

Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Arpah dan Syarief 2000). Penentuan umur simpan suatu produk

(24)

dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Ellis 1994).

Secara alami produk pangan akan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan penyimpanan. Pada masa simpan, satu atau beberapa atribut dari produk dapat mengalami perubahan ke arah yang tidak diinginkan. Pada saat tersebut, produk tidak layak untuk dikonsumsi dan telah mencapai akhir dari masa simpannya (Ellis 1994).

Ciri-ciri produk pangan yang telah kadaluarsa yang paling mudah untuk diamati adalah perubahan warna, perubahan aroma, timbulnya kapang, berlendir, dan lain sebagainya. Disamping ciri-ciri fisik yang mudah diamati, ternyata ada pula kerusakan yang tidak menampakkan gejala-gejala apapun, sehingga sulit diamati. Kerusakan-kerusakan yang tidak menampakan gejala fisik tersebut umumnya disebabkan oleh mikroba (Arpah 2001).

Menurut Syarief dan Halid (1993), analisis penurunan mutu perlu beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas. Parameter tersebut dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, uji kadar vitamin C, uji cita rasa, tekstur, warna, total mikroba dan sebagainya. Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling sensitif terhadap mutu suatu produk.

Hasil analisis menggunakan metode-metode pendugaan umur simpan pangan dan diikuti dengan penentuan umur simpan pangan (Shelf Life Testing) yang dilakukan secara laboratories dan mengikuti prosedur dan standar tertentu menghasilkan tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa (Arpah 2001).

Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsa dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau penentuan umur simpan dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau pendugaan umur simpan. ESS yang sering juga disebut sebagai metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang panjang, analisa karakteristik mutu yang dilakukan relatif banyak dan biaya yang dikeluarkan besar.

(25)

Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan suatu produk digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat lebih cepat dilakukan (Arpah dan Syarief 2000). Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan (Ellis 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat (Labuza 1982).

Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering adalah model air kritis. Pada metode ini, kondisi lingkungan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pendugaan umur simpan dengan metode pendekatan model air kritis pada umumnya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan.

Dalam metode air kritis, kerusakan produk didasarkan semata-mata pada kerusakan produk akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batasan yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu organoleptik yang akan spesifik untuk setiap jenis produk. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang umur simpannya dapat ditentukan dengan metode air kritis antara lain biskuit, wafer, permen, makanan ringan (snack dan chips), dan produk insatan (powder)

Model kadar air kritis ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya yaitu menggunakan kurva sorpsi isotermis. Pendekatan kurva

(26)

sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang biasanya berbentuk sigmoid (bentuk S)(Buckle et al 1987). Pada kenyataannya, grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (desorpsi) tidak pernah berhimpit. Keadaan demikian disebut fenomena histerisis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histerisis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung faktor-faktor seperti bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi, dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996).

Formulasi Produk dengan Metode Response Surface Methodology (RSM) RSM adalah metode yang mengeksplorasi hubungan dari masing-masing unsur dalam penelitian, misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik optimasi RSM bekerja berdasakan pada proses atau siklus pengetahuan-gagasan-analisis desain secara berulang.

Efektivitas teknik optimasi RSM tergantung pada lima asumsi sebagai berikut: 1. faktor kritis dari suatu produk atau proses diketahui; 2. daerah atau batasan dimana level faktor dapat mempengaruhi produk diketahui; 3. faktor-faktor bervariasi secara berkesinambungan sepanjang sebaran penelitian yang diuji; 4. ada fungsi matematis yang menghubungkan faktor dengan respon terukur; dan 5. respon yang ditetapkan oleh teknik optimasi ini merupakan suatu permukaan halus. Kegunaan teknik optimasi antara lain adalah dapat menentukan kombinasi optimum dari faktor (peubah bebas) yang akan mendapatkan respon (peubah tak bebas) yang diinginkan dan dapat mengambarkan bahwa respon mendekati optimum, dapat menetukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-fakor pada level tertentu, dan dapat menentukan level faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan (Rahmawati 2010).

(27)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor, selama empat bulan yaitu dari bulan Juli hingga Oktober 2010.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah bahan untuk pembuatan tepung talas, bahan untuk pembuatan cookies, bahan untuk analisis kimia dan bahan untuk pendugaan umur simpan. Bahan utama dalam penelitian ini adalah talas Banten (Xanthosoma Undipes K. Koch) berusia rata-rata 10 bulan yang diproses menjadi tepung. Proses pembuatan tepung ini memerlukan bahan, yaitu talas, garam serta air. Selain tepung talas digunakan juga tepung kacang hijau dalam pembuatan tepung komposit. Bahan-bahan lain yang diperlukan untuk pembuatan cookies adalah tepung terigu, telur ayam, susu skim, mentega, keju, gula halus, garam dan vanili. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis kimia adalah HCl, H2SO4, NaOH, indikator metal merah biru,

pelarut heksana, aquades, etanol, aseton dan selenium mix serta bahan kimia lainnya. Bahan-bahan yamg digunakan untuk menduga umur simpan antara lain garam KI, NaCl, KCl, BaCl2, KNO3, dan K2SO4.

Alat

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini juga dibagi empat, yakni alat dalam pembuatan tepung talas, pembuatan cookies, alat dalam analisis kimia serta alat dalam pendugaan umur simpan cookies. Pembuatan tepung talas memerlukan alat sebagai berikut pisau, bak pencucian dan perendaman, mesin penyawut, baki serta penggilingan 100 mesh. Pembuatan cookies memerlukan alat-alat yaitu, mixer, timbangan, cetakan kue, spatula, dan oven. Alat-alat yang digunakan dalam analisis kimia antara lain adalah cawan, oven, desikator, labu kjeldahl, erlenmeyer, kertas saring, soxlet, dan lain-lain. Alat yang digunakan pada pendugaan umur simpan adalah chamber, oven inkubator, termometer, timbangan analitik serta desikator.

(28)

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu, pendahuluan dan lanjutan. Penelitian pendahuluan

Tahap awal meliputi pembutan tepung talas, analisis sifat fisik dan kimiawi tepung talas serta pembuatan dan formulasi cookies dari tepung talas.

1. Pembuatan Tepung Talas

Pembuatan tepung talas dimulai dengan tahap pengirisan. Umbi talas diiris hingga mendekati dengan bentuk bundar dengan ketebalan 1-2 mm dalam air hangat (40°C) selama 3 jam. Irisan talas yang telah didapatkan selanjutnya direndam dengan larutan garam NaCl (10%). Proses perendaman dilakukan selama 60 menit dalam larutan garam. Setelah proses perendaman selesai irisan talas ditiriskan selama 20 menit kemudian dilakukan perendaman kedua dengan menggunakan air selama 3 jam. Irisan talas yang telah direndam dalam air kemudian ditiriskan selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan selama 5-6 jam dengan suhu 60oC. Hasil pengeringan tersebut kemudian

digiling hingga didapatkan tepung talas.

Gambar 1 Bagan alir pembuatan tepung talas.

Umbi Talas Pengirisan (1-2 mm)

Perendaman dalam larutan garam (60 menit)

Penirisan I (20 menit) Perendaman dalam air (3 jam)

Penirisan II (10 menit) Pengeringan (60°C, 14 jam)

Penggilingan (100 mesh)

(29)

2. Pembuatan Tepung Kacang Hijau

Pembuatan tepung kacang hijau menggunakan kacang hijau kupas kulit komersil yang didapatkan dari pasar tradisional sekitar kota Bogor. Kacang hijau kupas kulit selanjutnya digiling dengan menggunakan mesin penepung. Tepung kacang hijau yang didapatkan kemudian diayak sehingga didapatkan tepung kacang hijau dengan ukuran 100 mesh. Berikut merupakan diagram alir pembuatan tepung kacang hijau.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung kacang hijau. 3. Formulasi Tepung Komposit

Formulasi merupakan tahap awal untuk optimasi formula terpilih dari tepung komposit berbasis talas Banten. Formulasi tepung komposit berdasarkan metode RSM (Response Surface Methodology). Formula komposit menggunakan tepung talas Banten dan tepung kacang hijau. Rancangan metode yang digunakan adalah Response Surface

Methodology (RSM) dengan memakai software Design Expert trial (DX

trial). Penggunana rancangan tersebut dilakukan agar sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian, yaitu perlakuan pencampuran komponen yang diubah agar memperoleh respon tertentu (Rahmawati 2010).

Faktor perlakuan berupa komponen yang diubah-ubah pada penelitian ini adalah jumlah tepung talas Banten dan tepung kacang hijau. Kisaran komponen dikonversi berdasarkan berat total fomula komposit (100%). Kisaran komponen yang digunakan adalah untuk tepung talas Banten adalah 60-70% sedangkan tepung kacang hijau adalah 30-40%.

Kacang hijau kupas kulit

Penggilingan (100 mesh)

Pengayakan (100 mesh)

(30)

Tabel 6 Formula tepung komposit

Formula Tepung talas (%) Tepung hijau (%)

F1 66.67 33.33 F2 70.00 30.00 F3 60.00 40.00 F4 63.33 36.67 F5 60.00 40.00 F6 65.00 35.00 F7 67.50 32.50 F8 62.50 37.50

Penelitian selanjutnya adalah pembuatan cookies berdasarkan formula tepung komposit tersebut. Pembuatan cookies dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode krim (creaming method). Dalam metode ini mentega, gula serta kuning telur dicampurkan dengan mixer hingga terbentuk krim (kurang lebih 5 menit). Selanjutnya tepung komposit, susu skim serta keju dicampurkan perlahan dengan krim hingga membentuk adonan yang kalis. Adonan ditipiskan dengan roller dan selanjutnya dapat dicetak. Adonan yang telah dicetak kemudian dipanggang dalam oven yang telah diatur suhunya (170oC) selama 10 menit. Pendinginan dilakukan dengan membiarkan cookies

yang telah dikeluarkan dari oven pada suhu kamar selama beberapa menit. Setelah dingin, cookies dapat dikemas (Indriasti 2004). Berikut merupakan diagram alir pembuatan cookies.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan cookies.

Mentega, gula dan kuning telur

Penambahan tepung komposit, susu skim dan keju Dicampurkan hingga membentuk krim

Dicampurkan hingga membentuk adonan

Ditipiskan dengan roller dan dicetak Dipanggang 170oC, 10 menit

(31)

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan yang dilakukan terdiri atas pengujian sifat kimiawi

cookies, uji organoleptik serta pendugaan umur simpan cookies terpilih.

1. Pengujian sifat kimiawi cookies

Cookies yang dihasilkan dari penelitian tahap awal kemudian diuji sifat

kimiawinya. Sifat kimia cookies yang diuji meliputi kadar air (metode pemanasan langsung), kadar abu (metode tanur), kadar protein (metode semi mikro kjeldhal), kadar lemak (metode soxlet), kadar karbohidrat (karbohidrat by difference), dan kadar serat kasar (metode gravimetri). Prosedur analisis yang dilakukan sama dengan analisis kimiawi tepung talas. Selain pengujian sifat kimiawinya dilakukan juga uji organoleptik terhadap cookies yang dihasilkan.

2. Pengujian sifat organoleptik cookies

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (uji hedonik) dan mutu hedonik. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur produk. Panelis yang digunkan sebanyak 30 orang panelis semi terlatih. Penilaian uji hedonik menggunakan sembilan skala yaitu, sangat amat tidak suka (0); amat tidak suka (1); agak tidak suka (2); tidak suka (3); biasa (4); agak suka (5); suka (6); amat suka (7); dan sangat amat suka (8).

Skala yang digunakan untuk uji mutu hedonik terdiri atas penilaian untuk rasa, aroma, warna dan tekstur. Skala penilaian rasa mulai dari sangat hambar (0) sampai sangat gurih (8). Skala penilaian aroma terdiri dari sembilan skala yaitu, dari sangat tidak beraroma (0) sampai sangat harum (8). Skala penilaian warna mulai dari sangat coklat gelap (0) sampai sangat kuning terang (8). Sementara penilaian skala tekstur memiliki skala sangat keras (0) hingga sangat renyah (8).

3. Pendugaan umur simpan

Pendugaan umur simpan cookies dilakukan berdasarkan kadar air kritis dengan metode pendekatan kurva sorpsi isotermis, perhitungan umur simpan dapat menggunakan persamaan Labuza (1982):

ts = ln (me-mo)/(me-mc) k/x*(A/Ws)(Po/b) dimana:

ts = waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari = 24 jam)

(32)

mo = kadar air awal produk (g H2O / g padatan)

b = slope kurva sorpsi isotermis mc = kadar air kritis (g H2O / g padatan)

k/x = konstanta premeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)

A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = berat kering produk dalam kemasan (g) Po = tekanan uap jenuh (mmHg)

Mengacu pada pendekatan diatas, maka dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut:

Gambar 4 Diagram alir pendugaan umur simpan. a. Penentuan kadar air awal

Penentuan kadar air awal dilakukan terhadap sampel segar yang baru dibuka dari kemasannya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi awal produk.

Sejumlah sampel (c) dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a). Kemudian cawan dimasukan ke dalam oven bersuhu 100oC sehingga diperoleh berat konstan (b). Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dengan menggunakan rumus :

Kadar air (%bb) = (a - b) / c x 100% b. Penentuan kadar air kritis

Sebelum dilakukan penentuan kadar air kritis sebaiknya terlebih dahulu ditetapkan parameter kritis produk. Penentuan parameter kritis dilakukan dengan survei konsumen tentang penyebab kerusakan produk

cookies. Hal ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisoner kepada 30

Pendugaan umur simpan Penentuan kadar air awal

Penentuan kadar air kritis Penentuan pola kurva sorpsi isotermis

Penentuan model persamaan kurva sorpsi isotermis dan uji ketepatan

(33)

orang panelis tentang parameter kerusakan produk cookies. Panelis diminta untuk memilih atribut yang paling penting dalam menentukan kerusakan produk cookies.

Penetuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan cookies didalam chamber dengan RH sebesar 75% dan suhu sebesar 30oC

selama 12 jam. Setiap dua jam sekali dilakukan pengambilan sampel dan dianalisis kadar air, nilai kerenyahan serta uji organoleptik terhadap atribut utama kerusakan cookies.

Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan nilai kesukaannya masing-masing, sehingga diperoleh grafik yang menunjukan hubungan antara skor kesukaan dengan kadar air dan hunbungan antara skor kesukaan dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linear. Berdasarkan persamaan tersebut, kadar air kritis dapat dihitung pada saat skor kesukaan panelis menyatakan bahwa panelis agak tidak suka dengan produk cookies.

c. Penentuan pola kurva sorpsi isotermis

Penentuan pola kurva sorpsi isotermis diawali dengan pembuatan larutan garam jenuh yang digunakan untuk mengatur RH ruangan (chamber). Garam yang digunakan antara lain KI, NaCl, KCl, BaCl2,

KNO3, dan K2SO4.

Tabel 7 Jenis dan RH garam jenuh yang dipergunakan

No Jenis garam Jumlah (g) Air (ml) %RH*

1 KI 200 100 69.0 2 NaCl 50 100 75.5 3 KCl 70 100 84.0 4 BaCl2 60 100 90.3 5 KNO3 70 100 93.0 6 K2SO4 60 100 97.0 *Sumber: Labuza 1982

Sekeping cookies diletakan pada cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan yang berisi sampel tersebut diletakan dalam chamber yang berisi larutan garam jenuh dengan RH yang berbeda-beda. Chamber kemudian disimpan dalam desikator dengan suhu 30oC. Sampel dalam cawan kemudian ditimbang bobotnya secara

(34)

konstan ditandai oleh selisih antara 3 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH dibawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH diatas 90%. Sampel yang telah mencapai bobot konstan kemudian diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven. Kadar air ini merupakan kadar air kesetimbangan pada RH tertentu. Kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan dengan kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw).

d. Penentuan model persamaan kurva sorpsi isotermis dan uji ketepatan model

Penentuan model sorpsi isotermis dilakukan untuk mendapatkan kurva sorpsi isotermis yang mulus. Terdapat beberapa macam model persamaan sorpsi isotermis, pada penelitian ini model yang dipilih merupakan model persamaan yang biasa diaplikasikan pada bahan pangan. Persamaan yang dipilih adalah persamaan-persamaan sederhanan yang mempunyai parameter tidak lebih dari tiga serta dapat digunakan pada kisaran aw yang luas. Model persamaan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, Chen-Clayton dan GAB.

Persamaan non linear (Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, Chen-Clayton) yang digunakan tersebut diubah ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga dapat ditentukan nilai-nilai konstanta dalam persamaannya dengan metode kuadrat terkecil. Lain halnya dengan model persamaan GAB, persamaan ini diubah ke dalam bentuk persamaan kuadratik sehingga nilai-nilai konstanta dalam persamaan dapat ditentukan.

Uji ketepatan model dilakukan untuk mengetahui ketepatan model persamaan sorpsi isotermis untuk menggambarkan seluruh kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Uji ketepatan dilakukan dengan menggunakan perhitungan Mean Relative Deviation (MRD). Rumus MRD tersebut adalah sebagai berikut:

(35)

Dimana : mi = kadar air percobaan mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

Jika nilai MRD < 5, maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan sangat tepat. Jika 5 < MRD < 10, maka model tersebut menggambarkan keadaan sebenarnya dengan agak tepat dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

e. Penentuan variabel pendukung

Beberapa variabel pendukung yang penting dalam menentukan umur simpan dengan pendekatan air kritis, yaitu premeabilitas kemasan produk cookies, luas kemasan, berat solid cookies per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30oC.

Rancangan Percobaan

Rancangan metode penelitian yang digunakan adalah rancangan

Response Surface Methodology (RSM) mixture design D-optimal. Rancangan ini

menggunakan software Design Expert trial (DX trial). Mixture design adalah eksperimen yang memiliki respon yang diasumsikan hanya tergantung dari proporsi relatif dari ingradient dalam formula dan bukan tergantung jumlah ingradient tersebut.

Faktor perlakuan berupa komponen yang diubah-ubah pada penelitian ini adalah proporsi tepung talas dan tepung kacang hijau. Output dari proses analisa respon yang diolah dengan rancangan statistik RSM mixture design adalah berupa persamaan polinomial. Persamaan polinomial yang diperoleh tiap respon ditunjukkan dengan variabel tertentu yang dapat berbentuk Mean (M),

Linear (L), Quadratik (Q), dan Cubic (C). Variabel tersebut menjadi faktor yang

menentukan rancangan model polinomial untuk faktor perlakuan pada penelitian sehingga didapatkan respon yang mendukung terciptanya produk yang optimal (Rahmawati 2010).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil uji organoleptik secara deskriptif dengan menggunakan persentase penerimaan panelis. Persentase penerimaan panelis ditentukan dengan cara menghitung persentase panelis yang dapat menerima produk dari uji hedonik. Data yang dihasilkan dari uji kimiawi diolah dengan menggunakan Microsoft Excel software. Kadar air, abu, protein, lemak,

(36)

karbohidrat, serta serat dinyatakan dalam persentase. Selanjutnya data yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 16.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan menggunakan teknik optimasi RSM (Response Surface Methodology), sebuah metodologi atau alat optimasi yang memungkinkan untuk memperoleh penjelasan menyeluruh mulai dari desain penelitian, analisis data, dan optimasi. Software yang digunakan dalam aplikasi RSM adalah Desaign Expert trial. Berikut merupakan diagram alir penelitian cookies tepung komposit talas.

Gambar 5 Diagram alir penelitian cookies tepung komposit talas

Penentuan formula cookies terpilih melalui RSM

Dilakukan pendugaan umur simpan dengan metode akselerasi Formula cookies terpilih

Formulasi tepung komposit dengan metode RSM

Analisis karakteristik kimia dan organoleptik cookies

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung Talas

Menurut Moy (1977) umur panen talas adalah sekitar 8 sampai 12 bulan, pada penelitian ini sendiri bahan dasar tepung adalah talas Banten yang rata-rata berusia 10 bulan. Proses pembuatan tepung talas meliputi penimbangan umbi, pengupasan dan pencucian serta perendaman dengan larutan garam, selanjutnya umbi talas dikeringkan dan digiling sehingga dapat diperoleh tepung talas.

Tahapan awal dalam pembuatan tepung talas adalah pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung karena mempunyai efek membersihkan. Talas selanjutnya direndam dengan menggunakan larutan NaCl 10% selama 1 jam, hal ini dilakukan untuk mengurangi kandungan oksalat yang terdapat dalam talas. NaCl akan terionisasi di dalam air menjadi ion Na+ dan Cl- yang akan berikatan dengan kalsium oksalat

membentuk natrium oksalat dan endapan kalsium diklorida yang larut dalam air (Sajevv 2004).

Kemudian dilakukan proses pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC. Pengeringan dilakukan kurang lebih selama 12 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar keringnya merata. Hasil dari penegeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling.

Sifat Fisik Tepung Talas

Sifat fisik yang diuji adalah rendemen tepung. Rendemen merupakan perbandingan berat akhir tepung dengan berat awal bahan baku yang digunakan. Nilai rendemen ini dapat digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin ekonomis produk tersebut, begitu juga sebaliknya (Melani 2002). Rendemen tepung talas adalah sebesar 15 %, nilai rendemen tersebut menunjukan bahwa nilai ekonomis tepung talas masih relatif rendah.

Sifat Kimia Tepung Talas

Sifat kimia yang diuji antara lain adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat makanan. Kandungan zat gizi tepung talas dapat dilihat pada Tabel 8.

(38)

Tabel 8 Hasil analisis kimia tepung talas

*sumber: Lingga 1989

Tepung talas yang dihasilkan mengandung lebih banyak energi dibandingkan dengan talas segar, hal ini dikarenakan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam tepung talas lebih tinggi dibandingkan dengan talas segar. Selain peningkatan kandungan karbohidrat, dalam tepung talas juga terkandung lebih banyak protein. Sedangkan untuk kandungan lemak dan abu pada tepung talas tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan yang terkandung dalam talas segar. Peningkatan kandungan zat gizi dalam tepung talas menyebabkan kandungan energi yang terdapat didalamnya menjadi lebih tinggi.

Kadar air tepung talas yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan talas yang masih segar. Hal ini disebabkan banyak air yang menguap selama proses pengeringan dalam pembuatan tepung. Hasil kadar air tepung talas berada dalam kisaran aman untuk bahan pangan, yakni dibawah 14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang dan keawetan lebih lama (Winarno et al 1980). Menurut Winarno (1993) untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Pada penelitian ini cara yang digunakan adalah pengeringan bahan dengan metode penjemuran.

Formulasi Cookies

Formulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah tepung talas serta tepung kacang hijau ke dalam adonan cookies. Batas minimal penambahan adalah penambahan tepung kacang hijau agar dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-2973-1992 dengan syarat cookies mengandung protein lebih dari 9 gram per 100 gram bahan. Formulasi cookies berdasarkan kepada formulasi yang didapatkan dari Respon Surface Methodolgy (RSM). Berikut merupakan tabel formulasi cookies berdasarkan RSM.

Kandungan gizi per 100 g talas Mentah* Tepung

Energi (kkal) 145 394 Protein (g) 1.2 6.74 Lemak (g) 0.4 0.44 Karbohidrat (g) 34.2 90.68 Serat (g) 1.5 19.17 Abu (g) 1.0 1.82 Air (g) 63.1 7.07

(39)

Tabel 9 Formulasi cookies talas dengan RSM

Formula Tepung talas (%) Tepung hijau (%)

F1 66.67 33.33 F2 70.00 30.00 F3 60.00 40.00 F4 63.33 36.67 F5 60.00 40.00 F6 65.00 35.00 F7 67.50 32.50 F8 62.50 37.50

Sifat Organoleptik Cookies

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (uji hedonik) dan mutu hedonik. Penilaian uji hedonik menggunakan sembilan skala dan parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur produk (Ghandi 2009).

Tabel 10 Hasil uji hedonik cookies

Formula Hedonik

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F0 6.08 b 6.0493 b 5.531 c 5.573 b 6.07 c F1 4.438 a 4.1813 a 3.5853 a 4.32 a 4.133 a F2 4.564 a 4.584 a 3.8387 ab 4.445 a 4.376 ab F3 4.54 a 4.74 a 4.364 ab 4.8 a 4.698 ab F4 4.784 a 4.74 a 4.1173 ab 4.253 a 4.291 ab F5 4.544 a 4.74 a 4.364 ab 4.8 a 4.698 ab F6 4.712 a 4.8853 a 4.4587 abc 4.503 a 4.618 ab F7 4.84 a 4.88 a 5 c 4 a 4.856 b F8 5.0827 a 4.7867 a 4.712 bc 4.435 a 4.92 b

*) keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Tabel 11 Hasil uji mutu hedonik cookies

Formula Mutu hedonik

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F0 5.533 c 5.467 c 5.567 c 5.83 c 5.633 c F1 3a 3.667 a 3.467 a 3.5 a 3.633 a F2 3.067 a 3.567 a 3.8 ab 3.767 ab 3.9 ab F3 3.4 ab 3.967 ab 3.83 ab 3.967 ab 4.067 abc F4 3.833 bc 4.2 ab 4.067 ab 4.167 b 4 abc F5 3.4 ab 3.967 ab 3.83 ab 3.967 ab 4.067 abc F6 3.7667 bc 3.933 ab 4.2 b 4.167 b 4.333 bc F7 4.3667 c 4.2 ab 4.467 b 4 b 4.567 c F8 4.3 c 4.5 b 4.367 b 4.233 b 4.6 c

(40)

Berdasarakan hasil uji organoleptik diketahui bahwa rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap warna 5.08 sampai 4.4387 sedangkan penilaian mutu hedonik antara 3 sampai 4.367. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa hingga agak suka dengan mutu warna agak kuning hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap aroma 4.1 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.5667 sampai 4.5. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa dengan mutu aroma agak tidak beraroma hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap rasa 3.5853 sampai 4.72 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.4667 sampai 4.4667. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk agak tidak suka hingga biasa dengan mutu rasa agak hambar hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap tekstur 4.2533 sampai 4.8 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.5 sampai 4.4. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk biasa dengan mutu tekstur agak keras hingga biasa. Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap keseluruhan cookies berkisar antara 4.133 sampaui 4.92 dengan penilaian mutu hedonik antara 3.633 sampai 4.6. Kisaran skala tersebut menunjukan bahwa panelis menilai produk biasa dengan mutu agak tidak enak hingga biasa.

Warna

Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk, serta titik akhir dari proses pemasakan ditentukan oleh warna (Parker 2003). Secara alamiah, pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia, perubahan warna dapat disebabkan perubahan pH atau oksidasi selama penyimpanan. Hasilnya makanan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik (pada pemangganggan atau penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellow 2000).

Hasil uji hedonik terhadap warna cookies menunjukan bahwa cookies kontrol memperoleh skor 6.08, hal ini menujukan bahwa panelis menyukai

cookies kontrol. Cookies dengan penambahan tepung komposit mempunyai skor

(41)

*) keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 6 Hasil uji hedonik terhadap warna cookies talas.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa warna cookies dengan penambahan tepung komposit yang paling disukai adalah cookies dengan formula F8 sedangkan warna cookies yang paling tidak disukai oleh panelis adalah cookies dengan formula F1.

Berdasarkan mutu warna, cookies kontrol memperoleh skor rata-rata sebesar 5.553 (agak kuning). Cookies dengan penambahan tepung komposit memperoleh mutu warna 3 sampai 4.367 (agak coklat sampai biasa). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan tepung komposit berpengaruh sangat nyata (α<0.05) terhadap mutu warna cookies. Hal ini berarti penambahan tepung dapat mempengaruhi mutu warna cookies. Gambar berikut menunjukan hasil uji lanjut Duncan (α=0.05).

*)keterangan: Perbedaan huruf/angka menyatakan nilai yang berbeda nyata

Gambar 7 Hasil uji mutu hedonik terhadap warna cookies talas.

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Referensi

Dokumen terkait