• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PENAMBAHAN BIJI KETUMBAR (Halaman 31-40)

Perbedaan nutrien biji ketumbar dengan varietas yang sama setiap daerah produksi, dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan iklim (temperatur dan curah hujan). Faktor inilah yang menjadikan nutrien biji ketumbar yang di produksi Indonesia lebih baik dari yang dihasilkan negara lain. Daerah penanaman ketumbar di Indonesia yang cocok dan sudah berproduksi adalah di dataran tinggi Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga, Temanggung, dan sebagian daerah di Sumatera Barat (Astawan, 2009). Komposisi nutrien biji ketumbar yang digunakan sebagai bahan baku ransum penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Nutrien Biji Ketumbar (as fed)

Komposisi Nutrien Jumlah Bahan Kering (%) 89,19 Protein Kasar (%) 17,30 Lemak Kasar (%) 11,59 Serat Kasar (%) 31,26 Beta-N 22,89 Kalsium (%) 1,01 Fosfor 0,82

Energi Bruto (Kkal/ Kg) 5.052,00

Keterangan:..Komposisi nutrien biji ketumbar hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet, Institut Pertanian Bogor (2011).

Performa

Ayam broiler penelitian yang dipelihara dipuasakan selama tiga jam sebelum dipotong untuk mempermudah proses evaluasi akhir. Minggu ke lima ayam broiler dipotong dan dievaluasi meliputi bobot hidup akhir, bobot karkas, potongan komersial, lemak abdominal, dan kolesterol karkas. Bobot hidup dipengaruhi oleh pakan yang diberikan semakin baik kualitas ransum pada ayam akan menghasilkan bobot hidup yang tinggi, dan juga akan mempengaruhi bobot karkas, potongan komersial, lemak abdominal, serta kolesterol karkas.

Data mengenai seluruh peubah penelitian yang berhubungan dengan

20   

Tabel 7. Performa Broiler Umur 5 Minggu

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 Bobot Badan (g/ e) 1.217 ± 34 1.215 ± 16 1.256 ± 84 1.308 ± 108 PBB (g/ e) 1.175 ± 34 1.173 ± 16 1.214 ± 83 1.266 ± 108 Konsumsi starter (g/ e) 816 ± 14ab 692 ± 41a 836 ± 79b 773 ± 30ab Konsumsi finisher (g/ e) 1.383 ± 88 1.338 ± 92 1.388 ± 127 1.299 ± 84 Konversi Pakan 1,87 ± 0,13 1,73 ± 0,06 1,84 ± 0,09 1,65 ± 0,18 Keseragaman (%) 21,7 ± 2,8 51,8 ± 22,6 54,4 ± 21,2 42,7 ± 12,7 Mortalitas starter (ekor) 0,00 0,00 0,00 0,00 Mortalitas finisher (ekor) 2,00 3,00 2,00 6,00

Panting (kali/ menit) 124 ± 5,13 124 ± 1,35 132 ± 5,20 136 ± 8,66

Keterangan: .R0 (ransum tanpa (0%) biji ketumbar/ kontrol); R1 (ransum + 1% biji ketumbar); R2 (ransum + 2% biji ketumbar); R3 (ransum + 3% biji ketumbar). PBB (Pertambahan Bobot Badan), keseragaman = bobot badan ± 10% bobot badan, panting diukur saat suhu maksimum pemeliharaan. Superskrip non-kapital pada baris (konsumsi

starter).menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Indonesia merupakan daerah tropis secara umum suhu harian berfluktuasi antara 27,7-34,6 °C dengan kelembaban 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003). Suhu dan kelembaban lingkungan yang direkomendasikan untuk pertumbuhan optimum broiler yang memasuki umur tiga minggu adalah 25 °C dan kelembaban 60% (Charoen Pokphand, 2005). Perkembangan broiler di daerah tropis dihadapkan pada tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktifitas, karena pengaruh tingginya tingkat stres akibat suhu lingkungan panas pada siang hari. Rangkaian respon fisiologis tubuh ayam ke keadaan negatif secara terus-menerus (stres) akibat suhu lingkungan yang fluktuatif, berdampak pada penurunan performa. Stres secara kasat mata dalam jangka waktu lama dapat dicerminkan dengan produktivitas yang tidak optimal, seperti bobot badan rendah (di bawah standar), keseragaman rendah, mortalitas cenderung tinggi (infeksi penyakit), dan feed conversion ratio (FCR) mengalami peningkatan, dan pertambahan bobot badan yang rendah (Austic, 2000).

Data di atas menunjukkan broiler seluruh perlakuan mengalami kondisi stres akibat suhu lingkungan. Hal ini bisa dilihat dari peubah keseragaman yang rendah, konversi pakan yang tinggi dan mortalitas terjadi pada priode finisher (Austic, 2000; Charoen Pokphand, 2005). Taraf penggunaan biji ketumbar 2%-3% dalam ransum,

mampu memberikan efek positif terhadap peningkatan konsumsi ransum starter. Hal ini sangat diperlukan dalam mengurangi penurunan konsumsi yang merupakan dampak dari faktor penyebab stres.

Menurut Kusnadi (2009), cekaman panas pada ayam broiler dapat meningkatkan konsumsi air, menurunkan produksi, dan konsumsi pakan. Mortalitas terjadi pada priode finisher, artinya terjadi setelah broiler memasuki umur tiga minggu. Austic (2000) menjelaskan suhu lingkungan panas mengakibatkan stres. Rangkaian fisiologis saat stres dapat menurunkan kepekaan terhadap penyakit (kualitas sel imun menurun), sehingga mortalitas cenderung tinggi. Hasil penelitian untuk rataan bobot hidup akhir, bobot karkas, lemak abdominal, dan kolesterol karkas ayam broiler umur lima minggu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Bobot Hidup Akhir, Bobot Karkas, Lemak Abdominal, dan

...Kolesterol Karkas Ayam Broiler Umur 5 Minggu

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3 Bobot Hidup Akhir (g) 1.183,33 1.216,00 1.285,00 1.310,33

± 35,16 ± 39,28 ± 116,89 ± 63,53 Bobot Karkas (g) 791,67 818,67 840,33 830,67 ± 51,07 ± 32,53 ± 81,93 ± 102,45 (%) 66,86 67,32 65,37 63,25 ± 2,52 ± 0,76 ± 0,47 ± 5,16 Lemak Abdominal (g) 18,70 23,35 24,64 24,56 ± 3,01 ± 3,03 ± 3,47 ± 2,07 (%) 1,58 1,92 1,78 1,88 ± 0,28 ± 0,24 ± 0,19 ± 0,20 Kolesterol (mg/ 100 g) 19,37b 29,43a 27,52ab 8,71c ± 3,10 ± 3,92 ± 2,29 ± 5,27

Keterangan : RO (Ransum tanpa (0%) biji ketumbar/ kontrol); R1 (Ransum + 1% biji ketumbar); R2

.(Ransum+ 2% biji ketumbar); dan R3 (Ransum + 3% biji ketumbar). Superskrip non-kapital

.pada .baris (kolesterol) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Bobot Karkas

Bobot karkas dalam penelitian ini adalah bobot yang diperoleh dari hasil pemotongan dan penimbangan ayam umur lima minggu tanpa darah, bulu, kepala, leher, kaki, dan organ dalam selain paru-paru. Bobot karkas ayam kontrol 791,67 g/ ekor, sedangkan pada perlakuan meningkat tetapi tidak mempengaruhi bobot karkas.

22   

Dilihat dari data bobot hidup akhir pada perlakuan (R3)>(R2)>(R1)>(R0), jadi peningkatan bobot karkas seiring dengan peningkatan bobot hidup akhir, dan sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) mengatakan bahwa produksi karkas erat hubungannya dengan bobot hidup.

Pendapat lain, Siregar (1980) menyatakan bahwa bobot karkas dipengaruhi oleh strain, jenis kelamin, umur, bobot hidup, dan makanan. Dilihat dari data yang ada bahwa bobot hidup akhir perlakuan (R3)>(R2)>(R1)>(R0) tetapi bobot karkas perlakuan (R2)>(R3)>(R1)>(R0).

Menurut Hernandez et al. (2004), biji ketumbar mengandung minyak atsiri yang berkhasiat sebagai stimulan, penguat organ pencernaan, merangsang enzim pencernaan, dan peningkatan fungsi hati sehingga dapat meningkatkan nafsu makan. Jadi, dapat dikatakan makanan/.pakan dengan penambahan biji ketumbar mempengaruhi bobot karkas tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Persentase Karkas

Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup ayam akhir penelitian dikali 100%, sehingga bobot hidup yang besar akan diikuti pula oleh bobot karkas yang besar begitupun sebaliknya. Untuk melihat pengaruh dari perlakuan terhadap persentase karkas, maka dilakukan analisa ragam..Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan (R1), (R2,) dan (R3). tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap persentase karkas ayam broiler, dibandingkan dengan ransum kontrol. Penelitian ini menggunakan ransum yang memiliki kandungan energi metabolis dan protein yang sama. Menurut Pesti dan Bakalli (1997), ada hubungan yang erat antara rasio energi dan protein dengan persentase karkas, yaitu semakin tinggi rasio energi dan protein maka semakin tinggi pula persentase karkas yang dapat diperoleh. Penambahan biji ketumbar diduga tidak terlalu mempengaruhi efisiensi penggunaan energi dan protein ransum tersebut, sehingga persentase karkas yang dihasilkan tidak berbeda nyata secara statistik.

Pesti dan Bakali (1997) menyatakan bahwa persentase karkas ayam broiler umur panen lima minggu yaitu antara 60,52%-69,51%, hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan dalam penelitian ini menghasilkan persentase karkas yang masih dalam kisaran yang dinyatakan Pesti dan Bakali (1997) tersebut yaitu antara 63,25% - 67,32%.

Lemak Abdominal

Menurut Amrullah (2004), lemak abdominal merupakan lemak yang dihasilkan karena kelebihan energi asam lemak yang disimpan dalam tubuh terutama di bawah kulit dan rongga perut. Produksi ayam broiler ditujukan untuk tumbuh lebih cepat dengan bobot tubuh yang cukup dan konversi pakan yang baik, tetapi konsekuensinya lemak tubuh meningkat. Lemak.abdominal pada penelitian ini adalah lemak yang terdapat di sekeliling gizzard dan di sekitar kloaka. Persentase lemak abdominal yaitu perbandingan berat lemak abdominal dengan bobot hidup dikali 100%. Perbedaan kuantitas lemak abdominal adalah hasil perbedaan kecepatan pertumbuhan, ada pembawaan lemak abdominal meningkat dengan meningkatnya

bobot tubuh.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap kandungan lemak abdominal tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Minyak atsiri dalam biji ketumbar 0,5%-1% berkhasiat meningkatkan palatabilitas makanan dan antimikroba (Isao et al., 2004). Hal ini mengakibatkan jumlah energi yang dikonsumsi akan lebih banyak. Selanjutnya akan meningkatkan jumlah kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Kelebihan energi tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya kelebihan lemak tubuh. Tinggi rendahnya lemak abdominal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi selera konsumen terhadap ayam broiler. Penimbunan lemak yang tidak berlebihan untuk dipasarkan merupakan hal penting, karena akan memberikan penampilan karkas yang baik dan memperbaiki kualitas daging, karena lemak yang berlebihan dapat membahayakan kesehatan.

Kolesterol Karkas

Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam tubuh diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh. Kebutuhan kolesterol dalam tubuh sebagian besar dipenuhi melalui sintesa kolesterol dalam tubuh dan dibentuk di dalam hati (Frandson, 1992). Hendrawati (1999) menyatakan bahwa kolesterol dalam daging ayam broiler yang baik berkisar antara 80 sampai 91 mg/ 100 g. Manusia membutuhkan rata-rata 1,1 g kolesterol setiap hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Sekitar 25%-40% dari jumlah tersebut berasal dari makanan dan selebihnya disintesis dalam tubuh. Tabel 8. memperlihatkan bahwa penambahan

24   

biji ketumbar dalam ransum mampu menurunkan kolesterol karkas paha kanan atas ayam broiler. Perlakuan (R3) dengan penambahan biji ketumbar 3% nilai kolesterol karkas berada dibawah kadar kolesterol kontrol (R0). Menurut Chithra dan Leelamma (1997), ketumbar ada kandungan flavonoid berperan menurunkan kolesterol. Penambahan biji ketumbar 3% efektif untuk menurunkan kolesterol.

Menurut Robinson (1995), zat aktif flavonoid mempunyai sifat tidak larut pada enzim-enzim pencernaan dan lipid. Hal ini dapat membantu kinerja garam empedu, fungsi utama garam empedu dan lesitin dalam empedu adalah untuk membuat gelembung siap untuk dipecah oleh pengadukan di dalam usus halus. Empedu mengandung air, garam-garam pigmen empedu, kolesterol, dan lipid. Akibat dari peningkatan sekresi empedu dan pankreas ke duodenum, ekskresi asam empedu dan kolesterol akan dikeluarkan bersama feses.

Potongan Komersial

Potongan komersial istilah yang digunakan untuk menyebut karkas yang di potong-potong menurut pesanan. Merkley et al. (1980), membagi karkas menjadi lima bagian besar potongan komersial yaitu dada, pangkal paha, paha bawah, sayap, dan punggung. Persentase potongan komersial dalam penelitian ini adalah rasio bobot potong komersial dengan bobot karkas dikali 100%. Menurut Amrullah (2004), ayam broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak, bagian-bagian tubuh ayam broiler tidak sama rasanya satu dengan yang lain, pada bagian-bagian betis lebih keras karena lebih berotot, bagian dada lebih empuk dan sedikit

mengandung lemak.

Menurut Priyatno (2003), potongan komersial atau parting (chicken part) istilah yang digunakan untuk menyebut karkas yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian menurut aturan atau pesanan tertentu atau bisa juga untuk persiapan proses pengambilan tulang (boneless). Potongan komersial ini merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memudahkan pembeli dalam memilih bagian produk yang lebih disukai secara leluasa. Potongan komersial dapat lebih meningkatkan daya tarik tersendiri dalam penjualan produk peternakan yang akan dipasarkan. Hasil penelitian penambahan biji ketumbar terhadap persentase potongan komersial dengan pemeliharaan selama lima minggu disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Persentase Potongan Komersial Ayam Broiler Umur 5 Minggu Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 Dada (%) 30,55 33,81 31,59 32,47 ± 1,51 ± 1,32 ± 1,52 ± 1,54 Paha atas (%) 16,92 16,08 17,44 17,41 ± 0,82 ± 0,91 ± 1,90 ± 1,38 Paha.bawah (%) 15,83 14,95 16,22 15,98 ± 0,18 ± 0,37 ± 2,06 ± 2,07 Sayap (%) 12,17 12,54 13,31 11,98 ± 1,49 ± 0,09 ± 0,87 ± 0,60 Punggung (%) 24,51 22,70 26,57 24,84 ± 1,56 ± 0,91 ± 3,98 ± 2,07

Keterangan : RO (Ransum tanpa (0%) biji ketumbar/ kontrol); R1 (Ransum + 1% biji ketumbar); R2 (Ransum.+ 2% biji.ketumbar);.dan R3 (Ransum + 3% biji ketumbar).

Potongan Komersial Dada

Dada merupakan potongan yang paling banyak disukai oleh konsumen karena memiliki daging yang tebal serta rendah kandungan lemaknya. Hasil statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan biji ketumbar dalam ransum pada taraf yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap potongan komersial dada. Menurut Amrullah (2004) persentase potongan komersial dada umur lima minggu adalah 30,1% pada jantan dan 29,7% betina. Penelitian yang dilakukan kisaran persentase potongan komersial dada yaitu 31,59%-33,81%, dapat dikatakan pakan dengan penambahan biji ketumbar mempengaruhi persentase potongan komersial tetapi tidak menunjukan pengaruh yang nyata.

Komersial Paha

Potongan komersial paha merupakan bagian karkas yang banyak mengandung jaringan otot sehingga perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat makanan khususnya protein (Bahij, 1991). Betis lebih keras karena lebih berotot (Amrullah, 2004). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan biji ketumbar dengan taraf yang berbeda dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap potongan komersial paha atas dan paha bawah pada penelitian ini.

26   

 

Potongan Komersial Sayap

Sayap merupakan bagian karkas yang lebih banyak mengandung jaringan tulang daripada jaringan otot, maka yang lebih berpengaruh adalah mineral ransum untuk masa pertumbuhannya (Basoeki, 1983). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan biji ketumbar dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase potongan komersial sayap pada penelitian ini.

Potongan.Komersial.Punggung

Punggung merupakan bagian karkas yang banyak mengandung jaringan tulang sehingga yang lebih berpengaruh dalam masa pertumbuhannya adalah mineral ransum (Basoeki, 1983). Perlakuan pemberian pakan dengan penambahan biji ketumbar dalam ransum ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap potongan.komersial.punggung.

Keuntungan Penggunaan Biji Ketumbar dalam Ransum

Data-data mengenai evaluasi biaya penggunaan biji ketumbar dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan broiler umur lima minggu disajikan Tabel 10. Tabel.10..Biaya Penggunaan Biji Ketumbar dalam Ransum Terhadap Pertambahan

.... Bobot Badan Broiler Umur 5 Minggu

Penilaian Perlakuan

R0 R1 R2 R3 Konsumsi Ransum Starter (g/ekor) 815,74 691,87 835,81 773,36 Harga Ransum Starter (Rp/Kg) 6.350 6.500 6.700 6.850 Biaya Ransum Starter (Rp/ekor) 5.180 4.497 5.600 5.298 Konsumsi Ransum Finisher (g/ekor) 1.383 1.339 1.388 1.299 Harga Ransum Finisher (Rp/Kg) 6.200 6.400 6.550 6.700 Biaya Ransum Finisher (Rp/ekor) 8.576 8.568 9.089 8.703 Total Biaya Ransum (Rp/ekor) 13.756 13.065 14.689 14.000 Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 1.175 1.173 1.214 1.266 Biaya Ransum Perbobot Badan (Rp/g) 11,70 11,14 12,10 11,06

Keterangan : RO (Ransum tanpa (0%) biji ketumbar/ kontrol); R1 (Ransum + 1% biji ketumbar); R2 (Ransum.+ 2% biji.ketumbar);.dan R3 (Ransum + 3% biji ketumbar).

27 

Penggunaan biji ketumbar sebagai bahan baku sangat aplikatif, pengolahan biji ketumbar setelah dipisahkan dari buahnya, dijemur lalu digiling, dan bisa langsung dicampur dengan bahan pakan lain dalam mesin. Proses pengolahan sampai diberikan pada ternak tidak rumit dan relatif pendek. Namun, Penggunaan biji ketumbar meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan karena ransum dengan penambahan biji ketumbar mengeluarkan biaya sebesar Rp 20.000/ kg. Pada tabel diatas perlakuan (R3) menghasilkan pertambahan bobot badan rata-rata tertinggi, dan biaya ransum yang harus dikeluarkan (R3) paling besar. Keuntungan yang dihasilkan jika melihat biaya ransum yang harus dikeluarkan untuk kenaikan satu g bobot badan (R3) lebih rendah dari ransum lainnya. Jika dilihat dari tingkat kesehatan yang diperoleh dari keterkaitan seluruh peubah, dengan asumsi manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan sama, menghasilkan broiler (R2) dalam tingkat kesehatan tertinggi diantara yang lain. Tingkat kesehatan broiler mulai dari yang tertinggi adalah (R2), (R1), (R0), dan (R3), serta untuk performa adalah (R3), (R2), (R1), dan (R0). Selain itu manfaat yang dihasilkan dengan penambahan biji ketumbar dalam penelitian ini, yaitu: memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik dari kontrol, memberi efek positif dalam menjaga atau mengurangi penurunan kesehatan yang menjadi masalah bagi peternak tropis, dan mampu menurunkan kadar kolesterol daging broiler. Hal ini tentu menguntungkan bagi produsen karena memiliki ternak lebih sehat dengan performa baik.

28   

 

Dalam dokumen PENAMBAHAN BIJI KETUMBAR (Halaman 31-40)

Dokumen terkait