• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan adalah persiapan dan pemurnian kembali kultur bakteri asam laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5 (telah diidentifikasi menggunakan API 50 CHL test strip) (Arief, unpublished) yang merupakan isolat asal daging sapi dan persiapan ketiga bakteri indikator, yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11). Persiapan bakteri asam laktat dan ketiga bakteri indikator tersebut dimaksudkan untuk mengetahui morfologis dan kemurniannya melalui pewarnaan Gram dan uji katalase.

Karakteristik morfologis isolat bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5 yang telah didapat adalah berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun rantai pendek dan tergolong bakteri Gram positif. Uji katalase pada isolat ini bernilai negatif yang berarti isolat Lactobacillus plantarum 1A5 tidak membebaskan molekul oksigen setelah direaksikan dengan hidrogen peroksida (Rahman et al., 1992). Karakteristik morfologis yang dihasilkan tersebut menunjukkan bahwa kultur homogen dan tidak tercemar, seperti yang diperoleh pada penelitian sebelumnya (Hidayati, 2006 dan Permanasari, 2008). Kelompok Lactobacillus plantarum menurut Fardiaz (1992) adalah mempunyai bentuk batang yang panjang, katalase negatif, bersifat anaerob fakultatif dan tergolong bakteri Gram positif. Morfologi Lactobacillus plantarum 1A5 secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 5.

Karakteristik morfologis ketiga bakteri indikator yang digunakan, antara lain Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 yang berbentuk batang, soliter maupun koloni dan tergolong bakteri Gram negatif sedangkan Staphylococcus aureus ATCC 25923 mempunyai bentuk bulat atau kokus tergolong bakteri Gram positif. Ketiga bakteri indikator tersebut bernilai positif untuk uji katalasenya. Pemilihan ketiga bakteri indikator ini mengacu pada ketentuan SNI 01-6366-2000 yang menyatakan bahwa kedua bakteri (Staphylocoocus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhimurium ATCC 14028) perlu mendapat perhatian khusus sebagai cemaran mikroba pada daging dan spesies Escherichia coli merupakan penghuni normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan sehingga digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran (Pelczar dan Chan, 2007). Morfologi ketiga bakteri indikator secara mikroskopis tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

(A) (B)

(C)

Gambar 6. Morfologi Bakteri-Bakteri Indikator: (A) Staphylocoocus aureus ATCC 25923; (B) Salmonella typhimurium ATCC 14028; (C) enteropathogenic Escherichia coli K11

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi identifikasi supernatan antimikroba dengan spesifikasi bakteriosin asal Lactobacillus plantarum 1A5. Identifikasi bakteriosin di dalam supernatan antimikroba ditentukan berdasarkan hasil uji antagonistiknya dengan ketiga bakteri indikator. Supernatan antimikroba yang diduga mengandung bakteriosin tersebut didapatkan melalui lima tahapan yang berurutan, antara lain dengan melakukan produksi bakteriosin pada media yang berbeda, purifikasi parsial bakteriosin, uji sensitivitas bakteriosin kasar 1A5 terhadap enzim katalase dan enzim proteolitik serta konsentrasi penghambatan minimum berupa Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericide Concentration (MBC) dengan metode uji kontak.

Produksi Bakteriosin dari Media yang Berbeda

Produksi bakteriosin dilakukan dengan menggunakan tiga inducer yang berbeda pada media pertumbuhan Lactobacillus plantarum 1A5, yaitu NaCl 1%, kombinasi NaCl 1% dengan yeast extract (YE) 3% dan tripton 1%. Ketiga inducer tersebut digunakan merunut hasil yang didapatkan oleh Ogunbawo et al. (2003) yang menyatakan bahwa nilai terbesar dari bakteriosin yang disintesis, yaitu 6400 AU/ml, didapatkan ketika media pertumbuhan kultur, berupa MRS broth, ditambahkan suplemen atau inducer berupa yeast extract (3%) atau NaCl (1%), sedangkan penambahan tripton (1%) dapat menghasilkan bakteriosin sebesar 3200 AU/ml.

Supernatan antimikroba yang telah dihasilkan dari media produksi dengan masing-masing inducer berada pada kondisi asam. Kondisi asam tersebut disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat. Branen (1993) menyatakan bahwa asam organik merupakan salah satu supernatan antimikroba yang dihasilkan dari bakteri asam laktat, terutama asam laktat. Asam organik tersebut mempunyai spektrum penghambatan yang luas terhadap mikroorganisme yaitu dengan cara menyerang dinding sel, membran sel, metabolisme enzim, sistem sintesis protein maupun secara genetik (Smid dan Gorris, 2007).

Asam-asam organik yang terdapat di dalam supernatan antimikroba tersebut dapat menutupi aktivitas bakteriosin yang terbentuk dalam menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan buffer

(NaOH 0,1 N) hingga supernatan antimikroba mencapai kondisi pada pH 5 dan pH 6. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi pengaruh asam organik dalam supernatan antimikroba dan diharapkan dapat mengoptimalkan aktivitas bakteriosin yang terbentuk. Bakteriosin yang terkandung di dalam supernatan bebas sel dari Streptococcus bovis J2 40-2 yang diisolasi dari susu fermentasi tradisional Dahi menunjukkan aktivitas antimikrobial secara penuh (100%) pada pH antara 4,0-8,0 sedangkan aktivitas antimikroba sebesar 90% terjadi pada pH 2,0-3,0 dan pH 9,0- 10,0 serta tidak menunjukkan aktivitasnya pada kondisi pH 12,0-13,0 (Rashid et al., 2009). Selain itu, Nowroozi et al. (2004) menuliskan hasil yang serupa bahwa produksi maksimum dari bakteriosin didapatkan pada kondisi pH 6,5 dari rentang pH 2 hingga pH 10 dan bakteriosin kehilangan aktivitasnya pada pH 12. Kondisi pH dari supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 pada media MRS broth dengan inducer yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi pH Supernatan Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 pada Media MRS Broth dengan Inducer yang Berbeda

Inducer pH initial pH Setelah Penetralan

NaCl 1% 3,63 3,55 5,00 ± 0,02 6,00 ± 0,08 Tripton 1% 4,04 4,05 5,00 ± 0,02 6,00 ± 0,08 YE 3% + NaCl 1% 3,80 3,80 5,00 ± 0,02 6,00 ± 0,08

Kondisi pH initial maupun setelah penetralan pada supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 berbanding terbalik dengan nilai total asam tertitrasinya. Semakin rendah nilai pH supernatan antimikroba menunjukkan semakin tinggi nilai total asam tertitrasinya dan demikian pula sebaliknya semakin tinggi nilai pH supernatan antimikroba menunjukkan semakin rendah nilai total asam tertitrasinya. Nilai total asam tertitrasi merupakan persentase besarnya total asam yang terbentuk di dalam suatu supernatan atau komponen yang dapat dititrasi atau dinetralisir oleh basa kuat, misalnya NaOH 0,1 N, dengan bantuan indikator fenolptalein (pp) 1%. Hubungan kondisi pH pada berbagai media produksi

bakteriosin dengan nilai total asam tertitrasi dari supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT) pada Berbagai Kondisi pH Supernatan Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5

Kualitas nilai total asam tertitrasi dapat memprediksikan pengaruh asam lebih baik daripada pH (Nielsen, 1998) karena pada pengukuran pH, nilai yang terukur adalah konsentrasi ion H+ yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi, sedangkan total asam tertitrasi adalah hasil pengukuran nilai asam terdisosiasi dan asam tidak terdisosiasi (Frazier dan Westhoff, 1988). Pengaruh penghambatan dari asam organik pada supernatan antimikroba terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdisosiasi (Rini, 1995).

Nilai total asam tertitrasi pada supernatan antimikroba dengan pH initial yang dihasilkan dari media produksi dengan inducer NaCl 1% dan tripton 1% menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,36% asam laktat meskipun masing-masing nilai pH keduanya berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan asam tidak terdisosiasi dari supernatan antimikroba dengan inducer tripton 1% kemungkinan lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh inducer NaCl 1%. Semakin banyak asam tidak terdisosiasi di dalam supernatan antimikroba menunjukkan bahwa asam yang bekerja di dalamnya adalah asam lemah. Asam lemah adalah asam yang tidak terionisasi (terdisosiasi) sempurna ketika dilarutkan di dalam air dan sebagian besar asam organik termasuk ke dalam asam lemah (Clark, 2007).

Asam lemah memiliki aktivitas antimikroba yang lebih besar pada pH rendah dibandingkan dengan pH netral. Molekul asam tidak terdisosiasi merupakan bentuk toksik dari asam lemah meskipun asam yang terdisosiasi juga memiliki kemampuan

0,36 0,18 0,36 0,09 0,36 0,09 0,36 0,09 0,54 0,18 0,54 0,18 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 pH initial pH 5 pH initial pH 6 Nil ai T AT ( % )

Kondisi pH Supernatan Bebas Sel

NaCl 1% Tripton 1% YE 3% + NaCl 1%

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 3,63 4,04 3,80 3,55 4,05 3,80 pH initial pH initial

untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan oleh bentuk tidak terdisosiasi dari asam organik berdifusi secara silang menembus membran sel karena sifatnya yang larut lemak (Ouwehand dan Vesterlund, 2004; Samelis dan Sofos, 2003) dan mengganggu permeabilitas membran. Setelah berada di dalam sitoplasma, asam akan terdisosiasi sehingga menghasilkan proton. Proton yang berlebihan menyebabkan keseimbangan proton dalam sitoplasma terganggu. Gangguan yang terjadi berakibat pada berkurangnya energi sel untuk pertumbuhan karena energi yang ada digunakan untuk menyeimbangkan proton. Hal tersebut juga mengakibatkan transpor asam amino dan gula terganggu (Russel, 2005).

Banyak peneliti menyatakan bahwa terjadinya penghambatan pertumbuhan pada mikroba disebabkan oleh asam organik akibat adanya pelepasan proton ke dalam sitoplasma sehingga pH dalam membran sel menjadi sangat asam secara mendadak (Ouwehand dan Vesterlund, 2004; Samelis dan Sofos, 2003). Namun demikian, hipotesis tersebut dibantah oleh peneliti lain yang menyatakan bahwa penghambatan pertumbuhan oleh asam organik bukan karena translokasi proton tetapi karena adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan sintesis makromolekul dan mempengaruhi tranportasi membran sel. Bakteri asam laktat dan juga bakteri lain meniadakan pengaruh dari akumulasi anion dengan cara mengurangi pH pada sitoplasma (Ouwehand dan Vesterlund, 2004).

Hasil uji antagonistik supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dari masing-masing media produksi bakteriosin terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat. Diameter zona hambat yang terbentuk dapat berupa diameter zona bening di sekeliling sumur yang menunjukkan sifat bakterisidal (membunuh bakteri) maupun diameter zona semu yang menunjukkan sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Bakteriosin merupakan protein atau peptida pada bakteri yang menunjukkan aksi bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap spesies yang umumnya berfilogeni dekat namun terdapat pula beberapa jenis bakteriosin dapat menunjukkan spektrum yang lebih luas (Jimenez-diaz, 1993).

Rataan diameter zona hambat supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dari masing-masing media dengan pH initial dan pH sesudah penetralan dapat dilihat pada Gambar 8. Supernatan antimikroba Lactobacillus

plantarum 1A5 pada media dengan pH initial cenderung mempunyai aktivitas penghambatan yang lebih besar terhadap ketiga bakteri indikator bila dibandingkan dengan aktivitas penghambatan dari supernatan antimikroba yang telah dikondisikan pada pH 5 dan pH 6.

Keterangan: N5 = NaCl 1% pH 5; T5 = tripton 1% pH 5; Y5 = YE 3% + NaCl 1% pH 5 N6 = NaCl 1% pH 6; T6 = tripton 1% pH 6; Y6 = YE 3% + NaCl 1% pH 6

= diameter zona hambat supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum

1A5 dengan nilai pH initial

= diameter zona hambat supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum

1A5 dengan nilai pH yang telah dikondisikan pada pH 5 dan pH 6 diameter lubang sumur (± 5 mm) termasuk ke dalam diameter zona hambat

Gambar 8. Diameter Zona Hambat Supernatan Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dari Media Produksi yang Berbeda terhadap (A). Staphylococcus aureus ATCC 25923; (B). Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan (C). Enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11)

Aktivitas penghambatan yang paling besar hingga paling kecil pada media produksi dengan pH initial secara berurutan dimulai dari supernatan antimikroba yang dihasilkan dari media dengan inducer NaCl 1% dilanjutkan dengan kombinasi YE 3% dan NaCl 1% dan terakhir dengan tripton 1%. Semakin rendah nilai pH

0 2 4 6 8 10 N5 T5 Y5 N6 T6 Y6 Diam et er Z on a Ham b at (m m ) Media Optimasi (A) 0 2 4 6 8 10 N5 T5 Y5 N6 T6 Y6 Diam et er Z on a Ham b at (m m ) Media Optimasi (B) 0 1 2 3 4 5 6 7 N5 T5 Y5 N6 T6 Y6 Diam et er Z on a Ham b at (m m ) Media Optimasi (C)

initial yang dihasilkan menunjukkan semakin besar aktivitas penghambatan supernatan antimikrobanya dan begitu pula sebaliknya. Besarnya aktivitas penghambatan diperoleh dari semakin banyaknya konsentrasi asam organik yang terbentuk dengan ditunjukkan oleh semakin rendahnya pH initial dan juga semakin tingginya nilai total asam tertitrasinya.

Nilai pH initial supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang dihasilkan dari media produksi dengan inducer NaCl 1% maupun kombinasi YE 3% dan NaCl 1% lebih rendah daripada nilai pH supernatan antimikroba dari media produksi dengan inducer tripton 1% . Hal tersebut terjadi diduga karena pemanfaatan kedua inducer lebih diarahkan sebagai nutrisi tambahan untuk perkembangbiakan sel. Peningkatan jumlah sel diasumsikan berkorelasi positif dengan pembentukan asam organik sebagai supernatan antimikroba. Semakin banyak jumlah sel yang terbentuk mengakibatkan semakin banyak pula asam organik yang diproduksi sehingga supernatan yang dihasilkan juga mempunyai tingkat keasaman yang lebih tinggi dan dapat mengganggu pembentukan bakteriosin. Risyahadi (2009) menuliskan hal yang sama bahwa jumlah biomassa bakteri asam laktat yang terlalu banyak akan menghasilkan akumulasi jumlah asam laktat yang berlebihan dan akan menurunkan nilai pH. Penurunan pH dapat mengganggu mikroba dalam biosintesis bakteriosin.

Berbeda dengan kedua supernatan antimikroba yang mempunyai nilai pH initial yang lebih rendah, media produksi dengan inducer tripton 1% mempunyai nilai pH initial yang paling tinggi, yaitu 4,04-4,05. Tingginya nilai pH tersebut mungkin disebabkan oleh kandungan nitrogen di dalam tripton yang lebih dimanfaatkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5 untuk pembentukan senyawa antimikroba, terutama bakteriosin, daripada untuk perkembangbiakan sel, sehingga asam organik yang dihasilkan juga lebih rendah.

Tripton merupakan salah satu sumber nitrogen yang dapat menghasilkan aktivitas bakteriosin ST194BZ sebesar 12800 AU/ml dan berdasarkan beberapa hasil yang diperoleh juga disimpulkan bahwa tingginya aktivitas bakteriosin berasal dari penambahan tripton ke dalam media pertumbuhan dan bukan dari penambahan yeast extract maupun meat extract. Bakteriosin ST194BZ adalah bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum ST194BZ hasil isolasi dari Boza (Todorov

et al., 2005). Produksi bakteriosin dipengaruhi oleh tipe dan level karbon, sumber nitrogen dan fosfat, surfaktan kation dan penghambat. Bakteriosin dapat diproduksi dari media dengan sumber karbohidrat yang berbeda (Savadogo et al., 2006).

Aktivitas penghambatan supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang dihasilkan dari keenam media produksi terhadap ketiga bakteri indikator juga ditunjukkan dengan persentase diameter zona hambatnya yang dapat dilihat pada Tabel 7. Persentase zona hambat tersebut diperoleh dari persentase hasil perbandingan antara diameter zona hambat dari masing-masing media produksi terhadap diameter zona hambat dari masing-masing media kontrol (Rashid et al., 2009). Media kontrol merupakan media produksi dengan nilai pH initial yang dikondisikan pada pH 5 atau pH 6.

Tabel 7. Persentase Zona Hambat Supernatan Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 pada Media Produksi yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator

Media Produksi S. aureus ATCC 25923 S. typhimurium ATCC 14028 EPEC K11 --- (%) --- NaCl 1% pH 5 76,00 ± 28,70 67,61 ± 7,43 86,97 ± 12,76 pH 6 64,83 ± 11,99 70,74 ± 2,89 85,50 ± 19,40 Tripton 1% pH 5 82,00 ± 17,80 101,89± 0,836 99,20 ± 3,07 pH 6 73,67 ± 15,76 104,54 ± 0,423 102,8 ± 21,90 NaCl 1% + YE 3% pH 5 78,20 ± 19,40 79,25 ± 10,30 82,60 ± 18,40 pH 6 64,46 ± 8,43 88,60 ± 20,00 102,03 ± 7,95

Keterangan: Masing-masing kolom yang sama menunjukkan tidak nyata (p-value > 0,05) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)

Analisis ragam dengan rancangan acak lengkap dilakukan per bakteri indikator

Hasil analisis ragam pada persentase zona hambat supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan EPEC K11 serta hasil uji Kruskal-Wallis terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028 menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Hal ini berarti bahwa supernatan antimikroba yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5 pada

keenam media produksi yang berbeda mempunyai aktivitas penghambatan yang tidak berbeda terhadap ketiga bakteri indikator.

Aktivitas penghambatan supernatan antimikroba pada media produksi yang cenderung lebih rendah dari media kontrol serta tidak berbedanya persentase penghambatan supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang dihasilkan dari masing-masing media produksi terhadap ketiga bakteri indikator diakibatkan oleh berkurangnya konsentrasi asam organik, terutama jenis asam tidak terdisosiasi, dan juga terlalu rendahnya konsentrasi bakteriosin yang terbentuk untuk melawan bakteri indikator. Hal ini juga didukung oleh Todorov et al. (2004) yang menyatakan bahwa rendahnya aktivitas penghambatan pada media perlakuan dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas antimikroba dari bakteriosin akibat sensitifnya peranan asam organik. Oleh karena itu, perlu dilakukan tahap lanjutan berupa purifikasi parsial bakteriosin.

Purifikasi Parsial Bakteriosin

Tahapan purifikasi parsial bakteriosin ini menggunakan supernatan antimikroba yang berasal dari media produksi dengan masing-masing inducer yang dikondisikan pada pH 6. Hal ini dimaksudkan agar dapat memaksimumkan aktivitas antimikroba dari bakteriosin yang terbentuk dan juga diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan aktivitas antimikroba dari asam organik. Hasil yang didapatkan pada tahapan purifikasi parsial bakteriosin ini untuk selanjutnya disebut dengan ekstrak bakteriosin kasar 1A5.

Ekstrak bakteriosin kasar 1A5 menunjukkan jenis protein yang hidrofobik karena posisi endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di bagian atas supernatan antimikroba. Hal ini juga didukung oleh Abo-Amer (2007) yang menyatakan bahwa Lactobacillus plantarum AA135 menghasilkan bakteriosin yang disebut dengan plantarisin AA135 dan mempunyai karakteristik protein yang hidrofobik. Selain itu, kebanyakan bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat adalah berbentuk kecil, tahan panas, termasuk peptida-peptida kationik dan mempunyai sifat hidrofobik (Jack et al., 1995; Savadogo et al., 2006).

Bagian hidrofobik di dalam molekul bakteriosin merupakan hal yang diperlukan untuk aktivitasnya dalam menghambat bakteri sensitif karena inaktivasi mikroorganisme oleh bakteriosin tergantung pada interaksi hidrofobik antara sel-sel

bakteri dengan molekul-molekul bakteriosin (Parada et al., 2007). Aktivitas penghambatan ekstrak bakteriosin kasar 1A5 dari ketiga media produksi terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan rataan diameter zona hambat yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Diameter Zona Hambat Ekstrak Bakteriosin Kasar 1A5 terhadap Bakteri Indikator

Media Produksi S. aureus ATCC 25923 S. typhimurium ATCC 14028 EPEC K11 --- (mm) --- NaCl 1% (pH 6) 25,12 ± 0,72 7,19 ± 0,24 6,05 ± 0,91 Tripton 1% (pH 6) 27,10 ± 1,36 7, 99 ± 0,33 6,03 ± 0,90 NaCl 1% + YE 3% (pH 6) 22,06 ± 4,94 6,85 ± 0,51 6,55 ± 2,44

Keterangan: Masing-masing kolom yang sama menunjukkan tidak nyata (p-value > 0,05) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)

Analisis ragam dengan rancangan acak lengkap dilakukan per bakteri indikator

Hasil analisis ragam diameter zona haat, ketiga perlakuan ekstrak bakteriosin kasar 1A5 tidak berbeda terhadap bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hasil tidak berbeda tersebut juga ditunjukkan pada hasil uji Kruskal-Wallis terhadap bakteri indikator Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan EPEC K11. Namun demikian, jika diartikan secara deskriptif, ekstrak bakteriosin kasar 1A5 yang dihasilkan dari media produksi dengan inducer tripton 1% menghasilkan diameter zona hambat terbesar, yaitu pada uji antagonistik melawan Staphylococcus aureus ATCC 25923 dihasilkan diameter zona hambat sebesar (27,10 ± 1,36) mm dan pada uji antagonistik melawan Salmonella typhimurium ATCC 14028 dihasilkan diameter zona hambat sebesar (7,99 ± 0,33) mm. Kedua diameter zona hambat terbesar tersebut sudah cukup dapat mewakili bahwa ekstrak bakteriosin kasar 1A5 dari media produksi dengan inducer tripton 1% mempunyai aktivitas penghambatan terbaik melawan bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif meskipun tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terbaiknya melawan EPEC K11.

Gambar 9. Diameter Zona Hambat Ekstrak Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 1A5 terhadap Bakteri Indikator

Diameter zona hambat untuk ketiga media produksi terhadap bakteri indikator Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923) adalah paling besar seperti pada Gambar 9. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa bakteriosin asal bakteri asam laktat kebanyakan hanya dapat menghambat spesies yang kekerabatannya dekat atau mikroorganisme Gram positif lainnya (Vuyst dan Vandamme, 1994; Jack et al., 1995; Helander et al., 1997; Holo et al., 2001; Ouwehand dan Vesterlund, 2004; Parada et al., 2007). Sejauh ini tidak cukup bukti bahwa bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri Gram positif dapat menghambat bakteri Gram negatif tanpa penambahan komponen aktif membran yang lain (Ouwehand dan Vesterlund, 2004), misalnya EDTA (Helander et al., 1997). Aktivitas antimikroba ekstrak bakteriosin kasar 1A5 (dengan inducer tripton 1%) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Gambar 10.

0 5 10 15 20 25 30 S. aureus ATCC 25923 S. typhimurium ATCC 14028 EPEC K11 Diam et er Z on a Ham b at ( m m ) Bakteri Indikator

NaCl 1% pH 6 Tripton 1% pH 6 YE 3% dan NaCl 1% pH 6

S. aureus

ATCC 25923

S. typhimurium

ATCC 14028

Gambar 10. Zona Hambat Ekstrak Bakteriosin Kasar 1A5 (dengan inducer tripton 1%) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 Ekstrak bakteriosin kasar 1A5 asal Lactobacillus plantarum 1A5 yang juga merupakan bakteri Gram positif mampu melewati dinding sel dan melakukan aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri Gram positif lain karena merupakan peptida-peptida kationik. Jack et al. (1995) menyatakan bahwa salah satu penentuan aktivitas antimikroba adalah terjadinya interaksi awal antara molekul-molekul kationik dari bakteriosin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel, yang salah satunya adalah asam teikoat. Asam teikoat tersebut merupakan reseptor bakteriosin yang hanya dihasilkan oleh bakteri Gram positif. Levinson (2004) menyebutkan bahwa bakteri Gram positif mengandung lapisan tebal peptidoglikan (15-80 nm) serta asam teikoat.

Proses kontak langsung antara molekul bakteriosin dengan membran sel mampu mengganggu potensial membran berupa ketidakstabilan membran sitoplasma. Ketidakstabilan tersebut mengakibatkan pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui gangguan terhadap gaya gerak proton. Lubang yang terbentuk pada membran sel menyebabkan terjadinya perubahan gradien potensial membran dan pelepasan molekul intraseluler ataupun masuknya substansi ekstraseluler sehingga pertumbuhan sel menjadi terhambat dan menghasilkan proses kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin (Gonzales et al., 1996).

Berbeda dengan bakteri Gram positif, bakteri Gram negatif menunjukkan sifat resistensinya terhadap kebanyakan bakteriosin asal bakteri Gram positif

(Herlander et al., 1997) karena selain mengandung lapisan tipis peptidoglikan (± 8 nm) juga mempunyai lapisan terluar yang kompleks yaitu mengandung

lipopolisakarida, lipoprotein dan fosfolipid (Levinson, 2004). Sifat resistensi tersebut merupakan bentuk perlindungan dari membran luar selnya dengan mengembangkan fungsi hambat yang efisien melawan cairan hidrofobik dan makromolekul dari bakteriosin (Herlander et al., 1997). Bakteriosin asal bakteri asam laktat tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin (Ray, 2004).

Sensitivitas Bakteriosin Kasar 1A5 terhadap Enzim Katalase

Karakterisasi bakteriosin kasar 1A5 yang dilakukan adalah uji sensitivitas terhadap enzim katalase. Pengujian tersebut dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa komponen aktif yang menghambat bakteri indikator pada tahap sebelumnya adalah komponen bakteriosin yang terkandung di dalam ekstrak bakteriosin kasar 1A5 dan bukan oleh komponen antimikroba lainnya, terutama hidrogen peroksida (H2O2). Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida di bawah kondisi

pertumbuhan yang aerob dan karena berkurangnya produksi katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2 tersebut

sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004).

Gambar 11. Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar 1A5 tanpa dan dengan Penambahan Enzim Katalase terhadap Bakteri Indikator 27,10 8,00 13,30 7,18 0 5 10 15 20 25 30

S. aureus ATCC 25923 S. typhimurium ATCC 14028 Diam et er Z on a Ham b at (m m ) Bakteri Indikator

tanpa enzim katalase dengan enzim katalase

S. aureus ATCC

25923

S. typhimurium

ATCC 14028

Uji sensitivitas bakteriosin kasar 1A5 terhadap enzim katalase menunjukkan tingkat kesensitifan yang rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan masih terbentuknya diameter zona hambat pada uji antagonistik melawan ketiga bakteri indikator melalui aktivitas penghambatan bakteriosin kasar 1A5. Besarnya masing-masing diameter

Dokumen terkait