• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar dan Laboratorium Mikrobiologi Bagian THT Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kampus IPB Dramaga, Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 8 bulan dari bulan Januari hingga bulan Agustus 2009.

Materi

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat bakteri asam laktat dari daging sapi yaitu Lactobacillus plantarum 1A5 (koleksi Arief, 2005), bakteri indikator (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11 merupakan isolat koleksi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang diisolasi dari feses bayi yang mengalami diare)), media De Man Rogosa and Sharpe Agar (MRSA), De Man Rogosa and Sharpe Broth (MRSB), Nutrient Agar (NA), Buffer Water Pepton (BPW), Mueller Hinton Agar (MHA), Yeast Extract (YE) 3%, NaCl 1%, tripton 1%, NaOH 0,1 N, amonium sulfat, larutan Mc. Farland no. 0,5 serta aquades.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung reaksi, jarum Öse, cawan Petri, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, pipet Pasteur, pemanas Bunsen, kertas saring, alat sentrifuse, membran filter Millipore (0,20 µm), alumunium foil, kapas, tip, ependorf, pH meter, jangka sorong, inkubator, oven, refrigerator, otoklaf, vortex dan buret.

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan media dan 3 ulangan untuk produksi bakterosin pada media yang berbeda, purifikasi parsial bakteriosin dan uji sensitivitas bakteriosin terhadap enzim proteolitik. Model statistika yang digunakan sebagai berikut:

keterangan:

Yijk = nilai respon ke-k dari kombinasi perlakuan pada taraf ke-i dan ke-j

= nilai tengah populasi

i = pengaruh perlakuan ke-i dari 6 taraf perlakuan media pertumbuhan untuk

produksi bakteriosin, 3 taraf perlakuan media pertumbuhan untuk purifikasi parsial bakteriosin dan 3 taraf perlakuan enzim proteolitik untuk uji sensitivitas bakteriosin kasar 1A5

ij = pengaruh galat dari nilai respon ke-j dari perlakuan pada taraf ke-i.

Peubah yang diamati untuk rancangan acak lengkap adalah diameter zona hambat hasil uji antagonistik dari supernatan antimikroba hasil produksi bakterosin dengan perlakuan media yang berbeda, ekstrak bakteriosin kasar 1A5 hasil purifikasi parsial bakteriosin dengan perlakuan media yang berbeda dan dari bakteriosin kasar 1A5 dengan perlakuan enzim proteolitik terhadap masing-masing bakteri indikator (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11)). Data yang didapat dianalisis dengan analisis ragam dan apabila hasil yang diperoleh adalah nyata akan dilanjutkan dengan Uji Tukey (Gaspersz, 1991).

Rancangan percobaan lainnya yang digunakan adalah secara deskriptif baik untuk produksi bakteriosin pada media yang berbeda, purifikasi parsial bakteriosin, uji sensitivitas bakteriosin terhadap enzim katalase dan enzim proteolitik serta penentuan nilai MIC dan MBC bakteriosin kasar 1A5. Pengolahan data secara deskriptif ini perlu dilakukan guna memperjelas pembahasan terhadap hasil yang telah diperoleh.

Prosedur Strain Bakteri dan Media Pertumbuhan

Bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat BAL asal daging sedangkan bakteri indikatornya adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11). Kultur bakteri asam laktat (BAL) yang telah dipropagasi dalam media MRS broth pada suhu inkubasi 37 oC selama 24 jam, dibiakkan kembali ke dalam tiga media, yaitu MRS broth yang ditambahkan dengan NaCl 1%, MRS broth yang ditambahkan dengan NaCl 1% dan

YE 3% serta MRS broth yang ditambahkan dengan tripton 1%, agar didapatkan kultur kerja dengan masa inkubasi 20 jam pada suhu 37 oC. Ketiga bakteri indikator lainnya dibiakkan pada media Nutrient Agar (NA) selama 24 jam pada suhu 37 oC agar diperoleh kultur kerja bakteri indikator.

Produksi Bakteriosin pada Media yang Berbeda

Lactobacillus plantarum 1A5 ditumbuhkan pada tiga media yang berbeda yaitu yaitu MRS broth yang ditambahkan dengan NaCl 1%, MRS broth yang ditambahkan dengan NaCl 1% dan YE 3% serta MRS broth yang ditambahkan dengan tripton 1% (Ogunbawo et al., 2003) selama 20 jam pada suhu 37 oC. Selanjutnya, diekstraksi menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC (Savadogo et al., 2004). Supernatan bebas sel yang didapat, dipisahkan dari endapan kemudian diukur nilai pH dan TAT-nya. Supernatan bebas sel yang diperoleh dikondisikan pada pH 5,0 dan 6,0 menggunakan NaOH 0,1 N untuk menghilangkan pengaruh antimikrobial dari asam organik (Savadogo et al., 2004). Setelah itu, seluruh supernatan bebas sel disterilisasi melalui filtrasi menggunakan filter Millipore 0,20 m. Selanjutnya, uji antagonistik dilakukan melalui konfrontasi supernatan antimikroba dengan ketiga bakteri indikator menggunakan metode sumur difusi agar. Hasil dari uji antagonistik yang dilakukan adalah berupa zona bening di sekitar lubang sumur yang kemudian nilai diameter zona hambatnya dipersentasekan dengan rumus (Rashid et al., 2009):

Pengukuran pH. Sebelum persiapan uji antagonistik, karakterisasi supernatan antimikroba dilakukan pengukuran nilai pH supernatan menggunakan pH meter yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan buffer untuk pH 7 dan pH 4. Kalibrasi dilakukan setiap akan melakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam supernatan bebas sel setelah terlebih dahulu elektroda dibersihkan dengan aquades. Skala nilai pH dibaca pada saat muncul kata ready atau angka penunjuk telah berada posisi tetap.

Pengukuran Total Asam Tertitrasi. Supernatan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 3 tetes larutan indiktor phenolphtalein

(pp 1%). Supernatan bebas sel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda (Nielsen, 2003). Perhitungan persentase asam laktat sebagai berikut:

Total asam tertitrasi (%) =

keterangan: a = bobot/volume sampel, dinyatakan dalam ml b = volume larutan NaOH, dinyatakan dalam ml c = normalitas larutan NaOH, dinyatakan dalam N eq.wt = konstanta asam laktat (90,08)

Persiapan Uji Antagonistik

Bakteri indikator yang telah ditumbuhkan dalam media NA selama 24 jam pada suhu 37 oC distandarisasi terlebih dahulu. Standarisasi dilakukan dengan cara menyetarakan kekeruhannya (turbiditas) sesuai standar Mc Farland no. 0,5 untuk menghasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 108 cfu/ml (P0). Konfrontasi pada tahap produksi bakteriosin pada media yang berbeda dilakukan antara supernatan antimikroba dan bakteri indikator dengan populasi 1,5 x 106 cfu/ml (setara dengan 0,1 dari P0) yang diperoleh dengan mengencerkannya sebanyak 100 kali ke dalam BPW steril. Sedangkan konfrontasi pada tahapan-tahapan selanjutnya (purifikasi parsial bakteriosin, uji sensitivitas bakteriosin kasar 1A5 terhadap enzim katalase dan enzim proteolitik) konfrontasi dilakukan antara substrat bakteriosin kasar 1A5 dan bakteri indikator dengan populasi 1,5 x 108 cfu/ml (P0) guna meratakan populasi bakteri indikator di media Mueller Hilton Agar (MHA) dan mempermudah pengukuran diameter zona hambat yang terbentuk.

Suspensi bakteri indikator diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml kemudian dituangkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan media MHA steril bersuhu 50 oC sebanyak 20 ml. Setelah itu, cawan petri diputar-putar membentuk angka delapan di atas bidang datar agar media MHA dan suspensi bakteri indikator menjadi homogen kemudian media konfrontasi didiamkan hingga mengeras. Setelah mengeras, dibuat sumur berdiamater 5 mm dengan menggunakan ujung pipet pasteur steril sebanyak 6 buah di setiap cawan dan dibuat duplo dengan tiga ulangan untuk masing-masing supernatan antimikroba.

Uji Antagonistik Bakteriosin terhadap Bakteri Indikator

Supernatan antimikroba sebanyak 50 l dimasukkan ke dalam masing-masing lubang sumur menggunakan mikropipet. Selanjutnya, cawan dilapisi dengan kertas saring terlebih dahulu sebelum ditutup. Seluruh cawan yang berisi bakteri indikator (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan enteropathogenic Escherichia coli K11 (EPEC K11)) dan supernatan antimikroba BAL Lactobacillus plantarum 1A5 diinkubasi selama 2 jam pada suhu ± 10 oC yang kemudian dilanjutkan untuk diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC (Savadogo et al., 2004).

Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur pada seluruh cawan diamati dan diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong. Diameter dari masing- masing zona hambat diukur sebanyak tiga kali di daerah yang berbeda yang kemudian hasilnya dirata-ratakan. Setiap pengujian diulang sebanyak tiga kali dan pada setiap ulangan dilakukan secara duplo. Zona hambat yang positif ditunjukkan dengan warna bening maupun warna semu dan akan negatif apabila tidak terdapat warna bening maupun warna semu disekitar sumur. Zona bening maupun warna semu tersebut menunjukkan bahwa bakteriosin berperan dalam membunuh maupun menghambat aktivitas bakteri indikator.

Purifikasi Parsial Bakteriosin

Purifikasi parsial bakteriosin dilakukan pada supernatan antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang dihasilkan dari ketiga media produksi bakteriosin (supernatan antimikroba yang dihasilkan dari media pertumbuhan dengan inducer NaCl 1%, kombinasi inducer NaCl 1% dan YE 3% serta inducer tripton 1% ) dengan kondisi pH 6. Serbuk amonium sulfat ditambahkan sebanyak 40% ke dalam supernatan antimikroba yang telah disaring steril untuk manghasilkan endapan protein, kemudian dihomogenkan secara perlahan dan didiamkan pada suhu refrigerator selama semalam (Savadogo et al., 2004; Todorov et al., 2004; Nowroozi et al., 2004; dan Abo-Amer, 2007). Endapan protein yang terbentuk dibuat ekstrak bakteriosin kasar dengan cara memisahkan filtrat dengan sebagian besar supernatannya kemudian menghomogenkan filtrat tersebut dengan supernatan yang masih tersisa sehingga dihasilkan ekstrak bakteriosin kasar sebanyak ± 20% dari

volume awal (Venema et al., 1997). Penghitungan padatan amonium sulfat didasarkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Penggunaan Padatan Amonium Sulfat (% Penjenuhan)

Awal

% 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Konsentrasi Akhir dari Padatan Amonium Sulfat (gram)

0 10,6 13,4 16,4 19,4 22,6 25,8 29,1 32,6 36,1 39,8 43,6 47,6 51,6 55,9 60,3 65,0 69,7 5 7,9 10,8 13,7 16,6 19,7 22,9 26,2 29,6 33,1 36,8 40,5 44,4 48,4 52,6 57,0 61,5 66,2 10 5,3 8,1 10,9 13,9 16,9 20,0 23,3 26,6 30,1 33,7 37,4 41,2 45,2 49,3 53,6 58,1 62,7 15 2,6 5,4 8,2 11,2 14,1 17,2 20,4 23,7 27,1 30,6 34,3 38,1 42,0 46,0 50,3 54,7 59,2 20 0 2,7 5,5 8,3 11,3 14,3 17,5 20,7 24,1 27,6 31,2 34,9 38,7 42,7 46,9 51,2 55,7 25 0 2,7 5,6 8,4 11,5 14,6 17,9 21,1 24,5 28,0 31,7 35,5 39,5 43,6 47,8 52,2 30 0 2,8 5,6 8,6 11,7 14,8 18,1 21,4 24,9 28,5 32,3 36,2 40,2 44,5 48,8 35 0 2,9 5,7 8,7 11,8 15,1 18,4 21,8 25,8 29,6 32,9 36,9 41,0 45,3 40 0 2,9 5,8 8,9 12,0 15,3 18,7 22,2 26,3 29,6 33,5 37,6 41,8 45 0 3,0 5,9 9,0 12,3 15,6 19,0 22,6 26,3 30,2 34,2 38,3 50 0 3,0 6,0 9,2 12,5 15,9 19,4 23,5 26,8 30,8 34,8 55 0 3,1 6,1 9,3 12,7 16,1 20,1 23,5 27,3 31,2 60 0 3,1 6,2 9,5 12,9 16,8 20,1 23,9 27,9 65 0 3,2 6,3 9,7 13,2 16,8 20,5 24,4 70 0 3,2 6,5 9,9 13,4 17,1 20,9 75 0 3,3 6,6 10,1 13,7 17,4 80 0 3,4 6,7 10,3 13,9 85 0 3,4 6,8 10,5 90 0 3,4 7,0 95 0 3,5 100 0 Sumber: Simpson (2006)

Ekstrak bakteriosin kasar tersebut diuji aktivitasnya melalui uji antagonistik terhadap ketiga bakteri indikator. Diameter zona hambat hasil uji antagonistik antara ekstrak bakteriosin kasar dengan bakteri indikator diharapkan mempunyai nilai lebih besar daripada diameter zona hambat hasil uji antagonistik pada tahap produksi bakteriosin pada media yang berbeda.

Uji Sensitivitas Bakteriosin Kasar 1A5 terhadap Enzim Katalase

Uji lanjut dari purifikasi parsial bakteriosin adalah karakterisasi bakteriosin kasar 1A5 yang berupa uji sensitivitas bakteriosin terhadap enzim katalase. Enzim katalase (2,0 U/mg) distabilkan di dalam buffer 10 mM potasium fosfat (pH 7,0). Sampel bakteriosin kasar 1A5 sebanyak 1 ml diinkubasi dengan 1 mg/ml enzim katalase pada suhu 25 oC (Savadogo et al., 2004). Hasil karakterisasi bakteriosin tersebut dilihat setelah diuji antagonistik kembali dengan bakteri indikator, antara

lain Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil positif dari zona hambat mengindikasikan bahwa komponen aktif dari bakteriosin kasar 1A5 adalah bakteriosin dan bukan hidrogen peroksida. Namun demikian, hasil negatif kontrol enzim katalase yang masih membentuk zona hambat dapat diartikan bahwa komponen aktif yang bekerja dari bakteriosin kasar 1A5 dengan perlakuan enzim katalase terhadap bakteri indikator kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh komponen bakteriosin yang terkandung di dalamnya tetapi juga dapat berasal dari residu katalase.

Uji Sensitivitas Bakteriosin Kasar 1A5 terhadap Enzim Proteolitik

Karakterisasi bakteriosin kasar juga dilakukan melalui uji sensitivitas bakteriosin terhadap enzim proteolitik. Enzim proteolitik yang digunakan yaitu pepsin (3,2 U/ml) dalam 0,2 M buffer sitrat (pH 3,0) dan tripsin (15000 U/mg) dalam 0,05 M buffer Tris Hidroklorida (pH 8,0). Sampel bakteriosin kasar 1A5 sebanyak 1 ml dihomogenkan dengan 1 mg/ml dari masing-masing enzim proteolitik (Torkar dan Matijasic, 2003). Setelah homogen, perlakuan enzim tripsin diinkubasi pada suhu 25 oC sedangkan perlakuan enzim pepsin diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 oC, (Savadogo et al., 2004). Hasil karakterisasi bakteriosin kasar 1A5 tersebut dapat dilihat setelah diuji antagonistik kembali dengan ketiga bakteri indikator. Hasil negatif dari zona hambat menunjukkan bahwa bakteriosin kasar 1A5 merupakan senyawa protein.

Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericide Concentration (MBC) Bakteriosin Kasar 1A5 dengan Metode Kontak

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah konsentrasi terendah senyawa antimikroba yang dapat menghambat bakteri indikator pada kondisi yang telah ditentukan (Kubo, 1993) sedangkan Minimum Bactericide Concentration (MBC) adalah konsentrasi terendah senyawa antimikroba yang dapat membunuh sebanyak 99,9% atau 103 cfu/ml populasi bakteri indikator (Vigil et al., 2005). Tahapan penentuan MIC dan MBC dengan metode kontak meliputi:

1. Persiapan Bakteriosin Kasar 1A5

Ekstrak bakteriosin kasar 1A5 diperoleh dari media produksi dengan inducer tripton 1% yang dikondisikan pada pH 6. Ekstrak bakteriosin kasar 1A5 tersebut diencerkan 1:1 (v/v) dengan buffer potasium fosfat steril (KH2PO4)

yang juga telah dikondisikan pada pH 6 kemudian dihomogenkan (Rashid et al., 2009). Setelah homogen, bakteriosin kasar 1A5 disimpan terlebih dahulu pada suhu refrigerator selama ± 5 jam agar lebih stabil bercampur dengan buffer untuk digunakan dalam metode kontak.

2. Persiapan Kombinasi Perlakuan antara Konsentrasi Bakteriosin Kasar 1A5, Larutan Pengencer dan Bakteri Indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923

Kombinasi perlakuan antara bakteriosin kasar 1A5, larutan pengencer nutrient broth (NB) dan bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923 disiapkan dalam konsentrasi tertentu. Bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan jumlah ± 107 cfu/ml diinokulasikan sebanyak 0,5 ml ke dalam masing-masing kombinasi perlakuan yang telah disiapkan kemudian dihomogenkan. Masing-masing kombinasi perlakuan berjumlah 5 ml untuk 100% campurannya. Kombinasi perlakuan tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Kombinasi Bakteriosin Kasar 1A5 dengan Pengencer NB untuk Penentuan MIC dan MBC

Konsentrasi Ekstrak Bakteriosin (% v/v) Jumlah Ekstrak Bakteriosin (ml) Jumlah Pengencer NB (ml) Jumlah Bakteri Indikator (ml) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

3. Penetuan MIC dan MBC Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 1A5 Melawan Bakteri Indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923

Semua kombinasi perlakuan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Evaluasi dilakukan dari setiap kombinasi perlakuan pada media nutrient agar (NA). Setiap kombinasi perlakuan dilakukan pengenceran hingga beberapa seri tertentu yang kemudian dipupukkan dengan metode tuang dan diinkubasi kembali pada suhu 37 oC selama 24 jam. Perhitungan nilai MIC dan MBC dilakukan menurut BAM (2001) yaitu aerobic plate count (APC) dengan melihat bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang tumbuh pada masing-masing kombinasi perlakuan. Formula penentuan jumlah koloni pada setiap perlakuan dengan jumlah koloni antara 25-250 cfu/ml adalah:

Keterangan: N = nilai koloni per ml atau per gram dari masing-masing kombinasi perlakuan

ΣC = jumlah seluruh koloni pada seluruh cawan yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d = nilai pengencer dari pengenceran pertama yang dihitung Nilai koloni per ml dari masing-masing kombinasi perlakuan yang didapatkan diubah ke dalam bentuk log cfu/ml sehingga dapat ditentukan nilai MIC dan MBC bakteriosin kasar 1A5 melawan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Nilai MIC ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan dengan konsentrasi bakteriosin kasar terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri indikator sedangkan nilai MBC ditunjukkan oleh kombinasi dengan konsentrasi bakteriosin kasar terkecil yang tidak dapat ditumbuhi lagi oleh bakteri indikator atau dapat mereduksi 3 log populasi bakteri indikator dari populasi awal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait