• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan penambahan asam sitrat tahap pertama dilakukan dengan menambahkan asam sitrat pada putih telur hingga pH putih telur mencapai 7,2; 6,8; 6,4. Penentuan besarnya pH yang diinginkan didasarkan pendapat Stadelman dan Cotterill (1995) yang menyatakan bahwa pada pembuatan tepung putih telur, pH harus diatur sedemikian rupa hingga pH cairan putih telur antara 6,6 – 7,0. Besar pH yang digunakan adalah pH lebih dari 7 dan lebih rendah dari 6,6 serta pH di antara 6,6 – 7 dengan selisih yang sama. Tujuannya untuk memperoleh hasil penambahan asam sitrat yang berbeda dan berpengaruh pada sifat fisik dan sifat fungsional tepung putih telur itik. Penentuan pH ini juga berperan dalam mengkondisikan pH putih telur pada saat dipasteurisasi untuk memaksimumkan kestabilan protein, karena masih diharapkan putih telur itik dapat mempertahankan sifat fisik dan fungsionalnya setelah menjadi tepung putih telur. Hasil pengukuran asam sitrat kemudian dibandingkan dengan bobot putih telur dan diubah ke dalam bentuk persen, ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Penambahan Asam Sitrat pada Putih Telur Itik

pH putih telur Kelompok 7,2 6,8 6,4 --- (%) --- 1 2,62 4,26 6,56 2 2,86 4,64 6,78 3 2,21 3,60 5,54 4 2,54 3,81 5,33 Rata-rata 2,56 4,08 6,05

Persentase penambahan asam sitrat yang telah diperoleh pada tahap pertama digunakan dalam proses pembuatan tepung putih telur pendahuluan, setelah itu dihitung daya dan kestabilan buihnya. Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tepung putih itik ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Daya dan Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik Penambahan Asam Sitrat (%) Peubah

2,6 4,1 6,1

Daya Buih (%) 177,77 281,00 461,11

Kestabilan Buih (%) 55,53 69,49 85,52

Daya buih tertinggi tepung putih telur itik diperoleh dengan persentase penambahan asam sitrat sebesar 6,1%. Kestabilan buih yang paling rendah dicapai oleh tepung putih telur itik dengan persentase penambahan asam sitrat sebesar 6,1%. Oleh karena itu, persentase penambahan asam sitrat yang dipilih sebagai taraf perlakuan pada penelitian utama adalah 6,1%.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat ada indikasi bahwa makin tinggi penambahan asam sitrat, daya buih tepung putih telur makin meningkat. Kestabilan buih tepung putih telur juga meningkat. Daya buih tepung putih telur diharapkan dapat mencapai lebih dari 600%. Dari Tabel 5, pada penambahan asam sitrat 6,1% daya buih yang baru dicapai sebesar 461,11%, untuk mencapai daya buih tepung putih telur lebih dari 600% dan minimal 461,11%, daya buih perlu ditingkatkan sebesar 139%. Peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 1,5% (dari 2,6% menjadi 4,1%) menyebabkan peningkatan daya buih sebesar 103,23% (dari 177,77 menjadi 281%). Peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 3,5% (dari 2,6% menjadi 6,1%) menyebabkan peningkatan daya buih sebesar 283,34% (dari 177,77 menjadi 461,11%). Peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 2% (dari 4,1% menjadi 6,1%) menyebabkan peningkatan daya buih sebesar 180,11% (dari 281 menjadi 461,11%). Berdasarkan hal tersebut, peningkatan penambahan asam sitrat yang dapat meningkatkan daya buih terbesar adalah sebesar 3,5%. Oleh karena itu, pada penelitian utama akan digunakan penambahan asam sitrat sebesar 0; 6,1 dan 9,6% (6,1% + 3,5%).

Penelitian Utama

Taraf asam sitrat yang digunakan untuk pembuatan tepung putih telur adalah 0; 6,1 dan 9,6%. Taraf tersebut berdasarkan penelitian pendahuluan. Peubah yang diamati adalah kadar air, rendemen, kecerahan, daya buih dan kestabilan buih.

Kadar Air

Pengaruh penambahan asam sitrat 0; 6,1 dan 9,6% terhadap kadar air disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Air Tepung Putih Telur Itik dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Asam Sitrat (%) Kadar Air (%)

0 7,00±0,50a

6,1 5,83±0,38b

9,6 5,17±0,38b

Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Penambahan asam sitrat dengan taraf 0%; 6,1% dan 9,6% pada putih telur itik memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air tepung putih telur itik yang dihasilkan. Kadar air tepung putih telur pada penambahan asam sitrat 9,6% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada tanpa penambahan asam sitrat, sedangkan kadar air tepung putih telur itik antara penambahan asam sitrat 6,1% dan 9,6% tidak berbeda.

Perlakuan tanpa penambahan asam sitrat menyebabkan kadar air tepung putih telur lebih tinggi dibandingkan kadar air tepung putih telur dengan taraf penambahan asam sitrat 6,1% dan 9,6% Kondisi tersebut disebabkan belum maksimalnya reaksi Saccharomyces sp. dengan protein dalam proses penggunaan glukosa untuk pertumbuhannya, sehingga air dalam protein putih telur masih terikat. Proses saat pasteurisasi pun yang menyebabkan ikatan protein sebagian terbuka. Hal ini disebabkan bagian hidrofilik pada permukaan luar protein tidak banyak membalik ke dalam untuk bertukar tempat dengan bagian hidrofobik pada permukaan dalam protein, sehingga masih ada air yang terikat di bagian dalam protein.

Penambahan asam sitrat pada putih telur menyebabkan kadar air tepung putih telur menurun. Reaksi Saccharomyces sp. dengan protein putih telur yang ditambahkan asam sitrat mampu mengurangi glukosa dalam putih telur, kondisi pH putih telur setelah ditambahkan asam sitrat juga membantu memaksimalkan kerja dari Saccharomyces sp. pada saat fase pertumbuhannya. Penambahan asam sitrat pada putih telur dilakukan sebelum pasteurisasi, dua proses tersebut mempengaruhi terbukanya ikatan protein. Namun, perlu diketahui protein putih telur memiliki karakteristik tertentu dalam menentukan maksimal atau tidaknya fungsi proteinnya

bekerja, penambahan asam sitrat salah satu upaya dalam menstabilkan sifat fungsional protein saat dipasteurisasi. Bagian hidrofilik pada permukaan luar protein telah banyak bertukar tempat dengan bagian hidrofobik pada permukaan dalam protein yang menyebabkan air yang terikat dalam protein keluar, dan kemudian digunakan dalam proses desugarisasi oleh Saccharomyces sp. Asumsi tersebut sesuai dengan pernyataan Zayas (1997) bahwa pengurangan air pada protein sangat kuat dipengaruhi oleh kondisi pH, menjadi lebih sedikit air dalam protein pada saat pH mendekati daerah isoelektrik yaitu muatan protein nol dan interaksi antar protein maksimal.

Air yang terdapat dalam putih telur itik merupakan air tipe II, karena setelah mengalami pengeringan kadar air tepung putih telur itik berkisar 5,17 – 7,33 %. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Winarno (1997) bahwa kadar air suatu bahan pangan yang berkisar 3 -7 % merupakan air tipe II yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni.

Nilai kadar air tepung putih telur itik ini aman dari adanya pertumbuhan mikroorganisme, hal ini sesuai dengan Brooker et al (1974) yang menyatakan bahwa pengeringan sebagai proses penurunan kadar air sampai batas tertentu dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Tingkat kadar air 2- 8% sebagai hasil pengeringan, aman dari resiko adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan contohnya Salmonella sp.

Rendemen

Nilai rendemen merupakan peubah yang menentukan efektif dan efisien tidaknya proses pengeringan. Semakin besar nilai rendemen tiap perlakuan menunjukkan makin efektif dan efisien proses yang dilakukan terhadap tepung putih telur itik. Hasil pengukuran rendemen disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rendemen Tepung Putih Telur Itik dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Asam Sitrat (%) Rendemen (%)

0 13,05±0,39 6,1 13,95±1,26 9,6 13,42±0,35

Taraf asam sitrat sebesar 0%; 6,1% dan 9,6% pada putih telur itik tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan rendemen tepung putih telur itik. Besarnya rendemen suatu produk kemungkinan dipengaruhi oleh penambahan suatu bahan, namun pada tepung putih telur itik nilai rendemen tiap taraf tidak jauh berbeda. Kondisi ini karena bahan yang ditambahkan berupa larutan asam sitrat. Nilai rendemen tepung putih telur itik dalam penelitian ini berkisar antara 13,05 – 13,95% atau rata-rata sebesar 13,47%. Nilai rataan rendemen tersebut di atas nilai rataan rendemen tepung putih telur ayam dengan penambahan asam sitrat yang berbeda yaitu 12,56% (Novitasari, 2006) dan dinyatakan juga oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1979) bahwa nilai bahan kering putih telur ayam sekitar 12,20%. Rataan sebesar 13,47% menunjukkan bahwa kadar air tepung putih telur itik lebih rendah dibandingkan kadar air tepung putih telur ayam.

Kecerahan

Penampilan fisik tepung putih telur itik yang merupakan salah satu daya tarik konsumen adalah warna. Kecerahan menunjukkan layak atau tidaknya tepung putih telur untuk dipasarkan. Semakin rendah tingkat kecerahan tepung menunjukkan warnanya semakin gelap dan terlihat bukan seperti tepung. Kecerahan tepung putih telur itik menunjukkan bahwa taraf asam sitrat 0%; 6,1% dan 9,6% tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil pengukuran nilai kecerahan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kecerahan Tepung Putih Telur Itik dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Asam Sitrat (%) Nilai Kecerahan (L)

0 64,76±0,38 6,1 65,60±1,14 9,6 65,72±0,53

Hal ini karena warna larutan asam sitrat yang bening sehingga tidak menyebabkan perubahan warna atau menghasilkan produk baru, walaupun dengan taraf yang berbeda dan semua perlakuan dari awal hingga akhir pembuatan tepung putih telur sama. Reaksi antar protein dan larutan asam secara umum hanya

menghasilkan perubahan pada gugus aminonya yaitu dalam keadaan positif, reaksinya dapat dilihat di bawah ini :

R – CH – COOH + H+

NH2

R – CH – COOH

NH3+

Gambar 4. Reaksi Protein dan Larutan Asam

Nilai kecerahan tepung putih telur itik dalam penelitian ini berkisar 64,76 - 65,72. Kisaran tersebut menunjukkan bahwa tepung telur itik tingkat kecerahannya mendekati warna putih. Perlakuan pengeringan yang sama dari tiga taraf tersebut juga mengakibatkan nilai kecerahan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Tingkat kecerahan dari suatu produk akan mempengaruhi perilaku konsumen untuk mengkonsumsinya, biasanya produk yang lebih cerah lebih disukai konsumen.

Daya Buih

Daya buih tepung putih telur itik dengan taraf asam sitrat sebesar 0%; 6,1% dan 9,6% memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01).

Hasil pengukuran daya buih ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Daya Buih Tepung Putih Telur Itik dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Asam Sitrat (%) Daya Buih (%)

0 366,67±33,34A

6,1 455,56±19,25A

9,6 522,22±38,49B

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01)

Uji Duncan daya buih tepung putih telur itik tanpa penambahan asam sitrat atau taraf 0% dengan taraf 6,1% tidak memberikan pengaruh yang berbeda, sama halnya antara taraf 6,1% dengan 9,6%. Daya buih tepung putih telur itik pada penambahan asam sitrat 9,6% nyata lebih tinggi daripada tanpa penambahan asam sitrat. Namun demikian, daya buih yang dicapai masih termasuk lebih rendah (kurang dari 600%) atau belum sesuai harapan.

Pembentukan buih lebih mudah tercapai bila pH putih telur mendekati pH isoelektrik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan penambahan asam

sitrat. Upaya tersebut sesuai dengan Romanoff dan Romanoff (1963) yang menyatakan bahwa jika ditambahkan asam sitrat maka daya buih putih telur akan meningkat. Penambahan asam sitrat pada penelitian ini menyebabkan pH tepung putih telur itik yang dihasilkan semakin rendah. Nilai pH rata-rata tepung putih telur itik ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Nilai pH Tepung Putih Telur Itik Setelah Direhidrasi Penambahan Asam Sitrat (%) Kelompok

0 6,1 9,6

1 9,23 7,30 5,92

2 9,12 6,78 6,03

3 9,52 6,62 6,24

Putih telur itik yang memiliki pH lebih basa dibandingkan pH telur ayam membutuhkan lebih banyak asam sitrat untuk mendekati pH isoelektrik. Kisaran pH pada taraf penambahan asam sitrat 9,6% menunjukkan nilai yang mendekati pH isoelektrik. Kondisi tersebut menerangkan bahwa protein putih telur mudah terdenaturasi oleh asam, namun asam sitrat tidak menyebabkan protein putih telur mengendap. Hal ini terjadi karena ikatan ionik muatan gugus amino (muatan positif) dan karboksil bebas pada protein (muatan negatif) tidak saling menetralkan.

O

---C + NH3 --- O-

Gambar 5. Ikatan ionik gugus amino dan gugus karboksil Sumber : Winarno, 1997

Asumsi tersebut sesuai dengan pendapat Winarno (1997) yaitu lapisan molekul protein yang terdenaturasi bagian dalamnya yang bersifat hidrofobik akan berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam. Ikatan ionik salah satu ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi. Muatan gugus amino dan karboksil bebas yang saling menetralkan akan menyebabkan pengendapan protein. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik. Tepung putih telur itik mendekati pH isoelektrik protein (4-5) putih telur yaitu ovomucin yang mempengaruhi daya buih (Linden dan Laurient, 1999).

Daya buih tepung putih telur itik tanpa penambahan asam sitrat lebih rendah dibandingkan daya buih tepung putih telur itik dengan penambahan asam sitrat. Hal ini terjadi karena tidak adanya zat yang mampu mempertahankan kondisi protein pada proses pembuatan tepung putih telur itik. Stadelmen dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa daya buih putih telur akan mengalami kerusakan selama pasteurisasi, karena terjadi denaturasi kompleks ovomucin-lysozyme akibat perlakuan pemanasan. Kondisi ini menyebabkan putih telur itik terlebih dahulu membuka ikatan molekul-molekul protein sebelum dilakukan proses selanjutnya. Protein yang telah terbuka ikatannya akan lebih mudah diadsorbsi ke permukaan karena lebih mudah terdenaturasi, sehingga memudahkan dalam pembentukan buih.

Kestabilan Buih

Hasil pengukuran kestabilan buih disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda

Taraf Asam Sitrat (%) Kestabilan Buih (%)

0 82,99±0,87A

6,1 87,58±0,82B

9,6 88,83±1,02B

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01)

Kestabilan buih tepung putih telur itik dengan taraf asam sitrat sebesar 0%; 6,1% dan 9,6% memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Persentase kestabilan buih tepung putih telur itik pada penambahan asam sitrat 6,1% dan 9,6% nyata lebih besar daripada tanpa penambahan asam, sedangkan persentase kestabilan buih tepung putih telur itik antara penambahan asam sitrat 6,1% dan 9,6% tidak berbeda. Penambahan asam sitrat sangat mempengaruhi kestabilan buih. Hal ini sesuai dengan pendapat Rhodes et al. (1960) yang dikutip dalam Kurniawan (1991) bahwa penambahan bahan-bahan kimia berupa asam dapat mempertahankan ikatan antara udara dengan protein putih telur sehingga buih yang terbentuk stabil. Kestabilan buih dipengaruhi oleh ketebalan film karena konsentrasi protein yang tinggi pada wilayah interfase cair dan udara, selain itu kekuatan mekanik, interaksi protein dengan lingkungan seperti pH dan temperatur (Zayas, 1997).

Nilai persentase tirisan buih menjadi acuan untuk menentukan besarnya kestabilan buih dari tepung putih telur itik yang dihasilkan dalam penelitian ini. Nilai kestabilan buih berbanding terbalik dengan persentase tirisan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Semakin rendah tirisan buih yang dihasilkan, maka menunjukkan kestabilan buih tepung putih telur itik semakin tinggi. Persentase kestabilan tertinggi dicapai pada taraf asam sitrat 9,6% yaitu 88,83%. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan airnya. Nilai kadar air tepung putih telur itik mempengaruhi besarnya air yang terkandung pada tepung putih telur yang telah direhidrasi. Kadar air tepung putih telur yang makin besar mengakibatkan kandungan air pada tepung putih telur yang telah direhidrasi makin banyak, sehingga kekentalan putih telur berkurang dan tirisan mudah terbentuk.

METODE

Dokumen terkait