Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Bagian Teknologi Hasil Ternak Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2006.
Materi
Bahan utama yang dibutuhkan dalam pembuatan tepung putih telur dengan metode pengeringan lapis (pan drying) adalah 43 butir telur segar (umur 1 hari) digunakan pada penelitian pendahuluan dan 117 butir telur segar (umur 1 hari) yang digunakan pada penelitian utama, asam sitrat 5%, ragi roti (Sacharomyces cereviceae) dan air.
Peralatan yang dibutuhkan untuk proses pembuatan tepung putih telur terdiri
hand mixer elektrik (philips), kompor gas, loyang berukuran 38,5 x 26,5 x 2 cm, mangkuk alumunium, panci, termometer, blender kering elektrik (philips), timbangan elektrik, gelas ukur, spatula, stopwatch, pH meter, cawan porselen, oven 50oC dan 105oC, desikator dan magnetic stirrer.
Rancangan
Penelitian disusun dengan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan asam sitrat yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0%; 6,1% dan 9,6% dengan tiga periode pembuatan tepung putih telur sebagai kelompok.
Model persamaan yang digunakan ialah : Yij = μ + τi + βj + εij
Keterangan:
Yij : Hasil pengamatan pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j
μ : Rataan umum
τi : Pengaruh penambahan asam sitrat ke-i (i: 0; 6,1 dan 9,6%) βj : Pengaruh kelompok ke-j (j: 1,2,3)
εij : Pengaruh acak pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j
Peubah yang diamati adalah sifat fisik yang meliputi rendemen dan warna dan sifat fungsional yang meliputi daya dan kestabilan buih tepung putih telur itik.
Data yang diperoleh dianalisis ragam, untuk mengetahui perbedaan antar rataan setiap ulangan dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).
Prosedur
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang akan digunakan pada penelitian utama. Penentuan taraf asam sitrat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I Tahap II Tahap III
Gambar 2. Diagram Proses Penentuan Taraf Penambahan Asam Sitrat Persiapan, pemecahan telur dan homogenisasi putih telur
Pengukuran persentase asam sitrat yang ditambahkan Penambahan asam sitrat hingga mencapai pH 7,2; 6,8 dan 6,4
Pembuatan tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat hasil dari tahap1
Pengukuran daya dan kestabilan buih tepung putih telur
Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi dipilih sebagai salah satu taraf pada penelitian utama
Perhitungan persentase penambahan asam sitrat yang diperkirakan dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih
yang lebih tinggi dari tahap 2
Tahap pertama, 4 butir telur segar (dipilih secara acak) yang akan digunakan dalam pengukuran pH dibersihkan dengan air hangat kemudian ditiriskan. Pengukuran pH dalam penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak 4 kali ulangan, setiap ulangan menggunakan 1 butir telur. Telur dipecah satu persatu kemudian dipisahkan antara putih dan kuning telurnya, kemudian putih telur itik dihomogenkan dengan menggunakan magneticstirrer. Putih telur dari setiap butir secara bergantian masing-masing diukur pH awalnya dengan menggunakan pHmeter, kemudian ditambahkan asam sitrat hingga pH putih telur mencapai 7,2; 6,8 dan 6,4 (sebelum pengukuran pH, putih telur dihomogenkan dahulu menggunakan magnetic stirrer
agar asam sitrat tercampur merata). Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan pada putih telur tiap butirnya untuk mencapai pH yang diinginkan (7,2; 6,8 dan 6,4 ), jumlahnya diukur dengan pipet. Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan untuk mencapai pH yang diinginkan dirata-rata tiap ulangannya, kemudian dihitung persentasenya terhadap bobot putih telur.
Rata-rata penambahan asam sitrat Penambahan asam sitrat (%) =
Bobot putih telur x 100 %
Tahap kedua adalah pembuatan tepung putih telur itik dengan menggunakan persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh pada tahap pertama, kemudian dihitung daya dan kestabilan buih dari tepung putih telur itik. Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi dipilih sebagai salah satu taraf dalam penelitian utama.
Tahap ketiga adalah mencari persentase penambahan asam sitrat yang diperkirakan dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih lebih besar daripada daya dan kestabilan buih pada tahap kedua. Persentase penambahan asam sitrat tersebut diperoleh dari penjumlahan antara persentase penambahan asam sitrat yang menghasilkan daya dan kestabilan buih tertinggi dan selisih persentase penambahan asam sitrat yang tertinggi dan terendah pada tahap kedua. Penambahan asam sitrat yang diinginkan dapat dilakukan dengan rumus :
X = A + (B - C) Keterangan :
X : persentase penambahan asam sitrat yang diinginkan
A : persentase penambahan asam sitrat dengan daya dan kestabilan buih tertinggi B : persentase penambahan asam sitrat tertinggi
PenelitianUtama
Penelitian ini menggunakan telur itik segar sebanyak 117 butir (umur 1 hari). Penelitian utama lebih difokuskan pada pembuatan, uji sifat fisik dan fungsional tepung putih telur itik. Proses pembuatan tepung putih telur itik disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Pembuatan Tepung Putih Telur Itik dengan Metode
Pan Drying
Pembuatan Tepung Putih Telur Itik. Telur yang digunakan diseleksi terlebih dahulu yaitu dengan memilih telur yang memiliki kualitas yang baik dan memiliki bobot yang seragam. Pencucian telur dilakukan apabila kulit telur kotor, yaitu dicuci
Telur itik
Seleksi Telur
Pemecahan Telur
Pemisahan Telur dan Homogenisasi
Penambahan Asam Sitrat 5%
Analisa Sifat Fisik dan Fungsional
Desugarisasi dengan ragi roti sebanyak 0,3% dan didiamkan selama 1 jam Pasteurisasi pada suhu 60-62oC selama 3 menit
Tepung Putih Telur Itik
dengan air hangat (35-40oC) kemudian ditiriskan. Telur dipecahkan kemudian putih telur dipisahkan dari bagian kuningnya.
Tahap berikutnya adalah penambahan asam sitrat 5% dengan taraf 0%; 6,1%; 9,6% (taraf asam sitrat ditentukan pada penelitian pendahuluan), kemudian putih telur itik yang telah ditambahkan asam sitrat dipasteurisasi dengan menggunakan metode double wall pada suhu 60-62oC selama 3 menit dengan tujuan untuk menghilangkan mikroorganisme patogen (Stadelmen dan Cotterill, 1995).
Ragi roti (Sacharomyces sp.) ditambahkan sebanyak 0,3% (w/w) ke dalam cairan putih telur yang telah dipasteurisasi untuk proses desugarisasi, kemudian cairan tersebut diaduk hingga merata dan didiamkan pada suhu ruang (30oC) selama 1 jam. Cairan putih telur dimasukkan ke dalam loyang, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50oC selama ±56 jam hingga menghasilkan flake. Flake yang diperoleh dari hasil pengeringan kemudian digiling menggunakan blender kering elektrik (Phillips).
Kadar Air (Association of Official Analitical Chemist, 1995). Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan dalam oven 105oCselama 24 jam hingga beratnya konstan. Cawan dan sampel yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator, didinginkan dan kemudian ditimbang. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Bobot sampel awal – bobot sampel akhir Kadar Air (%) =
Bobot sampel awal x 100 %
Rendemen (Association of Official Analytical Chemist, 1995). Perhitungan rendemen tepung putih telur ditentukan dengan menghitung berat tepung putih telur yang dihasilkan dari setiap perlakuan.
Berat tepung putih telur (gram) Rendemen (%) =
Berat putih telur awal (gram) x 100 %
Kecerahan (Pomeranz, 1978). Warna diukur menggunakan Chromameter Minolta CR-200 dengan ruang warna (color space), kemudian nilai skala warna y
dikonversikan ke dalam parameter L. Konversi nilai tersebut dilakukan dengan rumus :
Y = y
L = 10 y1/2
Nilai L menunjukkan parameter kecerahan yang bernilai 0-100 untuk warna hitam sampai putih.
Daya Buih. Daya buih diperoleh dengan cara mengocok tepung putih telur pada satuan bobot yang sama, selama 90 detik dengan kecepatan dua kemudian dilanjutkan dengan kecepatan tiga selama 90 detik. Perhitungan daya buih berdasarkan rumus yang dikemukakan Stadelman dan Cotterill (1995).
Volume buih Daya buih (%) =
Volume putih telur x 100 %
Kestabilan Buih. Kestabilan buih dapat diukur dari banyaknya tirisan buih yang terjadi. Semakin tinggi tirisan buih yang dihasilkan, berarti kestabilan buih semkin rendah. Perhitungan kestabilan buih berdasarkan rumus yang dikemukakan Stadelman dan Cotterill (1995).
Volume tirisan Persentase Tirisan Buih (%) =
Volume buih x 100 %
Persentase Kestabilan Buih (%) per jam = 100 – Persentase Tirisan Buih