• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman

Mucuna bracteata is a plant that is very effectively used as a legume cover crop (LCC), which is a cover crop plant that have a function to suppress weeds

HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Waktu Perlakuan Cekaman

Kultur jaringan M. bracteata diawali dari biji yang ditanam dalam media pasir selama 14 hari. Setelah itu, pucuk daun sebagai eksplan dipindahkan dalam media induksi tunas selama 60 hari. Kemudian eksplan yang telah bertambah tunasnya disubkultur pada media multiplikasi hingga eksplan siap untuk disubkultur dalam media pendewasaan selama satu bulan. Selanjutnya dipindahkan ke media perakaran selama 9 hari. Setelah itu, eksplan siap diaklimatisasi.

Eksplan di media multiplikasi mengalami peningkatan jumlah tunas. Pada kurun waktu satu bulan, disubkultur pertama dan kedua rata-rata peningkatan jumlah tunas sebanyak empat buah. Namun, pada subkultur ketiga tidak terjadi peningkatan jumlah tunas.

Pada penelitian ini, sebelumnya dilaku- kan perlakuan cekaman untuk menentukan waktu yang tepat membuat eksplan stres. Perlakuan jangka waktu cekaman, yakni di media cekaman selama 7 hari, 10 hari, dan 14 hari. Selain perlakuan terhadap jangka waktu, cekaman juga dilakukan dengan dua kondisi cahaya, yakni terang dan gelap. Saat keadaan tercekam eksplan menunjukkan tanda-tanda kekurangan unsur hara, eksplan menanggapi kurangnya pasokan unsur esensial dengan menunujukkan gejala yang khas. Gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang atau daun. Gejala kekurangan

suatu unsur esensial bergantung pada dua faktor, yakni fungsi unsur tersebut dan kemudahan unsur tersebut berpindah dari daun tua ke daun yang lebih muda (Salisbury dan Ross 1995). Eksplan pada kondisi gelap tumbuh menyerupai kecambah. Hal ini dikarenakan tanaman kekurangan cahaya untuk mengaktifkan zat hijau daun. Selain itu, tanaman dengan perlakuan cekaman dikondisi gelap akan mengaktifkan hormon auksin endogennya, sehingga akan terjadi peman- jangan sel yang cukup tinggi (Joyce 2003).

Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbang- an hormon yang ada dalam eksplan. Hormon dalam eksplan bergantung pada hormon endogen dan hormon eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattimena1992). Penambahan hormon eksogen akan berpeng- aruh terhadap jumlah dan kerja hormon endogen untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Gunawan 1998). Hormon eksogen diberikan dalam bentuk BAP (Ardiana 2009).

Hasil pada Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan cekaman media selama 7 hari dan 10 hari, eksplan tidak mengalami peningkatan jumlah tunas yang banyak, tapi yang terjadi adalah beberapa eksplan mati setelah perlakuan cekaman. Hal ini menandakan bahwa cekaman selama 7 hari dan 10 hari dengan perlakuan cahaya terang dan gelap menyebabkan stres yang negatif bagi eksplan.

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ), 10 hari ( ), dan 14 hari ( ) -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 A Ag B Bg C Cg D Dg E Eg N P e n in gk at an j u m la h t u n as media perlakuan

Berbeda dengan perlakuan cekaman media selama 14 hari, eksplan mengalami gejala kekurangan unsur hara. Namun, setelah melewati masa stres eksplan mengalami peningkatan jumlah tunas yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa cekaman selama 14 hari merupakan waktu yang optimal untuk eksplan memacu hormon pertumbuhannya.

Hormon sitokinin merupakan salah satu hormon pertumbuhan pada kultur jaringan tanaman. Fungsi hormon ini antara lain untuk proses pembelahan sel dan pada beberapa tanaman, sitokinin dibutuhkan untuk prolife- rasi kalus (Wattimena1992). BAP dengan konsentrasi yang tepat dibutuhkan dalam perpanjangan tunas pada kultur jaringan (Ardiana 2009).

Perlakuan CekamanMedia MS makro terhadap Tunas Aksiler Mucuna bracteata

Tumbuhan adalah organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik yang diperlukan untuk tumbuh dari senyawa anorganik. Untuk dapat melakukan kehidup- an autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem penyerapan unsur hara dan sistem biosintesis yang bertugas untuk mengubah senyawa anorganik yang diserap menjadi senyawa organik (Adipura 2009).

Pada tumbuhan tingkat tinggi, sistem penyerapan unsur hara biasanya berupa suatu organ yang dikenal sebagai akar dan sistem pemanenan energi sinar matahari untuk mensintesa senyawa organik karbohidrat dikenal dengan daun. Pada beberapa spesies, sistem ini mengalami adaptasi struktur yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya (Altman 2003).

Perlakuan cekaman merupakan perlakuan mengurangi jumlah unsur-unsur esensial yang terdapat pada media kultur jaringan. Perlakuan cekaman dilakukan selama 14 hari. Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar diistilahkan sebagai unsur-unsur makro (Zulkarnain 2009). Terdapat dua kriteria utama untuk menentukan keesensialan suatu unsur bagi tanaman. Pertama, suatu unsur disebut esensial jika tanaman tidak mampu menyempurnakan daur hidupnya tanpa unsur tersebut. Kedua, suatu unsur adalah esensial bila unsur tersebut menjadi bagian dari molekul atau kandungan tumbuhan yang esensial bagi tanaman itu (Salisbury dan Ross 1995). Sehingga tanaman tidak dapat melakukan proses-proses biokimiawi untuk menunjang daur hidupnya. Unsur-unsur makro karbon, hidrogen, dan oksigen tersedia

bagi tanaman melalui air dan udara. Sementara itu, kebutuhan akan unsur-unsur makro yang lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang dipenenuhi melalui media tumbuh.

Dari hasil pengamatan (Gambar 4), perlakuan MS makro 50-75% (A), 25-50% (B), dan 0-25% (C) menunjukkan bahwa perlakuan MS makro 0-25% (C) peningkatan jumlah tunasnya paling banyak daripada perlakuan cekaman A dan B hingga hari ke- 35.

Pada perlakuan cekaman A, hampir setiap minggu peningkatan jumlah tunas terus meningkat walaupun tidak terlalu banyak. Berbeda dengan perlakuan cekaman B, peningkatan jumlah tunas terjadi hingga minggu keempat. Setelah itu, tanaman mengalami kerontokkan dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross (1995) bahwa pertumbuhan tanaman yang kekurangan nitrogen akan lambat. Ditandai dengan daun menguning dan mengering, lalu rontok. Dapat pula diartikan cekaman optimum terjadi dengan perlakuan C. Pada perlakuan A dan B, komposisi media cekaman belum optimum untuk mengkondisikan eksplan stres.

Eksplan selama di media cekaman telah beradaptasi dengan kondisi miskin unsur nitrogen. Ketika dipindahkan ke media yang kaya nutrisi maka penyerapan nutrisinya akan terjadi secara sempurna. Masing-masing unsur hara berfungsi secara optimum.

Gambar 4 Peningkatan jumlah tunas pada perlakuan MS makro 50-75% (A terang ( ), 25-50% (B terang ( )),,dan 0-25% (C terang ( )) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 7 14 21 28 35 P e n in gk at an j u m lah t u n as Hari ke-

Pada kultur in vitro, nitrogen diberikan dalam jumlah terbesar dalam bentuk senyawa NH4NO3 dan KNO3. Senyawa NH4NO3 dan

KNO3 terdapat di larutan stok media MS

makro. Nitrogen dalam tanaman berfungsi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil, lemak, enzim, dan persenyawaan lain, merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri, sintesis asam amino dan protein dalam tanaman, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio zigotik.

Nitrogen dalam tanaman dibutuhkan dalam bentuk nitrat (NO3

-

). Nitrat sering diserap terlalu cepat sehingga menyebabkan pH larutan hara naik dengan cepat pula. Hal ini dikarenakan penyerapan nitrat disertai dengan penyerapan H+ atau pengeluaran OH- untuk mempertahankan kesetimbangan muatan. Oleh karena itu, pemberian nitrogen dalam bentuk garam amonium agar masalah pH dapat diperkecil. Mekanismenya adalah penyerapan NH4+ dan kation lain terjadi bersamaan dengan penyerapan OH- atau perpindahan H+ dari akar ke larutan sekitarnya (Chandler 1983).

Selain nitrogen, hormon sitokinin sangat mempengaruhi peningkatan jumlah tunas. Sitokinin adalah kelompok senyawa organik yang menyebabkan pembelahan sel yang dikenal dengan proses sitokinesis (Armini et al. 1992). Menurut Arteca (1996), sitokinin di substitusi komponen-komponen adenin yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pertumbuhan lainnya yang prosesnya sama seperti kinetin (N6 furfuril adenin), suatu turunan dari basa adenin (Gambar 5) (Wattimena 1998).

Sitokinin merupakan zat penumbuh tumbuhan yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami, yakni kinetin dan zeatin. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang.

BAP merupakan sitokinin sintetik turunan adenin yang disubtitusi pada posisi 6 yang strukturnya serupa dengan kinetin (Wattimena 1998). Sitokinin ini sangat aktif dalam mendorong pertumbuhan jumlah tunas M. bracteata. Bentuk isomer 1-benzil adenin mempunyai aktivitas kimia yang rendah. Untuk dapat aktif harus dirubah menjadi 6- benzil adenin (Gambar 6).

Gambar 5 Struktur kinetin

Gambar 6 Struktur Benzil Amino Purin (Benzil adenin)

Perlakuan Cekaman Surosa, Vitamin, dan MS makro 0-25% terhadap Tunas Aksiler

Mucuna bracteata

Komponen medium kultur jaringan, tidak hanya berupa unsur hara saja, tapi juga perlu adanya sukrosa sebagai sumber karbon dan energi. Sukrosa adalah disakarida dari gluko- sa dan fruktosa. Dalam tanaman, sukrosa merupakan produk fotosintesis antara yang paling utama. Sukrosa merupakan bentuk utama dalam transport gula dari daun ke bagian-bagian lain tanaman melalui sistem vaskular. Keuntungan sukrosa dibandingkan glukosa sebagai bentuk transport gula karena atom karbon anomernya berada dalam keadaan terikat, jadi melindungi sukrosa dari serangan oksidatif atau hidrolitik oleh enzim- enzim tanaman sampai molekul ini mencapai tujuan akhirnya di dalam tanaman (Lehninger 1982).

Pada kultur memperlihatkan respon pertumbuhan yang optimum dengan pemberi- an disakarida dalam bentuk sukrosa. Sukrosa ataupun D-glukosa biasanya diberikan pada konsentrasi 20.000-30.000 mg/L. Ketika tanaman diberi perlakuan cekaman sukrosa 50-75% selama empat belas hari, maka yang terjadi adalah tanaman mengalami peningkat- an jumlah tunas walaupun sempat terhenti di minggu berikutnya. Pada saat eksplan di media cekaman sukrosa, tekanan osmotiknya tidak berfungsi optimal. Akibatnya peng- angkutan unsur-unsur hara esensial dalam

kultur jaringan kurang sempurna dan mengganggu kerja metabolisme eksplan.

Menurut Iraqi dan Tremblay (2001), sukrosa pada media berperan dalam induksi maupun pendewasaan embrio somatik. Hal ini dikarenakan, pertama, sukrosa dihidrolisis enzim invertase dan sukrosa-sintase menjadi heksosa yaitu glukosa dan fruktosa yang bisa langsung dimanfaatkan tumbuhan. Kedua hasil hidrolisis sukrosa meningkatkan konsentrasi osmotik media. Ketiga, sukrosa berperan sebagai sinyal bagi sintesis protein penyimpan. Oleh karena itu, saat di media cekaman pada tanaman terdapat kekeringan pada daun-daunnya disebabkan terhambat oleh potensi osmotik yang berkurang di medium.

Suatu respon fisiologi yang cukup penting ialah kemampuan tanaman memperta- hankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotik sebagai mekanisme toleransi terhadap kondisi cekaman (Hamim et al. 1996). Banyak proses fisiologi dan biokimia dalam tumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan turgor (Watanabe 2000). Menurut Haledan Orcutt (1987) faktor yang dapat membantu mempertahankan turgor ialah penurunan potensial osmotik dan kemampuan mengakumulasi senyawa-senyawa terlarut.

Dalam proses penyesuaian osmosis, senyawa-senyawa terlarut yang biasa diakumulasi ialah gula dan asam amino (Girousse et al. 1996). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah gula dan asam amino berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Sopandi et al. 1996).

Komponen penyusun media kultur jaringan meliputi garam-garam anorganik, zat pengatur tumbuh, vitamin, asam-asam amino dan amida, sukrosa, agar, dan air. Salah satu perlakuan dalam penelitian ini adalah pemberian vitamin 50-75% ke dalam media selama 14 hari. Dapat dilihat pada gambar 5, peningkatan jumlah tunas setelah hari ke-21 terjadi penurunan setiap minggunya hingga hari ke-28. Setelah itu, peningkatan jumlah tunas terjadi walau tidak terlalu banyak jumlahnya.

Vitamin memiliki fungsi katalitik pada sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah kecil. Pada saat eksplan di media cekaman vitamin, eksplan tidak dalam kondisi tercekam karena ia mampu memproduksi vitaminnya. Hal ini, selaras dengan penelitian Dravnicks (1969) bahwa kultur salah satu tanaman model, yakni tembakau mampu memproduksi sendiri vitaminnya. Hal ini menandakan

bahwa cekaman dengan perlakuan vitamin 50- 75% tidak optimum untuk membuat eksplan stres dan memacu hormon pertumbuhannya.

Berbeda dengan perlakuan MS makro 0- 25% (C) yang menghasilkan cekaman optimum. Jumlah MS makro dibutuhkan paling banyak daripada komposisi media yang lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan utama MS makro adalah nitrogen yang merupakan unsur hara esensial dalam tanaman sehingga ketika kondisi kekurangan MS makro tanaman mengalami stres. Kondisi stres selama perlakuan yang memacu hormon pertumbuhan tanaman untuk memperbanyak tunasnya.

Peningkatan jumlah tunas terjadi secara linear setiap minggunya dan cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan perlakuan cekaman yang lain, sehingga pada hari ke-35 tanaman dapat disubkultur kembali hingga 4-5 botol steril kultur jaringan. Selain disubkultur kembali, tanaman yang mengalami cekaman dengan perlakuan C, cukup baik dan relatif lebih cepat untuk didewasakan di media pendewasaan. Dapat dilihat secara berturut- turut perkembangannya pada Gambar 8. Pada Gambar 8a, keadaan M. bracteata sudah memilik tunas, namun tidak sebanyak pada hari ke-14 (Gambar 8b). Keadaan batang pada hari ke-14 juga lebih kokoh daripada ketika awal subkultur. Setelah hari ke-21 (Gambar 8c) daun-daun pada eksplan mulai membuka sebagian. setelah hari ke-42, daun pada eksplan telah membuka secara keseluruhan (Gambar 8d). Hal ini menandakan eksplan sudah siap untuk dipindahkan ke media pendewasaan. Setelah di media pendewasaan selam 14 hari (Gambar 8e), maka eksplan dipindahkan ke media perakaran (Gambar 8f).

Gambar 7 Peningkatan jumlah tunas pada media MS makro 0-25% (C terang ( )), sukrosa 50-75 (D terang ( )), dan vitamin 50-75% (E terang ( )) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 7 14 21 28 35 P e ni ng ka ta n jum la h tun a s Hari ke-

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 8 Morfologi eksplan Mucuna bracteata setelah mengalami cekaman; (a) awal subkultur; (b) eksplan pada hari ke-14; (c) eksplan pada hari ke 21; (d) eksplan pada hari ke 42, siap untuk pendewasaan; (e) eksplan dimedia pendewasaan; (f) planlet Mucuna

bracteata yang telah berakar mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Konsentrasi perlakuan cekaman media C merupakan konsentrasi yang paling ideal. Eksplan yang telah beradaptasi pada media yang miskin hara, lalu dipindahkan ke media yang kaya akan unsur haranya, maka penyerapan seluruh nutrisinya akan terserap sempurna dan semua aspek yang menunjang pertumbuhan eksplan seperti hormon tumbuh (auksin dan sitokinin) dapat berperan secara optimal (Sumardi 2011).

Selain media dan kurun waktu cekaman, seleksi eksplan juga menentukan keberhasilan penelitian. Terdapat tiga aspek utama dalam seleksi eksplan, yaitu genotip, umur, dan kondisi fisiologis bahan tersebut (Pierik 1997). Keadaan lingkungan kultur, seperti cahaya, suplai air, suplai hara, dan zat pengatur tumbuh dapat dimodifikasi untuk mengontrol kondisi fisiologis eksplan.

Perlakuan Cekaman In Vitro Cahaya Terang dan Gelap Terhadap Tunas Aksiler

Mucuna bracteata

Perlakuan cekaman terhadap cahaya juga dilakukan, yakni cahaya terang dan gelap.

Pada dasarnya, peranan cahaya tidak terlalu penting pada fotosintesis in vitro

dibandingkan dengan fotosintesis in vivo. Hal ini dikarenakan, laju fotosintesis kebanyakan bahan tanaman yang dikulturkan secara in vitro lebih rendah karena kultur tersebut sangat bergantung pada suplai sukrosa dari media. Cahaya pada kultur jaringan berpengaruh terhadap fotomorfogenesis bukan fotosintesis. Proses fotomorfogenesis dibantu oleh kerja hormon auksin endogen.

Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa perlakuan cekaman dengan cahaya gelap akan menghasilkan pertumbuhan yang ditandai dengan terjadinya pemanjangan sel (batang), tetapi tidak terjadi perbanyakan tunas sehingga eksplan yang ditanam hanya terlihat bertambah tinggi seperti kecambah. Hal ini dikarenakan auksin endogen lebih berpengaruh daripada hormon eksogen yang diberikan. Selain itu, eksplan memiliki batang berwarna putih karena kekurangan cahaya untuk mengaktifkan zat hijau daun.

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa pencahayaan terang lebih efektif untuk

peningkatan jumlah tunas karena pertumbuhan in vitro jaringan tanaman yang telah terorganisasi membutuhkan cahaya untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan fotomorfogenesis.

Menurut Gunawan (1992), level zat pengatur tumbuh endogen merupakan salah satu faktor yang mendorong proses pertumbuhan dan morfogenesis. Pada kondisi gelap, hormon auksin endogen akan terpacu untuk melakukan pembelahan sel. Auksin yang terkandung dalam eksplan berperan memacu pertumbuhan batang eksplan, sintesis nukleotida DNA dan RNA serta sintesis protein dan enzim yang selanjutnya digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.

Auksin dapat mempengaruhi pertumbuh- an jaringan melalui dua cara. Pertama, auksin menginduksi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil, dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar. Kedua yaitu dengan mempenga- ruhi metabolisme RNA yang berarti metabo- lisme protein, diduga melalui transkripsi molekul RNA, dan akhirnya menyebabkan terjadinya pengaturan senyawa-senyawa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel tanaman (Gunawan 1992).

Auksin merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong peman- jangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (asam indolasetat), PAA (asam fenilasetat), 4-chloroIAA (asam 4-kloroidol asetat) dan IBA (asam indolebutrik). Auksin sintetik, misalnya NAA (asam naftalen astetat), 2,4 D (2,4 asam diklorofenoksiasetat) dan MCPA (asam 2- metil-4klorofenoksiasetat).

Gambar 9 Eksplan Mucuna bracteata pada perlakuan cekaman gelap

Gambar 10 Peningkatan jumlah tunas pada perlakuan MS makro dengan cahayaterang ( ) dan cahaya gelap ( )

Dokumen terkait