• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Halaman 31-37)

Pada penelitian ini diperoleh hasil informasi berupa data kadar ureum dan kreatinin di dalam plasma darah tikus jantan kelompok normal, induksi etilen glikol, ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg BB, dan ekstrak etanol daun alpukat 300 mg/kg BB. Berikut ini disajikan data berupa kadar ureum dan kreatinin pada masing-masing kelompok perlakuan.

Ureum

Tabel 2. Rataan kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan.

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05)

Berdasarkan Tabel 2, rataan kadar ureum sebelum perlakuan pada kelompok A (normal) adalah 29.985 mg/dl, kemudian kadar ureum menurun sesudah perlakuan menjadi 26.316 mg/dl. Sebelum perlakuan, rataan kadar ureum pada kelompok B (induksi etilen glikol) adalah 25.263 mg/dl dan meningkat sesudah diberi perlakuan menjadi 32.762 mg/dl. Rataan kadar ureum pada kelompok C (ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB) meningkat dari 21.854 mg/dl saat sebelum perlakuan dan menjadi 26.476 mg/dl sesudah perlakuan. Peningkatan kadar ureum juga terjadi pada kelompok perlakuan C (ekstrak etanol dosis 300mg/kg BB) yang sebelum perlakuan kadarnya 24.942 mg/dl menjadi 28.190 mg/dl sesudah perlakuan. Kadar ureum pada semua kelompok perlakuan berada di atas normal. Menurut Malole dan Pramono (1989) kadar ureum normal pada tikus putih adalah 15.0 – 21.0 mg/dl . Kadar ureum yang tinggi pada semua kelompok perlakuan mungkin diakibatkan oleh pemberian pakan yang mengandung protein tinggi. Guyton (1997) menyatakan bahwa makanan dengan protein yang tinggi akan meningkatkan pelepasan asam amino ke dalam darah, yang kemudian direabsorbsi di tubulus proksimal, karena asam amino dan natrium direabsorbsi bersama oleh tubulus proksimal, maka kenaikan reabsorbsi

Kelompok Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl)

A 29.985 ± 12.534 26.316 ± 11.595a

B 25.263 ± 9.874 32.762 ± 6.375a

C 21.854 ± 3.783 26.476 ± 11.960a

asam amino juga merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus proksimal. Penurunan pengiriman natrium ke makula densa ini kemudian menimbulkan penurunan tahanan arteriol aferen yang diperantarai oleh umpan balik tubuloglomerulus sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan gromerular

filtration rate (GFR). Kenaikan GFR ini menyebabkan ekskresi natrium

dipertahankan pada kadar yang mendekati normal sementara terjadi kenaikan ekskresi produk sisa dari metabolisme protein, seperti ureum. Hasil analisis statistik ANOVA Tabel 2 menunjukan bahwa kadar ureum plasma tikus jantan sesudah perlakuan tidak ada perbedaan bermakna antara masing-masing kelompok perlakuan (P<0.05).

Gambar 5 Rataan kadar ureum plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap kelompok perlakuan

Hasil yang diperlihatkan pada Gambar 5 sesudah perlakuan menunjukan bahwa pada kelompok B kadar ureumnya lebih tinggi daripada kelompok A. Hal ini terjadi karena kelompok B diberi induksi etilen glikol yang bisa menyebabkan tubular nekrosis akut, sehingga kadar ureum dalam plasma lebih tinggi. Kadar ureum kelompok A (26.316 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok yang lain karena tidak diberi perlakuan apapun. Rataan kadar ureum pada kelompok C (26.476 mg/dl) dan kelompok D (28.190 mg/dl) yang perlakuannya diberikan

29.985 25.263 21.854 24.942 26.316 32.762 26.476 28.190 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 Normal Induksi 100mg 300mg Ka d ar U reu m Kelompok Perlakuan sebelum Sesudah

ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kg BB dapat menghasilkan rataan kadar ureum yang lebih rendah daripada kelompok B (32.672 mg/dl). Pemberian ekstrak etanol daun alpukat dengan dengan dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar ureum dalam plasma darah. Rataan kadar ureum pada kelompok C (26.476 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok D (28.190 mg/dl), hal ini membuktikan bahwa ekstrak etanol daun alpukat dosis 100mg/kg BB lebih baik dalam menurunkan kadar ureum dalam plasma darah daripada dosis 300 mg/kg BB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2003) bahwa beberapa tanaman mempunyai ambang batas dosis yang dapat memberikan khasiat. Jika mengkonsumsi suatu tanaman obat dengan jumlah yang banyak tanpa memperhitungkan dosis yang optimal tidak memberikan suatu manfaat yang diinginkan, tetapi akan membahayakan tubuh pengkonsumsi. Tepatnya ukuran dosis sangat penting terutama untuk obat tradisional yang diekstrak.

Ureum merupakan produk terakhir katabolisme asam amino. Pada proses pemecahan asam amino akan terbentuk senyawa amonia yang bersifat toksik. Selanjutnya senyawa amonia ini akan diubah menjadi senyawa yang tidak toksik , yaitu dalam bentuk ureum melalui siklus pembentukan ureum. Ureum dalam darah akan segera direabsorbsi ke dalam medula ginjal dan segera di ekskresikan melalui urin. Keberadaan ureum dalam darah (dihitung sebagai Blood Urea

Nitrogen, BUN) dan urea dalam urin dapat digunakan untuk mengetahui

efektivitas fungsi ginjal. Pada kondisi gangguan fungsi ginjal, konsentrasi ureum plasma meningkat karena adanya penurunan proses filtrasi glomerulus (Anonim, 2006b).

Peningkatan kadar ureum dalam darah tidak hanya disebabkan oleh penurunan proses filtrasi glomerulus akibat gangguan fungsi ginjal. Menurut Schrier (2007) ada beberapa kondisi klinis lain yang mengakibatkan kesalahan perkiraan laju filtrasi glomerulus yang dilihat dari kadar ureum. Kondisi klinis tersebut adalah volume ekstraseluler dalam tubuh, kadar protein dalam pakan, dan penyakit liver . Keadaan dehidrasi cairan tubuh akan meningkatkan kadar ureum dalam darah karena proses reabsorbsi urea pada ginjal juga meningkat. Protein yang tinggi dalam pakan akan meningkatkan pembentukan urea yang merupakan

produk terakhir dari katabolisme asam amino. Penurunan pembentukan ureum juga terjadi pada kasus malnutrisi hebat dan penyakit liver.

Kreatinin

Berdasarkan Gambar 6, rataan kadar kreatinin sebelum perlakuan pada kelompok A (normal) adalah 0.983 mg/dl, kemudian kadar kreatinin naik sesudah perlakuan menjadi 1.014 mg/dl. Sebelum perlakuan, rataan kadar kreatinin pada kelompok B (induksi etilen glikol) adalah 0.851 mg/dl dan meningkat sesudah diberi perlakuan menjadi 1.175 mg/dl. Rataan kadar kreatinin pada kelompok C (ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB) menurun dari 0,931 mg/dl saat sebelum perlakuan dan menjadi 0.819 mg/dl sesudah perlakuan. Penurunanan kadar kreatinin juga terjadi pada kelompok perlakuan D (ekstrak etanol dosis 300mg/kg BB) yang sebelum perlakuan kadarnya 0.926 mg/dl menjadi 0,902 mg/dl sesudah perlakuan.

Gambar 6. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap kelompok perlakuan

0.983 0.851 0.931 0.926 1.014 1.175 0.819 0.902 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 Normal Induksi 100mg 300mg Ka d ar Krea ti n in Kelompok Perlakuan Sebelum Sesudah

Pada Tabel 3, nilai kreatinin sesudah perlakuan memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok A dengan kelompok B dan C, kelompok B dengan kelompok C dan D (P<0.05). Kelompok D tidak ada perbedaan yang nyata dengan kelompok A dan C (P<0.05). Nilai kreatinin pada kelompok A (1.014 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok B (1.175 mg/dl) karena kelompok A tidak diberikan perlakuan sedangkan kelompok B diberikan induksi etilen glikol yang mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa kadar normal kreatinin plasma darah pada tikus adalah 0.2 - 0.8 mg/dl. Gangguan fungsi ginjal oleh induksi etilen glikol menyebabkan nilai kreatinin pada kelompok B tinggi dan berada diatas kisaran normal. Menurut Anonim (2006a), kenaikan kadar kreatinin dalam plasma selalu mengindikasikan adanya penurunan ekskresi yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan bentuk anhidrida dari kreatin yang sebagian besar disintesis di dalam otot melalui proses dehidrasi non-enzimatik dari keratin fosfat. Keratin juga terdapat pada otak dan darah dalam bentuk fosfokreatin maupun bebas. Kreatinin diekskresikan seluruhnya kedalam urin melalui filtrasi glomerulus. Meningkatnya kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya batu ginjal.

Tabel 3. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan

Kelompok Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl)

A 0.983 ± 0.100 1.014 ± 0.059b

B 0.851 ± 0.037 1.175 ± 0.093c

C 0.931 ± 0.059 0.819 ± 0.052a

D 0.926 ± 0.052 0.902 ± 0.120ab

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (P<0.05)

Tabel 3 menunjukan bahwa kelompok C dan D yang perlakuannya diberikan ekstrak etanol daun alpukat sebanyak 100 dan 300 mg/kg BB dapat menghasilkan kadar kreatinin yang lebih rendah daripada kelompok B. Pemberian ekstrak etanol daun alpukat dengan dengan dosis 100 dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar kreatinin dalam plasma darah. Kadar ureum pada kelompok C lebih rendah daripada kelompok D, hal ini membuktikan bahwa ekstrak etanol

daun alpukat dosis 100mg/kg BB lebih baik dalam menurunkan kadar ureum dalam plasma darah daripada dosis 300 mg/kg BB.

Menurut Antia et al. (2005) hasil dari penapisan fitokimia daun alpukat mengandung saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan polisakarida. Penapisan fitokimia yang telah dilakukan oleh Yuliendarwati (1989) terhadap daun alpukat dengan mempergunakan kromatografi kertas menyatakan adanya flavonoid. Hasil penelitian oleh Jouad et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian flavonoid dapat meningkatkan glomerular filtration rate (GFR). Peningkatan glomerular filtration

rate pada ginjal akan mengakibatkan ekskresi terhadap ureum dan kreatinin juga

meningkat sehingga kadar ureum dan kreatinin dalam darah menurun.

Selain mengandung senyawa flavonoid, daun alpukat juga mengandung kalium. Kandungan kalium pada daun alpukat membuat batu ginjal berupa kalsium karbonat tercerai-berai, karena kalium akan menyingkirkan kalsium untuk bergabung dengan senyawa karbonat, oksalat, atau urat yang merupakan pembentuk batu ginjal. Endapan batu ginjal tersebut akhirnya larut dan hanyut keluar bersama urin (Sulaksana et al. 2004). Adanya kalium dalam daun alpukat juga akan menimbulkan efek diuretik, proses pembuangan batu ginjal pun menjadi lebih cepat (Kusyanti 2007).

25

Dalam dokumen PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Halaman 31-37)

Dokumen terkait