• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

(Persea americana Mill) TERHADAP GAMBARAN UREUM

DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI ETILEN GLIKOL

AKHMAD FUADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

ii

ABSTRACT

AKHMAD FUADI. The Influence of Avocado Leaves Ethanol Extract (Persea

americana Mill) on Ureum and Creatinine Description of Male White Rats

Induced by Ethylene Glycol. Under direction of IETJE WIENTARSIH and RINI MADYASTUTI

The objective of this study is to determine the influence of avocado leaves ethanol extract on ureum and creatinine description induced by ethylene glycol. Twenty adult male white rats were divided into four treatment groups .The first group was the normal control group that had not been given any special treatment, the second group was negative group that had been given an induction treatment namely ethylene glycol to induce calcium oxalate stones on kidney, the third group was given an induction of ethylene glycol and ethanol extract of avocado leaf dose of 100 mg / kg BW, the fourth groups was the groups given an induction of ethylene glycol and ethanol extract of avocado leaf dose of 300 mg / kg BW. Rat blood serum was taken before and after treatment. The results showed that on the ureum value parameter there were no significant differences between each treatment group. On the otherhand there were significant differences on creatinine value parameter between groups with induction of ethylene glycol and ethanol extract of avocado leaves groups. The results of research could be concluded that ethanol extract of avocado leaves could decrease the blood ureum and creatinine value.

Keyword : extract, avocado leaf, ureum, creatinine, ethylene glycol

(3)

iii

RINGKASAN

AKHMAD FUADI. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat Terhadap Gambaran Ureum Dan Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi

Etilen Glikol

. Dibimbing oleh IETJE WIENTARSIH dan RINI MADYASTUTI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat terhadap gambaran nilai ureum dan kreatinin darah yang diinduksi oleh etilen glikol. Sebanyak 20 ekor tikus putih jantan dewasa dengan berat rata-rata 200 gram dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Kelompok pertama sebagai kontrol normal yaitu kelompok yang tidak diberi perlakuan khusus, kelompok kedua yaitu sebagai kelompok negatif, yaitu kelompok yang diberi perlakuan induksi etilen glikol untuk menginduksi batu kalsium oksalat pada ginjal, kelompok ketiga yaitu kelompok yang diberi induksi etilen glikol dan ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg BB, kelompok keempat yaitu kelompok yang diberikan induksi etilen glikol dan ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg BB. Serum darah tikus diambil sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pada parameter kadar ureum tidak ada perbedaan yang nyata antara masing-masing kelompok perlakuan, akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok induksi etilen glikol dengan kelompok ekstrak etanol daun alpukat. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun alpukat dapat menurunkan nilai ureum dan kreatinin dalam plasma.

(4)

iv

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atatu seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atatu seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(5)

v

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

(Persea americana Mill)TERHADAP GAMBARAN UREUM

DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI ETILEN GLIKOL

AKHMAD FUADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(6)

vi

Judul : Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) terhadap Gambaran Ureum dan Kreatinin pada Tikus Putih

Jantan yang Diinduksi Etilen Glikol. Nama : Akhmad Fuadi

NRP : B04053045

Disetujui

Dr. Dra. Ietje Wientarsih, M.Sc, Apt Rini Madyastuti P, S.Si, Apt Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2 001

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Penelitian ini berjudul ”Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap Gambaran Ureum dan Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Etilen Glikol”. Penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Ngadiman dan Ibu Rubingati, serta kakakku, Armita Fibriyanti, SP yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Hj. Ietje Wientarsih, M. Sc, Apt dan Rini Madyastuti P, S.Si, Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2. Dr. Drh Koekoeh Santoso dan Dr. Drh. Sri Utami Handajani, MS sebagai dosen penguji pada Ujian Akhir Sarjana Kedokteran Hewan.

3. Dr. Nastiti Kusumorini sebagai pembimbing akademik. 4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Bagian Farmasi, departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB

6. Pak Edi Sukma (Farmakologi), Pak Endang Haerudin (Patologi), Pak Kosasih (Klinik) dan Mas Puji Handoko (Farmasi) yang telah membantu di kandang. 7. Ibu Hj. Asmarida dan Ibu Sri Hartini di Bagian Fisiologi yang telah

membantu mengambil dan menganalisa sampel darah.

8. Teman seperjuanganku, Andi Citra Adha dan Anggara A Hernas. Teman-teman GOBLET 42, Griya Sakinah (Kukur, Eko, Edi, Ooh), Kamar 201 (Awwali, Didit, Dicky) Gamapuri, serta teman-teman lain yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat di kemudian hari bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 18 September 1987. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Ngadiman dan Ibu Rubingati

Pada umur 5 tahun, penulis memasuki jenjang Taman Kanak-kanak Pertiwi, Purworejo. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Botodaleman, Bayan, Purworejo kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTPN 2 Purworejo. Di kota yang sama, selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMUN 1 Purworejo dan lulus tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setahun kemudian penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama.

Tahun 2006-2007 penulis bergabung sebagai Staf Departemen Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Pada tahun 2007-2008 penulis merupakan Ketua Departemen Budaya, Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Penulis juga masuk sebgai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Purworejo (GAMAPURI). Selain itu penulis juga aktif pada berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB. Penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa BBM diberikan oleh Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) selama 5 semester.

Pada tahun 2007 penulis mendapatkan Juara II Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan (LITL) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITS. Pada pertengahan 2007 penulis mendapatkan juara 1 Lomba Pameran Ilmiah Mahasiswa pada PIMNAS XX di Universitas Lampung. Tahun 2009 Penulis lolos seleksi Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Alpukat (Persea americana Mill) ... 4

Etilen glikol ... 6 Ureum ... 7 Kreatinin ... 9 Ginjal ... 10 Batu Ginjal ... 11 Hewan Percobaan ... 12

BAHAN DAN METODE ... 15

Lokasi dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metodologi ... 15

Pengambilan Sampel Darah ... 16

Analisis Kimia Darah ... 17

Analisis data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Ureum ... 19

Kreatinin ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kadar normal BUN dan kreatinin beberapa jenis hewan ... 10 2. Rataan kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan. ... 19 3. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan ... 23

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Persea americana Mill ... 5 2. Metabolisme etilen glikol dalam tubuh ... 7 3. Tahapan pembentukan ureum sebagai hasil metabolisme protein

normal ... 7 4. Tahapan pembentukan kreatinin hasil metabolisme keratin fosfat. ... 9 5. Rataan kadar ureum plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada

setiap kelompok perlakuan ... 20 6. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji Statistik One Way ANOVA ... 31 2. Uji Duncan (P<0.05) ... 32 3. Hasil Determinasi Tumbuhan ... 33

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, kasus penyakit batu saluran kemih banyak dijumpai, menyebabkan tingkat kesakitan yang tinggi, hilangnya jam kerja dan memerlukan biaya pengobatan yang mahal. Diperkirakan bahwa peningkatan insidensi batu berkaitan dengan diet rendah protein nabati dan fosfat, adanya perubahan pola hidup ke gaya modern (Ashadi 1998). Nefrolithiasis atau batu ginjal adalah benda-benda padat yang terjadi di dalam ginjal yang terbentuk melalui proses fisikokimiawi dari zat-zat yang terkandung di dalam air kemih. Batu ginjal terbentuk secara endogen yaitu dari unsur-unsur terkecil, mikrolit-mikrolit yang dapat tumbuh menjadi besar. Batu ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Dari sekian banyaknya masalah urologi, batu ginjal menempati urutan ketiga setelah infeksi saluran kemih dan kelainan prostat (Price dan Wilson 1995)

Ureum merupakan hasil utama dari metabolisme protein dalam tubuh. Kadar ureum dalam serum bergantung pada katabolisme (pemecahan) protein di dalam hati yang disekresikan ke dalam ginjal kemudian diekskresikan melalui urin, sedangkan kreatinin adalah produk endogenus akhir dari metabolisme kreatin fosfat dimana kadarnya relatif lebih konstan. Kedua parameter ini menjadi salah satu parameter untuk menilai fungsi ginjal normal. Jika terjadi gangguan kronik, kedua zat ini akan meningkat jumlahnya di dalam darah (Doxey 1983)

Sejak zaman dahulu masyarakat menggunakan bahan obat tradisional untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Menurut UU Kesehatan RI No.23/1992, pasal 1 butir 10, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional pada masa sekarang banyak digunakan oleh masyarakat karena ketersediaannya yang melimpah dan harga yang relatif terjangkau (Heni 2008). Tanaman obat banyak digunakan karena menurut banyak penelitian tidak mengakibatkan efek samping. Bahan obat tradisional biasanya

(14)

digunakan berdasarkan pengalaman empiris, salah satu diantaranya berasal dari daun alpukat (Persea americana Mill).

Pohon alpukat adalah pohon buah dari Amerika Tengah yang tumbuh liar di hutan dan banyak juga ditemukan di pekarangan yang lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Tanaman alpukat (Persea americana Mill) diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang umum dilakukan masyarakat Eropa adalah sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik dan bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang sebagai obat tradisional batu ginjal dan rematik. Daun alpukat juga sering digunakan sebagai analgesik untuk meredakan sakit kepala dan nyeri haid (Prihatman 2000)

Pengobatan batu ginjal yang paling utama dilakukan dengan cara operasi yang membutuhkan biaya tinggi, selain itu obat batu ginjal yang banyak digunakan umumnya berasal dari bahan-bahan kimia yang memiliki efek samping yang cukup serius dan berbahaya. Melalui penggunaan tanaman ini, diharapkan dapat menambah nilai guna daun alpukat dan pengobatan tidak lagi membutuhkan biaya yang tinggi dan dapat mengurangi risiko toksik dari bahan-bahan kimia tersebut sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarkat Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) terhadap gambaran nilai ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan yang diinduksi etilen glikol.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat di bidang kedokteran khususnya kedokteran hewan sebagai landasan untuk menjadi alternatif pengobatan kasus nefrolithiasis atau batu ginjal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan khasiat dari

(15)

daun alpukat dan nilai tambah bagi pohon alpukat secara ekonomis. Sebagaimana diketahui sampai saat ini, masyarakat umumnya hanya memanfaatkan buah alpukatnya saja sedangkan daunnya hanya sebagai sampah atau limbah. Pemanfaatan daun alpukat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produktivitas dari pohon alpukat.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Alpukat (Persea americana Mill)

Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi (BAPPENAS 2000)

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut (BAPPENAS 2000) : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ranales Famili : Lauraceae Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill

Menurut BAPPENAS (2000) pohon alpukat mempunyai tinggi 3 - 10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, kotor, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda berwarna kemerahan dan berambut rapat, daun tua berwarna hijau dan gundul.

Tanaman alpukat mempunyai bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buahnya buah buni, bentuk bola atau bulat telur, panjang 5-20 cm, warnanya hijau

(17)

atau hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu, daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau, kekuningan. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak, daging buahnya lunak, berlemak, biasanya dimakan bersama es campur atau dibuat jus. minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik (BAPPENAS 2000).

Bagian yang dapat dipakai dari pohon alpukat antara lain daging buah untuk dikonsumsi, daun sebagai antibakteri, dan biji untuk obat sakit gigi. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian untuk buah dan daun mengandung saponin alkaloida dan flavonoid, selain itu juga buah mengandung tanin dan daunnya mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging buah dapat digunakan untuk sariawan, melembabkan kulit kering (Maryati 2007). Secara tradisional, ekstrak air daun alpukat digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dan menurunkan kadar gula darah. Ekstrak air daun alpukat telah diteliti mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik dan antiinflamasi (Adeyemi et al. 2002) dan aktivitas hipoglikemia (Antia et al. 2005). Di Filipina, dekok daun alpukat dimanfaatkan untuk mengobati nyeri lambung dan disentri (Perry 1980). Biji alpukat dapat digunakan untuk sakit gigi dan kencing manis. Gambar 1 menunjukan buah dan daun alpukat (Persea americana Mill).

(18)

Etilen glikol

Etilen glikol adalah bahan kimia yang tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai rasa manis, yang ditemukan dalam beberapa peralatan rumah tangga, termasuk antifreeze, bahan anti beku, deterjen, cat, dan kosmetik. Bahan kimia ini beracun apabila tertelan. Glikol mempunyai tekanan uap yang sangat rendah, dan oleh karena itu glikol hanya akan berada di udara dalam konsentrasi tertentu jika larutannya dipanaskan (Putra 2003). Etilen glikol sangat cepat di absorbsi dari saluran pencernaan. Sekitar 50% glikol yang masuk ke dalam tubuh diekskresikan secara utuh oleh ginjal. Hasil metabolisme dari etilen glikol menghasilkan asidosis yang cukup parah dan kerusakan epitel tubulus ginjal secara permanen (Brent 2001)

Etilen glikol telah digunakan secara luas sebagai antifreeze agent pada motor penggerak dan pelarut dalam industri. Etilen glikol mudah didapat sehingga sering dipakai untuk racun bunuh diri atau pembunuhan. Sedikitnya 40-60 kematian pertahun telah dilaporkan karena keracunan etilen glikol. Kandungannya adalah etilen, dietilen, propilen dan heksilen glikols, semuanya memiliki efek toksik yang berbeda, dan etilen glikol paling banyak digunakan. Saat jumlah yang diminum lebih dari 100-200 ml, bisa berakibat fatal dan harus segera ditangani melalui dialisis atau antidotumnya (Anonim 2008).

Putra (2003) menyebutkan bahwa glikol tidak mengiritasi kulit atau mata. Derivatnya yang harus diperhatikan serius adalah etilen glikol, yang dalam tubuh dimetabolisme menjadi asam oksalat, suatu senyawa yang menyebabkan kerusakan serius terhadap ginjal. Etilen glikol dapat menimbulkan edema serebri, meningoensefalitis kimia dan pada ginjal bisa terjadi nekrosis tubular yang menyerupai keracunan oksalat.

Keracunan etilen glikol pada ginjal terjadi pada 24-72 jam setelah proses menelan. Keracunan ini disebabkan langsung oleh efek sitotoksik dari asam glikolat. Etilen glikol dalam tubuh dimetabolisme menjadi glikoaldehid dengan katalisator enzim alkohol dehidrogenase (Gambar 2). Glikoaldehid diubah menjadi asam glikolat, kemudian asam glikolat dimetabolisme menjadi asam glioksalat dan akhirnya menjadi asam oksalat. Asam oksalat berikatan dengan kalsium untuk membentuk kristal kalsium oksalat dan terdeposit pada organ

(19)

yang dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh termasuk otak, jantung, ginjal, dan paru-paru. Akumulasi kalsium oksalat pada ginjal menyebabkan kerusakan ginjal yang mengakibatkan oliguria dan anuria serta kegagalan ginjal akut (Brent 2001).

Gambar 2 Metabolisme etilen glikol dalam tubuh (Walder dan Tyler 1994)

Ureum

Ureum dalam darah atau biasa disebut urea nitrogen darah (Blood Urea

Nitrogen/BUN) merupakan hasil metabolisme protein normal. Tahapan

pembentukan ureum terdapat pada Gambar 3. +CO 2+NH3 Orinitin -H2O Sitrulin +NH3 -H2O +H2O Arginin Ureum

Gambar 3 Tahapan pembentukan ureum sebagai hasil metabolisme protein normal (Guyton 1994)

(20)

Reaksi dimulai dengan derivat asam amino ornitin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia untuk membentuk zat kedua, yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian dipecah menjadi ornitin dan ureum. Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan dikeluarkan melalui ginjal. Ornitin dipakai kembali dalam siklus berulang-ulang (Guyton 1994).

Laju aliran urin yang cepat menyebabkan penyerapan balik berkurang sehingga BUN yang diserap menurun, sebaliknya laju urin yang lambat akan meningkatkan penyerapan BUN. Kadar BUN di atas normal disebut uremia, karena keadaan fisiologis dan beberapa keadaan, seperti kerusakan katabolik jaringan, hemoragi dalam saluran pencernaan, obat-obatan yang menyebabkan katabolisme protein meningkat, cairan plasma yang berkurang dan penyakit ginjal kronis (Girindra 1989). Selain itu, kadar BUN juga sangat dipengaruhi oleh asupan protein dan efek umum beberapa bahan yang bersifat toksik (Lu 1995).

Menurut Price (2005) ureum merupakan hasil utama dari metabolisme protein dalam tubuh. Ureum dihidrolisis di dalam air dengan bantuan urease sehingga dihasilkan amonia dan karbondioksida (Guyton dan Hall 1997). Kadar ureum dalam darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protein dalam hati yang diekskresikan ke dalam urin melalui ginjal. Ketika air direabsorbsi dari tubulus, konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat sehingga muncul gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi urea. Ureum tidak bisa memasuki tubulus sebanyak air, sehingga ureum diabsorbsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih tertinggal akan masuk ke dalam urin untuk akhirnya diekskresikan (Raphael 1997). Menurut Doxey (1983) ureum dengan kadar tinggi dalam tubuh akan bersifat toksik karena sifatnya yang mendenaturasikan protein.

Menurut Doxey 1983, kadar ureum dalam serum darah suatu individu hewan dapat dipengaruhi dua faktor. Pertama, pengaruh patologis individu, contohnya para penderita gagal ginjal baik congenital, akut, maupun kronis, penderita gagal jantung dan individu yang mengalami kekurangan elektrolit dan cairan tubuh (baik karena muntah ataupun diare). Kedua, perlakuan pada hewan, contohnya pada pemberian pakan dan exercise. Pemberian pakan berprotein tinggi dapat menyebabkan peningkatan jumlah ureum dalam darah, asupan protein yang

(21)

tinggi meningkatkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus hingga 20-30 persen sesaat setelah individu diberi pakan berprotein tinggi (Meyer 2004).

Exercise dapat menyebabkan kadar ureum yang bervariasi di dalam darah, dan

tidak selalu menandakan kerusakan pada organ ginjal. Kenaikan kadar ureum dalam darah akan disepakati sebagai akibat dari kerusakan ginjal hanya apabila disertai hasil pemeriksaan urine (urinalisis) dan diperkuat dengan tanda-tanda klinis yang mendukung penentuan diagnosa (Dukes 1977).

Kreatinin

Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam otot rangka, kreatin disfosforilasi membentuk fosforil kreatin, merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang dibentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin membentuk ADP dan fosfsokreatin yang mengandung ikatan fosfat energi tinggi, lebih tinggi dari ATP. Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi dengan ATP. Bila ATP banyak dalam sel, sebagian besar energinya digunakan untuk mensintesis fosfokreatin, sehingga terbentuk cadangan energi. Jika ATP mulai habis, energi dalam fosfokreatin ditransfer kembali menjadi ATP. Jadi hubungan antara fosfokreatin dengan ATP bersifat reversibel. Pada hewan normal, hasil buangan kreatin adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus (Guyton 1994 dan Ganong 1995).

Gambar 4 Tahapan pembentukan kreatinin hasil metabolisme keratin fosfat (Kramer et al. 2004).

(22)

Kadar kreatinin serum relatif tidak terpengaruh terhadap makanan, umur, jenis kelamin, senam ataupun diet (Girindra 1989). Kreatinin diekskresikan seluruhnya dalam urin melalui filtrasi glomerulus. Meningkatnya kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal, selain itu, kadar kreatinin dalam darah dan dalam urin dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (Lu 1995). Kreatinin merupakan indeks laju filtrasi glomerolus yang lebih cermat dibandingkan ureum karena kecepatan produksinya terutama pada fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Oleh karena itu pada kondisi normal, kreatinin dijumpai dalam urin dengan konsentrasi sedikit. Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun ada perubahan pola makanan (Frandson 1992). Kadar kreatinin dalam darah dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya kegagalan ginjal yaitu dengan mengukur laju filtrasi glomerulus (Sumarny 2006). Kadar BUN dan kreatinin bervariasi sesuai dengan jenis hewan. Pada Tabel 1 berikut ini disajikan kadar normal BUN dan kreatinin dari beberapa jenis hewan.

Tabel 1 Kadar normal BUN dan kreatinin beberapa jenis hewan (Malole dan Pramono 1989)

Hewan Kadar Normal (mg/dl)

BUN Kreatinin Kelinci 17,0 - 23,5 0,8 - 1,8 Marmut 9,0 - 31,5 0,6 - 2,2 Hamster 0,91 - 0,99 0,25 - 0,60 Mencit 17,0 - 28,0 0,31 - 1,0 Tikus 15,0 - 21,0 0,2 - 0,8 Ginjal

Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat yang bersifat toksik adalah ginjal. Hal ini berkaitan dengan fungsi ginjal yang tercermin pada sistem pembuluh darah kompleks. Peran utama ginjal adalah ekskresi sebagian besar hasil akhir metabolisme tubuh melalui urin, dan mengatur konsentrasi unsur-unsur yang terdapat dalam cairan tubuh (Guyton 1994). Selain itu ginjal berfungsi menempatkan bahan-bahan toksik pada filtrat, membawa bahan toksik melalui sel tubulus dan mengaktifkan senyawa racun tertentu, menyebabkan ginjal sebagai organ sasaran utama dari efek toksik (Lu 1995).

Unit terkecil dari ginjal adalah nefron, yang terdiri dari glomerulus dan tubulus. Nefron memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma

(23)

darah dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium, kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton 1994). Proses filtrasi terjadi di glomerulus dan substansi dengan ukuran kecil sampai sedang dapat melewati dinding kapilernya. Substansi yang besar seperti protein plasma tidak dapat melewati dinding kapiler sehingga tidak terfiltrasi. Substansi darah yang dapat terfiltrasi antara lain sodium, potassium, klorida, fosfat inorganik, glukosa, kreatinin dan asam urat (Strukie 1976)

Pada toksik tubular nefritis atau dikenal dengan nama nefrosis adalah perubahan pada tubulus yang mengalami degenerasi berupa cloudy swelling dan degenerasi hidropsi maupun degenerasi lemak. Proses degenerasi dianggap sebagai suatu respon ginjal terhadap zat toksik melalui jalan hematogen. Sebab utama kasus toksik tubular nephritis adalah racun-racun kimia. Gangguan fungsi ginjal dapat diketahui melalui pengukuran beberapa bahan-bahan hasil metabolisme, diantaranya adalah urea dan kreatinin (Nabib 1981 dalam Fajar 2004)

Batu Ginjal

Ginjal dalam tubuh berfungsi sebagai filter untuk membersihkan darah atau cairan lainnya. Fungsi ini bertujuan agar bahan-bahan kimia yang terkandung dalam darah atau cairan tubuh lainnya tidak terbawa kembali oleh darah dan beredar ke seluruh tubuh. Sebagian kotoran hasil penyaringan ini akan dikeluarkan melalui ginjal bersama air seni, sebagian lagi mungkin tertinggal dan mengendap menjadi batu ginjal. Apabila endapan ini tidak dikeluarkan, maka akan menetap di ginjal atau berpindah ke kandung kemih (Heriana 2003).

Pengertian dari istilah nefrolithiasis (kalkuli ginjal atau batu) adalah segala gambaran klinis dari pembentukan dan jalan dari pengelompokan kristal yang disebut kalkuli atau batu dalam saluran kemih (Wolf 2004). Urolithiasis (kalkuli saluran kemih atau batu) menurut Bernier (2005) adalah kalsifikasi yang terdapat pada saluran urin, terutama pada ginjal (nefrolithiasis) atau ureter (ureterolithiasis) dan mungkin juga terdapat atau berpindah ke sistem urin yang lebih rendah (kandung kemih atau uretra). Menurut Koesharyono (2008), urolithiasis adalah

(24)

penyakit yang disebabkan oleh adanya batu (urolith) atau kristal-kristal pada saluran air kencing (tractus urinarius). Batu dan kristal tersebut dapat ditemukan di ginjal, urethra, dan kebanyakan di kandung kemih. Adanya batu atau kristal tersebut dapat membuat iritasi saluran air kencing, akibatnya saluran tersebut rusak, ditemukan darah bersama urin yang dapat menimbulkan rasa sakit.

Coe (2003) menyatakan bahwa batu ginjal adalah partikel padat seperti kerikil yang terdapat di bagian sistem kemih. Terbentuk akibat kelebihan garam di aliran darah yang kemudian mengkristal pada ginjal. Ukuran dan bentuk batu bermacam-macam, berkisar dari partikel sangat kecil yang dapat lewat tanpa diketahui sampai batu yang berukuran sekitar 5 cm. Selama tidak bergerak, adanya batu tidak diketahui. Tetapi batu yang kecil sekalipun dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat ketika berjalan keluar dari ginjal. Perdarahan ringan dapat terlihat akibat luka pada dinding saluran kemih.

Proses pembentukan batu terjadi di dalam ginjal di bagian muara dari saluran kecil yaitu di bagian yang disebut piramid. Terbentuknya batu dipengaruhi oleh berbagai hal fisika dan kimia antara lain mula-mula kadar suatu zat, misalnya asam urat berlebihan dalam urin disebut supersaturasi sehingga mengedap menjadi kristal, zat-zat lain adalah kalsium oksalat dan struvite. Faktor lain adalah bila zat inhibitor (zat pencegah terjadinya kristal) kadarnya berkurang, misalnya sirat, faktor keasaman urin (pH) serta infeksi (Lumenta 2003).

Jenis batu yang sering terdapat dalam ginjal ada empat, yaitu kalsium oksalat (70-75%), struvite (20%), asam urat (5%), dan sistin (1%). Biasanya batu kalsium oksalat dan asam urat akan terbentuk karena makanan dan minuman yang banyak mengandung kalsium oksalat dan purin, sedangkan batu struvite sering terjadi karena ada infeksi di ginjal. Batu sistin akan terjadi bila ada gangguan metabolisme (Coe 2003).

Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole dan Pramono 1989). Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian

(25)

harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan manusia, perkembangbiakan cepat, cenderung mudah didapat dan dipelihara, memiliki galur genetis murni. (Subahagio et al. 1997).

Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi dan toksikologi adalah mencit dan tikus putih. Hewan ini dipilih karena murah, mudah didapat, dan mudah ditangani. Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah pembandingan toksisitas zat-zat kimia (Lu 1995).

Tikus putih telah digunakan secara luas untuk tujuan penelitian, karena hewan ini telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Malole dan Pramono 1989).

Taksonomi tikus putih dalam Robinson (1979) : Kingdom : Animalia Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Superfamili : Muroidae Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus sp.

Menurut Malole dan Pramono (1989) terdapat 3 galur tikus putih yang umum dikenal: galur Sprague-Dawley, galur Winstar, dan galur Long-Evans. Galur Sprague-Dawley yang umum digunakan untuk penelitian, mempunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari badannya.

Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan serangkaian percobaan terhadap hewan percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat untuk manusia. Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak menimbulkan efek merugikan atau dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan kelainan jaringan atau efek toksik yang jelas. Waktu observasi akan

(26)

jauh lebih pendek bila kita menggunakan dosis yang lebih besar, sehingga akan mengurangi biaya pemeriksaan. Pada waktu tertentu sebagian hewan percobaan perlu dibunuh untuk mengetahui pengaruh obat terhadap organ. Pemeriksaan kimia darah, urin, dan tinja dilakukan untuk mengetahui kelainan yang timbul (Darmansjah 1995).

(27)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari bulan Juni 2008 sampai September 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah simplisia daun alpukat, etanol 70%, aquadest, etilen glikol, amonium klorida, eter, kit keratin, dan kit ureum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserator, oven, evaporator, tabung reaksi, sonde lambung, gelas ukur, gelas piala 100 ml, gelas piala 1 L, batang pengaduk, spuit 1 ml, spuit 3 ml, dan tabung Effendorf.

Metodologi

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun alpukat, persiapan kandang, pakan, dan hewan percobaan. Sedangkan tahap pelaksanaan meliputi perlakuan, pengamatan dan analisis data.

Persiapan Bahan Coba

Kegiatan persiapan bahan coba meliputi penyiapan daun alpukat, penyiapan simplisia dan ekstraksi. Daun alpukat dibawa ke Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk dideterminasi bahwa bahan coba benar-benar jenis Persea americana Mill. Jumlah perbandingan simplisia dengan pelarut adalah 1:10, perendaman dilakukan selama 2x24 jam, diaduk setiap 6 jam, dan selalu mengganti pelarut setiap 24 jam dengan pelarut baru serta dilakukan penampungan setiap hari. Hasil dari maserasi berupa ekstrak etanol selanjutnya dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator (40oC dan

(28)

50 rpm) yang bertujuan untuk menguapkan pelarutnya sehingga berupa ekstrak kental.

Perlakuan

Penelitian ini dilakukan menggunakan tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Untuk uji aktivitas daun alpukat pada percobaan ini digunakan 20 tikus putih jantan sehat umur 3 bulan, berat rata-rata 200 gram yang terbagi dalam 4 kelompok , yaitu :

1. Kelompok perlakuan A (normal) Perlakuan diberikan air minum biasa. 2. Kelompok perlakuan B (induksi) :

Perlakuan diberikan air minum yang sudah ditambahkan dengan 0,75% etilen glikol dan 2% amonium klorida selama 10 hari

3. Kelompok perlakuan C :

Perlakuan diberikan 0,75 % etilen glikol dan 2% amonium klorida dalam air minum selama 10 hari serta tikus dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg BB

4. Kelompok perlakuan D :

Perlakuan diberikan 0.75 % etilen glikol dan 2% amonium klorida selama 10 hari serta tikus dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg BB

Pengujian ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan cara mencekokan kepada setiap hewan coba (tikus) kemudian diambil serum darah masing-masing hewan coba pada hari ke-0 dan hari ke-11.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan di laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dengan spuit 3 ml. Tikus dianastesi terlebih dahulu menggunakan eter sampai terbius. Darah diambil sebanyak ± 2 ml langsung dari ventrikel kiri jantung (intracardial). Kemudian darah ditampung dalam tabung reaksi dan di tempatkan dalam posisi miring agar mendapatkan luas permukaan yang lebih luas sehingga serum yang didapatkan lebih banyak. Sampel kemudian

(29)

disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya untuk pemeriksan kadar ureum dan kreatinin.

Analisis Kimia Darah

Sampel darah dianalisis di laboratorium Fisologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB segera setelah pengambilan sampel darah. Sampel dianalisis dengan menggunakan Kit Randox® dan dibaca dengan alat

Spectrofotometer Hitachi UV/Vis® mouse instrument. Ureum

Mesin Spectrofotometer Hitachi UV/VIS ® untuk mengukur kadar ureum dalam serum darah bekerja secara otomatis. Ureum yang ditambah aquadest dan urease untuk menghasilkan amonia dan carbon dioksida. Amonia dalam reaksi pertama digabungkan dengan α-oxoglutarate dan NADH dengan bantuan glutamate-dehidrogenase sehingga dihasilkan glutamate dan NAD+. Komposisi reagen terdiri dari larutan penyangga dan reagen enzim. Larutan penyangga yang digunakan adalah Tris-Buffer 150 mmol/L dengan pH 7.6. Reagen enzim melibatkan Urease ≥10 U/ml, GLDH ≥2U/ml, NADH 0.26 mmol/L, Adenosine-5-diphosphate 3 mmol/L, dan α-oxoglutarate 14 mmol/L. Reaksi kimia dari perubahan 2 NH3+CO2 yang terjadi sebagai berikut :

Urea + H2O urease 2 NH3 + CO2

2 α-oxoglutarate + 2 NH4+ + 2 NADH GLDH 2 L-glutamate + 2 NAD+ + 2 H2O

Kreatinin

Secara Umum dapat digambarkan bahwa metode kerja mesin analisis ini untuk mengukur kadar kreatinin dalam serum darah adalah dengan mengukur pembentukan kalorimetri kompleks. Jika kreatinin bereaksi dengan alkalin pikrat akan membentuk kalorimetri kompleks. Dari pembentukan kalorimetri kompleks tersebut maka dapat dihitung jumlah keratin dalam sampel serum yang diuji, dengan menggunakan reagen asam pikrat 35 mmol/L (reagen 1) dan sodium hidroksida 0.32 mmol/L. Secara otomatis hasil pengukuran kadar ureum dan

(30)

kreatinin dari serum darah akan tertampil di monitor kontrol dan hasilnya dapat diambil kapanpun dibutuhkan.

Analisis data

Analisis data mengguanan metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan

Multiple Range Test (DMRT) dengan α : 0.05 untuk melihat adanya perbedaan

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh hasil informasi berupa data kadar ureum dan kreatinin di dalam plasma darah tikus jantan kelompok normal, induksi etilen glikol, ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg BB, dan ekstrak etanol daun alpukat 300 mg/kg BB. Berikut ini disajikan data berupa kadar ureum dan kreatinin pada masing-masing kelompok perlakuan.

Ureum

Tabel 2. Rataan kadar ureum sebelum dan sesudah perlakuan.

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P<0.05)

Berdasarkan Tabel 2, rataan kadar ureum sebelum perlakuan pada kelompok A (normal) adalah 29.985 mg/dl, kemudian kadar ureum menurun sesudah perlakuan menjadi 26.316 mg/dl. Sebelum perlakuan, rataan kadar ureum pada kelompok B (induksi etilen glikol) adalah 25.263 mg/dl dan meningkat sesudah diberi perlakuan menjadi 32.762 mg/dl. Rataan kadar ureum pada kelompok C (ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB) meningkat dari 21.854 mg/dl saat sebelum perlakuan dan menjadi 26.476 mg/dl sesudah perlakuan. Peningkatan kadar ureum juga terjadi pada kelompok perlakuan C (ekstrak etanol dosis 300mg/kg BB) yang sebelum perlakuan kadarnya 24.942 mg/dl menjadi 28.190 mg/dl sesudah perlakuan. Kadar ureum pada semua kelompok perlakuan berada di atas normal. Menurut Malole dan Pramono (1989) kadar ureum normal pada tikus putih adalah 15.0 – 21.0 mg/dl . Kadar ureum yang tinggi pada semua kelompok perlakuan mungkin diakibatkan oleh pemberian pakan yang mengandung protein tinggi. Guyton (1997) menyatakan bahwa makanan dengan protein yang tinggi akan meningkatkan pelepasan asam amino ke dalam darah, yang kemudian direabsorbsi di tubulus proksimal, karena asam amino dan natrium direabsorbsi bersama oleh tubulus proksimal, maka kenaikan reabsorbsi

Kelompok Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl)

A 29.985 ± 12.534 26.316 ± 11.595a

B 25.263 ± 9.874 32.762 ± 6.375a

C 21.854 ± 3.783 26.476 ± 11.960a

(32)

asam amino juga merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus proksimal. Penurunan pengiriman natrium ke makula densa ini kemudian menimbulkan penurunan tahanan arteriol aferen yang diperantarai oleh umpan balik tubuloglomerulus sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan gromerular

filtration rate (GFR). Kenaikan GFR ini menyebabkan ekskresi natrium

dipertahankan pada kadar yang mendekati normal sementara terjadi kenaikan ekskresi produk sisa dari metabolisme protein, seperti ureum. Hasil analisis statistik ANOVA Tabel 2 menunjukan bahwa kadar ureum plasma tikus jantan sesudah perlakuan tidak ada perbedaan bermakna antara masing-masing kelompok perlakuan (P<0.05).

Gambar 5 Rataan kadar ureum plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap kelompok perlakuan

Hasil yang diperlihatkan pada Gambar 5 sesudah perlakuan menunjukan bahwa pada kelompok B kadar ureumnya lebih tinggi daripada kelompok A. Hal ini terjadi karena kelompok B diberi induksi etilen glikol yang bisa menyebabkan tubular nekrosis akut, sehingga kadar ureum dalam plasma lebih tinggi. Kadar ureum kelompok A (26.316 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok yang lain karena tidak diberi perlakuan apapun. Rataan kadar ureum pada kelompok C (26.476 mg/dl) dan kelompok D (28.190 mg/dl) yang perlakuannya diberikan

29.985 25.263 21.854 24.942 26.316 32.762 26.476 28.190 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 Normal Induksi 100mg 300mg Ka d ar U reu m Kelompok Perlakuan sebelum Sesudah

(33)

ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kg BB dapat menghasilkan rataan kadar ureum yang lebih rendah daripada kelompok B (32.672 mg/dl). Pemberian ekstrak etanol daun alpukat dengan dengan dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar ureum dalam plasma darah. Rataan kadar ureum pada kelompok C (26.476 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok D (28.190 mg/dl), hal ini membuktikan bahwa ekstrak etanol daun alpukat dosis 100mg/kg BB lebih baik dalam menurunkan kadar ureum dalam plasma darah daripada dosis 300 mg/kg BB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2003) bahwa beberapa tanaman mempunyai ambang batas dosis yang dapat memberikan khasiat. Jika mengkonsumsi suatu tanaman obat dengan jumlah yang banyak tanpa memperhitungkan dosis yang optimal tidak memberikan suatu manfaat yang diinginkan, tetapi akan membahayakan tubuh pengkonsumsi. Tepatnya ukuran dosis sangat penting terutama untuk obat tradisional yang diekstrak.

Ureum merupakan produk terakhir katabolisme asam amino. Pada proses pemecahan asam amino akan terbentuk senyawa amonia yang bersifat toksik. Selanjutnya senyawa amonia ini akan diubah menjadi senyawa yang tidak toksik , yaitu dalam bentuk ureum melalui siklus pembentukan ureum. Ureum dalam darah akan segera direabsorbsi ke dalam medula ginjal dan segera di ekskresikan melalui urin. Keberadaan ureum dalam darah (dihitung sebagai Blood Urea

Nitrogen, BUN) dan urea dalam urin dapat digunakan untuk mengetahui

efektivitas fungsi ginjal. Pada kondisi gangguan fungsi ginjal, konsentrasi ureum plasma meningkat karena adanya penurunan proses filtrasi glomerulus (Anonim, 2006b).

Peningkatan kadar ureum dalam darah tidak hanya disebabkan oleh penurunan proses filtrasi glomerulus akibat gangguan fungsi ginjal. Menurut Schrier (2007) ada beberapa kondisi klinis lain yang mengakibatkan kesalahan perkiraan laju filtrasi glomerulus yang dilihat dari kadar ureum. Kondisi klinis tersebut adalah volume ekstraseluler dalam tubuh, kadar protein dalam pakan, dan penyakit liver . Keadaan dehidrasi cairan tubuh akan meningkatkan kadar ureum dalam darah karena proses reabsorbsi urea pada ginjal juga meningkat. Protein yang tinggi dalam pakan akan meningkatkan pembentukan urea yang merupakan

(34)

produk terakhir dari katabolisme asam amino. Penurunan pembentukan ureum juga terjadi pada kasus malnutrisi hebat dan penyakit liver.

Kreatinin

Berdasarkan Gambar 6, rataan kadar kreatinin sebelum perlakuan pada kelompok A (normal) adalah 0.983 mg/dl, kemudian kadar kreatinin naik sesudah perlakuan menjadi 1.014 mg/dl. Sebelum perlakuan, rataan kadar kreatinin pada kelompok B (induksi etilen glikol) adalah 0.851 mg/dl dan meningkat sesudah diberi perlakuan menjadi 1.175 mg/dl. Rataan kadar kreatinin pada kelompok C (ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB) menurun dari 0,931 mg/dl saat sebelum perlakuan dan menjadi 0.819 mg/dl sesudah perlakuan. Penurunanan kadar kreatinin juga terjadi pada kelompok perlakuan D (ekstrak etanol dosis 300mg/kg BB) yang sebelum perlakuan kadarnya 0.926 mg/dl menjadi 0,902 mg/dl sesudah perlakuan.

Gambar 6. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap kelompok perlakuan

0.983 0.851 0.931 0.926 1.014 1.175 0.819 0.902 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 Normal Induksi 100mg 300mg Ka d ar Krea ti n in Kelompok Perlakuan Sebelum Sesudah

(35)

Pada Tabel 3, nilai kreatinin sesudah perlakuan memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok A dengan kelompok B dan C, kelompok B dengan kelompok C dan D (P<0.05). Kelompok D tidak ada perbedaan yang nyata dengan kelompok A dan C (P<0.05). Nilai kreatinin pada kelompok A (1.014 mg/dl) lebih rendah daripada kelompok B (1.175 mg/dl) karena kelompok A tidak diberikan perlakuan sedangkan kelompok B diberikan induksi etilen glikol yang mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa kadar normal kreatinin plasma darah pada tikus adalah 0.2 - 0.8 mg/dl. Gangguan fungsi ginjal oleh induksi etilen glikol menyebabkan nilai kreatinin pada kelompok B tinggi dan berada diatas kisaran normal. Menurut Anonim (2006a), kenaikan kadar kreatinin dalam plasma selalu mengindikasikan adanya penurunan ekskresi yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan bentuk anhidrida dari kreatin yang sebagian besar disintesis di dalam otot melalui proses dehidrasi non-enzimatik dari keratin fosfat. Keratin juga terdapat pada otak dan darah dalam bentuk fosfokreatin maupun bebas. Kreatinin diekskresikan seluruhnya kedalam urin melalui filtrasi glomerulus. Meningkatnya kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya batu ginjal.

Tabel 3. Rataan kadar kreatinin plasma sebelum dan sesudah perlakuan

Kelompok Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl)

A 0.983 ± 0.100 1.014 ± 0.059b

B 0.851 ± 0.037 1.175 ± 0.093c

C 0.931 ± 0.059 0.819 ± 0.052a

D 0.926 ± 0.052 0.902 ± 0.120ab

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (P<0.05)

Tabel 3 menunjukan bahwa kelompok C dan D yang perlakuannya diberikan ekstrak etanol daun alpukat sebanyak 100 dan 300 mg/kg BB dapat menghasilkan kadar kreatinin yang lebih rendah daripada kelompok B. Pemberian ekstrak etanol daun alpukat dengan dengan dosis 100 dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar kreatinin dalam plasma darah. Kadar ureum pada kelompok C lebih rendah daripada kelompok D, hal ini membuktikan bahwa ekstrak etanol

(36)

daun alpukat dosis 100mg/kg BB lebih baik dalam menurunkan kadar ureum dalam plasma darah daripada dosis 300 mg/kg BB.

Menurut Antia et al. (2005) hasil dari penapisan fitokimia daun alpukat mengandung saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan polisakarida. Penapisan fitokimia yang telah dilakukan oleh Yuliendarwati (1989) terhadap daun alpukat dengan mempergunakan kromatografi kertas menyatakan adanya flavonoid. Hasil penelitian oleh Jouad et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian flavonoid dapat meningkatkan glomerular filtration rate (GFR). Peningkatan glomerular filtration

rate pada ginjal akan mengakibatkan ekskresi terhadap ureum dan kreatinin juga

meningkat sehingga kadar ureum dan kreatinin dalam darah menurun.

Selain mengandung senyawa flavonoid, daun alpukat juga mengandung kalium. Kandungan kalium pada daun alpukat membuat batu ginjal berupa kalsium karbonat tercerai-berai, karena kalium akan menyingkirkan kalsium untuk bergabung dengan senyawa karbonat, oksalat, atau urat yang merupakan pembentuk batu ginjal. Endapan batu ginjal tersebut akhirnya larut dan hanyut keluar bersama urin (Sulaksana et al. 2004). Adanya kalium dalam daun alpukat juga akan menimbulkan efek diuretik, proses pembuangan batu ginjal pun menjadi lebih cepat (Kusyanti 2007).

(37)

25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) dosis 100 dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar urea dan kreatinin plasma pada tikus jantan yang diinduksi nefrolithiasis. Ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB lebih baik dalam menurunkan kadar ureum dan kreatinin daripada dosis 300 mg/kg BB.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan dengan melakukan fraksinasi dan variasi dosis ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) sehingga diketahui senyawa aktif yang bisa mengembalikan fungsi ginjal yang telah rusak akibat induksi etilen glikol. Perlu dilakukan penelitian histopatologi terhadap organ ginjal yang diberikan ekstrak etanol daun alpukat dan yang diinduksi etilen glikol.

(38)

26

DAFTAR PUSTAKA

Adeyemi et al. 2002. Analgesic and Anti-inflammatory Effects of The Aqueous Extract of Leaves of Persea americana Mill (Lauraceae), Fitoterapia. 73 (5) : 375-377.

Anonim. 2006a. Creatinine FS, Diganostic Reagen for Quantitative in Vitro Determination of Creatinine in Serum, Plasma or Urine Photometric Systems.[brosur]. DiaSys.

Anonim. 2006b. Urea FS, Diganostic Reagen for Quantitative in Vitro Determination of Urea in Serum, Plasma or Urine Photometric Systems.[brosur]. DiaSys

Anonim. 2008. Keracunan Zat Korosif dan Logam. http://www.freewebs.com/ reef_forensik/ keracunankorosif .htm. [7 Juni 2009]

Antia BS, Okokon JE, Okon PA. 2005. Hypoglycemic Activity of Aqueous Leaf Extract of Persea americana Mill. Indian J Pharmacol. 37 (5) : 325-326 Ashadi T. 1998. Manfaat Diagnosa Radiografi pada Batu Saluran Kemih. Medika

24 (8) : 544 – 549

BAPPENAS. 2000. Avokat. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg =2&doc=2a1. [7 Juni 2009]

Bernier F. 2005. Management of Clients with Urinary Disorders. & J. In J. Black Hawks (Eds.), Medical- Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes Ed-7 St. Louis: Elsevier. 857-911.

Brent J. 2001. Current Management of Ethylene Glycol Poisoning. Drugs. 61 (7): 979–88.

Coe FL. 2003. Kidney Stone in Adults. http://www.kidney.n iddk.nih.gov/kudisease/pubs/kidneyfailure/index.html. [3 Juni 2009] Cos P et al. 1998. Structure-Activity Relationship and Classification of

Flavonoids as Inhibitors of Xanthin Oxidase and Superoxide Scavengers.

J.Nat.Prod. 61: 71-76

Darmansjah I. 1995. Toksikologi Dasar dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Duryatmo S. 2003. Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-temuan Temukan

Rahasia Kesehatan dari Alam. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya

Nusantara.

Doxey DL. 1983. Clinical Pathology and Diagnostic Procedures. London: Bailliere Tindal.

Dukes HH. 1977. Physiology of Domestic Animal. Ed ke-9. . Swenson MJ editor. London: Cornell University Press.

(39)

Eder AF et al. 1998. Ethylene Glycol Poisoning: Toxicokinetic and Analytical Factors Affecting Laboratory Diagnosis. Journal of Clinical Chemistry. 44: 168-177.

Fajar R. 2004. Pengaruh Pemberian Lamtoro Merah (Acacia villosa) terhadap Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus rattus) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-7. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-14. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Girindra A. 1989. Biokimia Patologi. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Guyton AC. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Jakarta : Penertbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hartono AT. 2009. Apokat. http://4.bp.blogspot.com/_pCVqc4YAcfo/SluAeB-yzsI/AAAAAAAAAQY/-R7yg9ivS5w/s320/Alpokat.jpg [ 3 September 2009]

Heni. 2008. Hati-Hati Menggunakan Obat Tradisional. http://carakusehat.blogspot.com/2008/06/hati-hati-menggunakan-obat-tradisional.html. [7 Mei 2009].

Heriana ST. 2003. Mengenal Batu Ginjal. http://asysyariah.com/syariah. php?menu=detil&id_online=103. [ 3 Juni 2009].

Himawan S. 1979. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Jouad H, Lacaille-Dubois MA, Lyoussi B, Eddouks M. 2001. Effects of The Flavonoids Extracted from Spergularia purpurea Pers. on Arterial Blood Pressure and Renal Function in Normal and Hypertensive Rats. Journal of

Ethnopharmacology. 72 (2) : 159-163

Koesharyono C. 2008. Penanganan Kasus Urolithiasis (Batu Ginjal) pada Anjing. http://www.anjingkita.com/wmview.php?ArtID=5532&act=print. [3 Juni 2009].

Kramer JA et al. 2004. Overview of the Application of Transcription Profiling Using Selected Nephrotoxicants for Toxicology Assessment.

(40)

Kusyanti S. 2007. Tempuyung Untuk Menghadang Asam Urat. http://groups.google.com/group/kesehatan/browse_thread/thread/3f9a1b1e 70d743b1. [1 Agustus 2009].

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Terjemahan Edi Nugroho. Jakarta : UI Press. Lumenta NA. 2003. Kencing Batu Tiga Kali Setahun.

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/1003/kes3.html. [3 Juni 2003].

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Pengantar Hewan-hewan Percobaan di

Laboratorium. Bogor : Pusat Antara Universitas Bioteknologi IPB.

Maryati S. 2007. Telaah Kandungan Kimia Daun Alpukat (Perseam Americana Mill). http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod= browse&op=read &id=jbpti tbpp- gdl- srimaryati- 26858&q=Chemical. [3 Juni 2009].

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation and

Diagnosis. Philadelphia: Saunders.

Perry LM et al. 1980. Medicinal Plants of East and Southeast Asia. London : MIT Press.

Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed ke-4. Jakarta : EGC.

Price SA. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Tennessee: The University of Tennessee Health Science Center.

Prihatman K. 2000. Alpukat. http://www.warintekjogja.com/warintek/warintek jogja/warintek_v3/datadigital/bk/alpukat.pdf [3 Juni 2009]

Putra EDL. 2003. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan Upaya Pencegahannya. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy.pdf. [7 Juni 2009].

Raphael SS. 1987. Lynch’s Medical Laboratory Technology. Ed ke-4. London: W.B. Saunders Company.

Robinson DR. 1979. Eicosanoids, Inflamation, and Antiinflammatory Drugs. Clin

Exp Rheumatol 7:155-161.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.

Subahagio, Rahman I, Ibnusahni D, Sutardjo, Sulaksono ME. 1997. Pengaruh

Faktor Keturunan dan Lingkungan terhadap Sifat-sifat Biologis terlihat pada Hewan Percobaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Pengembangan Kesehatan. 8 : 1

Sulaksana J et al. 2004. Tempuyung Budi Daya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.

(41)

Sumarny R, Parodi D, Darmono. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kering Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria. Rosc.) Per Oral Terhadap Beberapa Parameter Gangguan Ginjal pada Tikus Putih Jantan. Majalah

Farmasi Indonesia. 17(1) : 19-24.

Schrier RW. 2007. Disease of The Kidney and Urinary Tract. Eight Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Strukie PD. 1976. Kidney, Extrarenal Salt Exretion And Urine. In: Avian

Physiology. Ed ke-3. New York: Heidelberg, Springer-Verlag.

Walder AD, Tyler CKG. 1994. Ethylene Glycol Antifreeze Poisoning. Three Case Reports and a Review of Treatment. Anesthesia. 57(5): 464-471.

Wolf JS. 2004. Nephrolithiasis. http://www.emedicine.com/MED/topic1600.htm [7 Juni 2009]

Yuliendarwati. 1989. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid Dari Daun Persea americana. http://www.warintek.ristek.go.id/

(42)
(43)

Lampiran 1 Uji Statistik One Way ANOVA

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Ureum Between Groups 130.826 3 43.609 .503 .686

Within Groups 1300.538 15 86.703

Total 1431.364 18

Creatinine Between Groups .355 3 .118 15.626 .000

Within Groups .113 15 .008

(44)

Lampiran 2 Uji Duncan (P<0.05) Ureum

Duncan

Perlaku

an N

Subset for alpha = 0.05 1 1 4 26.31600 3 5 26.47620 4 5 28.19040 2 5 32.76220 Sig. .343

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Creatinine

Duncan Perlaku

an N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 3 5 .81880 4 5 .90140 .90140 1 4 1.01450 2 5 1.17460 Sig. .166 .065 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(45)

Gambar

Gambar 1. Persea americana Mill (Hartono 2009)
Gambar 2 Metabolisme etilen glikol dalam tubuh (Walder dan Tyler 1994)  Ureum
Gambar  4  Tahapan  pembentukan  kreatinin  hasil  metabolisme  keratin  fosfat  (Kramer et al
Gambar  5  Rataan  kadar  ureum  plasma  sebelum  dan  sesudah  perlakuan  pada    setiap kelompok perlakuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet), karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih

11 Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta : Rineke Cipta, 2006), 200.. peneliti kepada responden yaitu santri putri pondok pesantren Al- Ma’ruf yang

Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Bilamana fase gerak merupakan campuran organik dengan air

Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan inversi Res2divn2D diperoleh nilai resistivitas tanah yang diindikasi sebagai bidang gelincir dengan rentang 1068

Hubungan variabel penggunaan dan efek samping obat dengan ketidakpatuhan penggunaan obat anti TB ... Hubungan variabel PMO dengan ketidakpatuhan penggunaan obat anti

Pasien rawat inap dengan diagnosa penyakit hipertensi dan disertai dengan komplikasi penyakit lain akan berakibat pada peningkatan lama hari perawatan yang cukup lama

Strategi pertama yang dilakukan oleh para pengendara ojek pangakalan untuk bertahan hidup setelah adanya penurunan pendapatan akibat dari masuknya ojek online

Terkait dengan fungsi utama bank yaitu sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman, maka jumlah tabungan