• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Hasil

4.1.1 Bobot Ikan Nilem

Bobot ikan nilem bertambah setelah dipelihara selama 48 hari dengan diberi pakan perifiton. Pada kepadatan 35 ekor/m3 bobotnya bertambah lebih dari 2 kali lipat bobot awal, sedangkan kepadatan 105 ekor/m3 bertambah lebih dari 1,5 kali lipat bobot awal. Pertambahan bobot pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 berturut-turut sebesar 6,04 g ; 4,84 g dan 2,52 g (gambar 4).

Gambar 5. Grafik bobot ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan perifiton.

Melalui analisis covarian, bobot akhir ikan nilem yang dipelihara pada kepadatan 35 ekor/m3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3. Simpangan baku pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai yang cukup rendah (Tabel 5).

Tabel 5. Bobot akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) pada padat tebar yang berbeda.

Padat Tebar Ulangan

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

1 12,86 10,80* 7,78

2 11,43 9,29 7,30

3 8,57 8,81 6,98

Rata-rata 10,95 ± 2,18 9,63 ± 1,04 7,35 ± 0,40

9,39 8,65 8 7,32 8,05 8,72 7,35 7,69 8,29 7,36 7,58 7,87 5 6 7 8 9 10 11 12 1 16 32 48 waktu (hari) panjang (cm)

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

4.1.2 Panjang Ikan Nilem

Sejalan dengan pertambahan bobot, panjang rata-rata ikan nilem selama

pemeliharaan pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing

bertambah sebanyak 2,07 ; 1,30 dan 0,64 cm (Gambar 6). Pada kepadatan 35 dan 105 ekor/m3 panjangnya bertambah lebih dari 1 kali lipat dari panjang awalnya.

Gambar 6. Grafik Panjang ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan perifiton.

Panjang akhir ikan nilem yang dipelihara dengan padat tebar 35 ekor/m3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3. Simpangan baku pada masing-masing perlakuan juga menunjukkan nilai yang cukup rendah (Tabel 6).

Tabel 6. Panjang akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) pada padat tebar yang berbeda.

Padat Tebar Ulangan

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

1 9,91 9,05* 8,28

2 9,77 8,69 7,77

3 8,47 8,21 7,96

Rata-rata 9,39 ± 0,80 8,65 ± 0,42 8,00 ± 0,26

Ket *) : Missing data

4.1.3 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Nilem

Pertumbuhan ini menunjukkan persentase penambahan bobot ikan per hari selama masa pemeliharaan. Pertumbuhan harian di kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing menunjukkan nilai sebesar 1,66 ; 1,50 dan 0,88 % (Tabel 7). Dari analisa statistik yang dilakukan, pertumbuhan harian ikan nilem

yang dipelihara pada kepadatan 35 ekor/m3 juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3 .

Tabel 7. Laju pertumbuhan harian ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda.

Padat Tebar (ekor/m3) Ulangan 35 70 105 1 2,18 1,82* 1,01 2 1,62 1,36 0,98 3 1,19 1,31 0,66 Rata-rata 1,66 ± 0,50 1,50 ± 0,28 0,88 ± 0,19

Ket *) : Missing data

4.1.4 Kelangsungan Hidup

Angka kelangsungan hidup pada akhir percobaan ikan nilem memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Rata-rata kelangsungan hidup pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing sebesar 99,52 ; 93,73 dan 95,55 % (Tabel 8). Analisa menunjukkan padat tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem.

Tabel 8. Kelangsungan hidup ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda.

Padat Tebar (ekor/m3) Ulangan 35 70 105 1 98,57 89,05* 87,14 2 100 94,29 100 3 100 97,86 99,52 Rata-rata 99,52 ± 0,83 93,73 ± 4,43 95,55 ± 7,29

Ket *) : Missing data

4.1.5 Konversi Pakan

Selama pemeliharaan berlangsung perlakuan 35 ekor/m3 menghabiskan 133 lembar, perlakuan 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing menghabiskan 256 dan 379, dengan bobot kering perifiton yaitu 5 g/lembar. Konversi pakan pada ketiga perlakuan ternyata menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pada kepadatan 35 ekor/m3 sebesar 1,76 ; kepadatan 70 ekor/m3 sebesar 2,28 sedangkan pada kepadatan 105 ekor/m3 sebesar 4,25 (Tabel 9).

Tabel 9. Konversi pakan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda dengan pakan perifiton.

Padat Tebar (ekor/m3) Ulangan 35 70 105 1 1,17 2,16* 4,58 2 1,55 2,35 3,31 3 2,56 2,34 4,86 Rata-rata 1,76 ± 0,72 a 2,28 ± 0,11 a 4,25 ± 0,83 b Ket *) : Missing data

4.1.6 Kualiatas Air

Kualitas air selama penelitian berlangsung dalam keadaan baik untuk pemeliharaan ikan. Nilai DO dari awal hingga akhir penelitian berkisar antara 3,59 di pagi hari dan 7,73 di siang hari. Suhu dan pH masing-masing berada pada kisaran 29-34oC dan 7,5-8,8 serta kecerahan yang memang sangat rendah yaitu 96 cm. Parameter lainnya seperti ammonia dapat dilihat pada Lampiran.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tiga perlakuan diatas, bobot ikan nilem mengalami pertumbuhan selama pemeliharaan 48 hari. Pertumbuhan terjadi apabila ikan hidup pada lingkungan yang optimum (suhu, pH dan oksigen) serta kebutuhan makanan yang mencukupi. Pada penelitian ini makanan berupa pakan alami perifiton yang diberi sesuai perbandingan padat tebar. Kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing diberi substrat perifiton sebanyak 1, 2 dan 3 lembar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hepher dan Pruginin dalam Suhadi (2003) yang menyatakan peningkatan kepadatan ikan tanpa disertai peningkatan jumlah pakan yang diberikan akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan jika telah sampai pada batas carrying capacity maka pertumbuhannya akan terhenti sama sekali.

Kualitas air yaitu DO, ammonia, suhu, kecerahan dan pH pada penelitian ini masih berada dalam kisaran optimal. Sesuai yang diutarakan Hepher dan Pruginin (1981), Peningkatan padat penebaran dapat diikuti dengan pertumbuhan yang maksimal serta peningkatan hasil selama pakan tercukupi dan kualitas air tetap mendukung. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot dan panjang dari tiga kepadatan tersebut sama baiknya. Berdasarkan analisis data yang

dilakukan, menjelaskan bahwa ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan lingkungan dan makanan (perifiton) masih dalam keadaan yang mencukupi. Sama halnya dengan bobot dan panjang, laju pertumbuhan harian ikan (a) juga tidak berbeda nyata antara tiga perlakuan (P>0,05). Peningkatan kepadatan (stock density) pada percobaan ini belum menunjukkan adanya penurunan pada laju pertumbuhan harian ikan. Hal ini juga disebabkan karena kebutuhan lingkungan (faktor kimia, fisika dan biologi perairan) dan makanan masih menunjang bagi pertumbuhan ikan nilem. Mengenai kebutuhan makanan, Warren dan Davis (1967) berpendapat bahwa pemberian pakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan bobot masing-masing perlakuan menyebabkan perbedaan pertumbuhan harian (a) tidak terjadi. Pertumbuhan ikan dapat terjadi bilamana sejumlah makanan yang dicerna melebihi jumlah makanan yang diperlukan untuk pemeliharaan tubuh. Sama halnya dengan pertumbuhan harian, nilai kelangsungan hidup (SR) juga sama antar perlakuan (P>0,05). Hal ini juga diduga karena kondisi lingkungan dan pakan yang masih tercukupi.

Sedangkan pada nilai konversi pakan (FCR), tiga perlakuan tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Ketika dilanjutkan melalui Uji Tuckey memperlihatkan bahwa antara kepadatan 35 dan 70 ekor/m3 tidak berbeda nyata, namun konversi pakan kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kepadatan 105 ekor/3. Menurut Allen (1974) ruang gerak ikan akan berpengaruh terhadap keeffisienan konversi makanan. Penurunan keeffisienan konversi makanan dapat dibuktikan pada konversi pakan yang cenderung menurun sejalan dengan peningkatan padat tebar. Pada perlakuan 35 ekor/m3 nilai FCR sebesar 1,76 ; perlakuan 70 ekor/m3 nilai FCR sebesar 2,28 dan perlakuan 105 ekor/m3 nilai FCR sebesar 4,25. Hal ini diduga bahwa ruang gerak yang semakin sempit memberikan tekanan (stresor) pada kepadatan yang tinggi, sehingga energi yang dihasilkan dari metabolisme untuk pertumbuhan sebagian digunakan terlebih dahulu untuk bertahan dari stres. Dalam hal ini tingkat stres yang ditimbulkan belum mencapai keadaan dimana ikan tidak mau makan, sehingga pertumbuhan tetap berjalan. Maka dengan kata lain ikan makan banyak untuk menghasilkan energi yang sebagian digunakan untuk bertahan dari stres dan sebagian lagi digunakan untuk pertumbuhan.

Secara keseluruhan pertumbuhan ikan nilem pada ukuran benih yang dipelihara di jaring terapung dengan menggunakan pakan perifiton tergolong lebih cepat jika dibandingkan dengan ikan nilem yang dipeluhara pada kolam-

kolam darat dengan sistem polikultur. Pada kolam darat umumnya diberikan pelet dan sayuran berupa kol atau sawi. Seperti penelitian ikan nilem yang dilakukan Ayu (2003) di daerah Magek-Sumatra Barat dipelihara pada kolam darat dengan pakan pelet dan sayuran. Percobaan tersebut menunjukkan pertumbuhan harian ikan nilem sebesar 0,38 %, nilai ini lebih kecil dibandingkan pertumbuhan harian yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebesar 1,66 % untuk kepadatan 35 ekor/m3 dan 0,88 % untuk kepadatan 105 ekor/m3 (Tabel 10). Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada penelitian di KJA Cirata, ikan nilem tidak dipelihara bersama ikan lain (monokultur). Keberadaan perifiton di KJA juga lebih besar karena tingkat kesuburan waduk yang tinggi jika dibandingkan dengan kolam darat di daerah Magek.

Tabel 10. Panjang dan Bobot ikan nilem yang dipelihara pada kolam di dearah Magek, Sumatra Barat dan KJA Cirata, Cianjur, Jawa Barat.

Ukuran Awal Ukuran Akhir Daerah Umur Ikan (bulan) Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g) Pertumbuhan Harian (%) Sistem Budidaya Sumber 8 18 50-60 0,38 18-24 25 150 0,38 Magek, Sumatra Barat 12 10 20-30 20 80-100 0,37 Kolam Darat Ayu (2003) 7,32 4,91 10,21 11,78 1,66 Cirata, Cianjur

Jawa Barat 1,5 7,36 4,83 8,46 6,59 0,88 KJA

Percobaan ini

Jika mengacu pada pemanfaatan plankton dan perifiton untuk mengurangi Blooming algae maka perlakuan 105 ekor/m3 yang menjadi padat tebar optimal, karena mampu menghabiskan jumlah perifiton yang banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Namun jika mencari keuntungan produksi yang maksimal maka perlakuan 70 ekor/m3 merupakan padat tebar yang optimal karena dengan pakan yang sedikit dihasilkan daging yang lebih banyak dari perlakuan lainnya. Pada percobaan ini perlakuan kepadatan 70 ekor/m3 memberikan keuntungan produksi yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sekitar 80% lebih (Lampiran 6).

Dokumen terkait