• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus Hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus Hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM

Osteochilus hasselti

C.V.

YANG DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI

WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON

Oleh :

Prabowo Wicaksono C01400057

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM Osteochilus hasselti C.V. YANG

DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

(3)

PRABOWO WICAKSONO. C01400057. Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan IRZAL EFFENDI.

RINGKASAN

Saat ini waduk Cirata mengalami masalah serius seperti blooming algae, sedimentasi yang tinggi, biodiversitas ikan dan penurunan kualitas air. Penyebabnya antara lain dari limbah domestik atau rumah tangga, limbah pertanian dan limbah pabrik serta sisa pakan dan hasil metabolit ikan (CO2, NH3 dan H2S) dari aktivitas KJA. Algae (plankton) di waduk Cirata dapat dimanfaatkan dengan cara memelihara hewan-hewan pemakan plankton (plankton feeder) atau perifiton, salah satunya adalah ikan nilem Osteochilus hasselti C.V. Ikan ini tergolong herbivora yang aktif memakan plankton, perifiton dan berbagai jenis tumbuhan air. Beberapa petani ikan di Cirata telah menanam ikan nilem di keramba, namun hanya terbatas sebagai sambilan yang dipelihara pada jaring kolor bersama dengan ikan Nila. Saat ini percobaan ikan nilem yang meneliti pertumbuhan dan sintasan belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan percobaan terhadap ikan nilem dengan merujuk padat tebar ikan mas di KJA waduk Cirata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang berbeda (35, 70 dan 105 ekor/m3) terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan FCR ikan nilem dalam KJA dengan pakan perifiton. Percobaan dilakukan pada bulan Desember 2004 hingga Februari 2005 di KJA Bonafeed, waduk Cirata, Cianjur. Benih ikan nilem (panjang 7,1 - 7,4 cm, bobot 4,6 - 5,3 g) dipelihara dalam 9 jaring berukuran 1x1x2 m. Selama pemeliharaan benih diberi perifiton yang terdapat pada jaring bekas berukuran 1x0,5 m. Perifiton tersebut didapatkan dengan cara merendam jaring bekas tersebut ke dalam air selama 7-12 hari. Berat perifiton yang didapat setiap jaring bekas adalah 5 g (bobot kering). Pakan diberikan pada setiap kepadatan ikan masing-masing sebanyak 1,2 dan 3 lembar setiap pagi, siang dan sore. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot dan panjang, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, konversi pakan dan kualitas air. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, Uji Tuckey digunakan untuk menganalisis data peubah yang diamati.

Benih ikan nilem mengalami pertambahan bobot dan panjang selama 48 hari pemeliharaan. Pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing bobot rata-rata ikan bertambah dari 4,91 g menjadi 10,95 g ; 4,79 g menjadi 9,05 g dan 4,83 g menjadi 7,35 g, pertambahan bobot tidak berbeda nyata (P>0,05). Sejalan dengan pertambahan bobot, rata-rata panjang ikan nilem selama

pemeliharaan pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing

bertambah dari 7,32 cm menjadi 9,39 cm ; 7,35 cm menjadi 8,45 cm dan 7,36 cm menjadi 8,00 cm juga tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Laju pertumbuhan harian ikan nilem pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 berturut-turut sebesar 1,66 % ; 1,34 % dan 0,88 % (P>0,05). Sementara kelangsungan hidup ikan nilem pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing adalah sebesar 99,52 % ; 96,07% dan 95,56 % (P>0,05). Pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3, konversi pakan ikan nilem menunjukkan nilai berturut-turut sebesar 1,76 ; 2,35 dan 4,25 yang berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05).

(4)
(5)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM

Osteochilus hasselti

C.V.

YANG DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI

WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Budidaya Perairan

Oleh :

Prabowo Wicaksono C01400057

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan

Kelangsungan Hidup Ikan NilemOsteochilus hasselti C.V.

yang dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di

Waduk

Cirata dengan Pakan Perifiton.

Nama : Prabowo Wicaksono Nomor Pokok : C01400057

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Akuakultur

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Enang Harris Irzal Effendi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Dr. Kadarwan Soewardi Dekan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT , dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh

Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton “.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Enang Harris M.S dan bapak Ir. Irzal Effendi M.Si selaku pembimbing skripsi yang memberikan dorongan dan arahan guna membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhirnya.

2. Bapak Dr. Ir. Dedi Jusadi M.Sc selaku ketua Departemen Budidaya Perairan sekaligus pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan nasehatnya.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc selaku wakil dekan sekaligus dosen penguji tamu yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis. 4. Bapak Ir. H. Harmadi M.T dan Ibu Hj. Susi Darti sebagai orang yang

senantiasa mendidik anak-anaknya dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya.

5. Kakak tercinta, Mba Neni dan Mas Hamdiah yang memberikan dukungan moril maupun materil serta abangku Cahyo “mekanik”.

6. Saudara-saudaraku di FKM-C tempat berlabuhnya hati dan pikiran. Semoga Allah memberikan kita semua kenikmatan yang kekal di jannah-Nya.

7. Teman-teman SISTEK’ers 37 : Rio, Dani, Corro, Adit, Calie, Uci’38 dan BDP’37 Wendi, Tanribali, Riduan, Asep dan Arif dan semoga Allah membalas kebaikan kalian.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugasnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Penulis menyadari ada banyak kekurangan dan kelemahan dalam tugas akhir ini. Kritik dan saran sangat diharapkan agar menjadi koreksi dan perbaikkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Depok, Oktober 2005

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 21 Maret 1982, anak ke 3 dari 3 beraudara dalam keluarga bapak Ir. H. Harmadi, M.T dan ibu Hj. Susi Darti. Penulis

memulai pendidikan formal di SD Negeri 8 Mekarjaya Depok pada tahun 1988, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Depok pada tahun 1994 dan SMU Negeri 1 Depok pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi pada tahun 2000, di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Budidaya Perairan, Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) pada tahun 2003 sebagai Staf Kajian dan Pengembangan Program serta FKM-C (Forum Keluarga Muslim Perikanan) sebagai Ketua Umum pada tahun yang sama. Penulis juga pernah aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air dan Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam untuk Tingkat Persiapan Bersama. Praktek Lapangan yang pernah diikuti berjudul “ Pembenihan Ikan Kerapu Lumpur (Ephinephelus coioides) dan Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)” di Balai Besar Riset dan Penelitian Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. Untuk menyelesaikan studi di fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, penulis melakukan penelitian dengan

judul PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM Osteochilus hasselti C.V. YANG

DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Karakteristik Waduk ... 3

2.2 Eutrofikasi ... 5

2.3. Perifiton ... 7

2.4. Budidaya Keramba Jaring Apung ... 8

2.5. Klasifikasi dan Distribusi Ikan Nilem ... 10

2.6. Morfologi Ikan Nilem ... 10

2.7. Kebiasaan Makanan Ikan Nilem ... 11

2.8. Pertumbuhan ... 12

2.9. Padat Penebaran ... 12

2.10. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 13

III. BAHAN DAN METODE... 16

3.1. Waktu dan Tempat ... 16

3.2. Persiapan Alat ... 16

3.3. Rancangan Percobaan ... 18

3.4. Parameter yang Diukur ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Hasil ... 21

4.2. Pembahasan ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29

(10)

DAFTAR TABEL

1. Ciri berbagai tipe waduk menurut Suwignyo (2003) ... 3

2. Data Morfometri dan Hidrologi Waduk Cirata, Jawa Barat. ... 3

3. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan

kandungan unsur N dan P oleh Wetzel (2001) ... 6

4. Jenis makanan ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

tiap musim di Desa Pananjuk, Kabupaten Garut ... 11

5. Bobot akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda ... 21

6. Panjang akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda ... 22

7. Laju Pertumbuhan Harian ikan nilem (Osteochilus hasselti

C.V.) pada padat tebar yang berbeda ... 23

8. Kelangsungan Hidup ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.)

pada padat tebar yang berbeda... 23

9. Konversi pakan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda dengan pakan perifiton... 24

10. Panjang dan Bobot ikan Nilem yang dipelihara pada Kolam di Dearah Magek-Sumatra Barat dan KJA Cirata-Jawa

Barat ... 26

11. Estimasi biaya operasi budidaya ikan Nilem di Keramba

(11)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM

Osteochilus hasselti

C.V.

YANG DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI

WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON

Oleh :

Prabowo Wicaksono C01400057

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM Osteochilus hasselti C.V. YANG

DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

(13)

PRABOWO WICAKSONO. C01400057. Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan IRZAL EFFENDI.

RINGKASAN

Saat ini waduk Cirata mengalami masalah serius seperti blooming algae, sedimentasi yang tinggi, biodiversitas ikan dan penurunan kualitas air. Penyebabnya antara lain dari limbah domestik atau rumah tangga, limbah pertanian dan limbah pabrik serta sisa pakan dan hasil metabolit ikan (CO2, NH3 dan H2S) dari aktivitas KJA. Algae (plankton) di waduk Cirata dapat dimanfaatkan dengan cara memelihara hewan-hewan pemakan plankton (plankton feeder) atau perifiton, salah satunya adalah ikan nilem Osteochilus hasselti C.V. Ikan ini tergolong herbivora yang aktif memakan plankton, perifiton dan berbagai jenis tumbuhan air. Beberapa petani ikan di Cirata telah menanam ikan nilem di keramba, namun hanya terbatas sebagai sambilan yang dipelihara pada jaring kolor bersama dengan ikan Nila. Saat ini percobaan ikan nilem yang meneliti pertumbuhan dan sintasan belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan percobaan terhadap ikan nilem dengan merujuk padat tebar ikan mas di KJA waduk Cirata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang berbeda (35, 70 dan 105 ekor/m3) terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup dan FCR ikan nilem dalam KJA dengan pakan perifiton. Percobaan dilakukan pada bulan Desember 2004 hingga Februari 2005 di KJA Bonafeed, waduk Cirata, Cianjur. Benih ikan nilem (panjang 7,1 - 7,4 cm, bobot 4,6 - 5,3 g) dipelihara dalam 9 jaring berukuran 1x1x2 m. Selama pemeliharaan benih diberi perifiton yang terdapat pada jaring bekas berukuran 1x0,5 m. Perifiton tersebut didapatkan dengan cara merendam jaring bekas tersebut ke dalam air selama 7-12 hari. Berat perifiton yang didapat setiap jaring bekas adalah 5 g (bobot kering). Pakan diberikan pada setiap kepadatan ikan masing-masing sebanyak 1,2 dan 3 lembar setiap pagi, siang dan sore. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot dan panjang, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, konversi pakan dan kualitas air. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, Uji Tuckey digunakan untuk menganalisis data peubah yang diamati.

Benih ikan nilem mengalami pertambahan bobot dan panjang selama 48 hari pemeliharaan. Pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing bobot rata-rata ikan bertambah dari 4,91 g menjadi 10,95 g ; 4,79 g menjadi 9,05 g dan 4,83 g menjadi 7,35 g, pertambahan bobot tidak berbeda nyata (P>0,05). Sejalan dengan pertambahan bobot, rata-rata panjang ikan nilem selama

pemeliharaan pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing

bertambah dari 7,32 cm menjadi 9,39 cm ; 7,35 cm menjadi 8,45 cm dan 7,36 cm menjadi 8,00 cm juga tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Laju pertumbuhan harian ikan nilem pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 berturut-turut sebesar 1,66 % ; 1,34 % dan 0,88 % (P>0,05). Sementara kelangsungan hidup ikan nilem pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing adalah sebesar 99,52 % ; 96,07% dan 95,56 % (P>0,05). Pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3, konversi pakan ikan nilem menunjukkan nilai berturut-turut sebesar 1,76 ; 2,35 dan 4,25 yang berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05).

(14)
(15)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM

Osteochilus hasselti

C.V.

YANG DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI

WADUK CIRATA DENGAN PAKAN PERIFITON

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Budidaya Perairan

Oleh :

Prabowo Wicaksono C01400057

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(16)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan

Kelangsungan Hidup Ikan NilemOsteochilus hasselti C.V.

yang dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di

Waduk

Cirata dengan Pakan Perifiton.

Nama : Prabowo Wicaksono Nomor Pokok : C01400057

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Akuakultur

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Enang Harris Irzal Effendi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Dr. Kadarwan Soewardi Dekan

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT , dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh

Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem Osteochilus hasselti C.V. yang Dipelihara dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Pakan Perifiton “.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Enang Harris M.S dan bapak Ir. Irzal Effendi M.Si selaku pembimbing skripsi yang memberikan dorongan dan arahan guna membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhirnya.

2. Bapak Dr. Ir. Dedi Jusadi M.Sc selaku ketua Departemen Budidaya Perairan sekaligus pembimbing akademik penulis yang selalu memberikan nasehatnya.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc selaku wakil dekan sekaligus dosen penguji tamu yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis. 4. Bapak Ir. H. Harmadi M.T dan Ibu Hj. Susi Darti sebagai orang yang

senantiasa mendidik anak-anaknya dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya.

5. Kakak tercinta, Mba Neni dan Mas Hamdiah yang memberikan dukungan moril maupun materil serta abangku Cahyo “mekanik”.

6. Saudara-saudaraku di FKM-C tempat berlabuhnya hati dan pikiran. Semoga Allah memberikan kita semua kenikmatan yang kekal di jannah-Nya.

7. Teman-teman SISTEK’ers 37 : Rio, Dani, Corro, Adit, Calie, Uci’38 dan BDP’37 Wendi, Tanribali, Riduan, Asep dan Arif dan semoga Allah membalas kebaikan kalian.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugasnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Penulis menyadari ada banyak kekurangan dan kelemahan dalam tugas akhir ini. Kritik dan saran sangat diharapkan agar menjadi koreksi dan perbaikkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Depok, Oktober 2005

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 21 Maret 1982, anak ke 3 dari 3 beraudara dalam keluarga bapak Ir. H. Harmadi, M.T dan ibu Hj. Susi Darti. Penulis

memulai pendidikan formal di SD Negeri 8 Mekarjaya Depok pada tahun 1988, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Depok pada tahun 1994 dan SMU Negeri 1 Depok pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi pada tahun 2000, di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Budidaya Perairan, Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) pada tahun 2003 sebagai Staf Kajian dan Pengembangan Program serta FKM-C (Forum Keluarga Muslim Perikanan) sebagai Ketua Umum pada tahun yang sama. Penulis juga pernah aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air dan Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam untuk Tingkat Persiapan Bersama. Praktek Lapangan yang pernah diikuti berjudul “ Pembenihan Ikan Kerapu Lumpur (Ephinephelus coioides) dan Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)” di Balai Besar Riset dan Penelitian Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. Untuk menyelesaikan studi di fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, penulis melakukan penelitian dengan

judul PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILEM Osteochilus hasselti C.V. YANG

DIPELIHARA DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Karakteristik Waduk ... 3

2.2 Eutrofikasi ... 5

2.3. Perifiton ... 7

2.4. Budidaya Keramba Jaring Apung ... 8

2.5. Klasifikasi dan Distribusi Ikan Nilem ... 10

2.6. Morfologi Ikan Nilem ... 10

2.7. Kebiasaan Makanan Ikan Nilem ... 11

2.8. Pertumbuhan ... 12

2.9. Padat Penebaran ... 12

2.10. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 13

III. BAHAN DAN METODE... 16

3.1. Waktu dan Tempat ... 16

3.2. Persiapan Alat ... 16

3.3. Rancangan Percobaan ... 18

3.4. Parameter yang Diukur ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Hasil ... 21

4.2. Pembahasan ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29

(20)

DAFTAR TABEL

1. Ciri berbagai tipe waduk menurut Suwignyo (2003) ... 3

2. Data Morfometri dan Hidrologi Waduk Cirata, Jawa Barat. ... 3

3. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan

kandungan unsur N dan P oleh Wetzel (2001) ... 6

4. Jenis makanan ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

tiap musim di Desa Pananjuk, Kabupaten Garut ... 11

5. Bobot akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda ... 21

6. Panjang akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda ... 22

7. Laju Pertumbuhan Harian ikan nilem (Osteochilus hasselti

C.V.) pada padat tebar yang berbeda ... 23

8. Kelangsungan Hidup ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.)

pada padat tebar yang berbeda... 23

9. Konversi pakan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada

padat tebar yang berbeda dengan pakan perifiton... 24

10. Panjang dan Bobot ikan Nilem yang dipelihara pada Kolam di Dearah Magek-Sumatra Barat dan KJA Cirata-Jawa

Barat ... 26

11. Estimasi biaya operasi budidaya ikan Nilem di Keramba

(21)

DAFTAR GAMBAR

1. Profil perairan menggenang... 5

2. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) ... 10

3. Susunan wadah pemeliharaan dalam satu petak keramba ... 17

4. Letak substrat perifiton yang digantung dalam wadah

pemeliharaan. ... 17

5. Grafik Bobot ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan

perifiton ... 21

6. Grafik Panjang ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan

perifiton ... 22

7. Grafik Profil DO (mg/l) dalam 24 jam di KJA Bonafeed, Waduk

Cirata ... 35

8. Grafik Profil Ammonia (mg/l) Waduk Cirata pada penelitian

ikan Nilem ... 35

9. Grafik Profil suhu (oC) di KJA Bonafeed, Waduk Cirata... 36

(22)

I . PENDAH ULUAN

1.1 Latar Belakang

Waduk Cirata dibangun pada awal tahun 1984 dengan luas 6.400 hektar,

menggenangi 28 desa dalam 8 kecamatan di Kabupaten Bandung, Purwakarta dan Cianjur. Waduk ini dibangun dengan membendung sungai Citarum yang berhulu di wilayah dataran tinggi Bandung. Letak waduk Cirata berada diantara waduk Saguling (berdiri tahun 1981) di Kabupaten Bandung dan waduk Ir. Djuanda (berdiri tahun 1966) di Jatiluhur, Purwakarta. Fungsi utama waduk ini adalah bagi pengadaan listrik, pariwisata, pertanian dan perikanan yang menunjang pandapatan masyarakat setempat. Dalam bidang perikanan yang dikembangkan adalah budidaya di keramba jaring apung (KJA).

Menurut Husein dalam Suganda (2001), hasil pengamatan Direktorat Teknologi Lingkungan BPPT tahun 1999 menunjukkan kegiatan usaha KJA di waduk Cirata memberikan sumbangan terhadap pencemaran. Sebanyak 27.786 keramba yang beroperasi mengakibatkan nilai N mencapai 4 ppm yang jauh dari kisaran normal perairan yaitu 0,8 ppm, sementara nilai P mencapai 0,57 ppm yang juga jauh dari kisaran normal perairan yaitu 0,03 ppm. Kadar N dan P di waduk Cirata telah melampaui tingkat kesuburan normal yang disebut Eutrofikasi. Peristiwa ini pada akhirnya menjadi ledakan pertumbuhan (blooming) seperti fitoplankton dan eceng gondok. Dampak dari Eutrofikasi ini adalah penurunan kualitas air, biodiversitas ikan, estetika, pandangkalan, dan sebagainya (Sulastri, 2003). Limbah (sisa pakan, feses, hasil metabolit dan planton yang mati) yang berada di dasar perairan menjadi ancaman bagi ikan di KJA ketika terjadi upwelling atau turn over. Upwelling mengangkat lapisan bawah perairan yang membawa material-material kimiawi yang bersifat toksik seperti CO2, NH3 dan H2S dengan kondisi yang minim akan oksigen atau bahkan tidak ada sama sekali. Peristiwa ini mengakibatkan kematian masal yang merugikan para petani di KJA.

Plankton di waduk Cirata sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan memelihara ikan-ikan pemakan plankton (plankton feeder) dan perifiton, salah satunya adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.). Menurut Huet (1970), ikan nilem termasuk pemakan plankton, perifiton dan tumbuhan air. Benih ikan nilem memakan fitoplankton dan zooplankton yang tergolong kedalam kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Cyanophyceae

(23)

Pada penelitian ini dilakukan percobaan padat tebar ikan nilem dengan pemberian perifiton. Sebagai acuannya, penulis menggunakan kepadatan ikan mas dalam KJA di waduk Cirata. Menurut Hendayana (2002) setiap musimnya petani di Cirata menebar benih berukuran panjang 2 jari sebanyak 97 ekor/m2,

dengan berat sekitar 12,5 g/ekor, sedangkan di kecamatan Mande-Cirata setiap musimnya menanam sebanyak 140 ekor/m2 dengan berat sekitar 7,14 g/ekor (Ade, karyawan KJA, 2005, Komunikasi Pribadi).

1.2 Tujuan Penelitian

(24)

II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Waduk

Setiap perairan menggenang yang terbentuk akibat pembendungan aliran

sungai disebut waduk atau reservoir (Suwignyo, 2003). Waduk merupakan badan air yang dibangun atau dimodifikasi oleh manusia untuk keperluan atau tujuan khusus, guna menyediakan sumberdaya yang dapat diandalkan dan dapat dikontrol. Menurut Suwignyo (2003), berdasarkan tipe sungai yang dibendung dan kegunaan airnya, maka dikenal 3 tipe waduk yaitu: waduk lapangan, waduk irigasi dan waduk serbaguna (Tabel 1).

Tabel 1. Ciri berbagai tipe waduk menurut Suwignyo (2003).

No. Ciri-Ciri Waduk

Lapangan Waduk Irigasi

Waduk Serbaguna

1 Sungai asal Waduk Episodik Intermiten Permanen

2 Luas perairan (Ha) < 10 10 - 500 > 500

3 Kedalaman maksimal (m) < 5 5 - 25 25 – 100

4 Masa berair (bulan) 6 – 9 9 - 12 12

5 Fungsi Lokal Irigasi Listrik/irigasi, dll

Berdasarkan tipe waduk di atas, waduk Cirata yang luasnya mencapai 6.200 hektar dengan kedalaman antara 25-106 m tergolong waduk serbaguna. Waduk yang didirikan sejak 20 tahun yang lalu ini merupakan pembendungan aliran sungai Citarum sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat yang berhulu di wilayah dataran tinggi Bandung. Data morfometri dan hidrologi waduk Cirata disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Data morfometri dan hidrologi waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat.

Dimensi Nilai Panjang total garis pantai Elevasi dasar waduk (dpl) Volume air maksimum

125 m

Sumber : Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perikanan Waduk Cirata (1999)

Secara sosial waduk ini memberikan banyak kontribusi bagi mayarakat sekitar Kabupaten Cianjur dan Purwakarta, mulai dari listrik, air bersih, irigasi, perikanan hingga wisata. Pada awalnya, kondisi perairan di waduk ini tergolong

(25)

Citarum (kawasan Bandung) terutama pada sektor perdagangan, industri dan pemukiman yang mencapai kurang lebih 6 juta jiwa memberikan perubahan kualitas air. Perubahan ini ditambah juga dengan adanya aktivitas budidaya ikan di KJA yang mencapai 27.786 petak yang beroperasi, dengan rerata konversi

pakan 1,51 serta jumlah pakan 8.556 kg /petak/ tahun, maka dalam setahun diperkirakan menyerap 237.737 ton pakan.

Ikan-ikan yang dijumpai di perairan ini antara lain seperti mas, nila, tawes, betutu, bawal dan mujair. Sekitar pinggiran waduk, banyak dijumpai tumbuhan air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes). Pada musim kemarau antara bulan April-Agustus, penyurutan air waduk bisa mencapai 5-7 m setiap minggu, namun tidak terjadi secara mingguan berturut-turut (Ali, pegawai KJA, 2005, komunikasi pribadi). Saat musim penghujan tiba, air berangsur kembali mencapai ketinggian semula.

Waduk Cirata termasuk dalam tipe perairan menggenang. Menurut Suwignyo (2003), bila perairan cukup dalam, besar kemungkinan adanya stratifikasi kolom air. Berdasar pada daya tembus cahaya matahari kedalam kolom air, akan didapatkan zona fotik di bagian atas dan zona afotik dibagian bawah. Berkaitan dengan kemampuan fotosintesa fitoplankton di perairan, maka di zona fotik tersedia cukup oksigen (O2). Sebaliknya di zona afotik akan kekurangan oksigen namun kaya karbondioksida (CO2). Sedikit di atas batas zona fotik-afotik akan didapat daerah yang disebut sebagai titik kompensasi (compensation point). Pada lokasi tersebut oksigen hasil fotosintesa impas untuk kebutuhan respirasi organisme yang ada di daerah itu, dengan kata lain fotosintesa bersih (net photosynthesis) dilokasi tersubut nihil (Gambar 1).

Selain cahaya matahari, terjadi pula stratifikasi kolom air berdasarkan suhu. Sebagaimana diketahui, suhu semakin menurun dengan meningkatnya kedalaman. Pada kedalaman dimana terjadi penurunan suhu yang sangat tajam dinamakan termoklin, dengan adanya termoklin maka kolom perairan terbagi

menjadi zona eplimnion di bagian atas dan zona hypolomnion di bagian bawah (Suwignyo, 2003). Adanya perbedaan suhu air yang nyata antara kedua zona ini mencegah terjadinya percampuran masa air bagian atas dan bawah. Namun stratifikasi tersebut dapat berubah jika mengalami pengadukan masa air. Pengadukan terjadi ketika suhu pada lapisan atas perairan (semula lebih panas dari lapisan bawah kolom air) berubah menjadi lebih rendah karena pengaruh

(26)

pelagis litoral

C fotik

A S

H Epilimnion U

A afotik H

Y Kaya Unsur Hara termoklin U

A CO2 hypolimnion

Gambar 1. Profil perairan menggenang (Suwignyo, 2003).

2.2 Eutrofikasi

Istilah eutrofikasi mengacu pada perubahan status perairan. Eutrofikasi juga diartikan sebagai pengkayaan unsur hara anorganik dalam suatu ekosistem perairan. Menurut Pratiwi (2003) berdasarkan cara masuknya unsur hara, eutrofikasi dikelompokan menjadi dua, yaitu eutrofikasi artifisial atau kultural bila peningkatan nutrien disebabkan oleh aktivitas manusia dan eutrofikasi natural

jika peningkatannya terjadi tanpa campur tangan manusia.

Aktivitas budidaya ikan di KJA dalam jumlah besar mempengaruhi kualitas perairan. Menurut Li (1994), permukaan danau yang sempit dengan padatnya keramba dapat mengurangi perubahan kualitas air, mengurangi produksi dan kualitas ikan serta mengurangi efisiensi ekonomi. Posisi keramba yang terlalu dekat antara keramba yang lain juga dapat mengurangi kualitas air di keramba itu sendiri (Schmittou, 1993). Perubahan kualitas perairan ini umumnya

berasal dari kegiatan pemberian pakan dan kotoran ikan. Boyd dan Bowman (1997), mengatakan bahwa rata-rata sisa pakan dan feses dalam jumlah yang besar dapat terakumulasi di dasar perairan di bawah keramba, sehingga menyebabkan kondisi anaerob yang sering menghasilkan racun seperti laktat, amoniak, gas metan dan hidrogen sulfida.

Terakumulasinya bahan organik & anorganik (N, S dan P) dalam jumlah

(27)

diperlukan untuk produktivitas primer fitoplankton antara lain C, N, P, S dan Si. Menurut Reynold (1984), karbon (C) diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses fotosintesis, fosfor (P) diperlukan untuk pertumbuhan, nitrogen (N) untuk memenuhi kebutuhan protein dan asam-asam amino, sedangkan silikon (Si)

sedikit diperlukan untuk kebutuhan protein dan dalam jumlah besar untuk pembentukan dinding sel terutama pada kelompok diatom.

Seperti halnya yang terjadi di waduk Cirata, menurut Husein dalam Suganda (2001), jumlah pakan yang dibutuhkan selama setahun 8.556 kg per unit keramba, sehingga menyerap 237.737.016 kg pakan dari 27.786 unit keramba yang ada. Dengan memperhatikan kandungan N dan P pada ikan dan pada pakan, akhirnya dapat diketahui limbah metabolit yang masuk ke dalam perairan, yaitu dengan mengurangi jumlah kadar N dan P pada pakan dengan kadar N dan P pada ikan. Maka diperoleh 8.667.168 kg kadar N dan 1.239.067 kg kadar P yang masuk dalam perairan dari feses ikan. Jika volume waduk sebesar 2.165 juta m3, maka setiap meter kubiknya dalam setahun akan mendapat beban pencemar sebanyak 4.003,31 mg kadar N dan 572,32 mg kadar P. Oleh karena itu menurut klasifikasi kesuburan Wetzel (2001), kadar N dan P pada Waduk Cirata telah melampaui kisaran normal dan menjadi blooming fitoplankton (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur N dan P oleh Wetzel (2001).

Parameter Rata-rata

Eutrofikasi muncul dengan ciri-ciri yang mudah dikenali seperti ledakan pertumbuhan (blooming) tumbuhan tertentu, baik berupa fitoplankton seperti Microcystis spp. atau tumbuhan semacam Salvinia spp. (apu-apu) atau eceng gondok. Demikian pula pertumbuhan fitoplankton yang tinggi di waduk Cirata berpengaruh terhadap aktivitas budidaya ikan, jaring-jaring tempat mereka memelihara ikan cepat ditumbuhi perifiton. Pada jaring apung di Cirata, perifiton

(28)

sirkulasi arus yang melewati jaring (Ir. Nano, pemilik KJA, 2005, Komunikasi pribadi). Perifiton yang menempel di jaring dapat mengganggu pertumbuhan ikan apabila jumlahnya berlebih, karena selain mengurangi sirkulasi oksigen yang masuk juga potensial untuk membawa penyakit. Namun bila dimanfaatkan

secara baik (untuk pakan nilem) dapat mengurangi pertumbuhan plankton.

2.3 Perifiton

Menurut Welch (1980) perifiton adalah mikroflora atau mikrofauna yang tumbuh di atas substrat di bawah permukaan air. Mikroflora atau mikrofauna yang dimaksud adalah tumbuhan atau hewan berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang hidup di perairan. Pennak (1964) mengatakan bahwa perifiton disebut sebagai aufwuchs yaitu seluruh kelompok organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda atau permukaan tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau bergerak di permukaan substrat tersebut. Round (1964) dalam Wood (1967). menggunakan istilah perifiton untuk alga yang tumbuh di permukaan substrat buatan (bewuchs) atau substrat alami (aufwuchs).

Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelan perifiton. Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Ruttner, 1974). Selain itu perkembangan perifiton juga ditentukan oleh kemantapan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan & kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian mantap, selanjutnya mati dan membusuk. Sedangkan pada substrat benda mati akan lebih bersifat mantap (Ruttner, 1974).

Menurut Welch (1980), kompisisi perifiton di perairan mengalir dapat berupa satu atau beberapa jenis diatom: algae biru berfilamen, algae hijau

berfilamen, bakteri atau jamur berfilamen, protozoa dan rotifer serta beberapa jenis serangga. Weitzel atau (1979) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang secara umum menjadi pembatas bagi pertumbuhan perifiton adalah tipe perairan (danau, sungai, laut), ketersediaan cahaya (lama penyinaran, kecerahan, kekeruhan), tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman dan ketersediaan), pergerakan air (arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, kesadahan, unsur hara (N,

(29)

2.4 Budidaya di Keramba Jaring Apung

Keramba jaring apung biasanya berada di perairan umum yang tergenang, misalnya danau, situ atau waduk. Menurut Khairuman et al., (2002), dari keseluruhan luas waduk hanya 1,6 % saja yang dapat dimanfaatkan untuk

pemeliharaan ikan di KJA, karena air waduk juga digunakan untuk kepentingan umum yang lain. Di waduk Cirata jumlah KJA yang diizinkan hanya 12.000 unit tetapi kenyataannya telah mencapai 24.976 unit lebih (Danakusumah, 1999). Menurut Li (1994), permukaan danau yang sempit dengan padatnya keramba dapat menyebabkan perubahan kualitas air, mengurangi produksi dan kualitas ikan serta mengurangi efisiensi ekonomi. Posisi keramba yang terlalu dekat antara keramba yang lain juga dapat mengurangi kualitas air di keramba itu sendiri (Schmittou, 1993). Menurut Beveridge (1966) nitrifikasi yang tinggi sering terjadi pada keramba yang terletak di perairan tenang.

Berlebihnya jumlah KJA menyebabkan sisa pakan dan feses yang setiap hari terbuang menghasilkan limbah yang terakumulasi di kolom perairan. Tepat di dasar perairan dapat ditemukan keadaan yang miskin oksigen dan penuh bahan-bahan pencemar yang bersifat toksik. Jika terjadi pengadukan waduk akan menyebabkan penurunan oksigen terlarut secara drastis yang mengakibatkan kematian ikan.

Waring adalah kantong pemeliharaan yang umumnya digunakan untuk memelihara ikan pada fase awal atau pendederan. Waring terbuat dari bahan polyethyline berwarna hitam dengan ukuran mata waring 4 mm. Ukuran kantong waring 7x7x2 m. Sementara kantong untuk pembesaran digunakan bahan polyethyline no. 240 D/12 yang berukuran 7x7x2 m dengan lebar mata jaring 1-1,25 inchi dan satu kantong pembesaran menggunakan satu jaring kolor berukuran 7x7x3 m dengan mata jaring 1-1,25 inchi.

2.5 Klasifikasi dan Distribusi Ikan Nilem

(30)

Klasifikasi ikan nilem menurut Saanin (1984) dan Weber dan de Beaufort (1916) adalah sebagai berikut :

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Cyprinoidea

Familia : Cyprinidae Sub familia : Cyprininae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus hasselti (C.V.) Di Indonesia ikan nilem dikenal dengan nama nilem, lehat, magut, regis, milem, muntu, palung, palau, pawas, puyau, asang, penopa, dan karper (Saanin, 1984). Daerah penyebarannya meliputi : Malaysia, Thailand, Vietnam, kamboja, Indonesia (pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi) (Djajadiredja, et al.,1977)

2.6 Morfologi Ikan Nilem

Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh pipih, mulut dapat disembulkan. Posisi mulut terletak diujung hidung (terminal). Posisi sirip perut terletak di belakang sirip dada (abdominal). Ikan nilem tergolong bersisik lingkaran (sikloid). Rahang atas sama panjang atau lebih panjang dari diameter mata, sedangkan sungut moncong lebih pendek daripada panjang kepala. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai ke-10. Bentuk sirip dubur agak tegak, permulaan sirip dubur berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-22 atau ke-23 di belakang jari-jari sirip punggung terakhir. Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang. Permulaan sirip perut dipisahkan oleh 4 - 41/2 sisik dari sisik garis rusuk ke-10 sampai ke-12. Sirip perut tidak mencapai dubur. Sirip

(31)

2.7 Kebiasaan Makanan Ikan Nilem

Ikan nilem termasuk pemakan plankton, perifiton dan tumbuhan air (Huet, 1970). Benih ikan nilem memakan fitoplankton dan zooplankton yang tergolong kedalam kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan

Cyanophyceae (Hardjamulia, 1979). Menurut Hartono (1999) jenis perifiton yang dimakan ikan nilem pada tiap musimnya berbeda (Tabel 4) .

Tabel 4. Jenis makanan ikan nilem pada tiap musim di desa Pananjuk, kabupaten Garut. Tak teridentifikasi Daun

Detritus

Ket : Ii (%) adalah Index Propenderance yang menyatakan persentase jumlah makanan dalam lambung ikan.

Menurut seorang yang melakukan pembesaran ikan nilem di KJA Cirata, ikan nilem sangat agresif dalam memanfaatkan perifiton yang tumbuh pada jaring dibandingkan ikan nila, hingga jaring pemeliharaan bersih dari lumut. Makanan lain yang disukai nilem adalah sayuran berupa daun kol dan sawi yang sudah agak membusuk (Ir. Nano, pemilik KJA, 2005, Komunikasi pribadi).

Pada penelitian di waduk Wonogiri didapatkan makanan ikan nilem adalah Bacillariophyceae sebagai makanan utama dan Chlorophyceae, Cyanophyceae serta fragmen tumbuhan air sebagai makanan pelengkapnya (Winanto, 1982).

2.8 Pertumbuhan

(32)

Sementara faktor luar meliputi suhu, kimia perairan dan makanan yang tersedia (Sjafei et al., 1989)

Menurut Ayu (2003) benih ikan nilem di daerah Magek-Sumatra Barat dipelihara dalam kolam darat dengan panjang awal 10 cm dan bobot 20-30 g,

untuk betina pertumbuhannya mencapai 150 g dengan panjang 25 cm setelah dipelihara 1,5-2 tahun sedangkan untuk jantan dapat mencapai 80-100 g dengan panjang 20 cm setelah dipelihara selama 1 tahun.

2.9 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan

Padat penebaran adalah jumlah ikan persatuan luas atau volume kolam atau wadah pemeliharaan ikan lainnya. Pada keramba jaring apung pembesaran ikan nilem belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga padat tebar yang ada belum diketahui, tetapi berdasarkan klasifikasi yang dimillikinya ikan nilem memiliki kerabat dekat ikan mas, yaitu dalam satu famili Cyprinidae. Maka padat tebar ikan nilem di jaring apung dapat disesuaikan dengan padat tebar ikan mas. Menurut Amidarhana (2001) petani ikan di Jatiluhur untuk jenis usaha monokultur menebar benih ikan mas pada petak berukuran 7x7 m rata-rata 94 kg/petak/musim tanam atau sekitar 287 ekor/m2/musim tanam. 1 kg benih ikan mas rata-rata berjumlah 150 ekor atau setara 6,67 g/ekor dengan panjang berkisar 4-10 cm. Menurut Hendayana (2002) petani di Cirata menebar benih berukuran panjang 2 jari atau seukuran pisau silet (disebut benih “silet”) sebanyak 60 kg/petak/musim tanam atau sekitar 97 ekor/m2/musim tanam, benih yang ditebar berjumlah 80 ekor/kg atau setara dengan 12,5 g/ekor, sedangkan di Kecamatan Mande-Cirata setiap musimnya menanam sebanyak 50 kg/petak atau sekitar 140 ekor/m2 dengan jumlah benih 140 ekor/kg atau setara dengan 7,14 g/ekor (Ade, karyawan KJA, 2005, Komunikasi Pribadi).

Menurut Harper dan Pruginin (1981) jumlah ikan yang ditebar bergantung pada produktivitas kolam seperti kuantitas, kualitas dan tingkat manajemen

(aerasi, aliran air, dan sebagainya). Peningkatan hasil melalui peningkatan kepadatan hanya dapat dilakukan dengan intensifikasi yaitu pengelolaan pakan dan lingkungan. Selain itu, menurut Werdemeyer (1996) peningkatan kepadatan akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang akhirnya menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Menurut Harper dan Pruginin

(33)

maksimal serta peningkatan hasil selama pakan tercukupi dan kualitas air tetap mendukung.

2.10 Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu

European Inland Fisheries Advisory Commision (1969) menganjurkan untuk ikan Cyprinidae, kenaikan suhu tidak melebihi dari 6 oC di atas suhu perairan asal, dengan batas tertinggi 30 oC (Wardoyo, 1975). Menurut Pescod (1973) ikan mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap gradien suhu. Hal ini tergantung dari jenis ikan, stadia, daur hidupnya, suhu aklimatisasinya, oksigen terlarut, musim dan populasi.

Suhu yang baik untuk kehidupan ikan nilem adalah 18 - 28 oC dengan ketinggian yang tepat untuk pemeliharaan ini adalah sampai 800 m di atas permukaan laut, dengan ketinggian optimal antara 400 - 700 m (Hardjamulia, 1978) Pada penelitian ikan nilem di Situ Babakan, suhu perairan berkisar 25 - 30,5 oC (Karyati,1987), di Waduk Lahor 29,5 - 30 oC (Lumbanbatu,1979) dan di Waduk Wonogiri pada musim kemarau 26,5 - 30 oC, pada musim hujan 25,5 - 28.3 oC (Winanto, 1982).

Kecerahan

Kecerahan menggambarkan penetrasi cahaya yang dapat masuk ke perairan. Kecerahan di perairan dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti partikel lumpur dan faktor biotik seperti plankton (Hickling, 1971). Makin tinggi kecerahan, makin tinggi penetrasi cahaya matahari ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif makin tinggi (Welch, 1980). Pada penelitian tentang ikan nilem di Situ Babakan didapatkan nilai kecerahannya 15 - 41 cm (Karyati, 1987).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik, sehingga seringkali pH dari suatu perairan dipakai

sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya parameter air sebagai lingkungan hidup. Batas minimum toleransi ikan air tawar, pada umumnya pH 4 dan batas maksimumnya 11. Tetapi populasi ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran 6 - 9. Jika nilai pH air tidak berada pada kisaran tersebut dalam waktu yang agak lama, maka reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berkurang (Jones, dalam Wardoyo, 1975 ; Boyd, 1979). Menurut Rottman dan Shireman

(34)

(1973) menyarankan pH perairan yang ideal bagi perikanan berkisar antara 6,5 - 8,5.

Pada penelitian tentang ikan nilem di Waduk Lahor nilai pH 7,5 - 8,5 (Lumbanbatu, 1979), di Situ Babakan nilai pH 6,5 - 7,5 (Karyati, 1987) dan di

Waduk Wonogiri nilai pH pada musim kemarau 8,1 - 8,3 dan pada musim hujan 6,1 - 6,8 (Winanto, 1982).

Oksigen Terlarut

Kebutuhan oksigen ikan bervariasi tergantung jenis, umur dan kondisi alami. Ikan kecil biasanya mengkonsumsi oksigen yang lebih besar dibandingkan ikan dewasa. Penurunan kelarutan oksigen secara kronis dapat menyebabkan stress pada ikan, sehingga meningkatkan peluang infeksi pada ikan (Rottman dan Shireman, 1992). Boyd (1979) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, salinitas, tekanan parsial gas dan agitasi. Sebaliknya pengurangan kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh respirasi organisme dan bakteri aerob sebagai pengurai bahan organik.

Pada penelitian tentang ikan nilem di Situ Babakan didapatkan nilai DO terendah adalah 3,1 mg/l dan tertinggi 8,3 mg/l. Hal ini disebabkan karena adanya tumbuhan air dan plankton (Karyati, 1987). Di Waduk Lahor nilai 5,6 - 7,6 mg/l (Lumbanbatu, 1979) dan di Waduk Wonogiri nilai DO pada musim kemarau 2,4 - 6,2 mg/l dan pada musim hujan 4,22 - 5,34 mg/l (Winanto, 1982).

Amoniak-Nitrogen (NH3-N)

Keberadaan amoniak dihasilkan dalam proses pembusukkan bahan organik olah bakteri. Pada perairan yang tidak tercemar, senyawa ini relatif rendah yaitu kurang dari 1 mg/l. Pescod (1973) menyarankan agar kandungan amoniak untuk daerah tropis tidak lebih dari 1 mg/l. Bila lebih, maka akan menghambat daya serap haemoglobin terhadap oksigen, yang mengakibatkan ikan mati lemas. Daya racun amoniak terhadap ikan berbeda-beda tergantung daya permeabilitas insang terhadap molekul-molekul beracun tersebut (Wardoyo,

(35)

III . BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 hingga bulan

Februari 2005 di Keramba Jaring Apung, Perusahaan pribadi Kolam Bonefeed, waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat.

3.2 Persiapan Al at

3.2.1 Wadah Pemeliharaan

Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah 9 buah jaring berukuran 1x1x2 m yang terbuat dari bahan polyethyline (PE) berwarna hitam dengan lebar mata jaring 4 mm. Pemasangan jaring disusun secara berurutan dalam satu petak keramba yang berukuran 7x7 m. Jarak permukaan air terhadap mulut jaring 30 cm dan jaring diikat pada sisi keramba dan tali permanen (bahan PE) agar letak jaring berada di tepi petak (Gambar 3).

Agar jaring dapat tenggelam dalam air dan membentuk sesuai ukurannya yang persegi, maka diberi pemberat yang diikatkan pada keempat ujung jaring di dasar. Pemberat yang digunakan terbuat dari gelas plastik bekas yang diisi semen dan diberi tali pada bagian atasnya. Jumlah pemberat yang dipakai sebanyak 4 buah/jaring dengan berat rata-rata 400 g/buah.

3.2.2 Substrat Perifiton

Substrat perifiton menggunakan jaring bekas berukuran 1x 0,5 m dengan lebar mata jaring 4 mm, diberi pemberat dari batu yang dibungkus plastik dan digantungkan pada tali utama agar substrat dapat berdiri tegak saat dimasukkan dalam wadah pemeliharaan, sehingga ikan mudah untuk makan dari segala arah (Gambar 4).

Perifiton ditumbuhkan dengan cara merendam potongan substrat tersebut di bagian luar KJA atau tempat yang telah disediakan khusus selama 7-12 hari.

(36)

Rakit bambu ukuran 7x7 m

Wadah pemeliharaan (1x1x2 m)

Tali permanen

Rumah jaga

Gambar 3. Susunan wadah pemeliharaan dalam satu petak keramba

Jaring bekas 1 x 0,5m

Wadah pemeliharaan ikan

( jaring berukuran 1x1x2 m )

Batu pemberat yang dibungkus plastik

Pemberat @ 400 g

Gambar 4. Letak substrat perifiton yang digantung dalam wadah pemeliharaan.

3.2.3 Penebaran Benih

(37)

3.2.4 Pemberian Pakan dan Sampling

Substrat yang direndam selama 7-12 hari, diperiksa setiap pagi untuk memastikan agar substrat tidak terganggu dari benda-benda seperti plastik, kayu atau bambu yang mudah tersangkut. Setelah itu diberikan pada kepadatan

rendah, sedang dan tinggi dengan jumlah masing-masing 1, 2 dan 3 lembar (sesuai perbandingan jumlah penebaran ikan). Frekuensi pemberian pakan 3x/hari pada waktu pagi, siang dan sore hari dengan jumlah perifiton sebanyak 5 g (bobot kering) setiap substratnya. Substrat yang telah habis direndam kembali dan diganti dengan substrat baru lain pada hari berikutnya. Sampling untuk mengetahui perkembangan bobot ikan dilakukan setiap 16 hari sekali, sebanyak 30% dari jumlah populasi untuk pengukuran berat dan 10% dari jumlah populasi untuk pengukuran panjang. Selama percobaan, sampling didapatkan sebanyak 5 kali dalam 64 hari. Tetapi pada data hanya disajikan hingga sampling 4, perbedaan ini disebabkan karena kesalahan pada Feeding Rate setelah hari ke-48 sehingga data sampling ke-5 tidak dapat digunakan.

3.3 Rancangan Percobaan

Perlakuan yang diberikan 3 macam, yaitu kepadatan rendah 35 ekor/m3, kepadatan sedang 70 ekor/m3 dan kepadatan tinggi 105 ekor/m3 dengan rancangan percobaan yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Analisis data pada rancangan percobaan ini menggunakan Analysis of Covarian (ANOVA).

3.4 Parameter yang diukur

Parameter yang diukur terdiri dari dari parameter-parameter yang bersifat kuantitatif yang meliputi : bobot awal dan akhir ikan, panjang awal dan akhir ikan, kelangsungan hidup benih (survival rate) serta data kualitas air.

3.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup (SR)

Derajat kelangsungan hidup merupakan prosentase jumlah ikan dalam keadaan hidup dalam kurun waktu tertentu dari seluruh ikan yang ditebar pada awal pemeliharaan. Pengukuran derajat kelangsungan hidup ikan dilakukan dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir dengan awal pemeliharaan, rumus perhitungan sebagai berikut :

(38)

3.4.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian merupakan persentase pertambahan bobot badan ikan per hari selama masa percobaan.

a =

3.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak merupakan ukuran panjang ikan yang diukur dari bagian kepala hingga sirip ekor. Pengukuran dilakukan setiap 16 hari sekali, secara langsung dengan menggunakan mistar plastik. Pada percobaan ini digunakan mistar berukuran 20 cm dengan ketelitian 1 mm.

Pm = Lt - Lo (Effendie, 1997)

Pm : Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Lt : Panjang rata-rata akhir (cm) Lo : Panjang rata-rata awal (cm)

3.4.4 Konversi Pakan

Konversi pakan menunjukkan perbandingan bobot pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan beratnya. Jumlah pakan yang dikonsumsi dapat dihitung melalui bobot kering dari substrat+perifiton, dikurangi bobot kering substrat, dikali dengan feeding rate, feeding frequency dan lama pemeliharaan.

FCR

F : Jumlah total pakan yang dikonsumsi (g)

(39)

3.4.5 Analisis Fisika dan Kimia Air

(40)

10,95

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Bobot Ikan Nilem

Bobot ikan nilem bertambah setelah dipelihara selama 48 hari dengan diberi pakan perifiton. Pada kepadatan 35 ekor/m3 bobotnya bertambah lebih dari 2 kali lipat bobot awal, sedangkan kepadatan 105 ekor/m3 bertambah lebih dari 1,5 kali lipat bobot awal. Pertambahan bobot pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 berturut-turut sebesar 6,04 g ; 4,84 g dan 2,52 g (gambar 4).

Gambar 5. Grafik bobot ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan perifiton.

Melalui analisis covarian, bobot akhir ikan nilem yang dipelihara pada kepadatan 35 ekor/m3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3. Simpangan baku pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai yang cukup rendah (Tabel 5).

(41)

9,39

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

4.1.2 Panjang Ikan Nilem

Sejalan dengan pertambahan bobot, panjang rata-rata ikan nilem selama

pemeliharaan pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing

bertambah sebanyak 2,07 ; 1,30 dan 0,64 cm (Gambar 6). Pada kepadatan 35

dan 105 ekor/m3 panjangnya bertambah lebih dari 1 kali lipat dari panjang awalnya.

Gambar 6. Grafik Panjang ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar 35, 70 dan 105 ekor/m3 yang diberi pakan perifiton.

Panjang akhir ikan nilem yang dipelihara dengan padat tebar 35 ekor/m3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3. Simpangan baku pada masing-masing perlakuan juga menunjukkan nilai yang cukup rendah (Tabel 6).

Tabel 6. Panjang akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) pada padat tebar yang berbeda.

4.1.3 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Nilem

(42)

yang dipelihara pada kepadatan 35 ekor/m3 juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dari kepadatan 70 dan 105 ekor/m3 .

Tabel 7. Laju pertumbuhan harian ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda.

Padat Tebar (ekor/m3)

Angka kelangsungan hidup pada akhir percobaan ikan nilem memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Rata-rata kelangsungan hidup pada kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing sebesar 99,52 ; 93,73 dan 95,55 % (Tabel 8). Analisa menunjukkan padat tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelangsungan hidup benih ikan nilem.

Tabel 8. Kelangsungan hidup ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda.

(43)

Tabel 9. Konversi pakan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) pada padat tebar yang berbeda dengan pakan perifiton.

Padat Tebar (ekor/m3)

4.1.6 Kualiatas Air

Kualitas air selama penelitian berlangsung dalam keadaan baik untuk pemeliharaan ikan. Nilai DO dari awal hingga akhir penelitian berkisar antara 3,59 di pagi hari dan 7,73 di siang hari. Suhu dan pH masing-masing berada pada kisaran 29-34oC dan 7,5-8,8 serta kecerahan yang memang sangat rendah yaitu 96 cm. Parameter lainnya seperti ammonia dapat dilihat pada Lampiran.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tiga perlakuan diatas, bobot ikan nilem mengalami pertumbuhan selama pemeliharaan 48 hari. Pertumbuhan terjadi apabila ikan hidup pada lingkungan yang optimum (suhu, pH dan oksigen) serta kebutuhan makanan yang mencukupi. Pada penelitian ini makanan berupa pakan alami perifiton yang diberi sesuai perbandingan padat tebar. Kepadatan 35, 70 dan 105 ekor/m3 masing-masing diberi substrat perifiton sebanyak 1, 2 dan 3 lembar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hepher dan Pruginin dalam Suhadi (2003) yang menyatakan peningkatan kepadatan ikan tanpa disertai peningkatan jumlah pakan yang diberikan akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan jika telah sampai pada batas carrying capacity maka pertumbuhannya akan terhenti sama sekali.

Kualitas air yaitu DO, ammonia, suhu, kecerahan dan pH pada penelitian

ini masih berada dalam kisaran optimal. Sesuai yang diutarakan Hepher dan Pruginin (1981), Peningkatan padat penebaran dapat diikuti dengan pertumbuhan yang maksimal serta peningkatan hasil selama pakan tercukupi dan kualitas air tetap mendukung. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot dan panjang

(44)

dilakukan, menjelaskan bahwa ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan lingkungan dan makanan (perifiton) masih dalam keadaan yang mencukupi. Sama halnya dengan bobot dan panjang, laju pertumbuhan harian ikan (a) juga tidak berbeda nyata antara

tiga perlakuan (P>0,05). Peningkatan kepadatan (stock density) pada percobaan ini belum menunjukkan adanya penurunan pada laju pertumbuhan harian ikan. Hal ini juga disebabkan karena kebutuhan lingkungan (faktor kimia, fisika dan biologi perairan) dan makanan masih menunjang bagi pertumbuhan ikan nilem. Mengenai kebutuhan makanan, Warren dan Davis (1967) berpendapat bahwa pemberian pakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan bobot masing-masing perlakuan menyebabkan perbedaan pertumbuhan harian (a) tidak terjadi. Pertumbuhan ikan dapat terjadi bilamana sejumlah makanan yang dicerna melebihi jumlah makanan yang diperlukan untuk pemeliharaan tubuh. Sama halnya dengan pertumbuhan harian, nilai kelangsungan hidup (SR) juga sama antar perlakuan (P>0,05). Hal ini juga diduga karena kondisi lingkungan dan pakan yang masih tercukupi.

Sedangkan pada nilai konversi pakan (FCR), tiga perlakuan tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Ketika dilanjutkan melalui Uji Tuckey memperlihatkan bahwa antara kepadatan 35 dan 70 ekor/m3 tidak berbeda nyata, namun konversi pakan kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kepadatan 105 ekor/3. Menurut Allen (1974) ruang gerak ikan akan berpengaruh terhadap keeffisienan konversi makanan. Penurunan keeffisienan konversi makanan dapat dibuktikan pada konversi pakan yang cenderung menurun sejalan dengan peningkatan padat tebar. Pada perlakuan 35 ekor/m3 nilai FCR sebesar 1,76 ; perlakuan 70 ekor/m3 nilai FCR sebesar 2,28 dan perlakuan 105 ekor/m3 nilai FCR sebesar 4,25. Hal ini diduga bahwa ruang gerak yang semakin sempit memberikan tekanan (stresor) pada kepadatan yang tinggi, sehingga energi yang dihasilkan dari metabolisme untuk pertumbuhan sebagian

digunakan terlebih dahulu untuk bertahan dari stres. Dalam hal ini tingkat stres yang ditimbulkan belum mencapai keadaan dimana ikan tidak mau makan, sehingga pertumbuhan tetap berjalan. Maka dengan kata lain ikan makan banyak untuk menghasilkan energi yang sebagian digunakan untuk bertahan dari stres dan sebagian lagi digunakan untuk pertumbuhan.

Secara keseluruhan pertumbuhan ikan nilem pada ukuran benih yang

(45)

kolam-kolam darat dengan sistem polikultur. Pada kolam-kolam darat umumnya diberikan pelet dan sayuran berupa kol atau sawi. Seperti penelitian ikan nilem yang dilakukan Ayu (2003) di daerah Magek-Sumatra Barat dipelihara pada kolam darat dengan pakan pelet dan sayuran. Percobaan tersebut menunjukkan

pertumbuhan harian ikan nilem sebesar 0,38 %, nilai ini lebih kecil dibandingkan pertumbuhan harian yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu sebesar 1,66 % untuk kepadatan 35 ekor/m3 dan 0,88 % untuk kepadatan 105 ekor/m3 (Tabel 10). Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada penelitian di KJA Cirata, ikan nilem tidak dipelihara bersama ikan lain (monokultur). Keberadaan perifiton di KJA juga lebih besar karena tingkat kesuburan waduk yang tinggi jika dibandingkan dengan kolam darat di daerah Magek.

Tabel 10. Panjang dan Bobot ikan nilem yang dipelihara pada kolam di dearah Magek, Sumatra Barat dan KJA Cirata, Cianjur, Jawa Barat.

Ukuran Awal Ukuran Akhir Daerah

Jika mengacu pada pemanfaatan plankton dan perifiton untuk

mengurangi Blooming algae maka perlakuan 105 ekor/m3 yang menjadi padat tebar optimal, karena mampu menghabiskan jumlah perifiton yang banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Namun jika mencari keuntungan produksi yang maksimal maka perlakuan 70 ekor/m3 merupakan padat tebar yang optimal karena dengan pakan yang sedikit dihasilkan daging yang lebih banyak dari perlakuan lainnya. Pada percobaan ini perlakuan kepadatan 70 ekor/m3 memberikan keuntungan produksi yang paling besar dibandingkan dengan

(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Untuk memanfaatkan plankton dan perifiton yang tinggi di Cirata, maka

padat tebar yang terbaik dalam budidaya ramah lingkungan adalah 105 ekor/m3 dengan FCR sebesar 4,25 karena menghabiskan perifiton dalam jumlah banyak. Namun jika mencari keuntungan produksi yang maksimal maka kepadatan 70 ekor/m3 adalah yang optimal karena dengan perifiton yang lebih sedikit dihasilkan daging yang lebih banyak.

5.2 Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Allen KO. 1974. Effect of Stocking Density and Water Exchange Rate on Growth and Survival of Channel Cattfish (Letaheny punetatus). Incircular Tanks. Aquaculture.

Amidarhana A. 2001. Analisis Produktivitas Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.Hal 27.

Ayu LR. 2003. Prospek Pengembangan Usaha Pembenihan Ikan Mas dan Nilem di Nagari Magek, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 33.

Beveridge MCM. 1966. Cage Culture (2nd Edition). Fishing News Books. England, 346 p.

Boyd CE. 1979. Water Quality Management in Warm Water Fish Pond. Craft : Master Printer, Inc Opelika. Alabama.

Boyd C.E. 1982. Water Quality Management for Pond. Fish Culture. Auburn University. Elsevier Science Publishing Company , Inc. New York.

Boyd C.E. dan Bowman JR. 1997. Pond Bottom Soils. In Dynamics of Pond Aquaculture (ed. H.S. Egna & C.E. Boyd), pp. 135-162. CRC Press, Boca Raton, New York.

Danakusumah E. 1999. Kemungkinan Penggunaan Ikan Mola (Hypopthalmichthys molitrix) sebagai Agen Pembersih Perairan Waduk. h. XXII (1-4). Prosiding. Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Waduk. 30 November 1999, Bogor. PPLH-LP.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Hardjamulia A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio L.), Ikan Tawes (Puntius javanicus), Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti). Sekolah Ilmu Perikanan. SUPM. Bogor. Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Dept. Pertanian. Hal 19.

Harris GP. 1986. Phytoplankton Ecology. Structure, Function and Fluctuation. Chapman and Hall, London. New York. 384 p.

Hendayana D. 2002. Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk dengan Jaring Apung (Kasus Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 50.

(48)

Hickling CF. 1971. Fishculture. Faber and Faber, London.

Huet M. 1970. Tex book of Fish Culture. Breeding and Cultivation. De Wyngeaut, Brussel. 425p.

Karyati T. 1987. Studi Luas Relung Asosiasi Habitat dan Makanan Serta Pola Reproduksi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti) dan Tawes (Puntius

javanicus) Di Situ Babakan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta

Selatan. Skripsi. Jurusan MSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 137.

Khairuman, Suhenda D dan Gunadi B. 2002. Budidaya Ikan Mas secara Intensif. Jakarta. Penerbit Argo Media Pustaka.

Li SF. 1994. Fish Culture in Cages and Pens. In Freshwater Fish Culture in China: Principels and Practice (ed. S.F. Li & J. Mathias), pp. 305-346. Elsevier, Amsterdam.

Lumbanbatu, D.T.F. 1979. Aspek Biologi Reproduksi Beberapa Jenis Ikan di Waduk Lahor, Jawa Timur. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 169.

Payne AI. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley & Sons, Chichester, Great Britain.

Pescod MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standart for Tropical Countries. AIT, Bangkok. 59 p.

Pratiwi NTM. 2003. Peran Plankton dalam Mengevaluasi Kualitas Air. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Reynold CC. 1984. The Ecology of Freshwater Fitoplankton. Cambridge University Press. London. New York, 383 p.

Ruttner F. 1974. Fundamentals of Limnology. University of Toronto Press. Toronto, 295 p.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan I. Bina Cipta, Bandung. Hal 1508.

Shcmittou HR. 1993. High Density Fish Culture in Low Volume Cages. Aquaculture, American Soybean Association. Vol. AQ41 1993/7, 78 p.

Sjafei DS, Rahardjo MF, Affandi R dan Sulistiono. 1989. Ikhtiologi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 183.

(49)

Suganda H. 2001. Bom Waktu dari Saguling dan Cirata. http://www.kompas.com/kompas -cetak/01044/16/daerah/bomw25.htm. [20 Mei 2004]

Suhadi I. 2003. Pendederan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis di Keramba Jaring Apung dengan Padat Tebar yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 6.

Sulastri. 2003. Karakteristik Ekosistem Perairan Danau Dangkal. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Suwignyo P. 2003. Ekosistem Perairan Pedalaman, Tipologi dan Permasalahannya. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Tacon AG dan De Saliva SS. 1983. Aquaculture. 11-20 p.

Warren CE. dan Davis GE. 1967. Laboratory Studies on The Feeding Bioenergetics and Grownd of Fishes. P:175-214 in S.D. Gerging. The Biological Basic of Freshwater Fish Production. Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Weber M dan de Beauford LF. 1916. The Fishes of The Indo Australian Archipelago. Vol III. EJ. Brill Ltd, Leiden. 455 p.

Welch EB. 1980. The Ecological Effect of Waste Water. Cambridge University Press, Cambridge.

Wetzel RG. 2001. Limnology. Lake and River Ecosystem. Third Edition. Academic Press. San Diego. New York.

Weitzel RL. 1979. Methods and Measurements of Perifiton Communities. A Review American Society for testing and Materials, Philadelphia. 163p.

Winanto T. 1982. Aspek Biologi Kebiasaan Makanan, Hubungan Panjang, Berat dan Fekunditas Ikan Tawes (Puntius javanicus) dan Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti) di Waduk Wonogiri, Jawa Tengah, Pada Awal Penggenangan. Karya Ilmiah. Jurusan MSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 183.

Wood EJF. 1967. Microbiology of Ocean and Estuaries. Elsevier Publishing Company, New York. 319 p.

(50)
(51)

Lampiran 1. Bobot akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) pada padat

tebar yang berbeda.

Padat Tebar Ulangan

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

1 12,86 10,80* 7,78

2 11,43 9,29 7,30

3 8,57 8,81 6,98

Rata-rata 10,95 ± 2,18 9,63 ± 1,04 7,35 ± 0,40

Ket *) : Missing data

Tabel Sidik Ragam

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 19,8747 2 9,937352 4,967205 0,053388 5,143253 Within Groups 12,00355 6 2,000592

Total 31,87826 8 31,87826

(52)

Lampiran 2. Panjang akhir ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) pada padat

tebar yang berbeda.

Padat Tebar Ulangan

35 ekor/m3 70 ekor/m3 105 ekor/m3

1 9,91 9,05* 8,28

2 9,77 8,69 7,77

3 8,47 8,21 7,96

Rata-rata 9,39 ± 0,80 8,65 ± 0,42 8, ± 0,26

Ket *) : Missing data

Tabel Sidik Ragam

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 2,865079 2 1,43254 4,900294 0,054756 5,143253 Within Groups 1,754025 6 0,292337

Total 4,619104 8

Gambar

Tabel 2. Data morfometri dan hidrologi waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat.
Gambar 1. Profil perairan menggenang (Suwignyo, 2003).
Tabel 3. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur N dan P oleh Wetzel (2001)
Gambar 2. Ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertambahan bobot dan pertumbuhan ikan nila larasati yang dipelihara dengan sistim Jaring apung dengan berbagai padat penebaran Hasil pengukuran parameter bobot dan

Penelitian ini bertujuan mengetahui laju pertumbuhan dan tingkat kelulusan hidup teripang pasir yang dipelihara dalam keramba jaring apung dengan perlakuan pemberian

Salah satu cara untuk meningkatkan keuntungan petani Keramba Jaring Apung adalah dengan melakukan diversifikasi ikan budidaya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih

Salah satu cara untuk meningkatkan keuntungan petani Keramba Jaring Apung adalah dengan melakukan diversifikasi ikan budidaya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih

Penambahan Tepung Paci-Paci (Leucas Lavandulaefolia) Pada Pakan Terhadap Moralitas dan Gambaran Darah Benih Ikan Nilem ( Osteochilus Hasselti) Yang Diuji Tantang

Poliploidisasi ikan nilem ( Osteochilus hasselti Valenciennes, 1842) dengan kejut temperatur dingin 4 0 C pada berbagai umur zigot, yakni 5, 20 atau 25 menit yang

Penelitian ini bertujuan mengetahui laju pertumbuhan dan tingkat kelulusan hidup teripang pasir yang dipelihara dalam keramba jaring apung dengan perlakuan pemberian

Dari 28 genera yang meliputi 4 kelas yang melekat pada jaring selama penelitian, hanya 24 genera dari 3 kelas yang terdapat di usus nilem yaitu kelas