• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan identifikasi VND

Hasil deteksi material genetik cairan alantois sampel menggunakan metode rRT-PCR gen M didapatkan 12 dari 13 sampel positif HA menunjukkan positif amplifikasi. Sampel HA positif yang tidak terdeteksi menandakan kemungkinan adanya pertumbuhan orthomyxovirus, adenovirus maupun paramyxovirus jenis lainnya yang dapat mengaglutinasi SDM ayam (Gambar 8). Infeksi VND yang

17 menyebabkan kematian embrio dapat digunakan untuk melihat virulensi virus. Embrio yang diinokulasi sampel memperlihatkan adanya kekerdilan, kemerahan atau hemoragi pada bagian kulit dan pertumbuhan bulu yang terhambat. Lesi embrio yang dihasilkan oleh VND mirip seperti lesi yang disebabkan oleh Avian Influenza (AI) seperti yang dijelaskan oleh Wibowo et al. (2012) bahwa lesi embrio yang terinfeksi AI memperlihatkan adanya kekerdilan embrio, hemoragik pada bagian kulit dan gangguan pertumbuhan bulu. Kondisi yang berbeda terlihat pada TAB yang diinfeksi virus dengan galur lentogenik akan memperlihatkan kematian yang lambat karena titer virus yang rendah dalam darah sehingga tidak dapat melewati barrier hyperplastic inner lining dari kantong allantois. Menurut (Gotoh et al. 1990) pertumbuhan paramyxovirus dalam cairan allantois ditentukan oleh enzim Virus Activating Protease (VAP) sejenis Ca2+ dependent serin yang berperan dalam proses pembelahan atau reproduksi VND.

Pathotyping secara melokuler

Patotipe VND ditentukan dengan rRT-PCR gen F yang mengidentifikasi 10 dari 12 isolat sebagai isolat VND virulen (mesogenik atau velogenik). Primer

fusion digunakan karena protein fusion merupakan salah satu protein yang berperan dalam masuknya virus ke dalam sel selain protein hemaglutinin-neuromidase (Ogasawara et al. 1992). Protein F pada patotipe velogenik dan mesogenik dapat menginfeksi lebih banyak sel yang berbeda karena pada bagian sekuen asam aminonya merupakan substrat untuk protease dari furin (Gotoh et al. 1990).Sebaliknya, protein F pada patotipe lentogenik menghambat asam amino yang berbeda dan hanya dapat bekerja untuk pembelahan proteolitik dan hanya dapat dilakukan pada sel sel tertentu (Nagai et al. 1979).

Collins et al. (1994), melakukan studi untuk perbandingan prekursor sekuen asam amino protein F dari menunjukkan bahwa NDV dengan patotipe velogenik dan mesogenik memiliki susunan asam amino 112R/K-R-Q-K/R-R116 pada ujung protein F2 dan residu fenilalanin pada ujung N dari protein F1. Sedangkan NDV dengan patotipe lentogenik memiliki susunan asam amino 112G/E-K/R-Q-G/E-R116 pada ujung C dari protein F2 dan residu leusin pada ujung N dari protein F1. Kegagalan deteksi dapat dipengaruhi oleh keragaman genetik jika desain primer tidak sesuai dengan sekuen nukleotida virus di lapang. Perubahan satu basa nitrogen dapat mengakibatkan adanya perubahan susunan asam amino yang akhirnya berpengaruh pada virulensi VND.Perubahan molekuler harus dipantau untuk menganalisa perubahan pada protein F yang diidentifikasi sebagai peningkatan virulensi. Sekuensing dan rRT-PCR merupakan metode diagnostik yang penting untuk memantau perubahan/mutasi virus.

18

Gambar 8 Hasil deteksi sampel menggunakan rRT-PCR

Keterangan: Sampel dideteksi gen matriks (VND M). Sampel dengan hasil positif VND M dilanjutkan dengan deteksi gen fusion (VND F).

Sepuluh sampel yang terdeteksi positif VND dengan primer fusion ditelusuri kembali sampel awal usap lingkungan untuk ditanam kembali sampel usap lingkungan per-pedagang sesuai dengan metode isolasi awalnamundari ke-10 sampel pool hanya didapatkan tia sampel yang mampu ditumbuhkan dari sampel usap awal yaitu NDV/Env/Garut/Indonesia/2012/11/TM3, NDV/Env/Lebak/ Indonesia/2012/11/TM2 dan NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 sehingga ketujuh sampel lainnya yang digunakan masih berupa sampel awal hasil pool. Ke-10 isolat ini dipilih untuk dikaji karakternya lebih lanjut menggunakan HI dan uji elusi.

Keragaman antigenisitas VND dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI) Uji hemaglutination inhibition (HI) dijadikan salah satu pendekatan serologi untuk identifikasi virus serta untuk mengetahui keragaman antigenisitas VND.Virus ND ini hanya memiliki satu serotipe sehingga antiserum spesifik VND dapat mengenali atau mengikat bagian determinan antigen (hemaglutinin) dari VND (Spalatin et al. 1970, Alexander dan Senne 2008). Hasil yang diperoleh dari uji HI menunjukkan variasi titer sampel yang relatif homogen sebesar 5 log (2Log2 sampai 7Log2) untuk antiserum B1 sedangkan pada antiserum Komarov menunjukkan variasi yang lebih rendah sebesar 3 log (3Log2 sampai dengan 6Log2) (Tabel 3). Meskipun variasi titer dengan antiserum Komarov lebih rendah daripada antiserum Hitchner B1, tetapi apabila dibandingkan titer antiserum masing-masing sampel lebih tinggi dengan antiserum Komarov daripada antiserum Hitchner B1 (Gambar 9, Tabel 3). Menurut Emilia (2013), serum yang homolog lebih optimal dalam menghambat reaksi aglutinasi oleh VND karena daya afinitasnya yang semakin besar. Dalam penelitiannyadilakukan untuk melihat reaksi silang 5 virus standar (La Sota, Komarov, G7, ITA dan H5) dan 4 sampel (isolat II, VII, XIII, TW) dengan 5

1 10 2 0 2 4 6 8 10 12 14 Sampel (-) VND F (+) VND F (-) VND M

19 antiserum standar (La Sota, Komarov, G7, ITA dan H5).Hasil yang diperoleh menunjukkan semua sampel memperlihatkan reaksi silang kecuali dengan antiserum H5 dan titer paling tinggi ditunjukkan pada antiserum yang homolog dengan virusnya.

Gambar 9 Perbandingan titer HI isolat VND

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 9 isolat memiliki afinitas dengan lebih tinggi antiserum Komarov yang merupakan strain dengan patotipemesogenik, sedangkan 1 isolat menunjukkan afinitas yang lebih tinggi dengan antiserum B1, hal ini sesuai dengan hasil deteksi positif menggunakan rRT-PCR dengan primer Matriks dan Fusion.Menurut Miller et al. (2013) titer antibodi yang tinggi dapat terjadi jika serum dengan virus bersifat homolog. Serum homolog memiliki afinitas yang lebih tinggi pada epitop permukaan virus sehingga lebih optimal dalam menghambat aglutinasi oleh hemaglutinin. Vaksinasi ayam dengan galur yang berbeda dengan virus yang beredar tidak akan melindungi ayam dari infeksi VND karena serum yang diproduksi tidak mampu menahan kecepatan replikasi dari virus, akibatnya ayam yang telah divaksin akan tetap menunjukkan gejala sakit (Sa'idu dan Abdu 2008).

Penelitian Choi et al (2009), juga melaporkan bahwa antiserum VND dari ayam yang sudah divaksinasi masih dapat mengenali wabah VND jenis virulen dengan titer yang rendah bila dibandingkan dengan antiserum yang diambil dari unggas yang selamat dari wabah. Menurut Alexander dan Senne (2008), perbedaan antigenik VND yang dapat dikenali oleh antibodi spesifik ditentukan oleh protein HN. Selain itu menurut Adu (1985) dan Ibu et al. (2008) variasi antigenik pada VND dari galur yang sama terjadi karena beragamnya fungsi dari protein eksternal akibat adanya mutasi.

Karakterisasi VND dengan metode elusi

Pengamatan waktu elusi pada sampel positif VND menunjukkan hasil yang bervariasi. Hasil uji elusi sampel menunjukkan variasi waktu elusi yaitu isolat 13termasuk lentogenik, 5 isolat (isolat 3, 4, 5, 9 dan 10)termasuk mesogenik dan 7

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ti te r HI (Lo g 2 ) Isolat VND HI Komarov HI B1 HI AI

20 isolat (isolat 1, 2, 6, 7, 8, 11 dan 12)termasuk velogenik (Tabel 3). Isolat 13(Ndv/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/Tm1) dianggap sebagai isolat lentogenik karena berada dalam rentang lentogenik, tetapi standar deviasi yang tinggi memungkinkan isolat dimasukkan dalam rentang yang isolat mesogenik. Menurut Ezeibe dan Ndip (2005), waktu elusi virus dengan patotipe velogenik yaitu antara 84-189 menit, patotipe mesogenik antara 45-84 menit, sedangkan lentogenik memiliki waktu elusi antara 20-45 menit. Percobaan yang dilakukan oleh penelitian ini hanya menguji satu (1) isolat pada masing-masing patotipe tetapi perhitungan dilakukan sebanyak empat (4) kali. Hal yang mempengaruhi penempelan dan pelepasan virus dengan SDM adalah protein hemaglutinin-neuromidase. Hemaglutinin merupakan salah satu bagian protein protein berfungsi yang menangkap reseptor membran sel inang termasuk salah satunya sel darah merah. Sedangkan neuromidase (NA) merupakan enzim aktif yang berfungsi melepaskan virus dari membran sel inang. Aktivitas enzim ini mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan virus untuk melepaskan diri dari sel inang atau dalam hal ini SDM (Grims 2002).

Graves (1996) membuktikan peran NA dengan melakukan percobaan menguji penghambatan NA pada 575 of Newcastle disease virus (NDV) dengan penambahan antibodi elution-inhibition (EI). Penambahan antibodi EI tersebut menngakibatkankan pola aglutinasi SDM yang permanen. Hasil elusi terlihat berbeda pada kontrol VAI clade 2.1.3 yang menunjukkan waktu lebih dari 300 menit atau lebih lama dari semua sampel ND. Virus AI sendiri telah diketahui memiliki waktu elusi sampai lebih dari 8 jam (Hussain et al. 2008). Virus ND pada kondisi ekstraseluler protein HN berfungsi sebagai pengkait yang memfasilitasi protein fusion untuk melakukan proses fusi melalui tempat perlekatannya namun tidak ditemukan interaksi ketika virus telah masuk ke sel (intraseluler). Mutasi pada protein HN dapat mengakibatkan virus kehilangan daya penempelan sehingga mengakibatkan kegagalan fusi virus (McGinnes et al. 2002).

Tabel 3 Karakteristik 13 isolat asal lingkungan pasar

Isolat Nama isolat (jam)Mati (Log2)HA rRT-PCR

M (CT)

HI Komarov

(Log2) (Log2)HI B1 (Log2)HI AI rRT-PCR F (CT) Waktu elusi (menit) 1 Ndv/Env/bandung/indonesia/2012/11/tm2 > 96 9.00.8 7.2 2.70.3 2.00.0 0.00.0 33.6 84.38.0 2 Ndv/Env/bandung/indonesia/2012/11/tm3 48 7.00.0 12.0 4.00.0 3.00.0 1.00.0 24.3 327.02.9 3 Ndv/Env/bogor/indonesia/2012/11/tm3 48 8.30.5 TD 4.00.0 2.30.4 0.00.0 23.3 45.04.0 4 Ndv/Env/ciamis/indonesia/2012/11/tm1 48 6.00.0 TD 0.00.0 0.00.0 3.00.0 Undet 62.32.0 5 Ndv/Env/ciamis/indonesia/2012/11/tm3 48 6.30.5 14.7 5.00.0 5.00.0 0.00.0 29.9 70.00.8 6 Ndv/Env/garut/indonesia/2012/11/tm2 96 7.30.5 TD 4.00.0 3.00.0 1.00.0 22.2 305.04.1 7 Ndv/Env/garut/indonesia/2012/11/tm3 48 7.30.5 12.2 5.00.0 4.00.0 0.00.0 20.1 150.311.5 8 Ndv/ Env/lebak/indonesia/2012/11/tm1 48 7.00.0 7.6 3.00.0 3.00.0 4.00.0 30.6 309.73.8 9 Ndv/Env/lebak/indonesia/2012/11/tm2 48 7.60.4 TD 4.30.4 3.00.0 0.00.0 31.2 73.317.0 10 Ndv/Env/sukabumi/indonesia/2012/11/tm1 48 6.30.5 TD 6.00.0 7.00.0 0.00.0 Undet 65.04.1 11 Ndv/ Env/serang/indonesia/2012/11/tm2 48 8.00.0 TD 4.00.0 3.00.0 0.00.0 38.9 225.712.3 12 Ndv/ Env/tasikmalaya/indonesia/2012/11/tm2 48 9.60.4 10.3 4.00.0 3.00.0 0.00.0 19.5 225.612.2 13 Ndv/Env/ciamis/indonesia/2013/02/tm1 48 9.30.9 20.2 4.00.0 3.00.0 0.00.0 30.9 34.38.9 14 Sato 48 8.00.0 TD 4.70.4 2.00.0 0.00.0 TD 59.32.7 15 Lasota >96 7.00.0 TD 4.00.0 2.00.0 0.00.0 TD 129.37.3

16 Antigen vai clade 2.1.3 TD 4.00.0 TD 0.00.0 0.00.0 4.00.0 TD >360 menit

Keterangan: (P) = pool, (I) = sampel individu (usap lingkungan 1 pedagang), CT = copy transcript, TD = tidak dilakukan, Isolat sato digunakan sebagai isolat kontrol ND jenis velogenik sedangkan isolat La Sota digunakan sebagai isolat kontrol untuk jenis Lentogenik, Antigen VAI clade 2.1.3 sebagai isolat kontrol untuk virus pembanding, BDG = Bandung, BGR = Bogor, CMS = Ciamis, GRT = Garut, LBK = Lebak, dan TSM = Tasikmalaya.

22 Infeksi pada ayam SPF

Isolat yang digunakan untuk uji patogenisitas merupakan isolat yang memiliki perbedaan hasil pada uji rRT-PCR, uji HI dan uji Elusi. Dua isolat yang terpilih adalah isolat 5 (NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3) dan isolat 13 (NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1). Kedua isolat ini ditanam terlebih dahulu pada TAB untuk persiapan infeksi pada ayam SPF.Dua hari pasca infeksi (pi.), kedua kelompok perlakuan memperlihatkan gejala lesu dan anorexia yang terlihat pada penurunan bobot badan dibandingkan dengan ayam kontrol(Gambar 10). Pada hari ketiga pi., kelompok ayam yang diinfeksi isolat NDV/Env/ Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 mati dalam hitungan jam. Gejala klinis yang terlihat adalah lesu, leher menekuk ke atas dan terdapat lendir pada daerah intranasal. Hasil nekropsi terlihat pada bagian otak terdapat pembesaran pembuluh darah, trakheal kemerahan, hemoragi pada proventrikulus, dan hemoragi pada daerah seka tonsil, sedangkan bagian paru-paru dan usus tidak terdapat perubahan dan sama seperti kelompok kontrol (Tabel 4). Perubahan tersebut terlihat pada semua ayam yang mati. Pada kelompok ayam yang ditantang isolat virus NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 terlihat terdapat 2 ekor ayam yang mengalami kematian, sedangkan 6 ekor ayam lain masih memperlihatkan gejala lesu dan diare atau kotorannya berwarna hijau putih.

Gambar 10 Grafik perubahan bobot badan ayam setelah infeksi isolat lapang VND Gejala klinis umum yang terlihat pada ayam yang mati pada kedua kelompok uji sama tetapi terdapat perbedaan yaitu terdapat hemoragipada sepanjang usus pada kelompok yang ditantang oleh isolat NDV/Env/Ciamis/ Indonesia/2013/02/TM1. Pada hari keempat semua ayam pada kelompok yang ditantang oleh isolat NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 mengalami kematian dan baik gejala klinis maupun hasil nekropsi memperlihatkan hasil yang sama seperti ayam yang telah mati pada hari ketiga. Kelainan-kelainan ini tidak terlihat pada ayam kontrol.Deteksi keberadaan virus ND juga dilakukan dengan menggunakan rRT-PCR.Sampel yang digunakan untuk deteksi merupakan otak

30 35 40 45 50 55 0 1 2 3 4 5 B e rat (g) Hari Ke- NDV/Env/Ciamis/Indonesi a/2012/11/TM3 NDV/Env/Ciamis/Indonesi a/2013/02/TM1 Kontrol

23 dan proventrikulus dari masing-masing kelompok ayam.Hasil yang diperoleh adalah pada semua sampel terdeteksi keberadaan VND dengan menggunakan primer matriks dengan CT sebesar 23.2 pada kelompok NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 dan sebesar 27.1 pada kelompok NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1. Hasil rRT-PCR ini membuktikan bahwa ayam uji coba telah terinfeksi oleh isolat VND.

Menurut Oladele et al. (2008), gejala klinis VND umumnya muncul setelah 3-4 hari pi. antara lain demam, anorexia, anemia, diare, dehidrasi, paralisa alat gerak (kaki dan sayap), kejang-kejang dan berakhir kematian. Anemia terjadi akibat lisisnya sel darah merah (eritrosit) dan hemoragi pada dinding usus serta proventrikulus akibat replikasi VND dan kematian mulai terlihat 4 hari pi. Selain itu terdapat juga perubahan antara lain: hiperemi, oedema konjungtiva, depresi dan sianosis pada bagian pial (Gohm et al. 2000). Sedangkan penurunan bobot badan sesuai dengan pendapatKuiken et al. (1999)yaitu anorexia disebabkan nafsu makan menurun sehingga usus kosong tidak berisi makanan, akibatnya pertumbuhan bobot juga terganggu.Menurut Brown et al. (1999), lesi yang spesifik pada 4 hari pasca infeksi adalah hemoragi nekrotik di seka tonsil dan usus halus. Pada usus halus lesi nekrotik hemoragi bersifat multifokal(Brown et al. 1999, Alexander 2000, Alexander 2001, Kommers et al. 2002, Kommers et al. 2003, Wakamatsu et al. 2006, Alexander dan Senne 2008, Susta et al. 2010).Seka tonsil terlihat menonjol dan terdapat agregat limfoid usus yang terletak di bagian proksimal seka tonsil tersebut, sering dianggap sebagai "gejala pasti" lesi untuk VVND, karena gejala ini merupakan gejala yang paling konsisten dengan tetap menampilkan adanya perdarahan dan nekrosis. Hal ini bisa terjadi akibat suhu tubuh yang sangat tinggi akibat viremia akan menyebabkan rusaknya struktur pembuluh darah sehingga sel darah akan keluar dari pembuluh darah. Anemia terjadi karena replikasi virus yang menyebabkan lisisnya eritrosit dan kejadian hemoragi pada dinding usus dan mukosa proventrikulus (Cheville et al. 1972).

Lesi usus umum lainnya adalah perdarahan multifokal dan ulserasi di persimpangan antara proventrikulus dan tembolok, yang merupakan situs pengembangan agregat limfoid. Limpa yang membesar dan berbintik-bintik (Brown et al. 1999, Alexander 2000, Alexander 2001, Kommers et al. 2002, Kommers et al. 2003, Wakamatsu et al. 2006, Alexander dan Senne 2008, Susta

et al. 2010). Perdarahan pada bagian trachea jarang dijelaskan, tetapi gejala utama pada ayam yang terinfeksi dengan isolat CA02, sebagian besar terlihat pada bagian trakea dan merupakan konsekuensi dari nekrosis di tonsils (Wakamatsu et al. 2006). Pembengkakan pada kelopak mata adalah yang temuan konsisten pada hewan diinokulasi melalui rute konjungtiva (Brown et al. 1999, Nakamura et al. 2008).Berdasarkan gejala dan lesi tersebut, kedua isolat dimungkinkan merupakan isolat velogenik dengan jenis Vicerotropic Velogenic Newcastle Disease (VVND).

24

Tabel 4. Perbedaan gross lesion pada berbagai macam organ yang telah diinfeksi dengan NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 dan NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 bila dibandingkan dengan kontrol.

Organ NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 Kontrol

Otak

Trakhea

Proventrik ulus

25

Organ NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 Kontrol

Paru-paru

Seka tonsil

26

Perbandingan karakter VND dari berbagai metode pengujian

Hasil yang ditunjukkan pada uji elusi dan uji patogenitas berbeda dari pada uji elusi NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 memiliki karakteristik VND lentogenik sedangkan NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 memiliki karakteristik mesogenik (Tabel 5). Hal ini tidak terlihat jelas pada uji patogenitas karena kedua sampel tersebut justru menunjukkan karakter velogenik berdasarkan waktu kematian ayam, lesi organ, dan dapat ditemukannya material genetik VND dengan primer F pada bagian otak dan proventrikulus. Perbedaan ini dapat disebabkankan oleh perbedaan pengelompokan waktu elusiseperti disampaikan oleh Spalatin et al. (1970), yang mencoba melihat pola elusi pada tiga (3) patotipe VND dengan menggunakan enam (6) jenis strain pada masing-masing patotipe, menyimpulkan bahwa ketiga patotipe terdapat pola waktu elusi yang masih belum bisa dikelompokkan terutama waktu elusi yang dekat dengan rentang batas masing-masing patotipe. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing patotipe terdapat strain yang memiliki kedua jenis pola elusi yaitu elusi cepat dan elusi lambat.Selain pola elusi adanya mutasi ataupun subtitusi asam amino pada gen F maupun HN dapat mengubah virulensi VND. Hal ini juga dikemukakan oleh Bilal et al. (2014) yang meneliti patotipe VND yang beredar di sudan selama tahun 2008-2013 menemukan 7 isolat (5 dari ayam dan 2 dari burung dara) yang berhasil diisolasi dari wabah di sudan. Berdasarkan ICPI, 4 isolat merupakan jenis velogenik dan 3 isolat merupakan jenis mesogenik. Sedangkan berdasarkan waktu elusi, semua isolat membutuhkan waktu lama untuk elusi dan memiliki preferensi jenis darah yang berbeda sehingga waktu elusi dianggap tidak berkorelasi dengan virulensi isolat. Hal ini senada dengan penelitian Tan et al. (2008) yang menemukan tiga isolat bervirulensi tinggi berdasarkan uji patogenitas tetapi memiliki susunan asam amino lentogenik pada gen F.

Tabel 5 Perbandingan tipe patogenisitas VND berdasarkan tiga jenis pengujian

rRT-PCR

primer F Elusi Uji secara in vivo NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 Mesogenik/Velogenik Mesogenik Velogenik NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1 Mesogenik/Velogenik Lentogenik Velogenik

Hubungan kebersihan pasar dengan penyebaran VND

Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pada pasar yang memperoleh maupun yang tidak memperoleh program implementasi kebersihan, ditemukan isolat VND dari lingkungan pasar tradisional. Virus ND terdeteksipada sampel bulan November jumlah lebih banyak ditemukan pada pasar tradisional yang memperoleh progam implementasi kebersihan (7 sampel) daripada pasar yang tidak memperoleh program tersebut (5 sampel). Sedangkan pada sampel bulan februari, VND hanya terdeteksi pada 1 pasar yang memperoleh program implementasi kebersihan, tetapi tidak terdeteksi VND pada sampel pasar yang tidak memperoleh program implementasi kebersihan. Hal ini menunjukkan bahwa program implementasi kebersihan mampu menurunkan potensi penyebaran VND

27 di lingkungan pasar meskipun tidak cukup untuk menghilangkan VND dari lingkungan pasar. Pasar tradisional sendiri merupakan pusat rantai produsen-konsumen yang menyatukan berbagai aspek antara lain pedagang kecil, produsen skala kecil, produsen skala besar, pengepul dan konsumen (Gambar 11).

Penelitian Emilia (2013), menemukan 20 isolat positif gen matriks dari 529 sampel usap kloaka ayam telah dikoleksi dari pasar-pasar tradisional dan peternakan rakyat di daerah Bogor dan Tangerang. Sebanyak 4 isolat dari 11 sampel berhasil diisolasi dan 2 isolat menunjukkan karakter mesogenik, 1 lentogenik dan 1 velogenik berdasarkan pengijuan secara serologis dan MDT. Penelitian dengan cara yang sama juga dilakukan Panus (2014) dan Darniati (2014). Total 18 isolat berhasil diisolasi dari sampel usapan kloaka dan usapan orofaring individu yang menunjukkan karakter antigenik yang homogen. Mayoritas isolat menunjukkan afinitas lebih tinggi terhadap antisera Komarov, sedangkan karakterisasi patogenisitas dengan uji elusi menunjukkan 3 isolat sesuai dengan karakter mesogenik dan 15 sesuai dengan karakter velogenik. Hasil yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh Darniati (2014), yang menguji51 dari 69 isolat positif gen matriks menunjukkan positif pada F.Hasil penelitian menunjukkanND masih endemis di wilayah Aceh. Virus ND berhasil diisolasi dari seluruh wilayah yang dilakukan pengambilan sampeldan isolat yang diperoleh didominasi oleh galur virulen dengan antigenisitas yang beragam.

Wilayah yang dapat diisolasi VND dan ditemukan keragaman virus ND umumnya terjadi di area pasar dan wilayah yang berdekatan dengan pasar. Geografi di Aceh cukup beragam dan antar tempat pengambilan sampel dipisahkan oleh bukit sehingga variasi antigenisitas VND yang beragam sedangkan kondisi geografi wilayah subang (Panus 2014) relatif lebih homogen dan dibuktikan dengan variasi antigenisitas VND yang homogen pula. Hal ini meneguhkan dugaan jika kondisi geografi dan pasar unggas hidup memberi dampak yang besar terhadap penyebaran dan keragaman virus di lapang.

Kasus ND di Aceh disebabkan oleh sistem pemeliharaan, pemasaran unggas dan penanganan unggas mati yang tidak tepat. Ayam kampung dipelihara dengan cara diumbar di pekarangan dan tidak jarang unggas air seperti itik dan entog atau bebek dipelihara bercampur dengan ayam dalam satu kandang. Pemasaran unggas hidup dilakukan antar warga, dijual ke pasar atau kepada pengepul unggas yang membeli dan menjual unggas dari masyarakat dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sistem pemeliharaan dan pemasaran tersebut akan mempermudah terjadinya penularan penyakit karena tingginya kontak, baik langsung maupun tidak langsung, antar unggas serta dapat memperluas sirkulasi virus di lapangan.Sirkulasi unggas yang tidak efisien akan meningkatkan risiko terjadi pertukaran antar patotipe VND di area peternakan rakyat (Darniati 2014).

28

Sumber: Modifikasi dari (Soejoedono et al. 2013)

Gambar 11 Hipotesis siklus penyebaran virus Avian Influenza (VAI) di Indonesia Informasi diatas merupakan siklus penyebaran VAI di Indonesia yang melibatkan berbagai jenis aspek termasuk pasar sebagai pusatnya. Karakteristik VND dan VAI yang hampir sama menjadi salah satu alasan hipotesis ini dapat digunakan. Berdasarkan informasi diatas dapat diketahui bahwa keberadaan VND di lingkungan pasar tradisional dipengaruhi oleh pasokan dari produsen baik dari peternakan besar, kecil, pengepul maupun dari individual atau pekarangan belakang rumah. Beragamnya aspek yang mempengaruhi mengakibatkan perlu adanya pengawasan dari pihak yang berwenang mengenai kondisi kesehatan ayam pada waktu masuk ke dalam pasar dari semua sektor. Hal ini diperlukan agar dapat meminimalisir masuknya VND dalam lingkungan pasar. Selain lingkungan asal ayam, cuaca ataupun curah hujan juga dapat berpengaruh terhadap penyebaran virus.

Kejadian wabah dapat disebabkan oleh tingginya populasi virus ND ganas di lapangan. Selain program vaksinasi, pelaksanaan konsep biosekuriti secara konsisten sangat diperlukan, misalnya istirahat kandang yang cukup, sanitasi yang baik dan kontinyu, lalu lintas pekerja, peralatan serta kendaraan di area peternakan. Keseragaman titer antibodi terhadap ND dalam suatu unit peternakan menjadi unsur penting, karena virus ND ganas akan berpeluang lebih besar melakukan replikasi dalam tubuh ayam dengan titer antibodi yang cukup dan

Dokumen terkait