• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interpretasi citra Landsat 8 menghasilkan data dan peta penutupan/ penggunaan lahan eksisting di WP Pesisir tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 7.

Tabel 11 Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat Tahun 2013

No. Penutupan/Penggunaan Lahan Luas ha %

1 Hutan Lahan Kering Primer 363.690 6

2 Hutan Lahan Kering Sekunder 640.620 11

3 Hutan Mangrove Sekunder 116.980 2

4 Hutan Rawa Sekunder 829.830 15

5 Belukar Rawa 582.700 10 6 Semak Belukar 308.590 5 7 Perkebunan 950.030 17 8 Perkebunan Campuran 1.143.710 20 9 Sawah 189.420 3 10 Ladang/Tegalan 243.660 4 11 Pemukiman 16.910 0 12 Pertambangan 19.350 0 13 Rawa Genangan 184.940 3 14 Tambak 9.550 0 15 Tanah Terbuka 30.460 1 Jumlah 5.630.440 100

Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660 ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.

Jenis penutupan/penggunaan lahan berupa belukar rawa, semak belukar, ladang/tegalan serta perkebunan campuran pada umumnya dapat dikembangkan menjadi areal potensial untuk pembukaan sawah baru. Semak belukar selama ini dianggap sebagai lahan tidur.

24

Gambar 7 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

Hasil Identifikasi Lahan Tersedia untuk Ekstentifikasi Sawah

Berdasarkan peta kesesuaian lahan basah yang merupakan hasil proyek RePPProT diketahui bahwa lahan di tujuh Kabupaten/Kota WP Pesisir yang memenuhi kriteria lahan Sesuai (S) seluas 1.029.930 ha (18%), Sesuai Bersyarat ($) seluas 614.960 ha (11%) dan Tidak Sesuai (N) seluas 4.019.690 ha (71%) untuk ekstensifikasi sawah sebagaimana disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 8. Lahan Sesuai (S) umumnya berada pada dataran rendah (lereng 2 – 15%) dengan jenis tanah alluvial, sedangkan yang Tidak Sesuai lebih banyak berada di dataran agak tinggi dan rawa gambut. Lahan Sesuai Bersyarat tersebar diantaranya.

Tabel 12 Status Kesesuaian Lahan Aktual untuk Padi Sawah di WP Pesisir

Kabupaten /Kota

Sesuai (S) Sesuai Bersyarat ($) Tidak Sesuai (N)

Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

Bengkayang 73.090 7 219.590 36 267.230 7 Kayong Utara 60.070 6 - - 400.680 10 Ketapang 344.660 33 - - 2.619.170 65 Kubu Raya 197.840 19 294.270 48 365.710 9 Pontianak 107.980 10 5.420 1 86.340 2 Sambas 213.200 21 95.680 16 268.630 7 Singkawang 33.090 3 - - 11.930 0 Jumlah 1.029.930 100 614.960 100 4.019.690 100

Hasil tumpang tindih antara peta kesesuaian lahan, peta fungsi kawasan (RTRW Provinsi) serta Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 menghasilkan Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013 (Gambar 9). Rekapitulasi sawah eksisting dan lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah (Tabel 13) menunjukkan bahwa saat ini tersedia 411.960 ha lahan yang dapat dikembangkan menjadi sawah, yang sebagian besar (>50%) berada di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang. Lahan pengembangan ini terdiri atas tipe penutupan/penggunaan ladang/tegalan, semak belukar, belukar rawa dan perkebunan campuran.

Tabel 13 Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial

Kabupaten/Kota Luas (ha) Eksisting Sawah Potensial Potensial Bersyarat Tidak Potensial Jumlah Bengkayang 14.290 49.760 117.490 378.390 559.920 Kayong Utara 18.720 21.880 - 420.140 460.750 Ketapang 28.210 109.420 - 2.826.190 2.963.820 Kubu Raya 51.160 57.670 77.940 671.050 857.820 Pontianak 16.240 36.150 1.440 145.900 199.740 Sambas 57.010 116.720 33.690 370.090 577.510 Singkawang 3.790 20.350 - 20.880 45.020 Jumlah 189.420 411.950 230.560 4.832.640 5.664.580 Persentase (%) 3 7 4 85 100

26

Gambar 8 Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Lahan Sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 9 Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013 di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat

28

Lahan berstatus Potensial Bersyarat meliputi area seluas 230.560 ha yang tersebar di Kabupaten Bengkayang dan Sambas dalam bentuk kebun campuran, masing-masing seluas 117.490 ha dan 33.690 ha serta di Kabupaten Kubu Raya dalam bentuk rawa gambut seluas 77.940 ha. Secara umum, kendala utama budidaya padi sawah di ketiga kabupaten tersebut adalah kurangnya ketersediaan pengairan untuk lahan sawah. Berdasarkan data BPS tahun 2012, luas sawah beririgasi yaitu 855 ha di Kabupaten Sambas, 2.810 ha di Kabupaten Bengkayang dan 6.494 ha di Kabupaten Kubu Raya. Oleh karena itu, komoditas yang diusahakan pada daerah tersebut merupakan padi ladang atau sawah tadah hujan yang penggunaan lahannya cenderung relatif cepat dikonversi untuk penggunaan lain. Seluas 2.826.190 ha lahan yang tidak potensial untuk ekstensifikasi sawah berada di Kabupaten Ketapang yang umumnya adalah hutan lindung, cagar alam, perkebunan sawit maupun rawa gambut, sedangkan di kabupaten/kota lainnya sebagian besar adalah hutan produksi, perkebunan, rawa gambut fibrik pada hutan rawa sekunder serta daerah pasang surut dengan salinitas yang cukup tinggi.

Keunggulan Komparatif Wilayah

Hasil analisis LQ berdasarkan luas tanam menunjukkan bahwa komoditas padi sawah memiliki sebaran paling luas dibandingkan komoditas tanaman pangan lain dan secara merata diusahakan petani di seluruh kabupaten/kota. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat di WP Pesisir. Hasil analisis LQ untuk 7 Kabupaten/Kota di WP Pesisir Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 14.

Pada Tabel 14 terlihat bahwa kisaran nilai LQ padi sawah pada 7 kabupaten/ kota adalah 0,50 – 1,24. Terdapat 5 kabupaten/kota yang mempunyai LQ>1. Artinya wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk budidaya padi sawah. Hanya 2 kabupaten dengan nilai LQ<1.

Tabel 14 Nilai LQ Berdasarkan Luas Tanam Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2011 di WP Pesisir

Kabupaten/Kota Padi Sawah

Padi

Ladang Jagung Kedelai

Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sambas 1,23 0,16 0,02 2,06 0,08 3,25 0,34 0,50 Bengkayang 0,50 2,71 3,12 0,44 2,78 0,03 1,42 0,74 Pontianak 1,21 0,16 0,24 0,90 0,59 0,19 1,21 2,25 Ketapang 0,92 3,07 0,13 0,08 1,88 0,07 2,43 2,42 Singkawang 1,17 - 0,62 0,08 - - 0,29 4,40 Kayong Utara 1,24 0,13 0,03 0,06 0,30 0,01 1,96 0,75 Kubu Raya 1,14 0,11 0,78 0,27 0,36 0,19 0,56 0,78

Untuk Kabupaten Bengkayang dan Ketapang yang memiliki nilai LQ<1 berarti tidak termasuk wilayah basis untuk ekstensifikasi sawah meskipun ketersediaan lahan potensial di Kabupaten Ketapang masih cukup besar, sedangkan untuk Kabupaten Bengkayang dikarenakan orientasi tanaman pangan

lebih didominasi oleh jagung yang memiliki nilai LQ tertinggi yaitu 3,12 mengingat aspek agribisnisnya untuk pakan ternak ayam di Kota Singkawang.

Keunggulan Kompetitif Wilayah

Hasil perhitungan Differential Shift terhadap produksi komoditas tanaman pangan masing-masing kabupaten/kota di WP Pesisir dari tahun 2007 hingga tahun 2011 disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir

Kabupaten/Kota

Padi Sawah

Padi

Ladang Jagung Kedele

Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Nilai DS Sambas 0.04 -0.53 0.62 -0.003 0.34 1.85 0.69 -0.05 Bengkayang 0.23 0.47 -0.03 -0.01 0.26 -3.38 0.37 0.53 Pontianak -0.08 0.69 -0.20 2.64 1.82 -3.39 -0.37 5.61 Ketapang -0.14 -0.27 0.29 0.53 0.41 -2.91 0.46 0.46 Singkawang -0.06 -0.76 0.04 -0.538 - - -0.49 -0.45 Kayong Utara -0.19 -0.41 2.24 0.162 -0.297 0.285 1.10 0.47 Kubu Raya 0.01 -0.47 0.24 -0.206 -0.342 -0.048 -0.31 -0.52

Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial (Saptana 2008). Berdasarkan hasil perhitungan komponen DS (Tabel 15) pada tahun 2007 dan 2011 pada masing-masing kabupaten/kota menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif komoditas tanaman padi sawah ditempati oleh Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang karena mempunyai nilai DS>0, sedangkan kabupaten lainnya tidak dapat bersaing secara kompetitif karena nilai DS≤0. Demikian juga nilai SSA untuk padi sawah yang lebih dari nol hanya ditempati ketiga kabupaten tersebut yang mencerminkan pertumbuhan produksi padi selama periode tahun 2007–2011 (Tabel 16). Kabupaten lain yang tidak memiliki nilai DS>0 sejalan dengan nilai SSA yang juga negatif, yang artinya terjadi penurunan produksi padi sawah pada wilayah tersebut. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa budidaya padi sawah kurang berkontribusi atas pendapatan daerahnya.

Tabel 16 Hasil Analisis SSA Komoditas Tanaman Pangan di WP Pesisir

Kabupaten/Kota Padi Sawah

Padi

Ladang Jagung Kedelai

Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sambas 0,08 -0,77 0,44 0,47 0,22 5,09 0,40 -0,24 Bengkayang 0,27 0,22 -0,21 0,46 0,14 -0,13 0,08 0,34 Pontianak -0,04 0,45 -0,37 3,11 1,70 -0,14 -0,66 5,42 Ketapang -0,10 -0,51 0,12 1,00 0,29 0,33 0,17 0,27 Singkawang -0,02 -1,00 -0,14 - - - -0,77 -0,64 Kayong Utara -0,15 -0,65 2,06 - - - 0,81 0,28 Kubu Raya 0,05 -0,71 0,06 -0,19 -0,77 -0,89 -0,60 -0,71

30

Hasil analisis LQ, DS dan SSA dapat digunakan sebagai instrumen atau indikator ekonomi kewilayahan untuk menentukan tingkat perkembangan aktivitas ekonomi tertentu di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, integrasi hasil analisis LQ, DS dan SSA menunjukkan keunggulan komparatif (sebagai wilayah basis jika LQ>1 atau non basis jika LQ≤1) dan keunggulan kompetitif (sebagai wilayah unggulan jika DS>0 dan SSA >1 atau non unggulan jika DS<0 atau SSA<1) bagi wilayah kabupaten/kota di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat untuk pengembangan pertanian padi melalui ekstensifikasi sawah (Tabel 17). Tabel 17 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kabupaten/Kota di WP Pesisir

Provinsi Kalimantan Barat untuk Pengembangan Padi Sawah

Kabupaten/Kota LQ DS SSA Keunggulan

Komparatif Kompetitif Sambas >1 >0 >1 Wilayah Basis Unggulan Bengkayang ≤1 >0 >1 Wilayah Non Basis Unggulan Pontianak >1 ≤0 ≤1 Wilayah Basis

Ketapang ≤1 ≤0 ≤1 Wilayah Non Basis

Singkawang >1 ≤0 ≤1 Wilayah Basis Kayong Utara >1 ≤0 ≤1 Wilayah Basis

Kubu Raya >1 >0 >1 Wilayah Basis Unggulan

Dari Tabel 17 terlihat bahwa Kabupaten Sambas dan Kubu Raya merupakan wilayah Basis Unggulan karena mempunyai keunggulan komparatif (LQ>1) dan kompetitif wilayah (DS>0 dan SSA>1). Artinya, tanaman padi sawah di dua kabupaten tersebut merupakan komoditas basis yang memiliki daya saing tinggi serta pertumbuhan yang cepat dan progresif. Berikutnya Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang merupakan wilayah basis (LQ>1) untuk pengembangan padi sawah, namun memiliki nilai DS≤0 dan SSA≤1 yang menunjukkan produksi padi sawahnya tidak dapat bersaing dengan komoditas pangan lainnya dan diikuti dengan penurunan produksi padi sawah dalam kurun waktu tahun 2007 hingga tahun 2011.

Kabupaten Ketapang mempunyai nilai LQ=0,92 untuk padi sawah (Tabel 14). Hal ini menunjukkan kecenderungan Kabupaten Ketapang untuk menjadi wilayah basis karena nilai LQ mendekati 1. Untuk mencapai kategori wilayah basis masih perlu dilakukan upaya perluasan sawah. Program Food Estate yang dilaksanakan di wilayah ini sejak dua tahun terakhir belum mampu mencapai nilai LQ>1. Sementara itu pertanian padi sawah di Kabupaten Bengkayang tidak unggul secara komparatif karena penggunaan lahan lebih dominan untuk budidaya komoditas sayuran dan pangan lainnya. Namun, Kabupaten Bengkayang masih memiliki keunggulan kompetitif karena produksi padi sawahnya masih mampu bersaing dengan komoditas pangan lainnya sehingga menjadi wilayah non basis unggulan.

Hasil Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah

Dalam penelitian ini, analisis klaster (pengelompokkan wilayah) melibatkan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat kecuali Kota Pontianak karena bukan termasuk wilayah pengembangan tanaman pangan. Tujuannya agar tipologi yang dihasilkan berlaku secara menyeluruh dan terintegrasi dalam skala pengembangan wilayah tingkat provinsi. Namun demikian, pembahasan difokuskan pada tujuh kabupaten/kota yang berada di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.

Variabel tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir yang digunakan pada analisis klaster dan analisis diskriminan di dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Variabel Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir

No Variabel per Kabupaten Simbol

1 Luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (ha) X1

2 Luas panen padi sawah per tahun (ha) X2

3 Produktivitas padi sawah (ton/ha) X3

4 Proporsi jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha) X4 5 Proporsi kios saprodi per luas tanam (unit/ha) X5 6 Proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam X6

7 Jumlah penyuluh pertanian X7

8 Jumlah petani padi X8

9 Proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi

X9 Dengan menggunakan metode k-means pada analisis klaster diperoleh tiga klaster wilayah (Lampiran 10). Klaster I meliputi Kabupaten Sambas dan Kabupaten Kubu Raya, klaster II meliputi Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Pontianak serta klaster III meliputi Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara dan Kota Singkawang.

Dari hasil analisis diskriminan dengan prosedur forward stepwise diperoleh tiga variabel penciri klaster tipologi wilayah, yaitu variabel X1, X6 dan X9 (Lampiran 11), berturut-turut dengan nilai p = 0,000616, 0,138651 dan 0,266339. Variabel luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (X1) merupakan satu-satunya dari tiga variabel tersebut yang memiliki nilai p<0,01 sehingga menjadi variabel penciri tunggal yang dapat membedakan tipologi wilayah. Rataan nilai variabel X1 tertinggi, kedua dan terendah berturut-turut mencirikan tipologi wilayah berkembang, cukup berkembang dan kurang berkembang (Tabel 19 dan Lampiran 12).

32

Tabel 19 Hasil Analisis Klaster Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir

Klaster Rataan Nilai Variabel Penciri* Urutan Nilai Variabel Penciri Tipologi Wilayah Kabupaten/ Kota I 54.281 1 Berkembang Sambas Kubu Raya II 15.953 2 Cukup Berkembang Bengkayang Pontianak III 11.583 3 Kurang Berkembang Ketapang Kayong Utara Singkawang *Luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (ha)

Nilai rata-rata lima variabel penciri seiring dengan trend tipologi wilayah, yaitu luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (variabel penciri utama), luas panen padi sawah per tahun, jumlah penyuluh, jumlah petani dan proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi. Artinya, peningkatan tipologi dari kurang berkembang ke berkembang diiringi oleh trend peningkatan nilai rata-rata kelima variabel tersebut (Lampiran 12).

Kabupaten dengan tipologi wilayah berkembang (klaster I) dicirikan oleh rata-rata variabel penciri utama (luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman) seluas 54.281 ha, luas panen padi sawah per tahun 67.928 ha, jumlah penyuluh 106 orang dan jumlah petani 24.726 orang serta proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi 0,1855. Kabupaten dengan tipologi wilayah cukup berkembang (klaster II) dicirikan oleh rata-rata luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman seluas 15.953 ha, luas panen padi sawah per tahun 19.912 ha, jumlah penyuluh 83 orang dan jumlah petani 16.593 orang serta proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi 0,0565. Kabupaten dengan tipologi wilayah kurang berkembang (klaster III) dicirikan oleh rata-rata luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman seluas 11.583 ha, luas panen padi sawah per tahun 12.742 ha, jumlah penyuluh 33 orang dan jumlah petani 8.864 orang serta proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi 0,0322.

Nilai rata-rata empat variabel penciri lainnya tidak seiring dengan trend tipologi wilayah, yaitu produktivitas padi sawah dan proporsi jumlah hand tractor per luas tanam yang mempunyai nilai rata-rata fluktuatif serta proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam dan proporsi kios saprodi per luas tanam yang mempunyai nilai rata-rata dengan trend menurun dari tipologi kurang berkembang ke tipologi berkembang (Lampiran 12). Nilai rata-rata dengan trend yang menurun dari tipologi wilayah kurang berkembang ke berkembang ini lebih disebabkan oleh peningkatan luas tanam sebagai pembagi proporsi yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan luas sawah beririgasi maupun jumlah kios saprodi. Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan sawah beririgasi melalui peningkatan infrastruktur irigasi dan peningkatan jumlah kios saprodi merupakan dasar penetapan strategi pengembangan yang perlu dipertimbangkan.

Hasil analisis tipologi wilayah yang membagi WP Pesisir ke dalam tiga karakteristik wilayah pengembangan diharapkan akan mempermudah pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan teknis terkait pengelolaan sektor pertanian

tanaman pangan khususnya padi sawah karena mengkaitkan fungsi hubungan spasial antar wilayah homogen. Hukum Geografi Tobler yang pertama menyebutkan bahwa setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari lainnya (Rustiadi et al. 2011).

Dari tujuh kabupaten/kota yang diklasterkan, hubungan jarak sangat berpengaruh dalam perkembangan aktivitas pertaniannya. Kabupaten yang termasuk tipologi kurang berkembang yaitu Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. posisinya paling jauh dari kabupaten/kota lainnya. Hubungan transportasi utama menuju kedua kabupaten tersebut tidak bisa melalui jalan darat, tetapi lewat laut dan udara, sehingga interaksi dengan kabupaten/kota lainnya menjadi lebih rendah. Kecenderungan penggunaan lahan Kota Singkawang adalah untuk pemukiman karena sudah merupakan kota, sehingga areal sawah di wilayah tersebut semakin berkurang.

Kabupaten Bengkayang dan Pontianak termasuk dalam wilayah cukup berkembang, yang secara spasial menunjukkan hubungan kedekatan jarak dan saling bertetangga dalam jalur lintasan jalan raya dan antar kecamatan yang banyak terdapat hamparan sawah. Kabupaten yang bertipologi berkembang yaitu Kabupaten Sambas dan Kubu Raya memiliki konfigurasi spasial dengan pola menyebar. Artinya, kedua kabupaten sangat jauh jaraknya. Namun, hamparan sawah di kedua kabupaten tersebut yang terluas karena secara historis keduanya merupakan lumbung padi Kalimantan Barat.

Arahan untuk Ekstensifikasi Sawah

Berdasarkan hasil penilaian sektor wilayah (basis/non basis dan unggulan/ non unggulan), pengklasteran tipologi wilayah dan luas lahan tersedia untuk ekstensifikasi sawah diperoleh urutan prioritas sebagaimana disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 10.

Tabel 20 Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat Kabupaten/ Kota Sektor Wilayah Tipologi Wilayah Tahapan Pengembangan Lahan Tersedia (ha) Prioritas Ekstensifi- kasi Sambas Basis Unggulan Berkembang Pemantapan 116.720 Prioritas 1 Kubu Raya Basis

Unggulan 57.670 Prioritas 2

Pontianak Basis Cukup

Berkembang Pengembangan 36.150 Prioritas 3 Kayong Utara Basis Belum Berkembang Pertumbuhan 21.880 Prioritas 4

Singkawang Basis Belum

Berkembang

Pertumbuhan

20.350 Prioritas 5 Bengkayang Non Basis

Unggulan

Cukup Berkembang

Pengembangan

49.760 Prioritas 6

Ketapang Non Basis Belum

Berkembang

Pertumbuhan

34

Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang potensial dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut (commodity-driven). Ada kalanya lokasi potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk dikembangkan. Oleh karenanya, dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah.

Menurut Kementerian Pertanian (2012b), produktivitas padi yang lebih rendah dari rata-rata provinsi dan pemanfaatan lahan yang belum optimal merupakan ciri kawasan pada tahap “pertumbuhan”. Produktivitas padi yang hampir sama dengan produktivitas rata-rata provinsi, pemanfaatan lahan hampir optimal dan mutu hasil belum optimal merupakan ciri kawasan pada tahap “pengembangan”. Produktivitas padi yang sudah lebih tinggi dari produktivitas rata-rata provinsi namun mutu hasil belum optimal dan efisiensi usaha belum berkembang adalah ciri dari kawasan pada tahap “pemantapan”. Berdasarkan pentahapan ini, maka strategi pengembangan kawasan padi sawah di WP Pesisir didasarkan pada tipologi perkembangan wilayahnya untuk ekstensifikasi sawah yang dimaksudkan untuk mengakomodasi keberadaan lahan-lahan sawah eksisting dan lahan potensial untuk pencapaian target swasembada beras.

36

Strategi untuk Ekstensifikasi Sawah

Perbedaan klaster tipologi wilayah berdasarkan aktivitas pertanian padi sawah yang menentukan arahan prioritas wilayah ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat memerlukan strategi implementasi yang berbeda pula. Berdasarkan hasil analisis SWOT, selanjutnya diuraikan strategi berdasarkan hasil inventarisasi, klasifikasi dan analisis potensi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (oppurtunity) dan ancaman/ kendala (threat).

Strategi Ekstensifikasi Klaster I

Untuk merumuskan strategi ekstensifikasi sawah di wilayah klaster I dengan tipologi berkembang telah diidentifikasi faktor internal maupun faktor eksternal yang berpengaruh, sebagai berikut:

a. Kekuatan (Strength)

1. Luas lahan potensial atau tersedia masih cukup luas.

2. Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif besar. 3. Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi.

4. Produksi dan produktivitas padi cukup tinggi. 5. Nilai LQ>1 artinya merupakan wilayah basis. 6. Faktor sosiokultural sangat mendukung

7. Biaya input produksi (pupuk, bibit dan sebagainya) rendah b. Kelemahan (Weakness)

1. Ketersediaan pengairan sawah relatif kurang memadai. 2. Tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi

3. Kemampuan modal usaha petani masih rendah. c. Peluang (Opportunity)

1. Permintaan gabah/beras terus meningkat 2. Potensi pasar masih terbuka luas.

3. Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah daerah lebih tepat sasaran.

4. Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah komunikasi. 5. Adanya Akses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

d. Ancaman (Threatment)

1. Adanya kebijakan impor beras dari luar negeri.

2. Terjadi alih fungsi penggunaan sawah menjadi penggunaan lainnya. 3. Harga gabah berfluktuasi.

4. Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu.

Berdsarkan matriks SWOT faktor internal dan eksternal, komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam upaya ekstensifikasi sawah diberi bobot penilaian sesuai dengan kepentingan (Lampiran 12) berdasarkan pengamatan lapangan, hasil wawancara dengan responden stakeholders dan analisis deskriptif. Selanjutnya, berdasarkan analisis pencocokan terhadap faktor- faktor tersebut (Lampiran 13) diperoleh beberapa alternatif strategi sebagai dasar penentuan prioritas kebijakan pengembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah (Tabel 21).

Pada klaster tipologi wilayah berkembang ini terdapat dua kabupaten yaitu Sambas dan Kubu Raya yang sudah lebih maju pembangunan pertaniannya

dibandingkan kabupaten lain di Kalimantan Barat. Program-program pertanian tanaman pangannya lebih intensif karena faktor kesiapan teknis maupun kelembagaannya.

Tabel 21 Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster I

No. Alternatif strategi Keterkaitan Kepentingan Ranking

1 Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada

ekstensifikasi sawah.

(S1 2 3 5 6 7;

O1 2 3 4 5) 37 1

2 Peningkatan daya saing, industri hilir

pemasaran dan orientasi industri padi. (S4 7; O1 2 4 5) 19 2 3 Meningkatkan keuntungan dengan

menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah.

(S 4 ; O1 2) 9 5

4 Pengembangan dan pengelolaan

cadangan air pertanian (embung). (W1 ; O 3) 7 6

5 Menambah sarana prasarana secara semi mekanik seperti alat penggulung rumput, lantai jemur, dryer, power thresher dan sebagainya.

(W2 ; O1 2 3 4) 15 4

6 Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan pedagang dan stakeholders.

(W 3 ;

O1 2 4 5) 16 3

Berdasarkan Tabel 21, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan untuk klaster I berturut-turut sebagai berikut:

1. Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada ekstensifikasi sawah.

2. Peningkatan daya saing, industri hilir pemasaran dan orientasi industri padi. 3. Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan

pedagang dan stakeholders.

4. Menambah sarana prasarana pasca panen secara semi mekanik seperti alat penggulung rumput, lantai jemur, dryer, power thresher dan sebagainya. 5. Meningkatkan keuntungan dengan menjual kelebihan produksi berupa beras

bukan gabah.

6. Pengembangan dan pengelolaan cadangan air pertanian (embung). Strategi Ekstensifikasi Klaster II

Penilaian pada klaster II berbeda dari penilaian pada klaster I dikarenakan perbedaan tingkat perkembangan wilayahnya. Dalam hal ini, meskipun Kabupaten Bengkayang bukan tergolong wilayah basis padi, namun kemiripan nilai variabel penciri karakteristik wilayahnya dari hasil analisis klaster menjadikannya satu klaster dengan Kabupaten Pontianak (Lampiran 14). Dari hasil matriks SWOT (Lampiran 15) diperoleh alternatif strategi seperti yang disajikan dalam Tabel 22.

38

Tabel 22 Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster II

No. Alternatif strategi Keterkaitan Kepentingan Ranking

1 Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada pengembangan padi.

(S1 2 3 5 7 8;

O3 4 5) 32 1

2 Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen.

(S4 6 8; O1 2 3)

19 3

3 Sosialisasi melalui kelembagaan pertanian dan fasilitasi kelompok tani dalam

Dokumen terkait