• Tidak ada hasil yang ditemukan

Direction and Strategy for Wetland Ricefield Extensification in Coastal Development Region of West Kalimantan Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Direction and Strategy for Wetland Ricefield Extensification in Coastal Development Region of West Kalimantan Province"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN DAN STRATEGI EKSTENSIFIKASI SAWAH

DI WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

YUSTIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

YUSTIAN. Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per tahun dan konversi sawah 9,8% per tahun, produksi padi di WP Pesisir pada tahun 2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering giling (GKG) sehingga terjadi defisit 9.922 ton GKG dari kebutuhan konsumsi penduduknya sebesar 470.100 ton GKG. Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka perannya sebagai pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada tahun 2016 sehingga akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karena itu diperlukan perencanaan, arahan dan strategi ekstensifikasi sawah yang komprehensif di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.

Lokasi penelitian meliputi tujuh kabupaten/kota yang termasuk WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota Singkawang. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah, (2) mengetahui wilayah sentra produksi padi sawah berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif, (3) mengetahui klaster dan tipologi tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah serta (4) merumuskan arahan dan strategi ekstensifikasi sawah berbasis klaster wilayah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.

Analisis diawali dengan pembuatan peta penggunaan lahan 2013 melalui interpretasi citra Landsat 8 menggunakan metode on screen digitation. Lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah diidentifikasi dengan overlay peta penggunaan lahan 2013, peta kesesuaian lahan basah dari RePPProt dan peta RTRW Provinsi. Wilayah basis dan/atau unggulan produksi padi sawah dianalisis berdasarkan hasil Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Klaster wilayah dan tipologinya diperoleh dari hasil Cluster Analysis dan Discriminant Analysis berdasarkan karakteristik aktivitas pertanian padi sawah. Arahan wilayah prioritas untuk ekstensifikasi sawah disusun berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil analisis sebelumnya dengan mengacu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan untuk penentuan prioritas strateginya digunakan analisis SWOT.

Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660 ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.

(6)

wilayah basis dan padi sawah unggul di tiga kabupaten. Hasil analisis klaster tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah membentuk tiga klaster yaitu wilayah berkembang (Kabupaten Sambas dan Kubu Raya), wilayah cukup berkembang (Kabupaten Bengkayang dan Pontianak) dan wilayah belum berkembang (Kabupaten Ketapang, Kayong Utara dan Kota Singkawang).

Prioritas ekstensifikasi sawah yang pertama dan kedua masing-masing diarahkan ke Kabupaten Sambas dan Kubu Raya, disusul kabupaten lainnya. Strategi prioritas untuk klaster I adalah peningkatan ketersediaan dan akses teknologi, permodalan dan penyuluhan; untuk klaster II adalah peningkatan kuantitas dan kualitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen; dan untuk klaster III adalah peningkatan daya saing, industri hilir, pemasaran dan orientasi industri padi.

(7)

SUMMARY

YUSTIAN. Direction and Strategy for Wetland Ricefield Extensification in Coastal Development Region of West Kalimantan Province. Supervised by UNTUNG SUDADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.

The Coastal Development Region (DR) is the rice production center and supplier even for the other three DRs of West Kalimantan Province. However, by assuming cropping index of 130%, risk of harvest failure of 5% per year, and conversion of wetland ricefield of 9.8% per year, then the milled rice production of the Coastal DR in 2016 was predicted to achieve 460,178 ton that resulted in a deficit up to 9,922 ton out of the consumption requirement of its population that amounted to 470,100 ton. If it is not complemented with wetland ricefield extensification, then its role as the rice supplier for the three other DRs will also be finished in 2016 and it the food security condition in West Kalimantan Province will be affected. Therefore, a comprehensive planning, direction, and strategy for wetland ricefields extensification is needed in the Coastal DR of West Kalimantan Province.

The location of this research consisted of seven regency/city included in the Coastal DR of West Kalimantan Province, namely Regency of Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, and city of Singkawang. The objectives of this research were to: (1) identify potential lands for wetland ricefield extensification, (2) identify regional wetland rice production center based on comparative and competitive advantages, (3) identify cluster and typology of regional development level for wetland ricefield extensification, and (4) formulate regional cluster-based direction and strategy for wetland ricefields extensification in Coastal DR of West Kalimantan Province.

(8)

Ketapang Regency. The conditionally potential lands were identified to be 230,560 ha and those classified as not potential lands were 4,862,950 ha.

The results of LQ and SSA analysis showed that five regencies/city were classified as basis regions and three of them were as leading regions for wetland rice production. Results of cluster analysis of the regional development level formed three clusters of region, namely developed region (Sambas and Kubu Raya regencies), moderately developed region (Bengkayang and Pontianak regencies), and less developed region (Ketapang, Kayong Utara regencies and Singkawang city).

The first and second priority for wetland ricefield extentification were directed respectively to Sambas and Kubu Raya regencies, followed by the others. The priority strategy for cluster I was to increase the availability of and access to technology, capital and outreach program; for cluster II was to increase the quantity and quality of the products with the application of cultivation and postharvest technology; and for cluster III was the improvement of competitive-ness of the rice downstream industry, marketing, and industrial orientation. Keywords: Coastal Development Region, extensification direction and strategy,

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN DAN STRATEGI EKSTENSIFIKASI SAWAH

DI WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)

Judul Tesis : Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan Barat

Nama : Yustian NIM : A156120324

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Untung Sudadi, MSc Ketua

Dr Ir Muhammad Ardiansyah Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini adalah ekstentifikasi sawah, dengan judul Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku Komisi Pembimbing.

2. Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap dosen dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

3. Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku Dosen Penguji Luar Komisi. 4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang

diberikan kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas khusus maupun reguler angkatan 2012 atas segala dukungan dan kerjasamanya.

6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini.

Akhirnya, terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan doa dan pengertian dari istri, anak-anak dan orang tua tercinta.

.

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Wilayah Pesisir 5

Perencanaan Pengembangan Wilayah 5

Ketersediaan dan Konsumsi Pangan 6

Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah 7

Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah 7

3 METODE PENELITIAN 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Bahan dan Alat 9

Prosedur Analisis Data 10

Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial 10 Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient) 11 Analisis Keunggulan Kompetitif (Differential Shift dalam Shift Share Analysis) 11 Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah 12

Analisis SWOT 13

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 15

Letak dan Administrasi Wilayah 15

Kondisi Demografis dan Kepadatan Agraris 16

Kondisi Pertanian Padi Sawah 17

Kondisi Geofisik 20

Kondisi Pendapatan Regional 21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2013 23

Hasil Identifikasi Lahan Tersedia untuk Ekstentifikasi Sawah 25

Keunggulan Komparatif Wilayah 28

Keunggulan Kompetitif Wilayah 29

Hasil Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah 31

(17)

Arahan untuk Ekstensifikasi Sawah 33

Strategi untuk Ekstensifikasi Sawah 36

6 SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 49

(18)

DAFTAR TABEL

1. Jenis Data Sekunder 9

2. Matriks Strategi SWOT 13

3. Tujuan dan Metode Analisis Data 14

4. Nama Kabupaten/Kota, Ibu Kota, Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan

dan Desa/Kelurahan di WP Pesisir 16

5. Penduduk menurut Status Daerah dan Kepadatan per Kabupaten/Kota

di WP Pesisir 17

6. Luas Panen, Rataan Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di

WP Pesisir Tahun 2011 18

7. Luas Lahan Sawah Hasil Pemetaan per Kabupaten di WP Pesisir

Tahun 2011 18

8. Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Kalimantan Barat 19 9. Kelas Lereng Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat 21 10. PDRB Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir 22 11. Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir

Kalimantan Barat Tahun 2013 23

12. Status Kesesuaian Lahan Aktual untuk Padi Sawah di WP Pesisir 25 13. Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial 25 14. Nilai LQ Berdasarkan Luas Tanam Komoditas Tanaman Pangan Tahun

2011 di WP Pesisir 28

15. Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir 29 16. Hasil Analisis SSA Komoditas Tanaman Pangan di WP Pesisir 29 17. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kabupaten/Kota di WP Pesisir

Provinsi Kalimantan Barat untuk Pengembangan Padi Sawah 30 18. Variabel Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah

di WP Pesisir 31

19. Hasil Analisis Klaster Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah untuk

Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir 32

20. Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir Provinsi

Kalimantan Barat 33

21. Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster I 37 22. Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster II 38 23. Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster III 39

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram Kerangka Pemikiran 4

2. Proses Pembuatan Peta Areal Ekstentifikasi Sawah Tahun 2013 10 3. Pembagian Wilayah Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat 15 4. Rasio Jumlah Tenaga Kerja pada Subsektor Tanaman Pangan dan

Luas Panen di Provinsi Kalimantan Barat (2007 – 2011) 17 5. Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Basah 20 6. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir

(19)

7. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 24

8. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Lahan Sawah di WP Pesisir

Provinsi Kalimantan Barat 26

9. Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013 di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat 27

10. Peta Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah 35

DAFTAR LAMPIRAN

1. Proyeksi Kebutuhan Lahan Baku Sawah di WP Pesisir Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2012 - 2023 43

2. Kunci dan Simbol Interpretasi Citra yang Digunakan dalam Penelitian 46 3. Ciri-ciri Kawasan Pertanian Menurut Tahapan Perkembangannya 49 4. Data Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 50

5. Data Kelembagaan Petani di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 51 6. Keragaan Kelembagaan Penyuluh seKalimantan Barat Tahun 2011 52 7. Jumlah Alsintan Bantuan UPJA di Provinsi Kalimantan Barat 53 8. Luas Lahan Sawah Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 54 9. Luas Lahan Sawah Non Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat 2011 55 10. Output dari Metode K-Means Analisis Klaster untuk Kabupaten/Kota

di Provinsi Kalimantan Barat 56

11. Hasil Analisis Diskriminan 57

12. Nilai Rata-Rata Variabel Penciri 58

13. Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster I 59

14. Matriks SWOT Klaster I 60

15. Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster II 61

16. Matriks SWOT Klaster II 62

17. Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster III 63

(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam konsep pembangunannya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat membagi wilayahnya ke dalam empat Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi dan WP Antar Negara, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan Barat No. 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2007-2027. Pembagian wilayah tersebut memberikan arah dan acuan pengembangan wilayah bagi pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per tahun dan terjadi konversi sawah dengan laju 9,8% per tahun, maka produksi padi di WP Pesisir pada tahun 2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering giling (GKG) (Lampiran 1). Hal ini akan mengakibatkan defisit 9.922 ton GKG dari kebutuhan konsumsi penduduk WP Pesisir sebesar 470.100 ton GKG. Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka perannya sebagai pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada tahun 2016 sehingga akan mengganggu kondisi ketahanan pangan di Provinsi Kalimantan Barat.

Hasil analisis Tim Peneliti Pemetaan Sumberdaya Lahan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2007 menunjukkan bahwa luasan lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan lahan basah di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 1.090.514 ha. Namun, penggunaan lahan sawah eksisting pada tahun 2012 hanya 307.016 ha, terdiri atas sawah beririgasi seluas 103.255 ha dan sawah non irigasi seluas 203.761 (BPS Kalimantan Barat 2012). Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang untuk perluasan areal atau ekstensifikasi sawah di Kalimantan Barat.

Kontribusi sektor pertanian mencapai 25% dari total PDRB Provinsi Kalimantan Barat sebesar 60,48 trilyun rupiah (BPS Kalimantan Barat 2012). Kontribusi tertinggi berasal dari subsektor tanaman pangan, disusul perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Dengan menerapkan prinsip pembangunan yang terintegrasi, terpadu dan serasi untuk mendorong kemampuan kompetitif dan keunggulan komparatif, WP Pesisir sangat potensial untuk pengembangan padi sawah (Pemprov Kalimantan Barat 2008).

(21)

2

Perumusan Masalah

Total produksi padi sawah kabupaten/kota yang berada di WP Pesisir mencapai 867.464 ton atau 68% dari total produksi padi sawah Kalimantan Barat sebesar 1.284.464 ton pada tahun 2012. Fakta ini mengindikasikan bahwa produksi padi di WP Pesisir lebih tinggi daripada WP lainnya. Meskipun demikian, situasi ketahanan pangannya dalam beberapa tahun kedepan dapat terganggu akibat ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan beras sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan konversi sawah. Untuk itu perlu dilakukan ekstentifikasi sawah dan disusun road map perencanaan dan implementasinya berdasarkan pertimbangan ketersediaan dan kesesuaian sumberdaya lahan, kondisi sosial ekonomi serta aspek tata ruang wilayah.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian hendak dicarikan solusinya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sebaran spasial dan berapa luas sawah potensial yang dapat dikembangkan di WP Pesisir Kalimantan Barat?

2. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pengembangan pertanian padi sawah antar kabupaten/kota di WP Pesisir Kalimantan Barat?

3. Bagaimana tipologi tingkat perkembangan wilayah dalam kaitannya dengan ekstensifikasi sawah di Wilayah Pesisir Kalimantan Barat?

4. Apa arahan dan strategi untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat.

2. Mengetahui wilayah sentra produksi padi sawah berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di WP Pesisir Kalimantan Barat.

3. Mengetahui klaster dan tipologi tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat.

4. Merumuskan arahan dan strategi ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan rujukan untuk penyusunan usulan perencanaan pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

2. Sebagai bahan pendukung bagi Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan mengenai perencanaan ekstensifikasi sawah.

3. Sebagai bahan masukan untuk revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi terkait kawasan budidaya padi sawah.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

memenuhi definisi wilayah pesisir berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu yang mendefinisikan Wilayah Pesisir sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana 12 mil dari garis pantai ke arah laut untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan batas administrasi kabupaten/kota.

Kerangka Pemikiran

Ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat merupakan upaya memperkuat ketahanan pangan melalui pemenuhan kebutuhan padi di tingkat lokal dan regional. Untuk itu diperlukan analisis potensi wilayah yang mengacu pada aspek spasial, biofisik dan sosial ekonomi. Aspek spasial berhubungan dengan potensi sumberdaya lahan pertanian. Aspek biofisik berhubungan dengan tingkat kesesuaian lahan untuk padi sawah. Aspek ekonomi menyangkut aktivitas usaha pertanian padi sawah.

Identifikasi lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah dilakukan dengan metode SIG melalui overlay Peta Kesesuaian Lahan Aktual (Potensial dan Potensial Bersyarat) untuk padi sawah yang diperoleh dari RePPProt dan Peta Fungsi Kawasan dalam RTRW hingga dihasilkan Peta Potensi Lahan Pengembangan. Selanjutnya Peta Potensi Lahan Pengembangan dioverlaykan dengan Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hasil interpretasi Citra Landsat 8 sehingga diperoleh distribusi dan luasan spasial sawah eksisting dan lahan tersedia untuk ekstensifikasi sawah.

Berikutnya ditentukan keunggulan komparatif dan kompetitif pertanaman padi sawah antar wilayah. Untuk penentuan keunggulan komparatif digunakan pendekatan berbasis ekonomi menggunakan analisis Location Quotient (LQ) berdasarkan luas tanam padi sawah dengan wilayah administrasi kabupaten sebagai satuan analisis. Dengan analisis ini didapatkan kabupaten yang menjadi basis atau non basis produksi padi sawah. Bila nilai LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk pengembangan pertanian padi.

Identifikasi daya saing usahatani padi sawah terhadap komoditas tanaman pangan lainnya dianalisis menggunakan Differential Shift Component (DS) dalam Shift Share Analysis (SSA) untuk menilai pergeseran struktur atau kinerja aktivitas usahatani padi sawah di kabupaten tertentu di WP Pesisir dibandingkan dengan semua kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah agregat yang lebih luas. Hasil DS dalam SSA menjelaskan tingkat persaingan atau kompetisi (competitiveness) usahatani komoditas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan usahatani total komoditas dalam wilayah.

(23)

4

wilayah selanjutnya disintesis sebagai dasar penentuan arahan prioritas klaster wilayah untuk ekstentifikasi sawah.

Selanjutnya dilakukan analisis SWOT berdasarkan pendapat responden petani, pedagang dan Pemerintah daerah /instansi yang terkait sehingga dapat ditentukan prioritas strategi ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.

(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Wilayah Pesisir

Wilayah Pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan dimana proses kegiatan/aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan (Kay dan Alder 1999). Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/ 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan batas administrasi kabupaten/ kota.

Menurut Rustiadi et al. (2011), konsep klasifikasi wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah fungsional dan (3) wilayah perencanaan/ pengelolaan (planning region). Adapun untuk wilayah pesisir, penentuan batas fisik ruang wilayah dalam kaitannya dengan usaha pengelolaannya dilakukan secara berbeda pada berbagai negara dan bahkan tiap daerah di Indonesia juga berbeda, kecuali pada wilayah-wilayah pantai yang relatif masih “perawan”. Pada umumnya, wilayah pantai yang telah atau sedang berkembang dikembangkan menjadi suatu wilayah fungsional. Terkait hal itu, maka wilayah perencanaan dari wilayah pesisir dapat diambil secara kompromistis antara wilayah administratif dengan wilayah fungsional (Djunaedi dan Basuki 2002).

Perencanaan Pengembangan Wilayah

Kajian perencanaan pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat yang berorientasi pada kewilayahan, futuristik dan publik. Selain mengkaji seluruh aspek-aspek kewilayahan, baik interaksi maupun interelasinya, dengan sifat futuristiknya membuat prediksi dan peramalan yang dilakukan memiliki tujuan untuk kepentingan publik. Pilar-pilar yang menunjang perencanaan pengembangan wilayah meliputi: (1) inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan (institusional) dan (4) aspek lokasi/spasial (Rustiadi 2003).

Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan wilayah, sasaran yang harus mendapat perhatian lebih besar adalah wilayah perdesaan di mana mayoritas penduduk Indonesia tinggal dengan aktivitas utama di sektor pertanian. Pertanian memiliki peranan yang strategis bagi suatu negara yang secara umum kontribusinya dapat berupa: (1) penyedia bahan pangan, (2) penyedia lapangan kerja, (3) penyedia bahan baku bagi industri, (4) sumber devisa dan (5) penjaga kelestarian lingkungan (Subejo 2007).

(25)

6

ekonomi wilayah (strategic land use development planning) bagi pembangunan yang merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan, daya dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian keadaan/kondisi lahan, potensi dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu (Djakapermana 2010).

Perencanaan tata ruang strategis menyangkut pengembangan tata ruang wilayah utama yang mungkin timbul pada setiap skala, tetapi lebih detail dari wilayah dan skala nasional (Faludi 2001). Pada tingkat ini, perencanaan tata ruang strategis biasanya untuk sektor publik yang bertujuan mempengaruhi kegiatan distribusi spasial masa depan (Albrechts 2004). Perencanaan tata ruang yang dilakukan di wilayah kota dan kabupaten berkaitan dengan tema-tema seperti industri, transportasi, komunikasi, perencanaan penggunaan lahan serta kerjasama dalam produksi dan jasa. Hal ini selain untuk tujuan perencanaan juga berupaya untuk melibatkan pihak yang berwenang, swasta dan masyarakat dalam bentuk kemitraan dalam perencanaan dan pelaksanaan.

Ketersediaan dan Konsumsi Pangan

Ketahanan pangan adalah adanya keamanan pangan ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses sosial, ekonomi dan fisik yang cukup serta makanan yang aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan untuk hidup aktif dan sehat. Pilar dari ketahanan pangan adalah ketersediaan, akses, pemanfaatan dan stabilitas (FAO 1996).

Hubungan antara pertumbuhan penduduk, perubahan lahan pertanian dan degradasi lingkungan sangat kompleks. Tidak ada satu penjelasan yang sepenuhnya memuaskan. Oleh karena itu, tidak ada hipotesis tunggal yang mungkin cukup mengenai hal tersebut (Holden dan Sankhayan 1998). Ketersediaan dan konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan kualitas. Agar rumah tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus memiliki akses untuk memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun membeli dari pasar (Riyadi 2007).

(26)

Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia meningkat nyata yaitu dari 109 kg pada tahun 1970 menjadi 122 kg (1980), 149 kg (1990), 114 kg (2000) dan 135 kg (2007). Bahkan berdasarkan konsumsi energi yang sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional, konsumsi beras yang mencapai 140 kg/kapita/ tahun atau mendekati konsumsi beras nasional 139,15 kg/kapita/tahun adalah sangat besar jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia. Konsumsi beras di Jepang hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Malaysia hanya 80 kg/kapita/ tahun (Nurwadjedi 2011).

Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah

Berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi padi seperti pembangunan irigasi, subsidi benih, pupuk dan pestisida, kredit usahatani bersubsidi dan pembinaan kelembagaan usahatani telah ditempuh. Demikian juga dalam pemasaran hasil, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) atau Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) untuk melindungi petani dari jatuhnya harga di bawah biaya produksi. Sementara itu, kebijakan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat dan agar harga beras terjangkau oleh sebagian besar konsumen. Campur tangan yang sangat besar dan bersifat protektif telah membuahkan hasil yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Namun demikian, swasembada yang dicapai hanya sesaat. Secara umum, selama lebih dari tiga dekade terakhir produksi beras dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Indonesia hampir selalu defisit, sehingga masih tergantung pada impor (Sudaryanto et al. 2006).

Berdasarkan konteks kebijakan dan tantangan serta hambatan internal pembangunan agribisnis padi, maka reorientasi kebijakan pengembangan padi hendaknya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan petani padi, memantapkan ketahanan pangan nasional dan mendinamisasi perekonomian desa. Di dalam merumuskan instrumen kebijakan peningkatan produksi padi, disamping reorientasi arah dan tujuan tersebut, juga perlu dipertimbangkan konteks kebijakan pangan global dan kebijakan di negara kompetitor utama di kawasan Asia. Upaya mempertahankan eksistensi lahan sawah dan peningkatan pendapatan petani akan sangat ditentukan oleh keberhasilan program diversikasi usahatani. Kebijakan strategis dan langkah operasional yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan diversifikasi di lahan sawah adalah: 1) peningkatan ketersediaan dan akses teknologi; 2) pengembangan infrastruktur irigasi pompa, peningkatan produktivitas dan program stabilisasi harga untuk komoditas alternatif bernilai ekonomi dan risiko tinggi; 3) pemberdayaan kelembagaan kelompok tani dan membangun keterkaitan fungsional dan institusional dengan elemen agribisnis lainnya dalam rangka mendorong peningkatan produksi, pendapatan petani dan keberlanjutan diversifikasi usahatani (Sudaryanto dan Surastra 2006).

Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah

(27)

8

untuk hidup layak. Penurunan daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri (1989) dapat diatasi antara lain dengan cara: 1) konversi lahan yaitu mengubah jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi disesuaikan wilayahnya; 2) intensifikasi lahan yaitu menggunakan teknologi baru dalam usahatani dan 3) konservasi lahan yaitu usaha untuk mencegah kerusakan sumberdaya lahan. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan dan pola penyebaran penduduk yang kurang seimbang dengan jumlah dan pola penyebaran sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan (Soerjani et al. 1987).

Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, ditanami padi sawah tanpa memandang darimana diperolehnya status lahan tersebut. Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, lahan sawah dapat dibedakan menjadi: 1) lahan sawah irigasi dan 2) lahan sawah non irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri atas lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi setengah teknis, lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah irigasi desa/non irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan sawah lebak dan lahan sawah pasang surut. Lahan sawah non irigasi terdiri atas lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang surut, lahan sawah lebak dan sawah lainnya serta lahan sawah yang sementara tidak diusahakan (Departemen Pertanian 2007). Lahan sawah memiliki fungsi yang sangat luas yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja bidang pertanian, penyediaan sumber pendapatan bagi daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi serta sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai sarana pendidikan dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati (Irawan et al. 2002).

(28)

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah dengan lokasi penelitian mencakup Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir Provinsi Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota Singkawang) yang dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Mei - Oktober 2013. Kabupaten/kota tersebut terletak di bagian Barat pulau Kalimantan dengan koordinat 2o08’ LU - 3002’ LS dan 108o40’ BT - 111o20’ BT.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan panduan kuesioner terhadap 10 responden stakeholders yang dipilih secara purposive sampling, yaitu: petani padi sawah, pedagang beras, BAPPEDA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalbar, Balai Penyuluhan Pertanian, HKTI Provinsi, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalbar, Petugas Penyuluh Lapang, Gapoktan dan PNPM-Mandiri.

Data sekunder terdiri atas data statistik dan spasial. Data spasial yang digunakan adalah Citra Landsat 8, Peta Penutup/Penggunaan Lahan tahun 2011, Peta RePPProt, Peta RTRW, Peta Administrasi dan Peta Lahan Baku Sawah, sedangkan data statistik adalah kepadatan penduduk, jumlah tenaga kerja sub sektor tanaman pangan, luas areal tanam, PDRB per Kabupaten, luas panen dan produksi padi sawah dan produksi tanaman pangan lain. Peralatan yang digunakan adalah software ArcGIS, Erdas Imagine dan Statistica.

Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis Data Sekunder

Peta Kesesuaian Lahan 1:250.000 1987 Digital RePPProT Peta RBI (Jalan/Sungai) 1:500.000 2010 Digital Badan Informasi

Geospasial Peta RTRW Provinsi 1:250.000 2007 Digital Bappeda Kalbar

Peta Lahan Baku Sawah 1:25.000 2012 Digital Ditjen. PSP (Kementan)

Peta Administrasi 1:50.000 2012 Digital BPS Kalbar

Peta Tutupan Lahan 1:50.000 2011 Digital Ditjen. Planologi (Kemenhut) Jumlah Penduduk,

Produksi, Produktivitas, Luas Panen dan Luas Tanam, PDRB

-

2000-2012

(29)

10

Prosedur Analisis Data

Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial

Identifikasi dan analisis diawali dengan pembuatan peta baseline hasil union Peta Lahan Baku Sawah Tahun 2012 dan Peta Tutupan Lahan Tahun 2011 dilanjutkan dengan interpretasi citra Landsat 8 dengan metode on-screen digitation. Digitasi manual yang dilakukan adalah mengedit peta baseline yang disesuaikan dengan batas-batas kenampakan objek pada citra tahun 2013 menggunakan kunci interpretasi (Lampiran 2) hingga menjadi Peta Penutupan/ Penggunaan Lahan Tahun 2013. Selanjutnya, Peta Kesesuaian Lahan Basah dari RePPProT ditumpang-tindihkan (overlay) dengan peta RTRWP dan Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hingga dihasilkan Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013. Proses pembuatan peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Peta Kesesuaian

Peta Fungsi Kawasan (RTRW Provinsi)

Overlay Citra

Kab/Kota WP

Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk

Ekstensifikasi Sawah Th.2013

Peta Areal Tersedia untuk

Lahan Sawah

(30)

Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient)

Analisis LQ (Location Quotient) digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas pada suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Analisis ini dapat mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi: 1) kondisi geografis relatif sama; 2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Pada penelitian ini metode LQ digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif sektor dan subsektor. Adapun nilai LQ diketahui dengan rumus berikut (Hendayana 2003).

���� = ��� komoditas di WP Pesisir.

Perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria yaitu:

a. LQ>1; artinya komoditas menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif jika hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

b. LQ=1; komoditas tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif dan produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri. c. LQ<1; komoditas termasuk non basis dan tidak dapat memenuhi kebutuhan

sendiri sehingga perlu pasokan dari luar.

Analisis Keunggulan Kompetitif (Differential Shift dalam Shift Share Analysis)

Gambaran kinerja analisis ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis yaitu:

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen Share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen Proportional Shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen Differential Shift). Ukuran ini menjelaskan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketidak-unggulan) suatu sektor/ aktivitas di subwilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di subwilayah lain.

Persamaan analisis shift-share adalah sebagai berikut :

(31)

12

Keterangan: a: komponen regional share; b: komponen proportional shift;

c: komponen differential shift (DS); X..: total produksi semua komoditas di WP Pesisir; Xi: total produksi padi sawah di WP Pesisir; Xij: total produksi padi sawah di suatu kabupaten/kota; t1: titik tahun akhir (2011); to: titik tahun awal (2008). Nilai DS>0 dan SSA>1 menunjukkan suatu komoditas memiliki keunggulan kompetitif diantara komoditas lainnya.

Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah Analisis tipologi perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah dilakukan dengan metode Cluster Analysis. Dengan metode ini beberapa variabel yang dianalisis dikelompokkan sedemikian rupa sehingga variabel dalam satu kelompok memiliki karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan variabel dalam kelompok lain. Dalam penelitian ini, analisis klaster digunakan untuk mengelompokkan kabupaten/kota di WP Pesisir ke dalam tiga tipologi berdasarkan kemiripan variabel yang mencirikan karakteristik fisik wilayah dan aktivitas pertanian untuk ekstensifikasi sawah.

Tipologi tingkat perkembangan wilayah diadopsi dari Peraturan Menteri Pertanian No. 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian berdasarkan ciri kawasan pengembangan pertanian tanaman pangan (Lampiran 3) yang selanjutnya dideskripsikan untuk dijadikan variabel yang dianalisis. Wilayah penelitian dikelompokkan ke dalam tiga tipologi, yaitu wilayah berkembang, cukup berkembang dan kurang berkembang. Variabel yang digunakan meliputi: luas tanam padi sawah intensitas 1 kali pertanaman (ha) (X1); luas panen padi sawah per tahun (ha) (X2); produktivitas padi sawah (ton/ha) (X3); proporsi jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha) (X4), proporsi jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha) (X5), proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam (X6), jumlah penyuluh pertanian (X7), jumlah petani padi (X8) dan proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi (X9) berdasarkan data dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat agar memenuh derajat bebas yang dipersyaratkan (Lampiran 4, 5, 6, 7, 8 dan 9).

Sebelum dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dihitung jarak antara dua data atau gerombol data dengan ciri yang serupa menggunakan skala pengukuran yang sama. Jika skala pengukuran data tidak sama maka data perlu ditransformasikan atau distandarisasi ke dalam bentuk skor (Panudju dan Rustiadi 2012). Ukuran jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak eucledian. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak euclidean adalah bahwa antar variabel tidak terjadi multikolinearitas atau saling ortogonal.

(32)

(rataan tertinggi), cukup berkembang (rataan tertinggi kedua) dan kurang berkembang (rataan terendah).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan strategi atau kebijakan yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat). Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2009). Proses penyusunan strategi dengan metode SWOT dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap analisis masukan, tahap analisis pencocokan dan tahap analisis pengambilan keputusan. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada.

Data yang digunakan pada tahap analisis pertama adalah hasil wawancara dengan responden dengan panduan kuesioner. Kuesioner diserahkan secara langsung kepada responden. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data internal dan data eksternal. Data internal institusi meliputi data sumberdaya manusia, sumberdaya modal dan kegiatan operasional, sedangkan data eksternal institusi meliputi data kondisi sosial budaya masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi pasar, kebijakan pemerintah dan kompetitor. Data persepsi responden perihal strategi ekstensifikasi sawah yang diperoleh dari wawancara diberi nilai 5 (sangat penting), nilai 4 (penting), nilai 3 (cukup penting), nilai 2 (tidak penting) dan 1 (sangat tidak penting) dan disusun ke dalam bentuk matriks.

Tahap kedua dilakukan dengan menyusun 5 sampai 10 hasil inventarisasi faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dimasukkan dalam faktor internal dan eksternal yang selanjutnya dilakukan pencocokan menggunakan matriks SWOT. Dari hasil analisis pencocokan faktor internal dan eksternal diperoleh empat tipe strategi (Tabel 2).

Tabel 2 Matriks Strategi SWOT

Internal Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Ancaman (Threat)

Strategi ST Ciptakan strategi

yangmenggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2009)

(33)

14

Tabel 3 Tujuan dan Metode Analisis Data

No. Tujuan Analisis Metode Analisis Jenis Data yang Dianalisis Output

1 Mengidentifikasi sebaran dan luas penutupan/penggunaan lahan saat ini

Interpretasi citra (on screen digitation)

Citra Landsat 8

(akuisisi bulan Juni 2013)

Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013

2 Mengidentifikasi sebaran dan luas lahan yang sesuai untuk sawah

Overlay dan query spasial

Peta Administrasi, Peta Kesesuaian Lahan Basah RePPProt

Peta Kesesuaian Lahan Aktual Padi Sawah

3 Mengidentifikasi sebaran dan luas lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah

Overlay dan query spasial

Peta Penutupan/Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan Basah RePPProt, Peta RTRW Provinsi

Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013

4 Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif

Location Quotient (LQ)

Data luas areal tanam tanaman pangan tahun 2012

Kesimpulan keunggulan komparatif

5 Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan kompetitif

Shift Share Analysis (SSA)

Data produksi tanaman pangan tahun 2007 dan tahun 2011

Kesimpulan keunggulan kompetitif

6 Mengetahui klaster dan tipologi tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah berbasis aktivitas pertanian padi sawah.

Cluster Analysis (CA) dan Discriminant Analysis(DA)

Luas panen padi, indeks pertanaman padi, jumlah penyuluh, jumlah kios saprotan, luas sawah, jumlah alsintan, jumlah kelompok tani

Kesimpulan klaster tipologi wilayah

7 Merumuskan prioritas arahan ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat

Sintesis Deskriptif Hasil identifikasi lahan potensial serta hasil analisis LQ, SSA, CA dan DA

Prioritas arahan ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat

8 Merumuskan prioritas strategi ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat

SWOT Hasil wawancara dengan responden Prioritas strategi ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat

(34)

4

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Administrasi Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi daerah otonom tingkat provinsi sejak tahun 1957 telah mengalami pemekaran wilayah kabupaten/kota secara bertahap, dan pada saat ini telah terbagi menjadi 14 (empat belas) kabupaten/kota. Luas wilayah 146.807 km2 terletak di bagian Barat pulau Kalimantan, yakni di antara garis 2o08’ LU - 3o05’ LS serta di antara 108o00’ - 114o08’ BT seperti yang disajikan pada Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 3). Dari posisi geografis ini, wilayah Kalimantan Barat dilalui oleh garis Khatulistiwa yang tepat di atas Kota Pontianak. Secara lengkap batas wilayah provinsi adalah:

- Utara : Sarawak (Malaysia)

- Selatan : Laut Jawa dan Kalimantan Tengah - Timur : Kalimantan Timur

- Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Dalam konsep pembangunannya, Kalimantan Barat dibagi kedalam empat Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi dan WP Antar Negara, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2007-2027.

(35)

16

- WP Tengah terdiri atas tiga kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Sekadau dan Landak.

- WP Pesisir terdiri atas delapan kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Sambas, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang.

- WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kapuas Hulu, Melawi dan Ketapang.

- WP Antar Negara mencukup lima kabupaten yang meliputi Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Sanggau, Bengkayang dan Sambas.

Adapun administrasi untuk WP Pesisir adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Nama Kabupaten/Kota, Ibu Kota, Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di WP Pesisir

Kabupaten/Kota Ibukota Kabupaten

Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Kecamatan

Jumlah Desa/ Kelurahan

Sambas Sambas 6.395 19 184

Bengkayang Bengkayang 5.397 17 124

Pontianak Mempawah 1.277 9 67

Ketapang Ketapang 31.241 20 249

Kayong Utara Sukadana 4.568 5 43

Kubu Raya Sungai

Raya 6.985 9 106

Kota Singkawang Singkawang 504 5 26

WP Pesisir 56.367 84 799

Kalimantan Barat 146.807 175 1.894

Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)

Kondisi Demografis dan Kepadatan Agraris

(36)

Tabel 5 Penduduk menurut Status Daerah dan Kepadatan per Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat 1.354.450 3.122.898 4.477.384 146.807 30 Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)

Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan Provinsi Kalimantan Barat adalah 323.386 orang (Kementerian Pertanian 2012a) yang kecenderungannya menurun (-7,21%) sejak tahun 2007 hingga 2011 (Gambar 4). Apabila dibandingkan dengan luas lahan baku potensial untuk tanaman pangan seluas 2.580.153 ha (berdasarkan data dari Hikmatullah et al. 2007), berarti kepadatan agrarisnya adalah 7,97 atau 8 tenaga kerja per hektar lahan. Tetapi apabila kepadatan agraris berdasarkan luas panen, maka nilainya adalah 1,11 atau 1 tenaga kerja per hektar, dan bila diasumsikan panen 2 kali setahun berarti 2 tenaga kerja per hektar lahannya.

Gambar 4 Rasio Jumlah Tenaga Kerja pada Subsektor Tanaman Pangan dan Luas Panen di Provinsi Kalimantan Barat (2007 – 2011)

Kondisi Pertanian Padi Sawah

Provinsi Kalimantan Barat secara umum memiliki potensi yang besar dan variatif di sektor pertanian karena didukung oleh kondisi agroekosistem yang sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman

0

2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Tenaga Kerja

(37)

18

pangan, ternak, ikan dan hutan). Kalimantan Barat adalah produsen 40 komoditas agribisnis terbesar di Indonesia. Komoditas padi memberikan kontribusi sebesar 17% terhadap produksi padi nasional. Penggunaan lahan untuk pertanian baru mencapai 13,8%.

Variasi luas panen dan tingkat produktivitas antar kabupaten/kota yang cukup tinggi membuat beberapa kabupaten/kota mendominasi produksi padi. Pertanian padi pada tahun 2011 didominasi produksi dari Kabupaten Sambas, Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Bengkayang yang mencapai 61% dari total produksi provinsi sebesar 1.372.989 ton. Produktivitas padi pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 3,14 ton/ha menjadi 3,09 ton/ha (BPS Kalimantan Barat 2012). Luas panen, rataan produktivitas dan produksi padi sawah di WP Pesisir disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Luas Panen, Rataan Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di WP

Pesisir Tahun 2011

Kabupaten/Kota Luas Panen (ha)

Produktivitas

(ton/ha) Produksi (ton)

Sambas 86.714 3,45 298.989

Bengkayang 25.369 3,91 99.218

Pontianak 23.056 3,69 85.191

Ketapang 20.481 3,29 67.425

Kayong Utara 23.779 3,28 78.067

Kubu Raya 61.960 3,48 215.805

Singkawang 6.585 3,46 22.770

WP Pesisir 247.943 3,51 867.464

Kalimantan Barat 367.054 3,45 1.284.834

Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)

Secara rata-rata time series (rentang waktu tahun 2000-2010), produktivitas padi Provinsi Kalimantan Barat adalah 3,11 ton/ha, dengan luas panen 428.461 ha dan luas baku 423.110 ha pada tahun 2010 (Dinas Pertanian TPH Kalimantan Barat 2012). Luas lahan sawah hasil pemetaan per kabupaten tahun 2011 di WP Pesisir disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas Lahan Sawah Hasil Pemetaan per Kabupaten di WP Pesisir Tahun 2011

Kabupaten/Kota Luas Lahan (ha)

Sambas 56.006

Bengkayang 14.023

Kota Singkawang 4.306

Pontianak 13.342

Ketapang 27.150

Kayong Utara 16.001

Kubu Raya 52.137

(38)

Sumber: Pusdatin Kementan Tahun 2012 (data diolah)

Secara umum pengembangan padi sawah yang dilakukan saat ini masih belum optimal/intensif, karena sebagian masih menggunakan varietas lokal, pengolahan tanah kurang intensif, pemupukan hanya sekali-sekali (karena pupuk sulit didapat dan mahal) dan belum sepenuhnya 2 kali tanam dalam setahun. Intensifikasi dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul, pengolahan tanah intensif, pengendalian hama, pemupukan yang berimbang, perbaikan tata air, perbaikan pasca panen dan peningkatan indeks pertanaman padi.

Berdasarkan hasil analisis data potensi sumberdaya lahan (Hikmatullah et al. 2008), Provinsi Kalimantan Barat dapat dikelompokkan menjadi empat kawasan potensi pengembangan pertanian (Tabel 8). Potensi pengembangan komoditas pertanian ditentukan antara lain oleh tingkat kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini (existing landuse) dan status kawasan hutan.

Tabel 8 Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Kalimantan Barat

Potensi Pengembangan Luas (ha) Persentase Potensi pengembangan tanaman pangan lahan basah

Intensifikasi tan. pangan lahan basah (padi sawah) 221.381 1,51 Ekstensifikasi tan. pangan lahan basah (padi sawah) 869.133 5,93 Potensi pengembangan tanaman pangan lahan kering

Intensifikasi tan. pangan lahan kering (padi gogo, jagung)

173.581 1,19 Ekstensifikasi tan. pangan lahan kering (padi gogo,

jagung)

1.316.058 8,99 Potensi pengembangan tanaman perkebunan

Intensifikasi kebun campuran/kelapa 19.809 0,14

Intensifikasi perkebunan karet 570.266 3,89

Intensifikasi perkebunan kelapa sawit 146.181 1,00 Ekstensifikasi tan. perkebunan (karet, sawit, kelapa,

lada, kopi) di kebun inti

3.098.269 21,16 Ekstensifikasi tan. perkebunan (karet, sawit, kelapa,

lada, kopi) di kebun plasma

1.300.374 8,88 Pengembangan perikanan air payau/tambak

Intensifikasi perikanan air payau (bandeng, udang) 7.394 0,05 Ekstensifikasi tambak (udang, bandeng) 25.437 0,17 Lain-lain (non pertanian)

Pengembangan tanaman hutan (akasia, eucalyptus, gmelina, dan lain-lain)

262.207 1,79

Hutan produksi 1.173.821 8,02

Kawasan lindung 5.252.186 35,86

Pemukiman, badan air, danau, dan lain-lain 208.767 1,43

Jumlah 14.644.864 100

Sumber: Hikmatullah et a.l (2008).

(39)

20

aluvial dan fluvio-marin pada grup Endoaquepts, Humaquepts, Fluvaquents, Endoaquents dan Haplosaprists.

Gambar 5 Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Basah

Program ekstensifikasi diarahkan pada lahan-lahan yang sesuai untuk padi sawah dan tambak. Kondisi lahan saat ini umumnya berupa semak belukar dan hutan lahan basah. Pada lahan basah juga dapat dikembangkan tanaman hortikultura, seperti buah-buahan (jeruk, nenas dan lain-lain) dan sayuran (cesin, kacang panjang, cabe, terong, tomat, bayam dan lain-lain) dengan penerapan teknologi pengelolaan air, seperti sistem surjan (saluran drainase dan guludan). Melalui pengembangan tanaman hortikultura pada lahan basah (grup Endoaquepts, Humaquepts dan Fluvaquents) diharapkan kebutuhan akan sayuran dan buah-buahan di wilayah ini dapat dipenuhi sendiri dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat/petani (Hikmatullah et al. 2008).

Kondisi Geofisik

Kondisi iklim di Kalimantan Barat yang dipengaruhi oleh suhu udara di kawasan laut Natuna dan kondisi hutan yang masih relatif lebat menyebabkan suhu udara maupun kelembaban udara di wilayah pesisir pantai cenderung lebih panas dibandingkan dengan wilayah pedalaman. Kabupaten/kota di WP Pesisir memiliki curah hujan 2000-4100 mm per tahun, 4-12 bulan basah dengan rata-rata curah hujan bulanan >200 mm. Kelembaban nisbi rata-rata tahunan di wilayah Kalimantan Barat beragam dari 83,3 sampai 89,8%. Kecepatan angin rata-rata tahunan berkisar antara 0,18 m/dt sampai 2,30 m/dt (Sardana et al. 2011).

Provinsi Kalimantan Barat memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan persentase luasan areal sekitar 17,28% dari areal Provinsi Kalimantan Barat seluas 14,7 juta hektar. Hamparan tanah ini sebagian besar berbukit dan bergunung yang berada di pegunungan patahan yang tersebar luas di Pegunungan Kapuas Hulu dan Pegunungan Muller di Kabupaten Kapuas Hulu. Daerah pesisir, sebagian besar memiliki jenis tanah OGH (Organosol Gley Humus) dan Aluvial yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Ketapang dan Sambas (BPS 2012).

Daratan Kalimantan Barat secara umum merupakan dataran rendah yang dikelilingi ratusan sungai yang terhampar sepanjang Lembah Kapuas serta Laut Natuna/Selat Karimata dan perbukitan Muller - Schwarner yang membelah

1%

6%

93%

(40)

Provinsi Kalimantan Barat - Kalimantan Tengah. Menurut Sardana et al. (2011), secara umum provinsi ini dibagi kedalam 3 bagian kenampakan utama fisiografi, sebagai berikut:

• Bagian Utara-Timur merupakan daerah pinggiran yang mempunyai kenampakan topografi relatif lebih tinggi dari bagian yang lain dan berupa perbukitan serta jalur pegunungan dengan tipe batuan sedimen. Daerah ini masih dominan tertutup hutan.

• Bagian Tengah-Barat mempunyai topografi berupa dataran rendah yang luas dan merupakan daerah yang sudah terbuka (bukan hutan) dengan batuan metamorf (batu malihan), juga terdapat perbukitan rendah dengan topografi berombak serta pegunungan yang masih tertutup hutan.

• Bagian Barat-Selatan dominan mempunyai kenampakan topografi berupa dataran aluvial yang relatif muda yang ditandai juga kenampakan rawa-rawa dengan pertanian campuran dan hutan dataran rendah sebagai penutup lahannya.

Kelas lereng kabupaten/kota WP Pesisir Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kelas Lereng Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat Kabupaten/Kota Luas Kelas Lereng (ha)

<2% 2-15% 15-40% >40%

Sambas 307.800 124.442 160.396 46.832

Bengkayang 321.785 102.503 40.749 74.693

Pontianak 91.811 17.058 11.483 7.338

Ketapang 1.342.977 751.729 355.378 673.990 Kayong Utara 274.386 130.474 11.516 40.450

Kubu Raya 686.434 11.701 385 0

Singkawang 8.000 4.800 33.190 4.410

Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah) Kondisi Pendapatan Regional

Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah tersebut untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Nilai PDRB Kabupaten/Kota WP Pesisir disajikan pada Tabel 10.

(41)

22

Tabel 10 PDRB Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011

Sambas 4.673.551 5.251.569 5.904.021 6.646.942 Bengkayang 1.925.131 2.146.184 2.356.205 2.642.560 Singkawang 2.012.951 2.225.776 2.519.158 2.835.254 Pontianak 1.883.099 2.028.578 2.219.504 2.463.128 Ketapang 4.868.436 5.126.915 5.911.730 6.785.902 Kayong Utara 755.930 834.352 946.723 1.068.111 Kubu Raya 6.892.797 7.614.573 8.800.532 9.978.601 Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan PDRB setiap tahunnya pada masing-masing kabupaten/kota. PDRB tertinggi adalah Kabupaten Kubu Raya yang mencapai Rp.9,98 trilyun atau kontribusinya terhadap perekonomian Kalimantan Barat sebesar 15,37% dari Rp. 66,78 triliun.

Gambar 6 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir Tahun 2012

2008 2009 2010 2011

(42)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2013

Interpretasi citra Landsat 8 menghasilkan data dan peta penutupan/ penggunaan lahan eksisting di WP Pesisir tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 7.

Tabel 11 Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat Tahun 2013

No. Penutupan/Penggunaan Lahan Luas ha %

1 Hutan Lahan Kering Primer 363.690 6

2 Hutan Lahan Kering Sekunder 640.620 11

3 Hutan Mangrove Sekunder 116.980 2

4 Hutan Rawa Sekunder 829.830 15

5 Belukar Rawa 582.700 10

6 Semak Belukar 308.590 5

7 Perkebunan 950.030 17

8 Perkebunan Campuran 1.143.710 20

9 Sawah 189.420 3

10 Ladang/Tegalan 243.660 4

11 Pemukiman 16.910 0

12 Pertambangan 19.350 0

13 Rawa Genangan 184.940 3

14 Tambak 9.550 0

15 Tanah Terbuka 30.460 1

Jumlah 5.630.440 100

Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660 ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.

(43)

24

(44)

Hasil Identifikasi Lahan Tersedia untuk Ekstentifikasi Sawah

Berdasarkan peta kesesuaian lahan basah yang merupakan hasil proyek RePPProT diketahui bahwa lahan di tujuh Kabupaten/Kota WP Pesisir yang memenuhi kriteria lahan Sesuai (S) seluas 1.029.930 ha (18%), Sesuai Bersyarat ($) seluas 614.960 ha (11%) dan Tidak Sesuai (N) seluas 4.019.690 ha (71%) untuk ekstensifikasi sawah sebagaimana disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 8. Lahan Sesuai (S) umumnya berada pada dataran rendah (lereng 2 – 15%) dengan jenis tanah alluvial, sedangkan yang Tidak Sesuai lebih banyak berada di dataran agak tinggi dan rawa gambut. Lahan Sesuai Bersyarat tersebar diantaranya.

Tabel 12 Status Kesesuaian Lahan Aktual untuk Padi Sawah di WP Pesisir

Kabupaten /Kota

Sesuai (S) Sesuai Bersyarat ($) Tidak Sesuai (N)

Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

Bengkayang 73.090 7 219.590 36 267.230 7

Kayong Utara 60.070 6 - - 400.680 10

Ketapang 344.660 33 - - 2.619.170 65

Kubu Raya 197.840 19 294.270 48 365.710 9

Pontianak 107.980 10 5.420 1 86.340 2

Sambas 213.200 21 95.680 16 268.630 7

Singkawang 33.090 3 - - 11.930 0

Jumlah 1.029.930 100 614.960 100 4.019.690 100

Hasil tumpang tindih antara peta kesesuaian lahan, peta fungsi kawasan (RTRW Provinsi) serta Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 menghasilkan Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013 (Gambar 9). Rekapitulasi sawah eksisting dan lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah (Tabel 13) menunjukkan bahwa saat ini tersedia 411.960 ha lahan yang dapat dikembangkan menjadi sawah, yang sebagian besar (>50%) berada di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang. Lahan pengembangan ini terdiri atas tipe penutupan/penggunaan ladang/tegalan, semak belukar, belukar rawa dan perkebunan campuran.

Tabel 13 Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial

Kabupaten/Kota

Bengkayang 14.290 49.760 117.490 378.390 559.920

Kayong Utara 18.720 21.880 - 420.140 460.750

Ketapang 28.210 109.420 - 2.826.190 2.963.820

Kubu Raya 51.160 57.670 77.940 671.050 857.820

Pontianak 16.240 36.150 1.440 145.900 199.740

Sambas 57.010 116.720 33.690 370.090 577.510

Singkawang 3.790 20.350 - 20.880 45.020

Jumlah 189.420 411.950 230.560 4.832.640 5.664.580

(45)

26

(46)
(47)

28

Lahan berstatus Potensial Bersyarat meliputi area seluas 230.560 ha yang tersebar di Kabupaten Bengkayang dan Sambas dalam bentuk kebun campuran, masing-masing seluas 117.490 ha dan 33.690 ha serta di Kabupaten Kubu Raya dalam bentuk rawa gambut seluas 77.940 ha. Secara umum, kendala utama budidaya padi sawah di ketiga kabupaten tersebut adalah kurangnya ketersediaan pengairan untuk lahan sawah. Berdasarkan data BPS tahun 2012, luas sawah beririgasi yaitu 855 ha di Kabupaten Sambas, 2.810 ha di Kabupaten Bengkayang dan 6.494 ha di Kabupaten Kubu Raya. Oleh karena itu, komoditas yang diusahakan pada daerah tersebut merupakan padi ladang atau sawah tadah hujan yang penggunaan lahannya cenderung relatif cepat dikonversi untuk penggunaan lain. Seluas 2.826.190 ha lahan yang tidak potensial untuk ekstensifikasi sawah berada di Kabupaten Ketapang yang umumnya adalah hutan lindung, cagar alam, perkebunan sawit maupun rawa gambut, sedangkan di kabupaten/kota lainnya sebagian besar adalah hutan produksi, perkebunan, rawa gambut fibrik pada hutan rawa sekunder serta daerah pasang surut dengan salinitas yang cukup tinggi.

Keunggulan Komparatif Wilayah

Hasil analisis LQ berdasarkan luas tanam menunjukkan bahwa komoditas padi sawah memiliki sebaran paling luas dibandingkan komoditas tanaman pangan lain dan secara merata diusahakan petani di seluruh kabupaten/kota. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat di WP Pesisir. Hasil analisis LQ untuk 7 Kabupaten/Kota di WP Pesisir Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 14.

Pada Tabel 14 terlihat bahwa kisaran nilai LQ padi sawah pada 7 kabupaten/ kota adalah 0,50 – 1,24. Terdapat 5 kabupaten/kota yang mempunyai LQ>1. Artinya wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk budidaya padi sawah. Hanya 2 kabupaten dengan nilai LQ<1.

Tabel 14 Nilai LQ Berdasarkan Luas Tanam Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2011 di WP Pesisir

Kabupaten/Kota Padi

Sambas 1,23 0,16 0,02 2,06 0,08 3,25 0,34 0,50

Bengkayang 0,50 2,71 3,12 0,44 2,78 0,03 1,42 0,74

Pontianak 1,21 0,16 0,24 0,90 0,59 0,19 1,21 2,25

Ketapang 0,92 3,07 0,13 0,08 1,88 0,07 2,43 2,42

Singkawang 1,17 - 0,62 0,08 - - 0,29 4,40

Kayong Utara 1,24 0,13 0,03 0,06 0,30 0,01 1,96 0,75

Kubu Raya 1,14 0,11 0,78 0,27 0,36 0,19 0,56 0,78

(48)

lebih didominasi oleh jagung yang memiliki nilai LQ tertinggi yaitu 3,12 mengingat aspek agribisnisnya untuk pakan ternak ayam di Kota Singkawang.

Keunggulan Kompetitif Wilayah

Hasil perhitungan Differential Shift terhadap produksi komoditas tanaman pangan masing-masing kabupaten/kota di WP Pesisir dari tahun 2007 hingga tahun 2011 disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir

Kabupaten/Kota

Sambas 0.04 -0.53 0.62 -0.003 0.34 1.85 0.69 -0.05

Bengkayang 0.23 0.47 -0.03 -0.01 0.26 -3.38 0.37 0.53

Pontianak -0.08 0.69 -0.20 2.64 1.82 -3.39 -0.37 5.61

Ketapang -0.14 -0.27 0.29 0.53 0.41 -2.91 0.46 0.46

Singkawang -0.06 -0.76 0.04 -0.538 - - -0.49 -0.45

Kayong Utara -0.19 -0.41 2.24 0.162 -0.297 0.285 1.10 0.47

Kubu Raya 0.01 -0.47 0.24 -0.206 -0.342 -0.048 -0.31 -0.52

Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial (Saptana 2008). Berdasarkan hasil perhitungan komponen DS (Tabel 15) pada tahun 2007 dan 2011 pada masing-masing kabupaten/kota menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif komoditas tanaman padi sawah ditempati oleh Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang karena mempunyai nilai DS>0, sedangkan kabupaten lainnya tidak dapat bersaing secara kompetitif karena nilai DS≤0. Demikian juga nilai SSA untuk padi sawah yang lebih dari nol hanya ditempati ketiga kabupaten tersebut yang mencerminkan pertumbuhan produksi padi selama periode tahun 2007–2011 (Tabel 16). Kabupaten lain yang tidak memiliki nilai DS>0 sejalan dengan nilai SSA yang juga negatif, yang artinya terjadi penurunan produksi padi sawah pada wilayah tersebut. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa budidaya padi sawah kurang berkontribusi atas pendapatan daerahnya.

Tabel 16 Hasil Analisis SSA Komoditas Tanaman Pangan di WP Pesisir

Kabupaten/Kota Padi

Sambas 0,08 -0,77 0,44 0,47 0,22 5,09 0,40 -0,24

Bengkayang 0,27 0,22 -0,21 0,46 0,14 -0,13 0,08 0,34

Pontianak -0,04 0,45 -0,37 3,11 1,70 -0,14 -0,66 5,42

Ketapang -0,10 -0,51 0,12 1,00 0,29 0,33 0,17 0,27

Singkawang -0,02 -1,00 -0,14 - - - -0,77 -0,64

Kayong Utara -0,15 -0,65 2,06 - - - 0,81 0,28

Gambar

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran
Tabel 1  Jenis Data Sekunder
Gambar 2  Proses Pembuatan Peta Areal Ekstentifikasi Sawah Tahun 2013
Tabel 3  Tujuan dan Metode Analisis Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi berpengaruh terhadap Kinerja pegawai pada bagian Tata Usaha. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Pemahaman merupakan proses pengetahuan yang dimiliki atau pada.. diri

Ekstrak etanol 70% daun kelor ( Moringa oleifera Lam.) dengan dosis 300 dan 600 mg/KgBB mempunyai aktivitas yang sama dalam menurunkan kadar trigliserida darah

Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan jenis pendekatan kuantitatif, Pengujian kekuatan tarik menggunakan 2 posisi pengelasan Flat (1G) dan

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2012 Dinas Bina Marga

Jln. Penyebab utama adalah kandungan sedimen dan sedimentasi sungai yang bermuara di Laguna Segara Anakan. Tujuan kajian adalah memperoleh formulasi pendekatan dan startegi, jenis

Penerapan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk peramalan permintaan minuman kesehatan instan jahe DIA dengan menggunakan model jaringan Backpropagation ,

[r]