• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian tanpa beban dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu didalam alat pengering ERK. Pengujian ini dilakukan dua kali percobaan selama 24 jam, dengan pengambilan data setiap 30 menit. Data yang diambil yaitu sebaran suhu pada setiap rak di ruang pengering, RH lingkungan, ruang pengering dan outlet, kecepatan angin lingkungan dan outlet, iradiasi surya, dan jumlah bahan bakar ……… (28) ………...……… (29)

………...……… (32) ………...……… (30)

20

yang digunakan. Titik-titik pengukuran di dalam ruang pengering diletakkan di rak atas, rak tengah dan rak bawah pada kedua bagian ruang pengering, yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat pengering ERK ini memanfaatkan energi surya pada siang hari, dan sedikit penambahan bahan bakar (kayu bakar) untuk mencapai suhu pengeringan yaitu 40 oC sampai 60 oC. Sedangkan pada malam hari, alat ini menggunakan kayu bakar.

Sebaran suhu pada rak secara keseluruhan pada percobaan I, yaitu suhu rata-rata rak 44.5 oC, dengan suhu maksimum 69 oC, dan suhu minimum 29.2 oC, serta RH ruang pengering 78.75 %. Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran suhu pada ruang pengering P1

Dari Gambar 7 pada malam hari, suhu rak bawah lebih rendah dibandingkan rak atas dan rak tengah. Padahal malam hari menggunakan kayu bakar untuk meningkatkan suhu ruang pengering. Hanya saja, panas dari tungku yang mengalir melalui HE, langsung bergerak ke atas dan tidak menyebar pada bagian bawah. Penggunaan kipas pada inlet juga tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan panas. Nilai keragaman suhu pada malam hari 5.48 oC. Suhu ruang pengering bisa seragam dengan menggunakan kipas, sehingga dibutuhkan penentuan posisi kipas dengan tepat.

Pada siang hari, suhu rak cenderung seragam dengan nilai keragamannya 2.36 oC. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan dari energi surya dan penambahan kayu bakar, kondisi cuaca saat percobaan mendung, sehingga suhu pada ruang pengering terutama rak atas tidak terlalu tinggi. Selain itu penambahan kayu bakar, meningkatkan suhu pada rak, sehingga suhunya seragam. Nilai radiasi surya maksimum yaitu 623.2 W/m2 pada pukul 11.30, dengan suhu lingkungan 46 o

C.

Pada percobaan dua, sebaran suhu pada rak secara keseluruhan, yaitu suhu rata-rata rak 44.11 oC, dengan suhu maksimum 71.2 oC, suhu minimum 31.6 oC, dan RH ruang pengering 65.68 %. Nilai keragaman suhu pada siang hari 2.66 oC

21 dan pada malam hari 0.97 oC . Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sebaran suhu pada ruang pengering P2

Sebaran suhu pada siang hari tidak merata. Sebaran suhu pada rak atas tinggi, sedangkan rak bawah dan tengah lebih merata. Hal ini disebabkan radiasi matahari yang tinggi pada jam 12.00 yaitu 797.1 W/m2, sehingga suhu rak atas 71.1 oC dan suhu lingkungan 44 oC. Sedangkan pada malam hari, sebaran suhu cenderung lebih rata, meskipun suhu rak atas masih lebih tinggi dibandingkan suhu rak tengah dan bawah. Hal ini disebabkan, panas yang dihasilkan dari tungku bahan bakar, tidak menyebar sempurna.

Sebaran suhu diruang pengering pada siang hari dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya dan suhu lingkungan. Makin tinggi radiasi surya yang diterima, menyebabkan suhu lingkungan tinggi sehingga suhu udara ruang pengering tinggi, terutama suhu dirak atas. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai rata-rata suhu ruang pengering , lingkungan, RH, kecepatan angin, penggunaan kayu bakar dan nilai radiasi selama percobaan tanpa beban.

Dari Tabel 4 dapat dilihat, penggunaan kayu bakar pada P2 lebih sedikit dibandingkan pada P1. Hal ini disebabkan suhu pada ruang pengering P2 pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sehingga penggunaan kayu bakar di siang hari lebih sedikit. Dan juga, rata-rata penerimaan radiasi matahari pada P2 lebih tinggi, karena pada saat pengambilan data lebih cerah sedangkan pada saat pengambilan data P1, cuaca mendung, matahari yang tertutup awan dan gerimis. Sebaran suhu pada ruang pengering dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk P1 dan Lampiran 3 untuk P2

22

Tabel 4 Nilai rata-rata suhu, RH, kecepatan angin, iradiasi surya dan biomassa Keterangan Satuan Nilai rata-rata

P1 P2

Suhu ruang pengering oC 44.5 44.11

RH Ruang Pengering % 78.75 65.08

Suhu Lingkungan oC 30.32 29.91

RH lingkungan % 97.08 83.6

Kecepatan angin lingkungan m/s 0.31 0.21

Suhu outlet oC 36.77 37.02

RH outlet % 85.36 65.68

Kecepatan angin outlet m/s 0.05 0.04

Radiasi surya W/m2 273.84 422.71

Penggunaan kayu bakar kg 62.86 43.7

Masukan kayu bakar rata-rata kg/jam 2.62 1.82

Pengujian dengan Bahan Temulawak Suhu ruang pengering dan sebarannya

Pengujian alat pengering ERK menggunakan temulawak dilakukan dua kali percobaan, yaitu beban setengah penuh (P3) pada ruang 2 dan beban penuh (P4). Pada P3, suhu ruang pengering berkisar antara 32.2 oC sampai 65.5 oC, dengan rata-rata suhu ruang pengering 45.47 oC dan RH ruang pengering 61.99 %. Pada percobaan kedua, suhu ruang pengering berkisar antar 30.3 oC sampai dengan 66.4 oC dengan suhu rata-rata 41.77 oC dan RH ruangan 60.86 %. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 9 untuk P3 dan Gambar 10 untuk P4.

23

Gambar 10 Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P4)

Dari Gambar 9 dan 10, dapat dilihat bahwa suhu ruang pengering pada siang hari lebih berfluktuasi dibandingkan pada malam hari. Suhu pada siang hari dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu lingkungan, terlihat dari sebaran suhu pada rak mengikuti pola suhu lingkungan. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk P3 dan Lampiran 5 untuk P4. Profil sebaran suhu, RH, dan kecepatan angin rata-rata disetiap rak, lingkungan dan outlet dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Profil sebaran suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan dan outlet

Keterangan Satuan Nilai rata-rata

P3 P4 Rak Atas 1 oC 51.06 46.71 Rak Tengah 1 oC 44.9 37.78 Rak Bawah 1 oC 41.54 34.88 Rak Atas 2 oC 51.22 47.78 Rak Tengah 2 oC 44.73 40.3 Rak Bawah 2 oC 30.06 39.35 RH Ruang Pengering % 61.99 60.86 Lingkungan oC 30.06 27.97 RH lingkungan % 74.45 80.54

Kecepatan angin lingkungan m/s 0.27 0.145

Suhu outlet oC 37.08 33.26

RH outlet % 82.79 83.59 Kecepatan angin outlet m/s 0.027 0.02

24

Dari sebaran suhu pada ruang pengering, pada P3 didapatkan keragaman suhu pada siang hari 5.61 oC dan pada malam hari 4.17 oC. Pada P4 didapatkan keragaman suhu pada siang hari siang hari 6.63 oC dan pada malam hari 4.41 oC. Keragaman suhu yang besar pada siang hari dibandingkan malam hari, disebabkan pada siang hari suhu ruang pengering dipengaruhi oleh iradiasi matahari dan bahan bakar, sedangkan pada malam hari suhu ruang pengering hanya dipengaruhi oleh bahan bakar.

Penerimaan radiasi surya mempengaruhi suhu lingkungan dan suhu ruang pengering. Semakin tinggi nilai radiasi surya, semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin tinggi suhu ruang pengering. Dari grafik bisa dilihat pola suhu lingkungan, mengikuti nilai radiasi matahari. Kisaran suhu lingkungan pada siang hari 24.5 oC sampai dengan 43 oC. Berbeda dengan malam hari, suhu lingkungan lebih seragam pada kisaran suhu 23 oC sampai 27 oC. Nilai radiasi yang diterima selama percobaan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai radiasi yang diterima selama percobaan

Keterangan P3 P4

H1 H2 H1 H2

Lama Pengeringan (Jam) 27.5 30.5

Lama Penyinaran (Jam) 7 7 4 8.5

Rata-rata penerimaan radiasi surya (W/m2) 304.35 372.95 191.63 268.92 Nilai maksimum (W/m2) 710.14 768.12 623.19 681.16

Nilai Minimum (W/m2) 14.49 28.99 72.46

Nilai rataan RH pada P3 pada RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet

secara berturut-turut 61.99 %, 74.45 % dan 82.79 %. Dan rataan RH pada P4 secara berturut-turut 60.86 %, 80.54 % dan 83.59 %. Perbandingan RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet bisa dilihat pada Gambar 11 untuk P3, dan Gambar 12 untuk P4.

25

Gambar 12 Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P4 Dari Gambar 11 dan 12 dapat dilihat nilai RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Nilai RH ruang pengering lebih kecil daripada RH lingkungan, sehingga potensi udara dalam ruang pengering untuk mengeringkan bahan lebih besar. RH outlet juga lebih besar dibandingkan dengan RH ruang pengering, hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan uap air hasil penguapan bahan yang dikeringkan. Ketika RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan lingkungan, laju pengeringan kadar air sedikit lambat dan ketika RH outlet masih tinggi dibandingkan RH ruang pengering, maka masih terjadi penguapan air dari bahan. Ketika RH lingkungan, outlet dan ruang pengering sama, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya panas yang hilang pada ruang pengering saat membuka tutup ruang pengering untuk pembacaan data. Pada kondisi ini air yang diuapkan pada bahan sedikit.

Kelembaban udara mempunyai pengaruh terhadap penurunan kandungan air dalam bahan ke permukaan. Semakin rendah RH ruang pengering, maka semakin cepat terjadi penguapan bahan. Saat nilai RH ruang pengering lebih tinggi, kemungkinan terjadi kebocoran-kebocoran kecil pada alat pengering, atau masuknya udara pada saat membuka alat pengering.

Kadar Air Bahan dan Laju Pengeringan

Laju pengeringan bahan merupakan jumlah air yang diuapkan per satuan waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satu satuan waktu. Laju pengeringan bahan, dilihat dari perubahan massa dari produk yang dikeringkan dan perubahan kadar air.

Pada P3, didapat nilai kadar air awalnya 82.87 % bb, dengan massa bahan 21.08 kg dikeringkan sampai kadar air akhir rata-rata 10.46 % bb (11.68 % bk) selama 27.5 jam. Penurunan kadar air bahan selama proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 13.

26

Gambar 13 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P3

Pada P4, kadar air awal bahan 81.31 % bb dengan massa bahan 60.75 kg dikeringkan sampai kadar air akhir bahan 8.55 % bb (9.35 % bk) dengan waktu pengeringan 30.5 jam. Penurunan kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P4

Pada P3, penurunan kadar air lebih cepat terjadi pada rak paling atas, tengah dan terakhir rak bagian bawah. Penurunan kadar air pada P4 terlihat lebih seragam pada rak tengah dan bawah, sedangkan rak atas bahan lebih cepat mencapai kadar air minimal. Terjadinya perbedaan penurunan kadar air karena sebaran suhu pada saat percobaan tidak seragam. Perbedaan suhu berpengaruh terhadap lamanya waktu pengeringan dan hasil dari pengeringan. Nilai keragaman

27 penurunan kadar air pada P3 51.65 % bk/jam dan pada P4 didapatkan 10.1 % bk/jam.

Penurunan kadar air dipengaruhi oleh RH ruang pengering. Pada Gambar 11 kondisi RH pada P3 dan Gambar 12 kondisi RH pada P4, menunjukkan adanya kondisi RH yang sama antara RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Kondisi ini menyebabkan penguapan air pada bahan menurun, sehingga dibutuhkan pengkondisian alat pengering dalam keadaan tertutup atau tidak ada kebocoran pada alat pengering.

Perbedaan kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap rak terjadi karena perbedaan suhu pada setiap posisi rak diruang pengering. Sebaran suhu yang tidak merata pada ruang pengering bisa diatasi dengan penggunaan dan posisi kipas pada ruang pengering. Sehingga kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap posisi rak seragam dan sama.

Laju pengeringan rata-rata pada P3 dan P4 adalah 45.86 % bk/jam dan 22.95 % bk/jam, dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 15 Laju pengeringan pada P3

Dari Gambar 15, dapat dilihat bahwa laju pengeringan menurun cepat pada 0.5 jam pertama dan jam berikutnya laju pengeringan menurun lambat. Pada Gambar 16, laju pengeringan menurun cepat pada 1.5 jam pertama dan laju pengeringan menurun lambat pada jam berikutnya. Hal ini terjadi karena kondisi awal bahan sebelum pengeringan berbeda. Pada saat P3, bahan yang dikeringkan dalam kondisi segar dan air yang terkandung di dalamnya masih banyak. Hal ini terlihat dari kadar air awal bahan tinggi. Sedangkan pada saat P4, bahan yang dikeringkan telah didiamkan selama satu malam dalam kondisi dihamparkan, sehingga kandungan air sudah mulai berkurang.

28

Gambar 16 Laju pengeringan pada P4

Dari gambar dapat dilihat bahwa laju pengeringan temulawak berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu ruang pengering, nilai iradiasi surya, dan RH ruang pengering yang berfluktuasi. Laju pengeringan terbesar terjadi di awal pengeringan dan mulai menurun pada akhir pengeringan karena kandungan air pada bahan sudah mulai sulit untuk diuapkan. Begitu juga dengan laju pengeringan pada kontrol. Laju pengeringan kontrol berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu lingkungan dan iradiasi matahari.

Penggunaan Energi Selama Proses Pengeringan

Sumber energi yang digunakan pada proses pengeringan adalah iradiasi surya dan kayu bakar, serta listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas. Iradiasi surya dan kayu bakar merupakan sumber energi termal yang dimanfaatkan sebagai supply panas pada alat pengering. Energi yang diterima selama proses pengeringan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Energi yang diterima selama proses pengeringan

Sumber energi

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

Siang Malam Siang Malam Siang Malam Siang Malam

Surya 14.59 - 26.18 - 36.09 - 23.24 -

Biomassa 245.52 746.35 142.01 547.54 402.37 538.86 433.93 923.08

Listrik 10.17 4.84 1.44 2.59

Dari Tabel 7 diatas, sumber energi terbesar yang diterima oleh alat pengering berasal dari biomassa pada pemanas tambahan. Biomassa yang digunakan adalah kayu bakar. Penggunaan kayu bakar tergantung kondisi sebaran suhu pada ruang pengering. Ketika sebaran suhu ruang pengering pada siang hari rendah, maka pemanas tambahan digunakan. Sedangkan pada malam hari, pemanas tambahan diberikan terus menerus.

29 Penggunaan pemanas tambahan pada siang hari lebih sedikit dibandingkan malam hari. Hal ini dipengaruhi oleh siang hari energi yang diperoleh untuk meningkatkan suhu pada ruang pengering, diperoleh dari energi surya. Meskipun energi surya yang diterima tidak sebesar energi dari pemanas tambahan, tetapi memberikan kontribusi yang besar terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Energi surya yang diperoleh, meningkatkan suhu lingkungan sehingga suhu ruang pengering juga meningkat, sehingga penggunaan pemanas tambahan pada siang hari bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Peningkatan suhu yang terjadi pada siang hari dan malam hari dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Penggunaan energi untuk peningkatan suhu ruang pengering

Keterangan Percobaan

1 2 3 4

Peningkatan suhu pada malam hari ( C ) 17.55 16.41 18.86 14.01 Penggunaan energi Biomassa (MJ) 746.35 547.54 538.86 923.08 Peningkatan suhu pada siang hari ( C ) 9.68 11.92 12.61 12.2 Penggunaan energi Biomassa dan Surya (MJ) 260.12 168.19 438.46 457.16 Dari Tabel 8 dapat dilihat, pada P1 peningkatan suhu pada malam hari dua kali lebih besar dibandingkan siang hari, tetapi membutuhkan tiga kali energi lebih banyak dibandingkan siang hari. Begitu juga dengan percobaan lainnya. Peningkatan suhu yang lebih besar pada malam hari membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan pada siang hari.

Jika dibandingkan antara P1 dan P2, suhu rata-rata ruang pengering adalah 44.5 oC dan 44.11 oC. Penggunaan energi biomassa pada P1 lebih banyak dibandingkan dengan P2, dan terjadi peningkatan energi surya yang diterima pada P1 sebesar 11.584 MJ. Peningkatan energi surya ini dapat mengurangi penggunaan energi biomassa sebesar 302.328 MJ. Dari hasil ini menunjukkan peningkatan energi surya yang diterima mempengaruhi jumlah biomassa yang digunakan untuk mendapatkan nilai rataan suhu yang sama. Hal ini menunjukkan terjadi kehilangan panas yang besar pada tungku, sehingga dapat mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan. Energi surya memberikan kontribusi yang besar pada siang hari terhadap sebaran suhu pada ruang pengering.

Penggunaan pemanas tambahan selama percobaan bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. untuk mempertahankan suhu ruang pengering pada sebaran 40 oC sampai 60 oC, dengan energi surya yang diperoleh dan penambahan biomassa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan laju pembakaran biomassa pada percobaan

Satuan P1 P2 P3 P4

Jumlah kayu bakar kg 62.86 43.7 59.65 86

Laju pembakaran kg/jam 2.62 1.82 2.17 2.5

Nilai kalor kayu bakar kJ/kg 15779.1 15779.1 15779.127 15779.1 Energi yang dihasilkan MJ 991.876 689.548 941.225 1357.005

30

Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 17.

( a ) Percobaan 1

( b ) Percobaan 2

Dari Gambar 17 dapat dilihat, sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh panas yang diterima oleh alat pengering yang berasal dari energi surya dan pemanas tambahan. Pada siang hari, suhu ruang pengering dipengaruhi oleh energi surya dan pemanas tambahan. Pemanas tambahan digunakan ketika suhu rata-rata ruang pengering belum mencapai sebaran suhu yang diinginkan yaitu 40 oC sampai 60 oC, dan akan diberhentikan ketika sebaran suhu melebihi 60 o

31

( c ) Percobaan 3

( d ) Percobaan 4

Gambar 17 Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering pada percobaan 1 (a), percobaan 2 (b), percobaan 3 (c),

dan percobaan 4 (d)

P1 dan P2 merupakan pengujian alat pengering tanpa beban, perbedaan sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan energi surya di siang hari dan energi dari pemanas tambahan pada malam hari. P1 menggunakan pemanas tambahan lebih banyak dibandingkan P2, karena suhu lingkungan yang rendah dan RH lingkungan yang tinggi, menyebabkan suhu ruang pengering menjadi rendah. Sehingga untuk mempertahankan sebaran suhu 40 oC sampai 60 oC membutuhkan energi panas yang lebih besar.

P3 dan P4 merupakan pengujian menggunakan beban. P3 menggunakan beban setengah penuh dan P4 menggunakan beban penuh. Sebaran suhu pada

32

ruang pengering dipertahankan berkisar antara 40 oC sampai 60 oC. Pada P3 penggunaan energi dari pemanas tambahan lebih sedikit dari P4. Karena pengaruh dari beban yang digunakan pada saat pengeringan. Beban penuh dari alat pengering, menyebabkan RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan dengan beban setengah penuh. Sehingga untuk mempertahankan suhu membutuhkan energi yang lebih besar.

Selain energi dari iradiasi surya dan pemanas tambahan, alat pengering ERK juga menggunakan energi listrik untuk menggerakkan kipas. Kipas ini diletakan di bagian tengah alat pengering yang bertujuan untuk menyebarkan panas ke setiap bagian pengering. Hanya saja kipas ini tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan suhu, tetapi pernah digunakan untuk melihat pengaruh kipas pada saat percobaan.

Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca

Uji performansi alat adalah salah satu cara untuk melihat kinerja atau kemampuan alat tersebut dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Uji performansi dilakukan pada alat pengering ERK ini, untuk melihat kemampuan alat pengering ERK dalam mengeringkan bahan yaitu temulawak, yang dapat dilihat dari efisiensi pengeringan, konsumsi energi dan mutu produk yang dihasilkan.

Dasar yang menentukan performansi dari alat ini menggunakaan persamaan 7 sampai dengan persamaan 18. Penentuan keberhasilan dari uji performansi ERK dilihat dari hasil efisiensi pengeringan dan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan temulawak. Efisiensi pengeringan yang besar menunjukkan energi yang dibutuhkan selama pengeringan digunakan dengan efisien. Sedangkan efisiensi pengeringan yang kecil, menunjukkan adanya masalah pada saat pengeringan.

Sebaran suhu pada ruang pengering untuk pengeringan temulawak yaitu 40 o

C sampai 60 oC tercapai dari penerimaan energi surya dan penggunaan bahan bakar. Tetapi sebaran suhu yang terjadi pada rak atas, tengah dan bawah belum seragam, karena penggunaan kipas yang bertujuan untuk menyebarkan suhu ke semua bagian pengering belum optimal. Sehingga suhu ruang pengering bagian atas lebih tinggi dari pada bagian tengah dan bawah. Kondisi ini mempengaruhi lama pengeringan dan keseragaman kadar air akhir pada produk yang dikering-kan. Produk yang berada pada rak atas akan lebih cepat mencapai kadar air minimum dari pada produk yang dikeringkan di rak bawah dan tengah.

Laju pengeringan yang terjadi pada produk berbeda. Produk yang dikeringkan pada rak atas memiliki laju pengeringan tinggi dibandingkan dengan rak tengah dan bawah. Hal ini merupakan pengaruh dari sebaran suhu yang belum seragam pada setiap rak yang disebabkan oleh posisi kipas yang belum tepat untuk menyebarkan panas.

Efisiensi pengeringan yang dihasilkan dari pengujian P3 dan P4, masih rendah dari yang diharapkan yaitu 4.247 % dan 8.519 %. Nilai efisiensi yang besar menghasilkan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menguapkan 1 kg uap air semakin kecil, yang menunjukkan bahwa energi input digunakan dengan efisien untuk mengeringkan bahan. Perbedaan efisiensi pengeringan pada P3 dan

33 P4 merupakan pengaruh dari kondisi beban optimum pada alat pengering. P3 menggunakan beban setengah penuh dan P4 menggunakan beban penuh. Beban penuh menunjukkan konsumsi energi spesifik lebih kecil dibandingkan dengan beban setengah penuh, sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Beban penuh membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan beban setengah penuh tetapi penggunaan energinya lebih efisien. Dari hasil ini menunjukkan bahwa, alat pengering ini digunakan untuk kapasitas yang besar sehingga penggunaan energinya lebih efisien.

Dari kedua percobaan, efisiensi pengeringan masih kecil. Nilai efisiensi yang diperoleh sama dengan pengujian yang dilakukan oleh Hartini (2010) menggunakan biji pala dengan massa 150 kg, waktu pengeringan 52 jam dan kadar air akhir produk 9.7 % bb. Efisiensi pengeringan yang didapatkan 8.63 % dengan konsumsi energi spesifik 28.52 MJ / kg uap air. Alat pengering tipe rak lainnya dengan menggunakan pemanas tambahan, efisiensi pengeringan berkisar antara 7.5 % sampai 19 %. Efisiensi yang kecil pada pengujian ini, disebabkan oleh banyaknya energi yang belum termanfaatkan dengan baik. Seperti kehilangan panas yang besar dari pemanas tambahan, panas yang dihasilkan dari tungku masih belum menyebar sempurna pada ruang pengering, dan pada saat percobaan bahan bakar yang digunakan masih ada dalam keadaan basah. Hasil ini dapat dilihat juga dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu pengering pada Tabel 8, bahwa penggunaan pemanas tambahan belum berfungsi dengan baik, sehingga mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan dan konsumsi energi spesifik. Perhitungan performansi alat pengering dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pada saat melakukan pengujian pemeriksaan kondisi alat sangat penting, seperti bangunan pengering yang harus tertutup rapat sehingga tidak terjadi kehilangan panas dari celah bangunan, pengumpanan bahan bakar, kondisi bahan bakar dalam keadaan kering dan tidak lembab. Energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa dapat menyebar dengan baik dengan adanya kipas. Posisi kipas ini berpengaruh terhadap penyebaran energi panas pada ruang pengering. Hasil uji performansi alat dapat dilihat pada Tabel 10, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6 dan cara perhitungan pada Lampiran 7.

Pada saat melakukan pengujian, bahan juga dikeringkan dengan penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Untuk P3, waktu pengeringan

Dokumen terkait