• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH

KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN

TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.)

ELSAMILA ARITESTY

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Elsamila Aritesty

(4)

ABSTRAK

ELSAMILA ARITESTY . Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza

Roxb.). Dibimbing oleh DYAH WULANDANI.

Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional (ramuan jamu) untuk menambah nafsu makan dan mengobati gangguan hati dan malaria. Tujuan penelitian ini adalah menguji performansi alat pengering efek rumah kaca untuk pengeringan temulawak dan menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering. Pengujian menggunakan temulawak dengan massa 21.08 kg, kadar air 82.87 % bb menjadi 10.46 % bb membutuhkan waktu 27.5 jam dengan suhu pengeringan 45.47 oC, efisiensi pengeringan 4.247 % dan konsumsi energi spesifik 57.414 MJ/kg uap air. Pengujian dengan massa 60.75 kg, kadar air 81.31 % bb menjadi 8.55 % bb membutuhkan waktu 30.5 jam, suhu pengeringan 41.77 oC, efisiensi pengeringan 8.519 % dan konsumsi energi spesifik 28.611 MJ/kg uap air. Efisiensi termal rata-rata dari semua percobaan adalah 20.99 % dengan keragaman 5.37 %. Penggunaan alat pengering pada kapasitas penuh lebih disarankan untuk pengehematan energi

Kata kunci : alat pengering efek rumah kaca, sebaran suhu, temulawak,

ABSTRACT

ELSAMILA ARITESTY. Dryer Performance Testing of Rack Type Hybrid Greenhouse Effect Dryer for Drying of Wild Ginger (Curcuma xanthorizza

Roxb.). Supervised by DYAH WULANDANI.

Wild ginger (Curcuma xanthorizza Roxb.) is one of Indonesian native plants that can be used as herbal medicine to increase the appetite and to treat liver disorder and malaria. The objectives of this study are to test the dryer performance of the rack type hybrid green house effect dryer for drying of wild ginger and to analyze the temperature distribution in the drying chamber. The drying of 21.08 kgs slice wild ginger at 82.87 % wb to 10.46 % wb need 27.5 hours with temperature drying at 45.47 oC, drying efficiency of 4.247 % and total specific energy consumption of 57.414 MJ/kgs vapor.The drying of 60.75 kgs slice wild ginger at 81.31 % wb to 8.55 % wb need 30.5 hours with temperature drying at 41.77 oC, drying efficiency of 8.519 % and total specific energy consumption of 28.611 MJ/kgs vapor.The average of thermal efficiency of all experiments is 20.99 %, with variety of 5.37 %. The use of dryer for full capacity is more suggested for energy saving.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH

KACA (ERK) HYBRID TIPE RAK UNTUK PENGERINGAN

TEMULAWAK (Curcuma xanthorizza Roxb.)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza

Roxb.)

Nama : Elsamila Aritesty NIM : F14090055

Disetujui oleh

Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah pengeringan, dengan judul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak untuk Pengeringan Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.).

Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan nasihat kepada penulis dalam penelitian hingga penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

2. Dr. M. Yulianto, ST. MT dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga bagi penulis.

3. Nur Elli, S.Pd.I dan Nurdison (Almarhum) selaku orang tua serta Kurnia Dwilyand adik penulis, dan keluarga besar bunda Nurlela (Alm), Adang Sarjalil, Oom Azwarli, Bunda Sajarina, Mama Nuraini, Bapak Okto Verisman, Uncu Arlius, Ante Risnawati, dan adik-adikku (Iya, Sidiq, Arul, Rahmah, Fadil, Nayla, Ifa) yang telah memberikan banyak dorongan, motivasi, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Stephani, Aditya, Andreas, Desi, Endah, Rizky, Gumilar, Kala, Ivan, Nafis,

Nopri, Amajida, Angela, Tika, Alfredo, Adytia, Jarwo, Jeni, Aynal, Sandi, dan teman-teman Orion TMB 46 yang membantu selama penulis melakukan penelitian.

5. Nita, Fefi, Fiona, Amirah, Istikhamah, Kak Riri dan Kak Neni yang telah memberikan dukungan penulis selama penelitian.

6. Pak Harto, Pak Darma dan Mas Firman yang telah membantu penulis dalam penelitian, serta seluruh staff UPT TMB IPB yang telah membantu dalam proses administrasi.

7. Pak Yunus dan staff Balitro yang telah membantu penulis dalam menyediakan bahan penelitian.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 11

Latar Belakang 11

Perumusan Masalah 11

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Temulawak 2

Pengolahan Temulawak 4

Pengeringan Rempah-rempah 5

Teori pengeringan 6

Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak 7

Pindah Panas Sistem 9

METODE 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Bahan Penelitian 10

Peralatan Penelitian 11

Tahap Kegiatan Penelitian 11

Parameter Pengukuran 12

Parameter Unjuk Kerja Alat Pengering 14

Analisis Data 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Pengujian Tanpa Beban 19

Pengujian dengan Bahan Temulawak 22

Simulasi Keseimbangan Panas pada Ruang Pengering 38

SIMPULAN DAN SARAN 44

(10)

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 47

(11)

DAFTAR TABEL

1. Syarat mutu temulawak 4

2. Hasil penelitian oleh Rokhani (1989) 6

3. Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca tipe rak 9 4. Nilai rata-rata suhu, RH, kecepatan angin, iradiasi surya dan biomassa 22 5. Profil sebaran suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan

dan outlet 23

6. Nilai radiasi yang diterima selama percobaan 24

7. Energi yang diterima selama proses pengeringan 28 8. Penggunaan energi untuk peningkatan suhu ruang pengering 29 9. Jumlah dan laju pembakaran biomassa pada percobaan 29

10.Hasil performansi alat pengering ERK 34

11.Panas yang hilang pada tungku 34

12.Nilai efisiensi sistem tungku 35

13.Panas efektif dan efisiensi sistem tungku dan heat exchanger 36 14.Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering 36 15.Kandungan minyak atsiri dan kadar air akhir temulawak 38 16.Suhu rata-rata, nilai keragaman dan error hasil validasi 42

17.Parameter yang digunakan dalam simulasi 43

DAFTAR GAMBAR

1. Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) 2

2. Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry 1976) 7 3. Proses pindah panas pada alat pengering (Leopold 1997) 10

4. Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid 11

5. Diagram alir kegiatan penelitian 13

6. Software Psycometric Chart yang digunakan 14

7. Sebaran suhu pada ruang pengering P1 20

8. Sebaran suhu pada ruang pengering P2 21

9. Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P3) 22 10.Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P4) 23 11.Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P3 24 12.Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P4 25 13.Penurunan kadar air selama proses pengeringan P3 26 14.Penurunan kadar air selama proses pengeringan P4 26

15.Laju pengeringan pada P3 27

16.Laju pengeringan pada P4 28

17.Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering pada percobaan 1 (a), percobaan 2 (b), percobaan 3 (c),

dan percobaan 4 (d) 31

18.Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P3 dengan alat

(12)

19.Temulawak sebelum (a) dan sesudah dikeringkan P4 dengan alat

pengering (b) dan kontrol (c) 37

20.Sebaran suhu ruang pengering hasil simulasi dan data pengukuran 41 21.Sebaran suhu absorber hasil simulasi dan data pengukuran 41 22.Sebaran suhu heat exchanger hasil simulasi dan data pengukuran 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Titik pengukuran pada alat pengering 47

2. Sebaran suhu pada P1 48

3. Sebaran suhu pada P2 50

4. Sebaran suhu pada P3 52

5. Sebaran suhu pada P4 54

6. Hasil performansi alat pengering efek rumah kaca (ERK) 56

7. Perhitungan performansi alat pengering ERK 57

8. Kehilangan panas pada dinding tegak tungku (QL1) 61 9. Kehilangan panas pada lantai dasar tungku (QL2) 62 10.Kehilangan panas pada lubang udara masuk tungku (QL3) 63 11.Contoh perhitungan kehilangan panas pada dinding tungku 64 12.Panas efektif heat exchanger yang diterima oleh ruang pengering 65

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia. Rimpang ini banyak digunakan sebagai obat tradisional, paling umum digunakan sebagai ramuan jamu untuk menambah nafsu makan, air rebusan atau perasan untuk mengobati gangguan hati, penyakit kuning malaria, dan pegal-pegal, atau bisa juga dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bumbu masakan (Afifah 2005). Proses pemanenan pada temulawak dilakukan dengan menggali tanah disekitar rumpun dan diangkat bersama akar dan rimpangnya lalu dibersihkan dari kotoran dengan melakukan pencucian pada temulawak. Temulawak yang akan digunakan untuk jamu, dilakukan perajangan dengan ketebalan tertentu dan dikeringkan. Pada proses pengeringan ini, bisa dilakukan dengan cara menjemur langsung dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering seperti oven.

Pada saat ini, pengeringan temulawak masih menggunakan pengeringan secara langsung dibawah sinar matahari. Hal ini sangat mudah dan murah untuk dilakukan, tetapi pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang luas karena temulawak tidak bisa dikeringkan dengan cara ditumpuk. Penggunaan alat pengering mekanis untuk mengeringkan temulawak merupakan salah satu alternatif yang bisa digunakan dan tidak bergantung dengan kondisi cuaca serta tidak membutuhkan tempat yang terlalu luas. Salah satu alat pengering mekanis yang menggunakan energi surya adalah pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe rak dengan penambahan tungku biomassa, sehingga bisa digunakan pada kondisi apapun. Penggunaan alat pengering ini diharapkan bisa mempercepat proses pengeringan pada temulawak dengan mutu yang baik dan menjaga produktivitas produk kering secara kontinyu.

Perumusan Masalah

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan uji performansi alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid untuk pengeringan temulawak.

2. Melakukan analisis sebaran suhu pada ruang pengering

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi dan rekomendasi dalam melakukan proses pengeringan temulawak menggunakan pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak sehingga menghasilkan mutu produk kering yang tinggi (kadar air seragam).

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang menyukai lingkungan lembab dan terlindung, sehingga sering tumbuh di hutan jati atau hutan bambu. Selain dapat tumbuh di hutan, temulawak dapat pula tumbuh ditempat yang agak cerah. Tumbuhan ini menyebar luas di beberapa wilayah Indonesia, seperti di pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kalimantan dan Sulawesi. Di daerah Jawa Barat rimpang ini dapat dijumpai di beberapa daerah, seperti di Kecamatan Jatiluhur, Darangdan, Plered, dan Sukatani di Kabupaten Purwakarta; Kecamatan Mande, Cipeundey, Cililin, Cipongkor, Rancangpanggung, Cikalong Kulon, Batujajar Kabupaten Bandung; Kecamatan Wado, Situraja, dan Tanjungsari di Kabupaten Sumedang. Di daerah Jawa Tengah, temulawak banyak ditemukan di daerah Purworejo, Blora dan Wonogiri (Afifah 2005).

Gambar 1 Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.)

(15)

3 dibanding kerabat-kerabat semarganya. Batangnya tersusun atas upih-upih daun, seperti halnya upih-upih daun yang ada pada pisang, tumbuh tegak lurus dan berumpun. Daunnya berbentuk seperti lembing jorong agak melonjong (oblong elliptic). Telapak daunnya berwarna hijau tua, bergaris-garis cokelat, lebarnya antara 1 cm sampai 2.5 cm, dan berbintik-bintik jernih hijau muda. Di sisi kiri kanan tulang daun biasanya ada tanda semacam pita memanjang yang warnanya merah keunguan. Punggung daunnya berwarna pudar dan berkilat. Akar temulawak terdiri dari umbi akar yang berbentuk telur (silinder pusat berwarna kuning-tua dan kulit berwarna kuning muda) (Afifah 2005).

Rimpang temulawak banyak digunakan sebagai komponen utama dalam sediaan jamu atau obat tradisional dan dimanfaatkan dalam bentuk kering. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa dan mineral. Di antara komponen tersebut, komponen yang paling banyak digunakan adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Ketiganya banyak digunakan, baik dalam industri maupun dalam rumah tangga. Pati pada temulawak mudah dicerna, sehingga cocok digunakan sebagai makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari sakit dan sebagai campuran bahan makanan atau sumber karbohidrat. Minyak atsiri pada temulawak diperoleh dari hasil penyulingan. Minyak atsiri temulawak mempunyai khasiat sebagai kolagoga (peluruh empedu). Minyak ini digunakan sebagai campuran obat rematik. Kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak toksik (tidak beracun), dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau jingga dan dalam suasana basa berwarna merah. Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat, sumber karbohidrat, bahan penyedap masakan dan minuman, serta pewarna alami untuk masakan dan kosmetik. Berdasarkan penelitian dan pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Misalnya dapat digunakan untuk pengobatan gangguan fungsi hati (lever), baik pada hepatitis maupun pada perlemakan hati. Sebagai obat gangguan hati, temulawak bekerja sebagai kolagoga, yakni meningkatkan produksi dan sekresi empedu, menurunkan kadar kolestrol hati dan mengaktifkan enzim pemecah lemak di hati. Dalam bentuk rebusan dan ekstrak, temulawak dipakai untuk pengobatan kolelitiasis, kolesistitis, dan kerusakan pada parenkim hati. Temulawak dapat digunakan sebagai obat anti-inflamasi atau antiradang (Afifah 2005).

Melalui aktivitas anti-inflamasinya, temulawak efektif untuk mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau arthritis rematik. Melalui aktivitas hipolesterolemiknya, temulawak dapat menurunkan kadar kolestrol total dan mempunyai indikasi menurunkan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) kolestrol. Temulawak juga mempunyai sifat fungistatik atau antijamur terhadap beberapa jamur golongan dermatophyta. Selain bersifat fungistatik, temulawak juga bersifat bakteriostatik atau antibakteri pada mikroba jenis Staphylococcus

(16)

4

temulawak untuk pengobatan umumnya dilakukan dalam bentuk ramuan, baik tunggal maupun campuran (Afifah 2005).

Pengolahan Temulawak

Temulawak ini dipanen dalam bentuk rimpang. Pada umumnya rimpang yang dipergunakan sebagai bahan baku industri jamu dan obat adalah rimpang induk, sedangkan rimpang cabang (anak rimpang) dipergunakan sebagai benih. Rimpang yang digunakan sebagai bahan baku jamu dan obat, dijaga kebersihannya, dicuci dengan air bersih, dirajang tipis-tipis kemudian dijemur. Perajangan dilakukan dengan ketebalan ± 4-7 mm. Hasil rajangan (simplisia) tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahari ditutupi dengan kain hitam, diusahakan tidak terkena langsung sinar matahari. Sedangkan suhu untuk dikeringkan didalam oven diusahakan suhunya 40 oC (Rahardjo 2010).

Proses pengeringan rimpang ini, harus memperhatikan tentang kondisi suhu. Suhu yang terlalu tinggi, bisa menyebabkan kehilangan zat-zat aktif yang terkandung di dalamnya. Kandungan zat aktif pada bahan dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Suhu pengeringan yang melebihi 60 oC dapat mengurangi kandungan atsiri pada bahan. Karena bahan aktif yang terkandung pada bahan, pengeringan pada suhu tinggi lebih mudah menguap dibandingkan dengan pengeringan pada suhu rendah. Untuk mendapatkan produk dengan kandungan atsiri yang lebih baik, suhu pengeringan harus bisa dipertahankan berkisar 40 oC sampai 60 oC. Rimpang kering ini memiliki standar mutu untuk pasaran luar negeri dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1 Syarat mutu temulawak

No. Uraian Persyaratan

1. Warna kuning-jingga sampai

coklat kuning-jingga pembuatan jamu. Pengolahan temulawak menjadi jamu melalui tahapan yaitu: proses pengolahan bahan dasar dan produksi bahan baku menjadi jamu (Fauziah 2010). Tahapan dalam proses pengolahan bahan dasar adalah :

- Setelah temulawak dipanen dilakukan penyortiran. Penyortiran ini untuk memisahkan rimpang temulawak yang busuk atau rusak dan memisahkan kotoran.

- Pencucian atau pembersihan dilakukan untuk menghilangkan tanah dan cemaran lain yang masih menempel pada rimpang temulawak.

(17)

5 - Pengeringan dilakukan supaya bahan tidak mudah rusak sehingga dapat

disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan temulawak biasanya dengan pengeringan alami dan buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari melalui penjemuran. Pada penjemuran ini harus selalu dibolak-balik supaya bahan tidak terlalu kering dan pengeringannya merata. Sedangkan dengan pengeringan buatan, menggunakan oven dengan suhu 60 oC. Pengeringan secara lebih terperinci dijelaskan pada sub bab pengeringan dan pengeringan rempah-rempah dibawah ini.

- Sortasi kering dilakukan untuk menghilangkan cemaran-cemaran benda asing pada saat pengeringan.

- Penimbangan bahan baku dilakukan setelah bahan baku kering dan bersih, setelah itu dilakukan penyimpanan.

Tahapan selanjutnya adalah produksi bahan baku menjadi jamu dalam bentuk serbuk, yaitu :

- Bahan baku kering dan bersih diambil dari tempat penyimpanan, lalu dilakukan peracikan. Peracikan dilakukan sesuai dengan formula yang dibutuhkan.

- Pengeringan singkat dilakukan bersamaan dengan peracikan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kadar air yang dimungkinkan bertambah pada saat penyimpanan.

- Penggilingan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam pembuatan jamu. - Tahapan selanjutnya adalah pengayakan sampai dengan proses

pengemasan sesuai dengan kebutuhan.

Pengeringan Rempah-rempah

Penelitian yang terkait dengan pengeringan tanaman obat seperti temulawak, temu putih, kunyit, jahe telah banyak dilakukan. Tetapi untuk pengeringan temulawak dengan alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak ini, masih belum dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait:

- Karakteristik pengeringan temu putih oleh Nursani (2008). Penelitian ini tentang karakteristik pengeringan rimpang temu putih yang meliputi penurunan kadar air dan laju pengeringan, mendapatkan model matematis pengeringan lapisan tipis yang sesuai dengan beberapa metode. Hasil yang didapatkan adalah :

Perhitungan nilai kadar air keseimbangan dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan :

Me = 145.49525-0.41911T, untuk 313 K ≤ T ≤ 333 K

Perhitungan nilai konstanta pengeringan dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan :

k = -0.023307 + 0.00082114 T + 0.35241 RH – 0.00121 T RH untuk 313 K ≤ T ≤ 333 K dan 20 % ≤ RH ≤ 80 %

Perhitungan nilai konstanta n dugaan dihitung berdasarkan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan :

(18)

6

- Pengeringan jahe dan kunyit oleh Rokhani (1989). Penelitian ini melakukan uji performansi pengering tipe rak pada pengeringan jahe dan kunyit serta pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap mutu yang dihasilkan. Dengan hasil yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2 Hasil penelitian oleh Rokhani (1989)

Hasil pengamatan Jahe Kunyit

Irisan 2 lapis 3 lapis

Efisiensi pemanasan (%) 43.62 60.45

Efsiensi penggunaan panas (%) 62.43 67.27

Efisiensi pengeringan total (%) 27.23 40.66

- Optimasi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak berdasarkan analisis eksergi oleh Manulu (2011). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah :

Pengeringan temu putih dan temulawak berlangsung pada laju periode menurun dimana difusi merupakan mekanisme pengontrol pergerakan air di dalam bahan.

Pada suhu pengeringan 40 oC kadar air akhir temu putih tidak dapat mencapai standar 10 % bb. Untuk dapat mencapai kadar air tersebut temu putih dan temulawak harus dikeringkan pada suhu 50 oC dengan RH dibawah 30 % atau pada suhu 60 oC dan 70 oC.

Model Page adalah model yang paling sesuai untuk mewakili karakteristik pengeringan temu putih dan temulawak dengan nilai rata-rata koefisien determinasi (R2) dan standard error (SE) masing-masing sebesar 0.9990 dan 0.0079 untuk temu putih serta 0.9988 dan 0.0085 untuk temulawak. Persamaan dari model Page adalah MR = exp( -ktn ).

Konstanta pengeringan temu putih dan temulawak bervariasi menurut suhu pengeringan pada selang 0.0041 dan 0.0353 menit-1 serta 0.0113 dan 0.0292 menit-1. Semakin tinggi suhu pengeringan maka nilai konstanta pengeringan temu putih dan temulawak semakin tinggi pula.

Teori pengeringan

(19)

7 mikroba dan enzim pada bahan pangan dapat diatasi akibat berkurangnya kadar air dalam bahan.

Proses pengeringan terdiri dari dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap atau konstan dan periode dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan proses perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air keseimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban tertentu ( Henderson dan Perry 1976). Kurva laju pengeringan oleh Henderson dan Perry (1976) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry 1976)

Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak

Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan energi surya yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan, serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikan suhu udara pengering di dalamnya (Kamaruddin et al. 1994).

(20)

8

dikeringkan. Bangunan rumah kaca yang berfungsi sebagai kolektor panas terdiri dari plat hitam dan lantai (absorber) serta atap dan dinding transparan (Manulu dan Kamaruddin 2001).

Energi matahari berupa gelombang pendek yang ditransmisikan lewat atap dan dinding diserap oleh absorber dan sebagian dipantulkan. Pantulan dalam bentuk gelombang panjang ini terperangkap dalam ruangan sehingga terjadi akumulasi panas yang menyebabkan peningkatan suhu di dalam rumah kaca sekaligus ruang plenum (Manulu dan Kamaruddin 2001).

Radiasi surya akan diteruskan oleh bahan transparan menuju ke pelat absorber yang dicat hitam. Penyerapan akan dilakukan oleh absorber, bergantung pada nilai absorbtivitasnya, sehingga suhu absorber akan naik. Absorber ini sebagaimana sifat permukaan seluruh benda akan memancarkan radiasi (emisi) panas, akan tetapi karena sifat bahan transparan yang akan mengabsorbsi radiasi gelombang panjang, maka radiasi ini tidak keluar. Selain itu bahan transparan juga berfungsi untuk menghambat terjadinya konveksi dengan udara luar. Terjadinya perbedaan suhu antara absorber dengan suhu udara diatasnya (dibawah bahan transparan) membuat pindah panas berlangsung ke udara tersebut. Untuk tipe pengering tanpa pelat, lantai digunakan sebagai absorber (Kamaruddin 2007).

Daya serap radiasi (absorptivitas) dari suatu bahan bergantung pada jenis permukaannya. Akan tetapi, suatu permukaan yang mempunyai absorptivitas yang tinggi juga mempunyai nilai emisivitas yang tinggi (daya pancar radiasi) pula. Pada suatu keseimbangan termal keduanya mempunyai nilai yang sama, akan tetapi karena sumber penerimaan radiasi adalah matahari maka kedua nilai ini akan berbeda. Nilai absorptivitas ini dinamakan dengan absorptivitas surya (solar absorptivity) (Kamaruddin 2007).

Untuk mendapatkan panas yang besar maka pemilihan bahan diusahakan agar mempunyai nilai absorpsi yang tinggi dan nilai emisivitas yang rendah. Pemilihan bahan dengan bahan yang ringan dapat mempercepat perubahan suhu yang berarti suhu akan cepat naik tetapi suhu juga cepat turun. Penggunaan cat hitam dapat mempertinggi nilai absorptivitas, karena pada umumnya wana hitam mempunyai nilai absorptivitas yang tinggi (Kamaruddin 2007).

(21)

9 Tabel 3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca tipe rak

Komoditas dalam sistem pengering secara konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu bahan ke dalam yang lain dengan saling menukarkan energi kinetik antara molekul tanpa ada pergerakan dari molekul tersebut. Konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas (Singh dan Heldman 1984).

Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Heldman (1984) sebagai laju panas dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan bakar padat tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu. Koefisien pindah panas konveksi merupakan salah satu sifat termofisik yang sangat berpengaruh terhadap proses pindah panas antara udara pengering dengan bahan tetapi tidak mencirikan karakteristik dari produk tersebut. Dengan mengetahui nilai dan simulasi koefisien pindah panas konveksi (h) maka dapat ditentukan tingkat suhu dan kecepatan udara yang sesuai untuk pengeringan pada komiditi tertentu.

(22)

10

hitam (legam atau tidak mengkilat), yang berfungsi sebagai pengumpul panas. Radiasi matahari yang masuk melalui dinding bangunan dan panas yang berasal dari penukar panas dapat diserap dengan baik oleh plat besi hitam, selanjutnya diemisikan ke udara didalam bangunan. Plat besi hitam dipilih karena memiliki daya serap (absorpsivitas) dan daya pancar (emisivitas) yang tinggi. Akhirnya udara panas ini digunakan untuk memanaskan produk di dalam rak dan untuk menguapkan air dari dalam produk (Wulandani 2005). Skema proses pindah panas oleh Leopold (1997) pada ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses pindah panas pada alat pengering (Leopold 1997) Keterangan : Pindah panas radiasi

Pindah panas konduksi dan konveksi Pindah panas konveksi

Pindah massa (uap air)

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian dan Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Leuwikopo Departemen Teknik Pertanian, FATETA IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret -Juni 2013.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak sebanyak 110 kg yang didapatkan dari Balai Penelitian Obat dan Rempah (Balitro Cimanggu), dan kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan.

Iradiasi surya Absorber Plate

Produk Udara pengering

Dinding Inlet dan outlet Kipas

(23)

11

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid yang dilengkapi dengan tungku sebagai pemanas tambahan hasil rancangan Wulandani et al. (2009). Alat pengering ini terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bangunan rumah kaca dengan dimensi : p =4.45 m, l =1.855 m, t =3.065 m yang dapat dilihat pada Gambar 4. Dinding dan atap terbuat dari bahan tembus cahaya (policarbonat) dengan tebal 0.0015 m. Plat penutup pada bagian bawah terbuat dari plat besi (esser) dicat hitam berfungsi sebagai absorber. Produk yang akan dikeringkan ditempatkan pada rak bersusun vertikal dengan dimensi p=0.5 m, l=0.6 m, berjumlah 144 buah terbagi kedalam 8 (delapan) kolom susunan rak. Masing-masing kolom terdiri dari 18 level tersebar ke dalam 2 (dua) segmen kiri (ruang 1) dan kanan (ruang 2). Tungku biomassa yang digunakan berdimensi (0.176 m2 x 1 m). Penggunaan tungku ditempatkan ditengah bangunan yang bertujuan untuk menghasilkan energi panas yang dapat menjangkau kedua segmen ruang pengering. Untuk mentransfer energi panas dari tungku digunakan heat exchanger (HE) yang terletak diatas tungku. Untuk mensirkulasikan udara panas diruang pengering digunakan 4 buah kipas dengan daya kipas sebesar 80 Watt. Alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid

Instrumen yang dibutuhkan sebagai berikut termokopel tipe CC dan hybrid recorder, Pyranometer model MS-401, timbangan digital dengan ketelitian 0.1 g, timbangan pegas, termometer alkohol, anemometer kanomax tipe 6011, drying

oven SS-204 D Ikeda Scientific, pisau stainless steel, alat ukur waktu, alat ukur panjang dan alat tulis.

Tahap Kegiatan Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang dapat dilihat pada diagram alir penelitian pada Gambar 5. Kegiatan penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

- Persiapan alat dan bahan : Persiapan alat dilakukan untuk menentukan titik-titik pengukuran pada alat. Untuk persiapan bahan, temulawak dicuci terlebih

Lantai absorber Atap

Dinding Transparan Heat exchanger

Rak

(24)

12

dahulu, setelah itu dibersihkan dan dibuang kulitnya lalu dirajang dengan ketebalan 3-5 mm.

- Simulasi keseimbangan panas pada alat pengering : dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dari distribusi suhu yang dihasilkan pada pengujian tanpa beban, sehingga didapatkan model yang sesuai. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui sebaran suhu setiap menitnya yang dipengaruhi oleh parameter-parameter yang ada dan hasilnya dapat digunakan untuk memperkirakan suhu ruang pengering dan suhu-suhu komponen lainnya dalam ruang pengering sepanjang proses pengeringan.

- Pengujian tanpa beban : pengujian tanpa beban ini dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu pada ruang pengering. Pengujian tanpa beban dilakukan dua kali percobaan yaitu P1 dan P2 selama 24 jam dengan pengambilan data setiap 30 menit

- Percobaan pengeringan dengan beban : dilakukan dengan dua kali percobaan, yaitu percobaan dengan kondisi alat diisi bahan sebagian pengisian pada ruang dua (P3) dengan massa bahan 30 kg dan percobaan dengan pengisian bahan penuh (P4) dengan massa bahan 70 kg. Pada saat percobaan dilakukan pengeringan dengan penjemuran (kontrol). Penjemuran ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan waktu pengeringan dan produk yang dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Pengujian dengan beban bertujuan untuk mengetahui kemampuan alat pengering dengan menggunakan bahan temulawak.

- Pengujian mutu : dilakukan berdasarkan kadar air akhir pengeringan, warna dari produk yang dikeringkan dan minyak atsiri yang terkandung dalam temulawak kering.

- Uji performa alat : Setelah percobaan selesai, maka dilakukan analisis unjuk kerja dari alat tersebut. Analisis dilakukan terhadap tingkat keragaman kadar air produk kering, efisiensi pengeringan dan konsumsi energi spesifik.

Parameter Pengukuran

Parameter pengukuran yang dibutuhkan pada saat analisis data adalah : 1. Suhu ruang pengering dan sebarannya

Diukur menggunakan termokopel CC dengan selang pengukuran 30 menit. Titik-titik pengukuran pada alat pengering dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Kadar air bahan

(25)

13

Mulai

Pengujian pengering tanpa beban (P1 dan P2)

Pemodelan pindah panas

Valid ?

Ya

Tidak Pengujian pengering

dengan beban (P3 dan P4) dan Uji mutu produk

kering

Analisis performansi pengering

Rekomendasi

Selesai

Gambar 5 Diagram alir kegiatan penelitian 3. Lama pengeringan

Waktu yang dibutuhkan sejak temulawak dikeringkan pada kadar air tertentu hingga kadar air yang dikehendaki.

4. Laju aliran udara pengering

Diukur menggunakan anemometer Model 6011 Kanomax, dengan ketelitian alat 0.01 m/s . Bagian yang di ukur meliputi kecepatan aliran udara lingkungan dan kecepatan udara keluar pengering (outlet). Pembacaan data dilakukan setiap 30 menit sekali.

5. Kelembaban udara (RH)

Meliputi RH lingkungan, RH ruang pengering dan RH outlet. Diukur menggunakan termometer bola basah dan bola kering, dengan ketelitian termometer alkoholnya 2 oC. Setelah didapatkan nilai dari termometer bola basah dan bola kering, maka didapatkan nilai RH dengan menggunakan

(26)

14

Gambar 6 Software Psycometric Chart yang digunakan 6. Iradiasi surya global

Pengukuran menggunakan pyranometer dan diletakan ditempat yang tidak terhalang cahaya matahari.

7. Kebutuhan biomassa

Jumlah biomassa yang dibutuhkan selama proses pengeringan merupakan penggunaan biomassa yang terbakar.

8. Kebutuhan energi listrik

Energi yang digunakan sebagai daya penggerak kipas.

Parameter Unjuk Kerja Alat Pengering

Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap unjuk kerja sistem pengering adalah :

- Efisiensi penggunaan energi

- Kebutuhan energi selama proses pengeringan - Tingkat keragaman kadar air produk

- Mutu temulawak yang dihasilkan berupa kadar air akhir, warna, dan kandungan minyak atsiri.

Analisis Data

Analisis untuk Uji Performansi Alat Pengering

Analisis yang dilakukan pada proses pengeringan untuk uji performansi adalah:

Nilai RH yang diperoleh

Termometer Bola Basah

(27)

15 - Perubahan kadar air bahan

Perhitungan kadar air bahan menggunakan persamaan :

Keterangan :

m = kadar air basis basah ( % bb) M = kadar air basis kering ( % bk) mw = massa air dalam produk (kg) ms = massa produk (kg)

- Rendemen

Rendemen pengeringan merupakan rasio antara total bobot awal (sebelum pengeringan, mo) dengan total bobot akhir (setelah pengeringan,mf).

- Standar deviasi

Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari meannya (Riduwan 2011). Persamaan yang digunakan untuk mencari SD :

Keterangan :

SD = Standar deviasi X = data yang diketahui n = jumlah data

- Error

Pencarian nilai error pada validasi simulasi menggunakan rumus :

- Laju pengeringan dapat diukur dengan rumus :

Keterangan :

dM/dt = laju pengeringan ( % bk/jam)

……….. (1) ……….. (2)

……….. (3)

………... (4)

(28)

16

Mt = kadar air pada waktu t ( % bk) Mt+∆t = kadar air pada waktu t + ∆t ( % bk) ∆t = selang waktu (jam)

- Kebutuhan energi untuk proses pengeringan Energi untuk proses pengeringan (QT)

QT = Q1 + Q2

Q1 = mo x Cpb x (T2 – T1)

Nilai Cpb ditentukan dengan persamaan Siebel (Helman dan Singh, 1981) sebagai berikut,

Cpb = 0.837 + 0.034 x Mo Q2 = mu x Hfg

Keterangan :

Q1 = panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu bahan (kJ) Q2 = panas yang digunakan untuk menguapkan air pada temulawak (kJ) mo = massa awal temulawak (kg)

mu = massa air yang diuapkan (kg) Cpb = panas jenis temulawak ((kJ/kg oC) Mo = kadar air awal temulawak ( % bb) Mf = kadar air akhir temulawak ( % bb)

Hfg = panas laten penguapan temulawak (kJ/kg), diperoleh dari tabel pindah panas berdasarkan suhu ruang pengering

T1 = suhu temulawak sebelum dipanaskan (oC) T2 = suhu temulawak setelah dipanaskan (oC) - Efisiensi termal

- Efisiensi Pengeringan

………... (11)

………..………. (14) ………... (15) ………. (16) ………... (17) ………... (7)

………...………... (8)

………... (9) ………... (10)

(29)

17 Keterangan :

Qb = energi biomassa (kJ)

Qsurya = energi surya yang diterima oleh model pengering (kJ) mb = massa biomassa (kg)

Qkb = nilai kalor biomassa (kJ/kg) Ig = iradiasi surya (W/m2)

Ap = luas permukaan model pengering (m2) τ = transmisivitas bahan model pengering (-) α = absorpsivitas bahan penyerap (-)

t = lamanya penyinaran matahari (jam)

Qlistrik = energi listrik untuk menggerakkan kipas (kJ) Pk = daya listrik (Watt)

t = waktu pengeringan (jam) - Konsumsi energi spesifik

Keterangan :

KES = konsumsi energi spesifik (kJ/kg uap air) Qb = energi biomassa (kJ)

Qsurya = energi surya yang diterima oleh model pengering (kJ) Qlistrik = energi listrik untuk menggerakkan kipas (kJ)

muap = massa air yang diuapkan dari kerupuk (kg)

Pindah Panas pada Sistem Pengering

Analisis proses pindah panas pada tungku dan dinding pengering transparan adalah sebagai berikut :

1. Tungku

Pada tungku terjadi kehilangan panas dari sistem yaitu kehilangan panas pada dinding tegak tungku (Watt), kehilangan panas pada lantai dasar tungku (Watt), kehilangan panas pada lubang udara masuk tungku (Watt).

Kehilangan panas pada dinding tegak tungku didekati dengan persamaan : Q L1 = (hA×(Tdt –Ta)) + (σ×A×ε×(T4dt - T4a))

h = Nu (ku/L) dimana :

Q L1 = kehilangan panas pada dinding tegak tungku (Watt) A = luas dinding tegak (m2)

L = dimensi karakteristik, L = tinggi/panjang Tdt = Suhu dinding tegak tungku (oC)

Perhitungan nilai h untuk dinding tegak dipengaruhi oleh bilangan Nusselt

seperti pada persamaan berikut Holman (1997) :

………. (18)

(30)

18

Nu = C × (Ra)m

Nilai konstanta C dan m dapat diketahui nilainya berdasarkan geometri (Holman 1997).

Nilai v, Pr dan k diperoleh dari Tabel pindah panas berdasarkan suhu film (Tf) pada Tabel pindah panas Holman (1997).

Kehilangan panas pada lantai dasar tungku (QL2) dapat didekati dengan persamaan :

QL2 = (hA×(Tl-Ta)) + (σ×A×ε×(T4lt - T4a)) dimana :

QL2 = kehilangan panas pada lantai dasar tungku (Watt) A = luas permukaan pada lantai tungku (m2)

(31)

19

QL = QL1 + QL2 + QL3

QL = total kehilangan panas pada sistem tungku (Watt)

Panas efektif yang diterima oleh ruang pengering dari HE dapat didekati dengan persaman :

QHE = hheAhe (The-Tr) Keterangan :

Qhe = panas efektif heat exchanger yang diterima oleh ruang pengering (Watt) Ahe = luas permukaan heat exchanger (m2)

hhe = koefisien pindah panas konveksi (kW/m2oC) Tr = suhu udara dalam pengering (oC)

Tr = suhu heat exchanger (oC)

Efisiensi sistem pemanas tambahan didapatkan dengan persamaan :

2. Dinding pengering transparan

Pada dinding transparan terjadi kehilangan panas, yang dapat didekati dengan persamaan :

QL4 = AdUd (Tr-Ta) dimana :

QL4 = kehilangan panas pada dinding pengering transparan (Watt) Ad = luasan dinding pengering transparan (m2)

Ud = koefisien pindah panas keseluruhan (kW/m2oC) Tr = suhu udara dalam pengering (oC)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Tanpa Beban

Pengujian tanpa beban dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu didalam alat pengering ERK. Pengujian ini dilakukan dua kali percobaan selama 24 jam, dengan pengambilan data setiap 30 menit. Data yang diambil yaitu sebaran suhu pada setiap rak di ruang pengering, RH lingkungan, ruang pengering dan outlet, kecepatan angin lingkungan dan outlet, iradiasi surya, dan jumlah bahan bakar ……… (28) ………...……… (29)

………...……… (32) ………...……… (30)

(32)

20

yang digunakan. Titik-titik pengukuran di dalam ruang pengering diletakkan di rak atas, rak tengah dan rak bawah pada kedua bagian ruang pengering, yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat pengering ERK ini memanfaatkan energi surya pada siang hari, dan sedikit penambahan bahan bakar (kayu bakar) untuk mencapai suhu pengeringan yaitu 40 oC sampai 60 oC. Sedangkan pada malam hari, alat ini menggunakan kayu bakar.

Sebaran suhu pada rak secara keseluruhan pada percobaan I, yaitu suhu rata-rata rak 44.5 oC, dengan suhu maksimum 69 oC, dan suhu minimum 29.2 oC, serta RH ruang pengering 78.75 %. Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran suhu pada ruang pengering P1

Dari Gambar 7 pada malam hari, suhu rak bawah lebih rendah dibandingkan rak atas dan rak tengah. Padahal malam hari menggunakan kayu bakar untuk meningkatkan suhu ruang pengering. Hanya saja, panas dari tungku yang mengalir melalui HE, langsung bergerak ke atas dan tidak menyebar pada bagian bawah. Penggunaan kipas pada inlet juga tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan panas. Nilai keragaman suhu pada malam hari 5.48 oC. Suhu ruang pengering bisa seragam dengan menggunakan kipas, sehingga dibutuhkan penentuan posisi kipas dengan tepat.

Pada siang hari, suhu rak cenderung seragam dengan nilai keragamannya 2.36 oC. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan dari energi surya dan penambahan kayu bakar, kondisi cuaca saat percobaan mendung, sehingga suhu pada ruang pengering terutama rak atas tidak terlalu tinggi. Selain itu penambahan kayu bakar, meningkatkan suhu pada rak, sehingga suhunya seragam. Nilai radiasi surya maksimum yaitu 623.2 W/m2 pada pukul 11.30, dengan suhu lingkungan 46 o

C.

(33)

21 dan pada malam hari 0.97 oC . Sebaran suhu rata-rata pada rak, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sebaran suhu pada ruang pengering P2

Sebaran suhu pada siang hari tidak merata. Sebaran suhu pada rak atas tinggi, sedangkan rak bawah dan tengah lebih merata. Hal ini disebabkan radiasi matahari yang tinggi pada jam 12.00 yaitu 797.1 W/m2, sehingga suhu rak atas 71.1 oC dan suhu lingkungan 44 oC. Sedangkan pada malam hari, sebaran suhu cenderung lebih rata, meskipun suhu rak atas masih lebih tinggi dibandingkan suhu rak tengah dan bawah. Hal ini disebabkan, panas yang dihasilkan dari tungku bahan bakar, tidak menyebar sempurna.

Sebaran suhu diruang pengering pada siang hari dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya dan suhu lingkungan. Makin tinggi radiasi surya yang diterima, menyebabkan suhu lingkungan tinggi sehingga suhu udara ruang pengering tinggi, terutama suhu dirak atas. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai rata-rata suhu ruang pengering , lingkungan, RH, kecepatan angin, penggunaan kayu bakar dan nilai radiasi selama percobaan tanpa beban.

(34)

22

Tabel 4 Nilai rata-rata suhu, RH, kecepatan angin, iradiasi surya dan biomassa Keterangan Satuan Nilai rata-rata

P1 P2

Suhu ruang pengering oC 44.5 44.11

RH Ruang Pengering % 78.75 65.08

Suhu Lingkungan oC 30.32 29.91

RH lingkungan % 97.08 83.6

Kecepatan angin lingkungan m/s 0.31 0.21

Suhu outlet oC 36.77 37.02

RH outlet % 85.36 65.68

Kecepatan angin outlet m/s 0.05 0.04

Radiasi surya W/m2 273.84 422.71

Penggunaan kayu bakar kg 62.86 43.7

Masukan kayu bakar rata-rata kg/jam 2.62 1.82

Pengujian dengan Bahan Temulawak

Suhu ruang pengering dan sebarannya

Pengujian alat pengering ERK menggunakan temulawak dilakukan dua kali percobaan, yaitu beban setengah penuh (P3) pada ruang 2 dan beban penuh (P4). Pada P3, suhu ruang pengering berkisar antara 32.2 oC sampai 65.5 oC, dengan rata-rata suhu ruang pengering 45.47 oC dan RH ruang pengering 61.99 %. Pada percobaan kedua, suhu ruang pengering berkisar antar 30.3 oC sampai dengan 66.4 oC dengan suhu rata-rata 41.77 oC dan RH ruangan 60.86 %. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 9 untuk P3 dan Gambar 10 untuk P4.

(35)

23

Gambar 10 Sebaran suhu ruang pengering dengan beban (P4)

Dari Gambar 9 dan 10, dapat dilihat bahwa suhu ruang pengering pada siang hari lebih berfluktuasi dibandingkan pada malam hari. Suhu pada siang hari dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu lingkungan, terlihat dari sebaran suhu pada rak mengikuti pola suhu lingkungan. Sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk P3 dan Lampiran 5 untuk P4. Profil sebaran suhu, RH, dan kecepatan angin rata-rata disetiap rak, lingkungan dan outlet dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Profil sebaran suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan dan outlet

Keterangan Satuan Nilai rata-rata

P3 P4

Rak Atas 1 oC 51.06 46.71

Rak Tengah 1 oC 44.9 37.78

Rak Bawah 1 oC 41.54 34.88

Rak Atas 2 oC 51.22 47.78

Rak Tengah 2 oC 44.73 40.3

Rak Bawah 2 oC 30.06 39.35

RH Ruang Pengering % 61.99 60.86

Lingkungan oC 30.06 27.97

RH lingkungan % 74.45 80.54

Kecepatan angin lingkungan m/s 0.27 0.145

Suhu outlet oC 37.08 33.26

(36)

24

Dari sebaran suhu pada ruang pengering, pada P3 didapatkan keragaman suhu pada siang hari 5.61 oC dan pada malam hari 4.17 oC. Pada P4 didapatkan keragaman suhu pada siang hari siang hari 6.63 oC dan pada malam hari 4.41 oC. Keragaman suhu yang besar pada siang hari dibandingkan malam hari, disebabkan pada siang hari suhu ruang pengering dipengaruhi oleh iradiasi matahari dan bahan bakar, sedangkan pada malam hari suhu ruang pengering hanya dipengaruhi oleh bahan bakar.

Penerimaan radiasi surya mempengaruhi suhu lingkungan dan suhu ruang pengering. Semakin tinggi nilai radiasi surya, semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin tinggi suhu ruang pengering. Dari grafik bisa dilihat pola suhu lingkungan, mengikuti nilai radiasi matahari. Kisaran suhu lingkungan pada siang hari 24.5 oC sampai dengan 43 oC. Berbeda dengan malam hari, suhu lingkungan lebih seragam pada kisaran suhu 23 oC sampai 27 oC. Nilai radiasi yang diterima selama percobaan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai radiasi yang diterima selama percobaan

Keterangan P3 P4

H1 H2 H1 H2

Lama Pengeringan (Jam) 27.5 30.5

Lama Penyinaran (Jam) 7 7 4 8.5

Rata-rata penerimaan radiasi surya (W/m2) 304.35 372.95 191.63 268.92 Nilai maksimum (W/m2) 710.14 768.12 623.19 681.16

Nilai Minimum (W/m2) 14.49 28.99 72.46

Nilai rataan RH pada P3 pada RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet

secara berturut-turut 61.99 %, 74.45 % dan 82.79 %. Dan rataan RH pada P4 secara berturut-turut 60.86 %, 80.54 % dan 83.59 %. Perbandingan RH ruang pengering, lingkungan, dan outlet bisa dilihat pada Gambar 11 untuk P3, dan Gambar 12 untuk P4.

(37)

25

Gambar 12 Perbandingan RH lingkungan, outlet, dan ruang pengering P4 Dari Gambar 11 dan 12 dapat dilihat nilai RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Nilai RH ruang pengering lebih kecil daripada RH lingkungan, sehingga potensi udara dalam ruang pengering untuk mengeringkan bahan lebih besar. RH outlet juga lebih besar dibandingkan dengan RH ruang pengering, hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan uap air hasil penguapan bahan yang dikeringkan. Ketika RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan lingkungan, laju pengeringan kadar air sedikit lambat dan ketika RH outlet masih tinggi dibandingkan RH ruang pengering, maka masih terjadi penguapan air dari bahan. Ketika RH lingkungan, outlet dan ruang pengering sama, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya panas yang hilang pada ruang pengering saat membuka tutup ruang pengering untuk pembacaan data. Pada kondisi ini air yang diuapkan pada bahan sedikit.

Kelembaban udara mempunyai pengaruh terhadap penurunan kandungan air dalam bahan ke permukaan. Semakin rendah RH ruang pengering, maka semakin cepat terjadi penguapan bahan. Saat nilai RH ruang pengering lebih tinggi, kemungkinan terjadi kebocoran-kebocoran kecil pada alat pengering, atau masuknya udara pada saat membuka alat pengering.

Kadar Air Bahan dan Laju Pengeringan

Laju pengeringan bahan merupakan jumlah air yang diuapkan per satuan waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satu satuan waktu. Laju pengeringan bahan, dilihat dari perubahan massa dari produk yang dikeringkan dan perubahan kadar air.

(38)

26

Gambar 13 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P3

Pada P4, kadar air awal bahan 81.31 % bb dengan massa bahan 60.75 kg dikeringkan sampai kadar air akhir bahan 8.55 % bb (9.35 % bk) dengan waktu pengeringan 30.5 jam. Penurunan kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Penurunan kadar air selama proses pengeringan P4

(39)

27 penurunan kadar air pada P3 51.65 % bk/jam dan pada P4 didapatkan 10.1 % bk/jam.

Penurunan kadar air dipengaruhi oleh RH ruang pengering. Pada Gambar 11 kondisi RH pada P3 dan Gambar 12 kondisi RH pada P4, menunjukkan adanya kondisi RH yang sama antara RH lingkungan, outlet dan ruang pengering. Kondisi ini menyebabkan penguapan air pada bahan menurun, sehingga dibutuhkan pengkondisian alat pengering dalam keadaan tertutup atau tidak ada kebocoran pada alat pengering.

Perbedaan kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap rak terjadi karena perbedaan suhu pada setiap posisi rak diruang pengering. Sebaran suhu yang tidak merata pada ruang pengering bisa diatasi dengan penggunaan dan posisi kipas pada ruang pengering. Sehingga kadar air akhir dan waktu pengeringan pada setiap posisi rak seragam dan sama.

Laju pengeringan rata-rata pada P3 dan P4 adalah 45.86 % bk/jam dan 22.95 % bk/jam, dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 15 Laju pengeringan pada P3

(40)

28

Gambar 16 Laju pengeringan pada P4

Dari gambar dapat dilihat bahwa laju pengeringan temulawak berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu ruang pengering, nilai iradiasi surya, dan RH ruang pengering yang berfluktuasi. Laju pengeringan terbesar terjadi di awal pengeringan dan mulai menurun pada akhir pengeringan karena kandungan air pada bahan sudah mulai sulit untuk diuapkan. Begitu juga dengan laju pengeringan pada kontrol. Laju pengeringan kontrol berfluktuasi yang disebabkan oleh suhu lingkungan dan iradiasi matahari.

Penggunaan Energi Selama Proses Pengeringan

Sumber energi yang digunakan pada proses pengeringan adalah iradiasi surya dan kayu bakar, serta listrik yang digunakan untuk menggerakkan kipas. Iradiasi surya dan kayu bakar merupakan sumber energi termal yang dimanfaatkan sebagai supply panas pada alat pengering. Energi yang diterima selama proses pengeringan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Energi yang diterima selama proses pengeringan

Sumber energi

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

Siang Malam Siang Malam Siang Malam Siang Malam

Surya 14.59 - 26.18 - 36.09 - 23.24 -

Biomassa 245.52 746.35 142.01 547.54 402.37 538.86 433.93 923.08

Listrik 10.17 4.84 1.44 2.59

(41)

29 Penggunaan pemanas tambahan pada siang hari lebih sedikit dibandingkan malam hari. Hal ini dipengaruhi oleh siang hari energi yang diperoleh untuk meningkatkan suhu pada ruang pengering, diperoleh dari energi surya. Meskipun energi surya yang diterima tidak sebesar energi dari pemanas tambahan, tetapi memberikan kontribusi yang besar terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Energi surya yang diperoleh, meningkatkan suhu lingkungan sehingga suhu ruang pengering juga meningkat, sehingga penggunaan pemanas tambahan pada siang hari bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. Peningkatan suhu yang terjadi pada siang hari dan malam hari dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Penggunaan energi untuk peningkatan suhu ruang pengering

Keterangan Percobaan

1 2 3 4

Peningkatan suhu pada malam hari ( C ) 17.55 16.41 18.86 14.01 Penggunaan energi Biomassa (MJ) 746.35 547.54 538.86 923.08 Peningkatan suhu pada siang hari ( C ) 9.68 11.92 12.61 12.2 Penggunaan energi Biomassa dan Surya (MJ) 260.12 168.19 438.46 457.16 Dari Tabel 8 dapat dilihat, pada P1 peningkatan suhu pada malam hari dua kali lebih besar dibandingkan siang hari, tetapi membutuhkan tiga kali energi lebih banyak dibandingkan siang hari. Begitu juga dengan percobaan lainnya. Peningkatan suhu yang lebih besar pada malam hari membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan pada siang hari.

Jika dibandingkan antara P1 dan P2, suhu rata-rata ruang pengering adalah 44.5 oC dan 44.11 oC. Penggunaan energi biomassa pada P1 lebih banyak dibandingkan dengan P2, dan terjadi peningkatan energi surya yang diterima pada P1 sebesar 11.584 MJ. Peningkatan energi surya ini dapat mengurangi penggunaan energi biomassa sebesar 302.328 MJ. Dari hasil ini menunjukkan peningkatan energi surya yang diterima mempengaruhi jumlah biomassa yang digunakan untuk mendapatkan nilai rataan suhu yang sama. Hal ini menunjukkan terjadi kehilangan panas yang besar pada tungku, sehingga dapat mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan. Energi surya memberikan kontribusi yang besar pada siang hari terhadap sebaran suhu pada ruang pengering.

Penggunaan pemanas tambahan selama percobaan bergantung terhadap sebaran suhu pada ruang pengering. untuk mempertahankan suhu ruang pengering pada sebaran 40 oC sampai 60 oC, dengan energi surya yang diperoleh dan penambahan biomassa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan laju pembakaran biomassa pada percobaan

Satuan P1 P2 P3 P4

Jumlah kayu bakar kg 62.86 43.7 59.65 86

Laju pembakaran kg/jam 2.62 1.82 2.17 2.5

(42)

30

Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 17.

( a ) Percobaan 1

( b ) Percobaan 2

Dari Gambar 17 dapat dilihat, sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh panas yang diterima oleh alat pengering yang berasal dari energi surya dan pemanas tambahan. Pada siang hari, suhu ruang pengering dipengaruhi oleh energi surya dan pemanas tambahan. Pemanas tambahan digunakan ketika suhu rata-rata ruang pengering belum mencapai sebaran suhu yang diinginkan yaitu 40 oC sampai 60 oC, dan akan diberhentikan ketika sebaran suhu melebihi 60 o

(43)

31

( c ) Percobaan 3

( d ) Percobaan 4

Gambar 17 Laju pemasukan biomassa dan pengaruhnya terhadap sebaran suhu ruang pengering pada percobaan 1 (a), percobaan 2 (b), percobaan 3 (c),

dan percobaan 4 (d)

P1 dan P2 merupakan pengujian alat pengering tanpa beban, perbedaan sebaran suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan energi surya di siang hari dan energi dari pemanas tambahan pada malam hari. P1 menggunakan pemanas tambahan lebih banyak dibandingkan P2, karena suhu lingkungan yang rendah dan RH lingkungan yang tinggi, menyebabkan suhu ruang pengering menjadi rendah. Sehingga untuk mempertahankan sebaran suhu 40 oC sampai 60 oC membutuhkan energi panas yang lebih besar.

(44)

32

ruang pengering dipertahankan berkisar antara 40 oC sampai 60 oC. Pada P3 penggunaan energi dari pemanas tambahan lebih sedikit dari P4. Karena pengaruh dari beban yang digunakan pada saat pengeringan. Beban penuh dari alat pengering, menyebabkan RH ruang pengering lebih tinggi dibandingkan dengan beban setengah penuh. Sehingga untuk mempertahankan suhu membutuhkan energi yang lebih besar.

Selain energi dari iradiasi surya dan pemanas tambahan, alat pengering ERK juga menggunakan energi listrik untuk menggerakkan kipas. Kipas ini diletakan di bagian tengah alat pengering yang bertujuan untuk menyebarkan panas ke setiap bagian pengering. Hanya saja kipas ini tidak berfungsi dengan baik untuk menyebarkan suhu, tetapi pernah digunakan untuk melihat pengaruh kipas pada saat percobaan.

Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca

Uji performansi alat adalah salah satu cara untuk melihat kinerja atau kemampuan alat tersebut dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Uji performansi dilakukan pada alat pengering ERK ini, untuk melihat kemampuan alat pengering ERK dalam mengeringkan bahan yaitu temulawak, yang dapat dilihat dari efisiensi pengeringan, konsumsi energi dan mutu produk yang dihasilkan.

Dasar yang menentukan performansi dari alat ini menggunakaan persamaan 7 sampai dengan persamaan 18. Penentuan keberhasilan dari uji performansi ERK dilihat dari hasil efisiensi pengeringan dan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan temulawak. Efisiensi pengeringan yang besar menunjukkan energi yang dibutuhkan selama pengeringan digunakan dengan efisien. Sedangkan efisiensi pengeringan yang kecil, menunjukkan adanya masalah pada saat pengeringan.

Sebaran suhu pada ruang pengering untuk pengeringan temulawak yaitu 40 o

C sampai 60 oC tercapai dari penerimaan energi surya dan penggunaan bahan bakar. Tetapi sebaran suhu yang terjadi pada rak atas, tengah dan bawah belum seragam, karena penggunaan kipas yang bertujuan untuk menyebarkan suhu ke semua bagian pengering belum optimal. Sehingga suhu ruang pengering bagian atas lebih tinggi dari pada bagian tengah dan bawah. Kondisi ini mempengaruhi lama pengeringan dan keseragaman kadar air akhir pada produk yang dikering-kan. Produk yang berada pada rak atas akan lebih cepat mencapai kadar air minimum dari pada produk yang dikeringkan di rak bawah dan tengah.

Laju pengeringan yang terjadi pada produk berbeda. Produk yang dikeringkan pada rak atas memiliki laju pengeringan tinggi dibandingkan dengan rak tengah dan bawah. Hal ini merupakan pengaruh dari sebaran suhu yang belum seragam pada setiap rak yang disebabkan oleh posisi kipas yang belum tepat untuk menyebarkan panas.

(45)

33 P4 merupakan pengaruh dari kondisi beban optimum pada alat pengering. P3 menggunakan beban setengah penuh dan P4 menggunakan beban penuh. Beban penuh menunjukkan konsumsi energi spesifik lebih kecil dibandingkan dengan beban setengah penuh, sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Beban penuh membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan beban setengah penuh tetapi penggunaan energinya lebih efisien. Dari hasil ini menunjukkan bahwa, alat pengering ini digunakan untuk kapasitas yang besar sehingga penggunaan energinya lebih efisien.

Dari kedua percobaan, efisiensi pengeringan masih kecil. Nilai efisiensi yang diperoleh sama dengan pengujian yang dilakukan oleh Hartini (2010) menggunakan biji pala dengan massa 150 kg, waktu pengeringan 52 jam dan kadar air akhir produk 9.7 % bb. Efisiensi pengeringan yang didapatkan 8.63 % dengan konsumsi energi spesifik 28.52 MJ / kg uap air. Alat pengering tipe rak lainnya dengan menggunakan pemanas tambahan, efisiensi pengeringan berkisar antara 7.5 % sampai 19 %. Efisiensi yang kecil pada pengujian ini, disebabkan oleh banyaknya energi yang belum termanfaatkan dengan baik. Seperti kehilangan panas yang besar dari pemanas tambahan, panas yang dihasilkan dari tungku masih belum menyebar sempurna pada ruang pengering, dan pada saat percobaan bahan bakar yang digunakan masih ada dalam keadaan basah. Hasil ini dapat dilihat juga dari energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu pengering pada Tabel 8, bahwa penggunaan pemanas tambahan belum berfungsi dengan baik, sehingga mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan dan konsumsi energi spesifik. Perhitungan performansi alat pengering dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pada saat melakukan pengujian pemeriksaan kondisi alat sangat penting, seperti bangunan pengering yang harus tertutup rapat sehingga tidak terjadi kehilangan panas dari celah bangunan, pengumpanan bahan bakar, kondisi bahan bakar dalam keadaan kering dan tidak lembab. Energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa dapat menyebar dengan baik dengan adanya kipas. Posisi kipas ini berpengaruh terhadap penyebaran energi panas pada ruang pengering. Hasil uji performansi alat dapat dilihat pada Tabel 10, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6 dan cara perhitungan pada Lampiran 7.

Pada saat melakukan pengujian, bahan juga dikeringkan dengan penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Untuk P3, waktu pengeringan sama dengan pengeringan menggunakan alat pengering ERK yaitu 27.5 jam dengan kadar air akhir 11.84 % bk. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan penjemuran 1 kg/m2. Pada P4 bisa dilihat pada Gambar 14, bahan kontrol dijemur terlebih dahulu, dan waktu untuk mencapai kadar air minimal sama dengan bahan yang dikeringkan menggunakan alat pengering. Waktu pengeringan untuk penjemuran langsung pada P4 adalah 32 jam dengan kadar air akhirnya 10.55 % bk. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan penjemuran pada P4 adalah 1.7 kg/m2. Jumlah bahan yang dikeringkan persatuan luas dengan alat pengering pada P3 dan P4 adalah 2.52 kg/m2 dan 7.36 kg/m2.

(46)

34

menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi kebutuhan luasan tempat untuk pengeringan.

Tabel 10 Hasil performansi alat pengering ERK

No Keterangan Simbol Satuan

Hasil

Berdasarkan hasil pengujian performansi alat ada beberapa permasalahan, yaitu panas yang didapatkan dari input tidak termanfaatkan dengan baik yang menyebabkan nilai efisiensi pengeringan yang diperoleh kecil. Diduga komponen-komponen penyebab kehilangan panas yang besar ada di bagian tungku, heat exchanger dan dinding pengering. Sehingga perlu analisis pindah panas untuk mengetahui kehilangan panas tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk melihat bagian alat yang perlu perbaikan atau modifikasi untuk perbaikan pengujian alat selanjutnya.

Analisis pindah panas yang terjadi pada tungku dan heat exchanger

didalam ruang pengering pada dasarnya merupakan gabungan dari proses pindah panas secara konveksi, konduksi dan radiasi.

Pada percobaan tanpa beban (percobaan 1 dan 2) dan percobaan dengan beban (percobaan 3 dan 4), panas yang hilang melalui tungku dibagi menjadi : panas yang hilang pada dinding tegak tungku (QL1), panas yang hilang pada lantai dasar tungku (QL2) dan panas yang hilang pada lubang udara masuk (QL3). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Cara perhitungan kehilangan panas yang terjadi dapat dilihat pada Lampiran 8 untuk QL1, Lampiran 9 untuk QL2, Lampiran 10 untuk QL3, dan Lampiran 11 contoh perhitungan.

Tabel 11 Panas yang hilang pada tungku

Percobaan Panas yang hilang dari tungku (Watt) Total

QL1 QL2 QL3

(47)

35

Dari Tabel 11 diatas dapat dilihat, nilai kehilangan panas terbesar pada dinding tegak tungku. Hal ini disebabkan oleh dinding tegak tungku merupakan bagian yang paling dekat dengan ruang pembakaran dan terbuat dari baja yang mempunyai nilai konduktivitas yang tinggi. Namun, nilai kehilangan panas pada dinding tungku pada percobaan kali ini, lebih kecil dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh Hartini (2010) dengan nilai kehilangan panas pada dinding tegak tungku rata-rata 2461.49 Watt. Nilai yang diperoleh semakin kecil karena dinding tungku bagian kiri atau kanan tungku diisolasi menggunakan bata merah.

Pada analisis pindah panas yang dilakukan, tidak semua kehilangan panas pada seluruh komponen tungku yang diperhitungkan. Kemungkinan efisiensi tungku yang dihasilkan dalam perhitungan ini masih lebih besar daripada efisiensi tungku aktual. Efisiensi yang didapatkan dari nilai kehilangan panas pada sistem tungku dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai efisiensi sistem tungku

P Rata-rata 15779.127 2.2775 9982.489 1800.134 81.607

Nilai efisiensi tungku yang diperoleh merupakan panas yang diterima oleh

heat exchanger yang akan disebarkan pada ruang pengering. Hal ini juga berpengaruh terhadap nilai efisiensi pengeringan. Peningkatan efisiensi tungku dapat dilakukan dengan cara mengurangi kehilangan panas pada tungku, sehingga penggunaan energi biomassa lebih efisien.

Panas yang diterima oleh heat exchanger akan disebarkan ke ruang pengering. Panas yang diterima oleh ruang pengering merupakan panas efektif dari HE yang berasal dari pembakaran. Dari panas efektif yang diterima oleh ruang pengering, maka didapatkan nilai efisiensi sistem tungku dan HE secara keseluruhan yang dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan panas yang diterima oleh ruang pengering dari HE dapat dilihat pada Lampiran 12.

(48)

36

Tabel 13 Panas efektif dan efisiensi sistem tungku dan heat exchanger

P Rata-rata 9982.489 8146.454 138.31675 81.607 1.386

Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering rata-rata sebesar 264.9205 Watt. Jumlah kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering, mempengaruhi nilai efisiensi pengeringan. Jumlah kehilangan panas pada setiap percobaan dapat dilihat pada Tabel 14 dan perhitungan kehilangan panas ada pada Lampiran 11.

Tabel 14 Kehilangan panas yang terjadi pada dinding pengering

P

Banyaknya kehilangan panas yang terjadi pada tungku, heat exchanger

dan dinding pengering mempengaruhi nilai efisiensi pengering. Agar efisiensi pengeringan yang diperoleh lebih besar, maka penggunaan energi dari pemanas tambahan dapat ditingkat efisiensinya dengan memperbesar luasan pindah panas

heat exchanger. Kondisi alat pengering pada saat ini, luasan pindah panas heat exchanger masih kecil, sehingga panas tungku yang dihasilkan lebih banyak keluar dibandingkan ke heat exchanger. Penempatan posisi kipas untuk menyebarkan panas dari heat exchanger ke ruang pengering yang belum tepat, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan untuk penentuan posisi kipas pada ruang pengering.

Kualitas Produk yang Dihasilkan

Kualitas produk akhir dari pengeringan menggunakan alat pengering ini diharapkan lebih baik dibandingkan dengan penjemuran secara langsung (kontrol). Pengamatan yang dilakukan untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan adalah kondisi fisik produk (warna, dan berjamur atau tidak), kadar air akhir dan kandungan minyak atsiri dari hasil akhir produk.

Gambar

Gambar 1 Temulawak (  Curcuma xanthorizza Roxb.)
Gambar 2.
Tabel  3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca tipe rak
Gambar 3 Proses pindah panas pada alat pengering (Leopold 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suhu tertinggi pada pengujian alat pengering hybrid terdapat pada perlakuan pengeringan bahan dengan alat menggunakan sinar matahari dan energi listrik,.. yaitu 61 0 C

Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan perfonnansi alat pengering tipe Efek Rumah Kaca dengan plastik UV sebagai bahan dinding dan arang sebagai bahan bakar tambahan

Permasalahan utama pada penelitian sebelumnya menggunakan alat pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak adalah rendahnya nilai efisiensi pengering dan tingginya

Parameter kinerja yang digunakan meliputi kinerja dua sub sistem yaitu: sub sistem rumah kaca sebagai alat pengering meliputi penyebaran suhu dalam rumah kaca,

Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan perfonnansi alat pengering tipe Efek Rumah Kaca dengan plastik UV sebagai bahan dinding dan arang sebagai bahan bakar tambahan

pengujian alat pengering hybrid (surya-biomassa) tipe rak tanpa bahan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu pada alat

Pada penelitian ini simulasi dilakukan untuk mengobservasi kinerja pengering ERK-hibrid tipe wadah silinder yang mencakup perubahan suhu dan kelembaban udara,

Pendugaan suhu bahan (Tb) berdasarkan ketinggian pengering (t) dan kecepatan aliran udara. Performansi mesin pengering ERK berdasarkan ketinggian bangunan pengering