• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA

(ERK)-

HYBRID

TIPE RAK BERPUTAR UNTUK

PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (

Ipomoea batatas

L.)

STEPHANI UTARI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2013

(4)

ABSTRAK

STEPHANI UTARI. Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Dibimbing oleh DYAH WULANDANI.

Mesin pengering efek rumah kaca tipe rak berputar adalah pengering dengan sumber energi surya dan biomassa untuk mengeringkan produk pertanian dalam rak yang dapat diputar secara vertikal. Kapasitas pengering ini adalah 48 kg ubi jalar. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji performansi pengering efek rumah kaca hibrid tipe rak berputar untuk pengeringan ubi jalar dan menentukan pemodelan pindah panas ruang pengering pada mesin pengering tersebut. Terdapat tiga perlakuan uji performa alat, satu kali tanpa beban dan dua kali dengan beban (tanpa pemutaran rak dan rak diputar 450 setiap 60 menit). Hasil pengeringan sawut ubi jalar menunjukkan suhu ruang pada pengering berkisar antara (31.6-61.5)0C. Untuk menurunkan kadar air sawut ubi jalar dari 71.3%bk sampai dengan 9.96%bk (Percobaan 2) dan dari kadar air 72.76%bk menjadi 9.5%bk (Percobaan 3) masing-masing membutuhkan waktu 14.5 dan 13.5 jam. Konsumsi energi spesifik untuk kedua percobaan adalah 42.83 MJ/kg uap air dan 35.15 MJ/kg dengan efisiensi pengeringan sebesar 5.78% dan 7.47%. Berdasarkan performa alat, dapat disimpulkan bahwa pemutaran rak menunjukkan performa yang lebih baik daripada tanpa pemutaran rak.

Kata kunci: pengering efek rumah kaca, biomassa, sawut ubi jalar

ABSTRACT

STEPHANI UTARI. Performance of Rotating Rack Hybrid GHE Solar Dryer for

“Sweet Potatoes”. Supervised by DYAH WULANDANI.

Rotating rack green house effect (GHE) solar dryer is one type of dryer with the source of energy from solar and biomass energy for drying of agricultural products on the racks that can be rotated verticaly. The capacity of the drying chamber is 48 kg of chopped sweet potatoes. The objective of this study is to test the performance of the hybrid green house effect dryer for drying chopped sweet potatoes and to define modeling of heat transfer in the drying chamber. There are three experiments of drying: the first is without products, the second and the third are drying products without rotating rack and implement the rotating rack 450 every 60 minutes, respectively. The results of chopped sweet potatoes drying show that drying temperature on the dryer chamber ranged between 31.6-61.50C. To reduce moisture content from around 71.3 %wb to 9.96 %wb for Experiment 2 and to reduce moisture content of 72.76 %wb to 9.5 %wb for Experiment 3, it is needed 14.5 hours and 13.5 hour, respectively. The specific energy consumption of both experiments were 42.83 MJ/kg of moisture evaporated and 35.15 MJ/kg of moisture evaporated and the drying efficiency of 5.78 % and 7.47%, respectively. Based on the performance test, it can be concluded that rotating rack dryer shows better performance than that of without rotating rack.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA

(ERK)-

HYBRID

TIPE RAK BERPUTAR UNTUK

PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (

Ipomoea batatas

L.)

STEPHANI UTARI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Nama : Stephani Utari

NIM : F14090053

Disetujui oleh

Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr.Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah pengeringan, dengan judul Uji Performansi Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.).

Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. yang telah mendanai penelitian ini hingga selesai.

2. Pdt. Richard Agung Sutjahjono, STh, MSi dan Blury Danoko selaku orang tua serta Rio Kusuma, adik penulis, yang telah memberikan banyak dorongan, motivasi, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

3. Dr.Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan nasihat kepada penulis dalam penelitian hingga penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

4. Dr. Ir I Wayan Astika, M.Si dan Ir Sri Endah Agustina, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

5. Andreas Gonzales, Rizky Oktavianto, Aditya Nugraha, Gumilar Hismaya, Kala Yudistira, Ivan, Nafis, Nopri, Desi Puspita, Amajida Bahrina, Elsamila Aritesty, Angela Dian, Endah Prahmawati, Wahyu Prastikasari dan teman-teman Orion TMB 46 yang membantu selama penulis melakukan penelitian.

6. Ferry Albert Gideon Rihi, Friska Vida Hutagaol dan Anggi Maniur Hutasoit yang telah memberikan dukungan penulis selama penelitian.

7. Pak Harto, Pak Darma dan Mas Firman yang telah membantu penulis dalam penelitian.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 2

Teori Pengeringan 4

Pengering Efek Rumah Kaca Tipe Rak Berputar 5

Bentuk Energi 6

Sumber Energi untuk Pengering Tipe Efek Rumah Kaca Hibrid 7

Pindah Panas pada Sistem 8

METODOLOGI PENELITIAN 9

Waktu dan Tempat Penelitian 9

Bahan dan Alat 9

Prosedur Penelitan 10

Perlakuan Percobaan 12

Penentuan Parameter Unjuk Kerja Mesin Pengering 12

Metode Pengambilan Data 13

Analisis Data 15

Proses pindah panas 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(10)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi ubi jalar per 100 gram bahan 3

2 Mutu Ubi Jalar Segar 4

3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca-hybrid 6 4 Profil rata-rata suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak,

lingkungan dan outlet Percobaan 1 21

5 Nilai rata-rata suhu tiap rak pada Percobaan 2 23

6 Nilai rata-rata suhu tiap sampel pada Percobaan 3 23

7 Penggunaan input energi dan total energi untuk pengeringan

sawutan ubi jalar 31

8 Jumlah pengumpanan bahan bakar biomassa selama pengeringan 32

9 Kehilangan panas dari tungku dan cerobong 35

10 Perbandingan unjuk kerja alat pengering efek rumah kaca untuk

beberapa produk pertanian 37

11 Parameter performansi alat pengering ERK-hybrid tipe rak berputar 38

12 Parameter yang digunakan dalam simulasi 43

13 Perbandingan suhu rata-rata dan keseragaman suhu hasil simulasi

dan suhu terukur 43

DAFTAR GAMBAR

1 Ubi Jalar 3

2 Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu 5

3 Proses pindah panas pada alat pengering 9

4 Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid tipe rak berputar 10

5 Diagram alir penelitian 11

6 Titik-titik pengukuran 14

7 Sebaran suhu rak pengering Percobaan 1 20

8 Suhu dan RH ruangan pada Percobaan 2 selama proses pengeringan 22 9 Suhu dan RH ruangan pada Percobaan 3 selama proses pengeringan 22

10 Sebaran suhu rak pengering Percoban 2 23

11 Sebaran suhu rak pengering Percobaan 3 24

12 Iradiasi matahari pada Percobaan 2 24

13 Iradiasi matahari pada Percobaan 3 25

14 Suhu lingkungan, iradiasi, RH lingkungan Percobaan 2 26 15 Suhu lingkungan, iradiasi, RH lingkungan Percobaan 3 26 16 Penurunan kadar air sawut ubi jalar pada Percobaan 2 27 17 Penurunan kadar air sawut ubi jalar pada Percobaan 3 28 18 Laju pengeringan sawutan ubi jalar pada Percobaan 2 29 19 Laju pengeringan sawutan ubi jalar pada Percobaan 3 29

20 Sawutan ubi jalar sebelum dikeringkan 30

21 Sawutan ubi jalar setelah dikeringkan 30

22 Perbandingan input energi masing-masing percobaan 31

23 Jumlah biomassa, iradiasi surya dan suhu udara pengering pada

(11)

24 Jumlah biomassa, iradiasi surya dan suhu udara pengering pada

Percobaan 2 33

25 Jumlah biomassa, iradiasi surya dan suhu udara pengering pada

Percobaan 3 34

26 Perbandingan laju pengeringan dengan menggunakan cahaya

matahari dan pengering ERK Percobaan 2 36

27 Perbandingan laju pengeringan dengan menggunakan cahaya

matahari dan pengering ERK Percobaan 3 36

28 Perbandingan suhu lingkungan hasil simulasi dan suhu terukur 41 29 Perbandingan suhu ruangan hasil simulasi dan suhu terukur 41 30 Perbandingan suhu absorber hasil simulasi dan suhu terukur 41 31 Perbandingan suhu heat exchanger hasil simulasi dan suhu terukur 42 32 Perbandingan iradiasi surya hasil simulasi dan iradiasi terukur 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data nilai-nilai hasil pengukuran pada Percobaan 1 tanpa beban 47 2 Data nilai-nilai hasil pengukuran pada Percobaan 2 dengan beban 50 3 Data nilai-nilai hasil pengukuran pada Percobaan 3 dengan beban 52 4 Perhitungan efisiensi penggunaan energi pada pengeringan ubi jalar 54 5 Kehilangan panas pada dinding tungku (QL1) Percobaan 1 57 6 Kehilangan panas pada lantai tungku (QL2) Percobaan 1 58

7 Kehilangan panas pada cerobong (QL3) Percobaan 1 59

8 Perhitungan kehilangan panas pada dinding ruang pengering (QL4)

Percobaan 1 60

9 Keterangan dan contoh penggunaan rumus-rumus pada Percobaan 1 61 10 Keterangan dan contoh perhitungan parameter simulasi 63 11 Data performansi pengering efek rumah kaca-hybrid tipe rak

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi jalar merupakan salah satu produk pangan lokal yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan sebagai produk diversifikasi pangan. Di Indonesia ubi jalar termasuk palawija terpenting ke-3 setelah jagung dan singkong (Widowati et al 2002) dengan produktivitas 10-30 ton/hektar. Ubi jalar juga dapat diolah menjadi beranekaragam produk dan bahan baku industri seperti pati, tepung, saos dan alkohol. Menurut Sarwono (2005), subtitusi terigu dengan tepung ubi jalar pada industri makanan olahan akan mengurangi penggunaan terigu 1.4 juta ton per tahun dan dapat menghemat penggunaan gula hingga 20%.

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi melewati beberapa tahap salah satunya adalah melalui pengeringan. Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada ubi jalar sehingga dapat memudahkan dalam pengolahan menjadi tepung serta dapat meningkatkan kualitas dari tepung ubi jalar itu sendiri. Proses pengeringan ubi jalar selama ini dilakukan dengan cara tradisional yaitu pengeringan menggunakan penjemuran langsung, sementara pada industri besar proses pengeringan dilakukan menggunakan mesin pengering tipe rotari. Pengeringan dengan penjemuran langsung lebih mudah dan murah, namun pengeringan ini sangat tergantung pada cuaca, penyinaran matahari, kelembaban udara dan kondisi angin, serta membutuhkan lahan yang luas. Produk yang dihasilkan dari pengering dengan cara ini pada umumnya memiliki kadar air akhir yang seragam, namun menyebabkan produk dapat terkontaminasi oleh material asing seperti debu, serta serangga sehingga menyebabkan produk tersebut menjadi kurang higienis. Pengeringan secara mekanis menggunakan mesin pengering tipe rotari akan menghasilkan produk akhir dengan kadar air seragam namun energi yang dibutuhkan untuk pengeringan akan cukup besar. Salah satu cara untuk menekan penggunaan energi tetapi dapat menghasilkan kadar air yang seragam dan sesuai dengan kapasitas pada industri kecil adalah digunakannya pengering semi mekanis, yaitu pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar.

Penggunaan alat pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar dapat mengefektifkan penggunaan energi karena menggunakan system hibrid (biomassa dan energi surya) dan proses pemutaran rak diharapkan dapat menyeragamkan kadar air bahan. Sistem hibrid ini digunakan agar pengering dapat digunakan secara kontinyu, sehingga pada saat cuaca mendung, hujan, atau pada malam hari proses pengeringan dapat terus berjalan dengan memanfaatkan biomassa sebagai bahan bakar pada tungku pemanas alat pengering.

(14)

Perumusan Masalah

Performa alat pengering ERK-hybrid tipe rak berputar ini belum pernah diuji coba pada pengeringan sawutan ubi jalar. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui kemampuan alat dalam menghasilkan ubi jalar kering dengan mutu yang baik dan hemat energi. Dalam rangka penghematan energi, percobaan trial and eror operasi pengeringan akan membutuhkan biaya percobaan. Oleh karena itu diperlukan analisis pemodelan pindah panas untuk mempercepat dan memudahkan kajian untuk menentukan kondisi operasi pengeringan terbaik dan rekomendasi disain pengering yang hemat energi dan efisien.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan uji performansi pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar berenergi surya untuk pengeringan ubi jalar.

2. Pembuatan model proses pindah panas di dalam ruang pengering pada mesin pengering tersebut.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi kondisi operasi proses pengeringan sawut ubi jalar menggunakan pengering ERK-hybrid tipe rak berputar secara vertikal, mengefektifkan penggunaan energi dan mendapatkan mutu yang lebih baik (kadar air akhir dari sawut ubi jalar seragam) dengan kapasitas pengeringan yang sesuai dengan kebutuhan industri rumah tangga dan kecil serta dapat digunakan dalam berbagai kondisi cuaca.

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

(15)

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Tubiflorae

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Species : Ipomoea batatas L.

Gambar 1 Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat setelah padi, jagung dan ubi kayu. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan masyarakat. Zat-zat yang terkandung dalam ubi jalar dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan energi dan meningkatkan proses metabolisme tubuh. Komposisi ubi jalar per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi ubi jalar per 100 gram bahan

Komponen kadar (gram)

Kandungan air 70

Protein 2,3

Lemak 0,7

Karbohidrat 27,9

Sumber: Tsou, dkk (1989)

(16)

Tabel 2 Mutu Ubi Jalar Segar

No Komponen Mutu Mutu

I II III

1 Berat umbi (gram/umbi) >200

100-200 75-100

2 Umbi cacat (per 50 biji) maks

tidak

ada 3 biji 5 biji

3 Kadar air (% bb min) 65 60 60

4 Kadar serat (% bb maks) 2 2.5 >3.0

5 Kadar pati (%bb min) 30 25 25

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (SNI 01-4493-1998)

Pengolahan pasca panen ubi jalar segar menjadi produk setengah jadi sangat penting guna memperpanjang umur simpan dari ubi jalar tersebut (Syah 2008). Ubi jalar biasanya dikeringkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan tepung, (Widowati et al 2002) menyebutkan proses pembuatan pati ubi jalar didahului oleh proses pengupasan dan pencucian, kemudian ubi jalar disawut atau dirajang tipis. Sawut basah direndam dalam sodium bisulfit 0.3% selama ± 1 jam lalu dipress, diremahkan dan kemudian dikeringkan sampai kadar air 12%. Sedangkan proses pembuatan tepung ubi jalar adalah umbi dibersihkan dari tanah dan kotoran kemudian kulitnya dikupas atau dilepas dari umbinya. Setelah itu disawut (diiris tipis-tipis), sawutan tersebut akan dikeringkan dengan matahari atau oven. Setelah dikeringkan sawut kering akan digiling dan menjadi tepung ubi (ubi jalar).

Teori Pengeringan

Menurut Hall (1957) dalam tesis Syah (2008) menyatakan bahwa pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya proses penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Ada 3 hal yang mempengaruhi proses pengeringan yaitu kecepatan udara, suhu udara dan kelembaban udara (Brooker et al 1992).

(17)

Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti dengan laju pengeringan menurun. Kadar air antara kedua periode ini disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Kadar air keseimbangan adalah kadar air minimum yang dapat dicapai di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap. Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 2). Buckleet al 1987 dalam Suherman (2005) menyatakan bahwa laju pengeringan suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Sifat fisik dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air). 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau

media perantara pindah panas.

3. Sifat-sifat lingkungan dari alat pengering (suhu, kelembaban dan laju udara).

4. Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas).

Gambar 2 Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu

Pengering Efek Rumah Kaca Tipe Rak Berputar

Pengering efek rumah kaca (ERK) adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan energi surya untuk proses pengeringan (Kamaruddin 1995). Prinsip ERK adalah dengan membuat suatu bangunan yang dinding dan atapnya terbuat dari bahan transparan, berfungsi sebagai bahan penyekat sehingga energi panas yang masuk dapat meningkatkan suhu didalam bangunan ruang pengering.

(18)

Tabel 3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca-hybrid.

No. Tipe Alat

Pengering

Tipe Produk Peneliti

1. Rak Kakao Nelwan, 1997

2. Rak Bahan udang Madani, 2002

3. Kerucut Rumput laut Suherman, 2005

4. Rak Kopi Wulandani (1997)

5. Rak Biji pala Hartini, 2010

6. Rak Bahan tulang ikan Sari, 2012

Bentuk Energi

Macam-macam bentuk energi adalah sebagai berikut (Kanginan, 2007): 1. Energi kinetik, adalah energi yang dimiliki oleh setiap benda

yang bergerak. Energi ini dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang memutar generator sehingga disimpan dalam sel akumulator.

2. Energi listrik, adalah energi yang disampaikan oleh partikel bermuatan kecil yang disebut dengan elektron dan biasanya bergerak melalui kabel. Petir adalah contoh energi listrik di alam.

3. Energi potensial, merupakan energi yang dihubungkan dengan gaya-gaya yang bergantung pada posisi benda tersebut. Misalnya air yang tersimpan di sebuah bendungan memiliki energi potensial yang sangat besar sehingga dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin yang akan menggerakkan generator untuk perpindahan energi dari potensial ke bentuk energi listrik. Contoh lain energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh sebuah pegas yang ditarik atau diregangkan.

4. Energi kalor, energi kalor biasanya merupakan hasil sampingan dari perubahan bentuk energi lainnya. Energi kalor dapat diperoleh dari energi kimia, misalnya pembakaran bahan bakar. Energi kalor juga dapat dihasilkan dari energi kinetik benda-benda yang bergesekan.

5. Energi kimia adalah energi yang dilepaskan selama reaksi kimia. Energi kimia juga merupakan energi yang tersimpan dalam ikatan atom atau molekul. Seperti misalnya baterai, biomassa, minyak bumi, gas alam dan batu bara.

6. Energi radiasi, adalah energi elektromagnetik yang bergerak dalam gelombang transversal. Energi radiasi termasuk cahaya tampak, sinar-x gamma dan gelombang radio. Cahaya adalah salah satu jenis energi radiasi. Sinar matahari adalah energi radiasi yang memasok bahan bakar dan panas. 7. Energi gerak, adalah energi yang tersimpan dalam gerakan benda.

Semakin cepat benda bergerak maka semakin banyak energi yang disimpan. Angin adalah contoh energi gerak.

(19)

9. Energi nuklir, adalah energi yang tersimpan dalam inti atom. Jumlah energi yang sangat besar dapat dilepaskan ketika inti atom digabungkan atau dipecah. Pembangkit listrik tenaga nuklir membelah inti atom uranium dalam proses yang disebut fisi. Matahari menggabungkan inti atom hidrogen dalam proses yang disebut fusi.

Sumber Energi untuk Pengering Tipe Efek Rumah Kaca Hibrid

Energi Surya

Menurut Abdullah (1998) energi surya diimpelentasikan untuk proses termal yaitu pada proses pemanasan fluida, distilasi, memasak dan pengeringan. Pengeringan dengan iradiasi surya merupakan modifikasi dari pengeringan surya yang menggunakan kolektor sinar matahari yang di desain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air. Tujuan utama sistem berenergi surya adalah mengumpulkan energi radiasi surya menjadi energi panas.

Terdapat tiga cara pengumpulan dan pemanfaatan energi surya dalam aplikasi pengeringan komoditi pertanian. Pertama adalah penjemuran, komoditi pertanian dihamparkan di atas tanah sehingga terkena sinar matahari secara langsung. Sebenarnya kondisi demikian menyebabkan jumlah panas yang hilang ke tanah sangat banyak. Selain itu, komoditi tersebut akan menyerap uap air dari tanah selama proses pengeringan berlangsung. Kedua adalah menempatkan komoditi pertanian di bawah bahan kaca. Bahan kaca tertembus gelombang pendek sinar matahari tetapi tak tertembus oleh gelombang panjang inframerah (radiasi panas) sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Bahan kaca menangkap energi surya dengan dua cara, yaitu (1) bahan kaca bertindak sebagai penutup tak tembus radiasi panas yang dipantulkan oleh komoditi pertanian sehingga panas terperangkap dalam penutup, dan (2) bahan kaca bertindak sebagai pembungkus untuk mengurangi kehilangan panas secara konveksi. Meskipun panas yang diserap komoditi akan banyak hilang ke tanah, tetapi efek totalnya lebih baik dibandingkan dengan penjemuran langsung. Ketiga adalah meletakkan produk pertanian dalam wadah yang juga berfungsi sebagai penyerap panas. Cara ini menyediakan pegumpulan energi surya paling efektif dengan kehilangan panas yang rendah dan investasi awal relatif murah. Panas yang dikonversikan secara efektif terperangkap dalam penutup. Penggunaan panas dipindahkan lewat putaran lambat penyerap panas dan dihantarkan ke komoditi pertanian melalui mekanisme pindah panas yang efektif sehingga kehilangan panas secara konveksi minimum. Dengan demikian kehilangan panas ke tanah selama proses pengeringan atau pengawetan dapat diperkecil.

Energi Biomassa

(20)

serta transportasi dan distribusi. Selama kegiatan produksi misalnya akan diperoleh sisa tanaman mati. Pada tahap pemanenan dihasilkan sisa-sisa tanaman yang bukan merupakan produk utama. Bahan seperti ini termasuk golongan limbah atau hasil samping.

Limbah pertanian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah lapangan dan limbah pengolahan. Limbah lapangan adalah limbah yang umumnya tertinggal di lapangan setelah panen. Limbah lapangan ini umumnya menyebarluas sesuai dengan lokasi panen, sulit dikumpulkan dan sering kali lebih baik digunakan sebagai pupuk di lahan pertanian tersebut. Limbah pengolahan adalah limbah yang terjadi saat pengolahan dan umumnya terkumpul di tempat-tempat pengolahan. Limbah pengolahan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pakan ternak, bahan baku industri dan bahan bakar nabati.

Pindah Panas pada Sistem

Pindah panas adalah perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Ada tiga cara pindah panas yang dikenal yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pindah panas konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu bahan ke dalam bahan yang lain dengan saling menukar energi kinetik antara molekul tanpa ada pergerakan dari molekul tersebut. Pindah panas konveksi adalah transfer energi yang disebabkan adanya pergerakan fluida panas. Sedangkan pindah panas secara radiasi timbul ketika energi diangkut dengan gelombang elektromagnetik dari suatu bahan bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah. Perbedaan suhu antara karakteristik permukaan dari kedua bahan sangat penting dalam cara pindah panas ini (Singh dan Helman).

(21)

Keterangan :

Pindah massa (uap air) Panas konveksi

Pindah panas radiasi

Pindah konveksi dan konduksi

Gambar 3 Proses pindah panas pada alat pengering (Nelwan 1997)

Proses pindah panas yang berhubungan dengan udara pada bagian ini adalah interaksi termal dengan komponen-komponen di dalam ruang pengering secara konveksi, dinding pengering, panas terbawa aliran ke luar pengering dan panas terbawa aliran yang berasal dari silinder tempat produk dikeringkan. Udara pengering di dalam ruang pengering diasumsikan memiliki suhu yang seragam.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Siswadi Supardjo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 4 bulan, terhitung dari tanggal 23 Maret 2013 hingga tanggal 23 Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar yang diperoleh dari Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Alat

Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah pengering efek rumah kaca-hybrid tipe rak berputar merupakan rancangan Wulandani et al (2009) (Gambar 4). Pengering rumah kaca tipe rak berputar ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bangunan rumah kaca, silinder dengan rak pengering dan bagian pemanas tambahan. Rumah kaca tersebut berukuran panjang x lebar x tinggi (1.1 m x 0.86 m x 1.3 m). Silinder pengering ini digerakkan dengan motor penggerak

Udara pengering Produk

Udara lingkungan Absorber plate

Iradiasi surya

(22)

40 watt kecepatan putaran 1 rpm. Pemanas tambahan terdiri dari tangki air dengan elemen pamanas 1000 watt. Pompa air digunakan untuk sirkulasi sedangkan radiator untuk pembangkit panasnya. Bangunan rumah kaca berfungsi sebagai pengumpul panas.

Sedangkan alat yang digunakan dalam proses persiapan bahan yaitu pisau, alat sawut ubi, ember dan tray. Adapun untuk pengujian performansi alat pengering tipe rak berputar yaitu termokopel tipe CC, termokopel tipe CA, timbangan digital, drying oven, hybrid recorder, termometer alkohol, anemometer, digital multimeter, pyranometer dan stopwatch.

Gambar 4 Alat pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid tipe rak berputar.

Prosedur Penelitan

Alur penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Kegiatan penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1. Persiapan Bahan

Persiapan bahan dilakukan berdasarkan penanganan pasca panen ubi jalar yaitu ubi jalar sebelumnya dibersihkan dengan dicuci dan dipotong ujung-ujungnya. Kemudian ubi jalar dipress, diremahkan dan dikeringkan sampai kadar air 12%.

2. Pengujian tanpa beban

Pengujian tanpa beban ini dimaksudkan agar mengetahui distribusi suhu pada ruang pengering. Sehingga dapat dilakukan simulasi untuk keseimbangan panas yang terdapat pada alat pengering efek rumah kaca (ERK) tersebut.

3. Simulasi keseimbangan panas pada alat pengering efek rumah kaca (ERK)

Simulasi ini dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dari distribusi suhu yang dihasilkan pada pengujian tanpa beban. Sehingga dapat diketahui distribusi suhu di dalam ruang pengering.

4. Percobaan Pengeringan

(23)

berukuran 25x25 cm dengan waktu awal pengeringan sama dengan waktu pengeringan pada Percobaan 2 dan 3.

5. Analisis kelayakan teknis dan uji performa alat

Setelah percobaan dilakukan maka akan dilakukan analisis unjuk kerja dan kelayakan teknis dari alat tersebut. Analisis dilakukan terhadap tingkat keseragaman kadar air produk kering.

6. Pengujian Mutu

Pengujian mutu yang dilakukan berdasarkan kadar air maksimum hasil pengeringan ubi tersebut. Pengujian mutu dilakukan dengan melihat keseragaman kadar air akhir dari produk hasil pengeringan.

Gambar 5 Diagram alir penelitian Mulai

Pemodelan Pindah Panas Pengujian Pengering Tanpa

Beban (Percobaan 1)

Selesai Pengujian Pengering dengan Beban (Percobaan 2 dan 3) dan Uji Mutu Produk Kering

Analisis Performansi Pengering

Rekomendasi

Valid ? ya

tidak Mulai

Pemodelan Pindah Panas Pengujian Pengering Tanpa

(24)

Perlakuan Percobaan

Tingkat keseragaman kadar air dapat dicapai dengan memutar rak pada selang waktu tertentu. Dalam penelitian ini dikondisikan dalam tiga percobaan sebagai berikut:

a. Percobaan 1 : percobaan tanpa beban.

b. Percobaan 2 : rak tidak diputar dan tidak digeser

c. Percobaan 3 : rak tidak diputar dan pergeseran posisi rak 450 setiap 60 menit. Adanya pergeseran posisi rak dimaksudkan untuk meratakan suhu udara di dalam ruang pengering sehingga penurunan kadar air lebih cepat dan lebih seragam.

Penentuan Parameter Unjuk Kerja Mesin Pengering

Suhu ruang pengering dan sebarannya

Suhu ruang pengering (0C) adalah suhu udara rata-rata yang dapat dicapai mesin selama proses pengeringan. Sedangkan sebaran suhu adalah suhu rata-rata dari beberapa titik pengukuran yang tersebar di dalam ruang pengering. Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan termometer alkohol dan termokopel CC. Data yang diperlukan adalah suhu bola basah dan suhu bola kering dari lingkungan, suhu bola basah dan suhu bola kering dari ruang pengering, suhu bola basah dan suhu bola kering dari outlet, suhu pada absorber dan suhu tiap rak.

Waktu pengeringan dan laju pengeringan

Waktu pengeringan merupakan waktu total yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan sampai kadar air yang diinginkan yaitu maksimal 12 %. Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan persatuan waktu atau perubahan kadar air bahan dalam satu satuan waktu. Data yang diperlukan adalah bobot awal, kadar air awal bahan sebelum dikeringkan, kadar air akhir bahan selama proses pengeringan dan waktu pengeringan.

Kebutuhan energi untuk pengeringan

Kebutuhan energi pengeringan adalah input energi yang diperlukan untuk mengeringkan produk. Data yang dibutuhkan adalah energi surya berupa iradiasi surya, energi biomassa yang digunakan pada tungku pengering yaitu laju penggunaan biomassa dan nilai kalor biomassa dan lama penggunaan listrik.

Kebutuhan energi spesifik untuk pengeringn

(25)

Efisiensi penggunaan energi dan efesiensi pengeringan

Data-data yang diperlukan untukmenghitung efisiensi penggunaan energi adalah sebagai berikut:

1. Untuk menghitung efisiensi pengeringan berdasarkan perbandingan total output yang berupa panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan panas untuk menguapkan kandungan air dalam bahan dan input yang berupa panas yang dilepas ruang pengering, lama iradiasi surya.

2. Untuk menghitung efisiensi pengeringan berdasarkan perbandingan total output yang berupa panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan panas untuk menguapkan kandungan air dalam bahan dan input yang berupa panas yang dilepas ke ruang pengering, lama iradiasi surya dan lama penggunaan energi listrik untuk menggerakkan kipas.

Metode Pengambilan Data

Berat Bahan (Sebelum dan Setelah Pengeringan)

Berat bahan awal diukur dengan melakukan penimbangan sawutan ubi jalar sebelum dimasukan ke dalam alat pengering. Setelah pengeringan selesai dilakukan penimbangan kembali untuk menentukan berat akhir bahan.

Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya

Pengukuran suhu mula-mula dilakukan pada setiap percobaan untuk mengetahui profil suhu dan sebarannya di dalam ruang pengering, lingkungan dan ruang pembakaran. Pengukuran suhu dilakukan selama proses pengeringan berlangsung (pagi, siang dan malam hari). Penentuan titik pengukuran pada percobaan 1 akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan Percobaan 2 dan 3. Pengambilan data suhu dilakukan secara periodik yaitu setiap 30 menit sekali. Pengambilan data suhu dilakukan dengan meletakkan termokopel pada tititk-titik pengukuran (Gambar 6) sebagai berikut:

1. Suhu udara lingkungan (bb dan bk) sebanyak 1 titik. 2. Suhu atap dan dinding luar sebanyak 1 titik.

3. Suhu udara di dalam ruang pengering (bb dan bk) sebanyak 2 titik 4. Suhu rak atas sebanyak 3 titik.

(26)

·T1

·T2 ·T3

·T4 T7·

T8·

← v2

·T5 ·T6 ·T9

·T10

← v1

·TA ·TB ·T11

Keterangan :

T1-T5 : suhu rak 1-rak 8, T5 : suhu bola basah lingkungan, T6 : suhu bola kering lingkungan, T7: suhu bola basah di outlet, T8 : suhu bola kering di outlet, T9 : suhu bola basah ruang pengering, T10 : suhu bola kering ruang pengering, TA-TB : suhu bahan kontrol, T11 : Iradiasi surya, V1 : kecepatan udara masuk, V2 : kecepatan udara keluar.

Gambar 6 Titik-titik pengukuran

Lama Pengeringan dan Laju Pengeringan

Lama pengeringan ditentukan dari waktu yang diperlukan pengering untuk melakukan proses pengeringan dengan kadar air awal sampai kadar air akhir yang diinginkan yaitu 12%. Lama pengeringan dimulai saat awal pemasukan bahan ke mesin pengering dan selama proses pengeringan berlangsung dilakukan juga pengamatan tehadap sampel bahan dengan menimbang berat sampel selama waktu yang ditentukan. Setelah kadar air mencapai 12% pengeringan akan dihentikan. Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan yaitu kecepatan udara pengering (m/s) dan kelembaban udara (%).

Tingkat Keseragaman Kadar Air Produk yang Dikeringkan

(27)

Kebutuhan Energi untuk Pengeringan

Kebutuhan energi pengeringan adalah input energi yang diperlukan untuk mengeringkan produk. Data yang dibutuhkan adalah energi surya berupa iradiasi rata-rata, energi biomassa (bahan bakar) yang digunakan pada tungku pengering yaitu laju penggunaan biomassa dan nilai kalor biomassa dan lama penggunaan listrik.

Efisiensi Penggunaan Energi dan Efisiensi Pengeringan

Efisiensi penggunaan energi dihitung secara terpisah. Untuk menghitung efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan total output yang berupa panas yang digunakan untuk menaikkan suhu sawutan ubi jalar dan panas untuk menguapkan kandungan air sawutan ubi jalar, lama iradiasi surya dan lama penggunaan energi listrik.

Mutu Produk yang Dikeringkan

Mutu produk yang dikeringkan dengan mesin pengering diharapkan lebih baik dari mutu produk yang dikeringkan secara konvensional/dijemur. Mutu produk sawutan ubi jalar hanya dilihat dari nilai kadar air akhir pengeringan.

Analisis Data

1. Rendemen

Rendemen pengeringan merupakan rasio antara total bobot awal (sebelum pengeringan, Wawal) dengan total bobot akhir (setelah pengeringan, Wakhir).

2. Standar deviasi

∑ (

)

dimana :

= standar deviasi n = jumlah data

X = data yang diketahui

3. Kadar air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Metode pengukuran kadar air bahan ada dua yaitu kadar air basis basah (wet basis) dan kadar air basis kering (dry basis) (Henderson dan Perry 1976). Persamaan kadar air dinyatakan sebagai berikut:

……… (1)

(28)

dimana :

Wm = massa air (kg) Wd = massa padatan (kg)

m = kadar air basis basah (w.b.) M = kadar air basis kering (d.b.)

4. Laju pengeringan

Laju pengeringan diperoleh dari selisih kadar air awal dan kadar air akhir terhadap selang waktu tertentu. Laju pengeringan dinyatakan dengan:

d dt

t- t- t

t

dimana :

dW/dt = laju pengeringan (%bk/jam)

wt = kadar air pada selang waktu t (%bk) wt+Δt kadar air pada aktu t + Δt (%bk)

Δt = selang waktu (jam)

5. Iradiasi surya

Iradiasi surya merupakan rata-rata iradiasi yang terjadi pada suatu permukaan (W/m2) di suatu lokasi (Abdullah 1998). Nilai 1 mV yang terukur oleh pyranometer setara dengan 1000/7 W/m2. Total iradiasi surya harian (Ih) dapat dihitung secara matematik dengan menggunakan metode Simpson sebagai berikut:

[ ∑ ∑ ]

dimana:

Ih = total iradiasi harian (kWh/m2/hari)

Δt = selang pengukuran (jam) Itgl = iradiasi jam ganjil (W/m2) Itgp = iradiasi jam genap (W/m2) Ii = iradiasi awal (W/m2) If = iradiasi akhir (W/m2)

6. Energi surya yang diterima oleh model pengering

Q1 = 3.6 x Ig x Apx ( x α)p x t

dimana:

Qi = energi surya yang diterima oleh model pengering (W/m2) Ig = iradiasi surya (W/m2)

Ap = luas permukaan model pengering (m2) = transmisivitas bahan model pengering (-)

...……….………….… (4)

………...… (5)

(29)

α = absorbsivitas bahan penyerap (-) t = lamanya penyinaran matahari (jam)

7. Panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu ubi jalar

Q2 = m0 x Cpb x (T2– T1)

Nilai Cp ditentukan dengan persamaan Siebel (Helman and Singh 1989) sebagai berikut:

Cpb = 0.837 + 0.034 x M0

dimana:

Q2 = panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu bahan (kJ) m0 = massa awal bahan (kg)

Cpb = panas jenis bahan (kJ/kg 0C) M0 = kadar air awal ubi jalar (% w.b)

T1 = suhu ubi jalar sebelum dipanaskan (0C) T2 = suhu ubi jalar setelah dipanaskan (0C)

8. Panas yang digunakan untuk menguapkan air pada ubi jalar

Q3 = mu x Hfg

dimana:

Q3 = panas yang digunakan untuk menguapkan air ubi jalar (kJ) mu = massa air yang diuapkan (kg)

Hfg = panas laten penguapan produk (kJ/kg)

9. Energi untuk menguapkan air bahan dan menaikkan suhu ubi jalar

Q5 = Q2 + Q3

dimana:

Q5 = energi untuk menguapkan air bahan dan menaikkan suhu (kJ) Q2 = energi untuk menaikkan suhu ubi jalar (kJ)

Q3 = panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan (kJ)

10.Energi listrik

Q6 = 3.6 x Pk x t

dimana:

Q6 = energi listrik untuk menggerakkan kipas (kJ) Pk = daya listrik (Watt)

t = waktu pengeringan (jam)

……… (7)

…..…………...……… (8)

………..… (9)

………....….… (10)

(30)

11.Energi biomassa

Q7 = mb x Qbb

dimana:

Q7 = energi biomassa (Watt)

mb = laju pembakaran biomassa (kg/jam) Qbb = nilai kalor biomassa (kJ/kg)

12.Efisiensi termal

dimana:

Qu = mr Cpr (Tr2– Tr1)

ɳt = efisiensi termal

Tr1 = suhu awal pada ruang pengering Tr2 = suhu tertinggi pada ruang pengering

13.Efisiensi pengeringan

14.Konsumsi energi spesifik

dimana:

KES = konsumsi energi spesifik (kJ/kg uap air)

Q1 = energi surya yang diterima oleh mesin pengering (kJ) Q6 = energi listrik untuk menggerakkan kipas (Watt) Q7 = energi biomassa (kJ)

muap = massa air yang diuapkan dari ubi jalar (kg)

15.Error untuk validasi simulasi

|

|

Proses pindah panas

Perpindahan panas akibat pembakaran bahan bakar terjadi secara konduksi, konveksi dan radiasi. Pada keadaan matap (steady state), kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku dan melalui saluran udara pada tungku. Batasan sistem proses pindah panas yang

……….………..… (12)

………...… (14)

………...………..… (15)

………..… (16)

(31)

diamati pada pengering rumah kaca hibrid ini adalah tungku dan pada dinding pengering. Pada tungku terjadi kehilangan panas pada dinding dasar tungku (watt), kehilangan panas pada saluran udara (watt). Kehilangan panas pada dinding tegak tungku didekati dengan persamaan:

QL1 = (hA (Td– Tl) + ( A ɛ ( Td4– T4l))

dimana:

QL1 = kehilangan panas pada dinding tegak tungku (watt)

Perhitungan nilai h untuk dinding tegak dipengaruhi oleh bilangan Nusselt seperti pada persamaan berikut:

Nu = C (Ra)m

Nilai konstanta C dan m dapat diketahui nilainya berdasarkan geometri.

Kehilangan panas pada dinding dasar tungku (QL2) dapat diketahui dengan persamaan:

QL2 = (hA (Tlt– Tl) + ( A ɛ ( Tlt4– T4l)) dimana:

QL2 = kehilangan panas pada dinding dasar tungku (watt)

Kehilangan panas pada cerobong (QL3): QL3 = ɛ Am ((Tm + 273)4 + (Tl + 273)4) dimana:

QL3 = kehilangan panas pada cerobong (watt)

Kehilangan panas pada dinding ruang pengering (QL4) dapat diketahui dengan persamaan:

Ql4 = Ud Ad (Tr– Ta)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Tanpa Beban Pengeringan

Pengujian tanpa beban pengeringan dilakukan sebanyak satu kali percobaan pada siang dan malam hari selama 24 jam. Percobaan tanpa beban ini dilakukan untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering efek rumah kaca hibrid tipe rak berputar. Pada percobaan ini, suhu ruang pada mesin pengering berkisar antara (36-61.8)0C dengan rata-rata suhu sebesar

………..……….…(17)

……….…...… (18)

……….…...… (19)

………...…..… (20)

………...…....… (21)

(32)

0 10 20 30 40 50 60 70

S

u

h

u

(

°C)

Waktu (jam)

Ta1

Ta2

Ta3

Tt1

Tt2

Tt3

Tb1

Tb2

Tb3

ligkungan

[image:32.595.108.483.153.405.2]

51.190C dan rata-rata RH sebesar 37.96%. Sebaran suhu ruang tiap rak memiliki nilai yang berbeda. Sebaran suhu pada rak tengah lebih rendah daripada rak atas dan bawah. Perbandingan suhu tiap titik pengukuran pada Percobaan 1 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran suhu rak pengering Percobaan 1

Dari gambar tersebut terlihat bahwa suhu pada titik pengukuran tiap rak sepanjang proses pengoperasian mesin pengering berfluktuasi. Hal ini karena adanya kipas inlet yang berfungsi untuk membantu penyebaran suhu di dalam ruang pengering. Suhu pada siang hari berubah dari waktu ke waktu mengikuti intensitas radiasi. Suhu rata-rata pada titik yang berada dekat dengan heat exchanger memiliki nilai yang lebih tinggi karena titik tersebut berada di dekat sumber panas. Sedangkan suhu rata-rata minimum terdapat pada titik pengukuran yang jauh dari sumber panas yang berada pada titik Ta2, Tt2, Ta3 dan Tt3.

Sebaran suhu pada rak pengering cukup merata. Hal ini disebabkan posisi kipas inlet yang berada di bagian atas dan hembusan angin dari heat exchanger yang berada di bagian bawah rak. Sehingga sebaran suhu pada rak menjadi cukup merata. Panas pada rak bagian atas berasal dari kipas inlet sedangkan pada rak bagian bawah berasal dari heat exchanger dan absorber. Pada intensitas radiasi surya tinggi, suhu pada rak atas lebih tinggi daripada rak bagian tengah dan rak bagian bawah. Sebaran suhu tiap rak dan suhu lingkungan selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan profil suhu tiap rak dan lingkungan dapat dilihat pada Lampiran 1.

(33)
[image:33.595.170.438.211.498.2]

pengeringan disebabkan percobaan dilakukan pada kondisi cuaca mendung, hujan dan cerah secara berganti-gantian. Rata-rata penerimaan iradiasi surya pada Percobaan 1 adalah sebesar 219.54 W/m2. Penerimaan iradiasi surya sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum pada Percobaan 1 yaitu 700 W/m2. Profil rata-rata suhu, RH, dan kecepatan angin rata-rata disetiap rak, lingkungan dan outlet dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Profil rata-rata suhu, RH, kecepatan angin rata-rata pada rak, lingkungan dan outlet Percobaan 1

Keterangan Satuan Nilai

rata-rata

Rak Atas 1 0C 53.37

Rak Atas 2 0C 50.25

Rak Atas 3 0C 48.32

Rak Tengah 1 0C 53.14

Rak Tengah 2 0C 49.97

Rak Tengah 3 0C 48.71

Rak Bawah 1 0C 50.03

Rak Bawah 2 0C 53.72

Rak Bawah 3 0C 49.19

RH Ruang Pengering % 37.97

Lingkungan 0C 28.68

RH lingkungan % 88.69

Kecepatan angin lingkungan m/s 0.19

Suhu outlet 0C 46.12

RH outlet % 63.05

Kecepatan angin outlet m/s 1.46

Nilai keragaman suhu pada rak 1, rak 2, dan rak 3 dalam pengering masing-masing adalah 1.380C, 2.740C dan 1.430C. Suhu pada rak 1 dan rak 3 lebih seragam dibanding dengan rak 2. Keseragaman suhu ini disebabkan penyebaran suhu oleh kipas inlet dan outlet yang baik serta adanya pengumpanan biomassa yang tepat.

Pengujian dengan Ubi Jalar

Suhu ruang pengering dan sebarannya

(34)

0 20 40 60 80 100 120 0 10 20 30 40 50 60 R H ( % ) S u h u ( °C) Waktu (jam)

T ruangan RH ruangan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 R H ( % ) S u h u ( °C) Waktu (jam)

[image:34.595.86.497.49.815.2]

T ruangan RH ruangan

Gambar 8 Suhu dan RH ruangan pada Percobaan 2 selama proses pengeringan

Gambar 9 Suhu dan RH ruangan Percobaan 3 selama proses pengeringan

(35)
[image:35.595.214.417.106.255.2]

0 10 20 30 40 50 60 14 .00 15 .00 16 .00 17 .00 18 .00 19 .00 20 .00 21 .00 22 .00 23 .00 00 .00 01 .00 02 .00 03 .00 04 .00 S u h u ( 0C ) Waktu (jam)

Percobaan 2

Ta1 Ta2 Ta3 Tt1 Tt2 Tt3 Tb1 Tb2 Tb3

Tabel 5 Nilai rata-rata suhu tiap rak pada Percobaan 2. Posisi rak Nilai rata-rata

suhu (0C)

Rak atas 1 39.44

Rak atas 2 40.36

Rak atas 3 39.66

Rak tengah 1 38.56

Rak tengah 2 41.07

Rak tengah 3 42.84

Rak bawah 1 39.89

Rak bawah 2 40.55

Rak bawah 3 38.75

Tabel 6Nilai rata-rata suhu tiap sampel pada Percobaan 3. No. Sampel Nilai rata-rata

suhu (0C)

Sampel 1 43.55

Sampel 2 44.21

Sampel 3 46.63

Sampel 4 47.39

Sampel 5 43.45

Sampel 6 43.83

Sampel 7 44.23

Sampel 8 49.75

Sampel 9 47.51

[image:35.595.112.502.524.747.2]

Nilai keragaman suhu pada Percobaan 2 adalah 1.890C sedangkan keragaman suhu pada Percobaan 3 adalah 3.60 0C. Jika dibandingkan dengan Percobaan 2, sebaran suhu pada Percobaan 2 lebih seragam dibandingkan dengan Percobaan 3. Sebaran suhu pada Percoaan 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

(36)

0 20 40 60 80 100 120

14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

ir

ad

iasi

(

W/m

2)

waktu pengeringan (jam)

0 10 20 30 40 50 60 70

S

u

h

u

(

0C

)

Waktu (jam)

Percobaan 3

Ta1

Ta2

Ta3

Tt1

Tt2

Tt3

Tb1

Tb2

[image:36.595.90.482.58.822.2]

Tb3

Gambar 11 Sebaran suhu rak pengering Percobaan 3

[image:36.595.109.475.102.329.2]

Iradiasi surya pada saat pengukuran berfluktuasi tergantung pada kondisi cuaca pada saat pengambilan data di lapangan. Rata-rata penerimaan iradiasi surya pada Percobaan 2 adalah 71.43 W/m2 dan Percobaan 3 sebesar 275 W/m2. Penerimaan iradiasi surya rata-rata dikatakan lebih rendah dari penerimaan iradiasi surya di Indonesia sebesar 562.5 W/m2. Hal ini disebabkan pada saat pengambilan data cuaca dalam keadaan mendung, sehingga cahaya matahari menjadi tertutup awan. Grafik iradiasi matahari yang diterima oleh pengering pada saat percobaan dengan beban pengeringan untuk masing-masing percobaan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

(37)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

Ir

ad

iasi

(

W/m

2)

[image:37.595.108.513.98.302.2]

waktu pengeringan (jam)

Gambar 13 Iradiasi matahari pada Percobaan 3

Penerimaan iradiasi surya pada masing-masing percobaan sangat berfluktuasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum Percobaan 2 dan 3 masing-masing sebesar 114.49 W/m2 dan 471.43 W/m2. Lama penyinaran matahari yang diterima pengering pada saat pengeringan sangat berpengaruh terhadap total radiasi yang diterima dan lama pengeringan bahan tersebut berlangsung. Lama penyinaran matahari pada Percobaan 2 adalah 2.5 jam dan Percobaan 3 selama 3.5 jam.

(38)

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25 30 35

R

H

(

%

)

Waktu (jam)

T lingkungan (0C) Iradiasi (x10 W/m2) RH lingkungan

0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

R

H

(

%

)

Waktu (jam)

[image:38.595.43.488.71.619.2]

T lingkungan Iradiasi (x10 W/m2 ) RH lingkungan

Gambar 14 Suhu lingkungan, iradiasi, RH lingkungan Percobaan 2

Gambar 15 Suhu lingkungan, iradiasi dan RH lingkunganPercobaan 3

Laju penurunan kadar air dan laju pengeringan ubi jalar

(39)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

K

ad

ar

air

(

%

b

k)

Waktu (jam)

Percobaan 2

rak atas 1

rak atas 2

rak atas 3

rak tengah 1

rak tengah 2

rak tengah 3

rah bawah 1

rak bawah 2

rak bawah 3

kontrol

Jumlah ubi jalar yang digunakan pada Percobaan 2 dan 3 masing-masing adalah 24 kg. Jumlah air yang diuapkan dari sawutan ubi jalar pada Percobaan 2 sebesar 16.38 kg dan pada Percobaan 3 sebesar 16.78 kg. Pada Percobaan 2 kadar air awal sawutan ubi jalar rata-rata adalah 71.3%bk dikeringkan sampai kadar air rata-rata 9.96%bk membutuhkan waktu pengeringan selama 14.5 jam. Kadar air awal rata-rata sawutan ubi jalar untuk Percobaan 3 adalah 72.76 %bk dikeringkan sampai kadar air akhir rata-rata 9.5 %bk membutuhkan waktu pengeringan selama 13.5 jam. Penurunan kadar air pada Percobaan 2 dapat dilihat pada Gambar 16 dan untuk Percobaan 3 dapat dilihat pada Gambar 17. Penurunan kadar air pada Percobaan 3 dihitung berdasarkan sampel yang diletakkan pada rak, hal ini disebabkan rak mengalami perputaran sehingga kadar air yang dihitung tidak berdasarkan posisi melainkan berdasarkan sampel. Berbeda dengan Percobaan 2, kadar air yang dihitung berdasarkan posisi pada sampel tersebut, karena pada Percobaan 2 tidak terjadi perputaran rak.

Keterangan :

[image:39.595.116.508.314.650.2]

(a) Laju pengeringan konstan (b) Laju pangeringan menurun

Gambar 16 Penurunan kadar air sawut ubi jalar pada Percobaan 2 (a)

(40)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 12 .30 12 .45 13 .00 13 .30 14 .15 15 .15 16 .15 17 .15 18 .15 19 .15 20 .15 21 .15 22 .15 23 .15 00 .15 02 .15 kad ar ai r ( % b k) Waktu (jam)

Percobaan 3

sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9 kontrol Keterangan : [image:40.595.78.471.76.531.2]

(c) Laju pengeringan menurun (d) Laju pengeringan konstan

Gambar 17 Penurunan kadar air sawut ubi jalar pada Percobaan 3

Jika lama pengeringan pada Percobaan 2 dan 3 dibandingkan, maka Percobaan 2 memiliki waktu pengeringan yang lebih lama dibandingkan dengan Percobaan 3. Hal ini disebabkan tidak adanya pergeseran rak pada Percobaan 2, sedangkan pada Percobaan 3 dilakukan pergeseran rak sebesar 450 setiap 60 menit sehingga pada saat sampel bahan berada dibagian bawah dari rak, air yang terkandung di dalam bahan berkurang dengan cepat karena bagian bawah rak sangat dekat dengan penyalur panas yang mengakibatkan suhu menjadi lebih tinggi.

Kadar air produk akhir sangat menentukan mutu produk hasil pengeringan. Percobaan 2 (Gambar 16) memiliki tingkat keragaman yang baik pada awal proses pengeringan, namun demikian, pada akhir proses terlihat sebaran yang cukup besar. Keseragaman kadar air pada daerah (a - Gambar 16) adalah 3.14 % bk dan pada daerah (b - Gambar 16) adalah 4.31 % bk. Pada siang hari, dimana udara lingkungan masih tinggi, maka kadar air produk cenderung seragam. Namun pada malam hari, dimana suhu lingkungan sangat rendah, sumber pemanas hanya berasal dari biomassa, maka ketika rak tidak diputar, hanya rak yang berada di dekat sumber pemanas yang mendapatkan panas.

Pada Percobaan 3 (Gambar 17), rak diputar setiap secara periodik setiap jam sebesar 45oC. Nilai keragaman kadar air yang dihasilkan pada Percobaan 3 (Gambar 17), pada daerah (a - Gambar 17) sebesar 4.75 % bk, dan pada daerah (b - Gambar 17) sebesar 2.97. Pada akhir proses, Percobaan 3 memiliki tingkat keseragaman kadar air yang lebih baik dari pada Percobaan 2.

Berdasarkan kedua hasil Percobaan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pada siang hari, saat penggunaan energi surya dan biomassa diberikan

(c)

(41)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 laju p e n g e ri n g an ( % b k/ jam ) waktu (jam) Percobaan 2

rak atas 1

rak atas 2

rak atas 3

rak tengah 1

rak tengah 2

rak tengah 3

rah bawah 1

rak bawah 2

rak bawah 3

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 13 .00 13 .30 14 .15 15 .15 16 .15 17 .15 18 .15 19 .15 20 .15 21 .15 22 .15 23 .15 00 .15 02 .15 laju p e n g e ri n g an ( % b k/ jam ) Waktu (jam) Percobaan 3 sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9

bersamaan, maka tidak diperlukan pemutaran rak. Namun pada malam hari, ketika hanya energi biomassa yang digunakan sebagai sumber energi, maka, diperlukan pemutaran rak.

[image:41.595.112.514.127.659.2]

Gambar 18 Laju pengeringan sawutan ubi jalar pada Percobaan 2

Gambar 19 Laju pengeringan sawutan ubi jalar pada Percobaan 3

(42)

air. Kenaikan kadar air ini dapat dihindari dengan cara menyalakan kipas outlet agar udara di dalam ruang pengering dapat bersikulasi dan uap air dapat dikeluarkan melalui kipas outlet. Selain itu, terdapat laju pengeringan yang kembali naik (Gambar 19) hal ini disebabkan terjadinya penurunan kadar air yang sangat drastis. Penurunan ini terjadi pada saat sampel berada di bawah, dimana sampel tepat berada di atas penyalur panas. Sehingga penurunan kadar air terjadi sangat cepat yang menyebabkan nilai laju pengeringan menjadi tinggi kembali.

[image:42.595.109.455.96.634.2]

Gambar ubi jalar sebelum dikeringkan dan setelah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Pada kedua gambar tersebut terlihat perubahan warna ke arah yang lebih gelap pada produk kering.

Gambar 20 Sawutan ubi jalar sebelum dikeringkan

Gambar 21 Sawutan ubi jalar setelah dikeringkan

Kebutuhan Energi pada Proses Pengeringan

Total input energi surya, biomassa dan listrik

(43)

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Surya Biomassa Listrik Total

Percobaan 1

Percobaan 2

Percobaan 3

dan 3 dapat dilihat pada Tabel 7 dan perbandingan penggunaan energi dapat dilihat pada Gambar 22.

Tabel 7 Penggunaan input energi dan total energi untuk pengeringan sawutan ubi jalar

Sumber energi

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

MJ % MJ % MJ %

Surya 6.695 0.857 2.362 0.337 13.783 2.474

Biomassa 757.398 96.927 686.392 97.829 532.545 95.581

Listrik 17.316 2.216 12.870 1.834 10.836 1.945

[image:43.595.119.506.150.559.2]

Total 781.409 100 701.624 100 557.164 100

Gambar 22 Perbandingan input energi masing-masing percobaan

Pada Tabel 7 dan grafik pada Gambar 22 tersebut dapat terlihat bahwa input energi terbesar berasal dari biomassa. Dalam setiap percobaan, pengumpanan biomassa bergantung pada pengaturan kondisi suhu ruangan selama proses pengeringan berlangsung. Pengumpanan biomassa dilakukan jika suhu di dalam ruang pengering rendah. Jika suhu di dalam ruang pengering tinggi maka pengumpanan biomassa tidak dilakukan.

(44)

berkontribusi besar. Karena penggunaan biomassa dapat dikurangi jika iradiasi surya sudah mencukupi untuk proses pengeringan.

Biomassa merupakan sumber energi tambahan dalam ketiga percobaan pengeringan ini. Biomassa berfungsi untuk meningkatkan suhu ruang pengering pada saat kondisi energi surya tidak mampu mencapai tingkat suhu pengeringan yang diharapkan (40-60)0C. Dengan demikian penggabungan energi surya dan energi biomassa (hibrid) perlu dilakukan. Biomassa yang digunakan dalam percobaan adalah kayu bakar. Pengumpanan biomassa ke dalam tungku pengering didasarkan pada kondisi ruangan pengering dan jumlah biomassa yang dimasukkan juga berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cuaca pada saat pengambilan data dan kondisi pengeringan pada malam hari. Jumlah pengumpanan biomassa berupa kayu bakar selama pengeringan berlangsung dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah pengumpanan kayu bakar pada Percobaan 1,2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 23, Gambar 24 dan Gambar 25.

Tabel 8 Jumlah pengumpanan bahan bakar biomassa selama pengeringan

Percobaan

Lama pengoperasian

(jam)

Jenis biomassa

Jumlah (kg)

Laju (kg/jam)

Nilai kalor biomassa

(kJ/kg)

Total input energi

(MJ)

1 21 Kayu

bakar 48 2.29 15779.127 757.40

2 14.5 Kayu

bakar 43.5 3 15779.127 686.39

3 10 Kayu

bakar 33.75 3.38 15779.127 532.55

(45)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 11 .00 12 .30 14 .00 15 .30 17 .00 18 .30 20 .00 21 .30 23 .00 00 .30 02 .00 03 .30 05 .00 06 .30 08 .00 09 .30 11 .00 b io m assa (k g ) su h u ( 0C) waktu (jam)

suhu udara pengering iradiasi biomassa (kg)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 10 20 30 40 50 60 b io m assa (k g ) su h u ( 0C) waktu (jam)

[image:45.595.98.517.65.682.2]

suhu udara pengering iradiasi biomassa (kg)

Gambar 23 Jumlah biomassa, iradiasi surya dan suhu udara pengering pada Percobaan 1

(46)

0 1 2 3 4 5 6

0 10 20 30 40 50 60

b

io

m

assa (k

g

)

su

h

u

(

0C)

Waktu (jam)

[image:46.595.36.491.63.741.2]

suhu udara pengering iradiasi biomassa (kg)

Gambar 25 Jumlah biomassa, iradiasi surya dan suhu udara pengering pada Percobaan 3

Pindah Panas pada Tungku

Analisis pindah panas yang dilakukan terdiri dari panas yang hilang dari tungku dan cerobong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:

Panas yang hilang dari sistem pengering

Di antara seluruh percobaan, total input energi terbesar berasal dari Percobaan 1. Hal ini dapat disebabkan banyaknya energi yang hilang, energi yang hilang ini dapat berasal dari tungku dan cerobong. Pada saat pembakaran biomassa di dalam tungku, tidak semua panas yang dihasilkan tersalur ke dalam ruang pengering tetapi terdapat panas yang hilang ke lingkungan. Begitu juga dengan energi surya, energi surya yang diterima oleh pengering tidak semua terpakai oleh pengering, ada juga yang hilang ke lingkungan.

(47)

Tabel 9 Kehilangan panas dari tungku dan cerobong.

Percobaan

Panas yang hilang dari tungku (watt)

Panas yang hilang dari cerobong

(watt)

Panas yang hilang dari

dinding ruang pengering

(watt)

Total kehilangan

panas (watt)

QL1 QL2 QL3 QL4 QLT

1 111.584 2092.904 2722.933 169.383 2204.488

2 97.547 1472.924 2755.920 142.814 1570.471

3 36.913 914.350 1101.124 180.763 951.263

Rata-rata 82.015 1493.393 2193.326 164.320 1575.407

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kehilangan panas dalam sistem pengering terbesar berasal dari cerobong dengan rata-rata sebesar 2193.329 watt. Cerobong terjadi kehilangan panas terbesar karena cerobong merupakan aliran keluar udara hasil pembakaran dan cerobong juga terbuat dari plat besi yang memiliki nilai konduktivitas tinggi. Sedangkan dinding tegak tungku memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan cerobong. Hal ini disebabkan dinding tegak tungku terbuat dari semen tahan panas dan nilai konduktivitas semen tahan panas lebih kecil dari konduktivitas plat besi. Oleh karena itu, rata-rata kehilangan panas cerobong lebih besar daripada dinding tegak tungku dan dinding ruang pengering. Perhitungan kehilangan panas dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk mengurangi panas yang hilang dari cerobong, sebaiknya cerobong dapat dimodifikasi misalnya dengan mengganti bahan dari cerobong tersebut dengan bahan yang memiliki nilai konduktivitas yang lebih kecil tetapi tahan terhadap panas.

Perbandingan dengan Pengeringan Matahari Langsung

Pengeringan menggunakan matahari langsung juga dilakukan untuk membandingkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan pengering efek rumah kaca hibrid tipe rak berputar. Dalam pengujiannya, sampel yang disusun diatas rak kecil berukuran 25 cm x 25 cm sebanyak 100 gram.

Pengering ERK hibrid lebih menghemat lahan dibandingkan dengan sistem penjemuran lamporan, dilihat dari nilai kapasitas produk yang dapat dikeringkan per satuan luas yaitu sebesar 50.74 kg/m2, sedangkan bahan yang dapat dikeringkan dengan sistem penjemuran lamporan (matahari langsung) adalah 1.6 kg/m2.

(48)

0 5 10 15 20 25 30 Laj u p e n g e ri n g an (% b k/ jam ) Waktu (jam)

Percobaan 2

kontrol Rak atas Rak tengah Rak bawah -5 0 5 10 15 20 25 30 12 .30 12 .45 13 .00 13 .30 14 .15 15 .15 16 .15 17 .15 18 .15 19 .15 20 .15 21 .15 22 .15 23 .15 00 .15 02 .15 Laj u p e n g e ri n g an ( % b k/ jam ) Waktu (jam)

Percobaan 3

kontrol sampel 1 sampel 5 sampel 9

menjadi 10.01 %bk membutuhkan waktu selama 14 jam. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering ERK lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran biasa. Karena kondisi di dalam ruang pengering dapat diatur secara konstan sesuai dengan suhu yang diinginkan sedangkan pada penjemuran biasa kondisi pengeringan bergantung dengan suhu lingkungan. Penurunan kadar air dengan penjemuran langsung dapat dilihat pada Gambar 26.

[image:48.595.101.480.159.812.2] [image:48.595.108.479.503.727.2]

Pada proses pengeringan juga dapat diketahui laju pengeringan suatu bahan. Laju pengeringan sawutan ubi jalar pada pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari langsung dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27.

Gambar 26 Perbandingan laju pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari dan pengering ERK Percobaan 2

(49)

Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa laju pengeringan ubi jalar berfluktuasi dan cenderung konstan. Pada Percobaan 2 didapatkan laju pengeringan rata-rata sebesar 4.04 %bk/jam sedangkan pada Percobaan 3 sebesar 7.56 %bk/jam. Laju pengeringan ubi jalar menggunakan pengering efek rumah kaca memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 4.87 %bk/jam dan 5.61 %bk/jam.

Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca

Untuk mengetahui performansi alat pengering efek rumah kaca ini, dilakukan analisis data dengan menggunakan rumus-rumus (Persamaan 1 sampai dengan Persamaan 22). Performansi alat pengering efek rumah kaca tipe rak berputar ini dirangkum pada Tabel 11 dan untuk data performansi pengering dapat dilihat pada Lampiran 11.

[image:49.595.109.541.456.651.2]

Hasil performansi pengeringan ubi jalar menunjukkan bahwa efisiensi pengeringan pada Percobaan 2 adalah 5.78% dan untuk Percobaan 3 adalah 7.47 %. Efisiensi pengeringan pada Percobaan 2 lebih besar daripada Percobaan 3. Hal ini disebabkan kebutuhan energi pada Percobaan 2 lebih kecil daripada Percobaan 3, sehingga energi yang digunakan lebih efisien. Efisiensi pengeringan hasil penelitian ini masih lebih kecil dibandingkan dengan efisiensi pengeringan alat pengering berenergi surya lain. Berikut merupakan hasil pengeringan berbagai produk pertanian dengan menggunakan pengering efek rumah kaca dikompilasi oleh Abdullah et al (1999) disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan unjuk kerja alat pengering efek rumah kaca untuk beberapa produk pertanian, Abdullah et al (1999)

Komoditas

Suhu pengeringan

(0C)

Waktu pengeringan (jam)  (%) KES (MJ/kg uap air) Sumber pemanas tambaha n Sumber

1. Kakao 45.8 43 18 14.4 Arang Kamaruddin

(1998)

2. Panili 51 52 7.5 - Arang Mursalim

(1994) 3. Kayu

Bayur 39.3 158 8.1 25.8 Arang Suhdi (1996)

4. Kopi

robusta 37 60 57.7 5.5

Tidak ada

Wulandani (1999) 5. Buah

pepaya 40.6 33 10.5 -

Tidak

ada Tahir (1998)

(50)

penggunaan alat pengering ERK ini menunjukkan hasil yang lebih baik, waktu pengeringan lebih cepat dan kadar air yang dihasilkan juga lebih seragam.

[image:50.595.91.502.278.603.2]

Terdapat perbedaan kualitas ubi jalar antara pengering efek rumah kaca hibrid dan pengeringan langsung dengan cahaya matahari. Kualitas ubi jalar yang dikeringkan dengan pengering efek rumah kaca hibrid memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari langsung. Dari segi warna dan tekstur hasil akhir pengeringan, hasil dari pengeringan menggunakan pengering rumah kaca hibrid memiliki hasil yang lebih kering dan memiliki warna yang lebih putih. Sedangkan dengan menggunakan cahaya matahari langsung, hasil akhir yang didapatkan warna agak kecoklatan dan sedikit lembab.

Tabel 11 Parameter performansi alat pengering ERK-hybrid tipe rak be

Gambar

Tabel 3 Studi-studi yang dilakukan pada pengering efek rumah kaca-
Gambar 3  Proses pindah panas pada alat pengering (Nelwan 1997)
Gambar 5 Diagram alir penelitian
Gambar 6  Titik-titik pengukuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Persepsi Kualitas Terhadap Niat Beli Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini, diperoleh hasil yang menunjukkan adanya pengaruh positif

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji posisi sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Blora, untuk mengkaji

Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang strategi pembelajaran Card Sort dengan kompetensi dasar menggunakan berbagai strategi untuk memecahkan

“ Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share (Tps) Dengan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan. Aktivitas Belajar Siswa Kelas Viii

Data pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dalam meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas VI SD Negeri Kliwonan 2 tahun ajaran 2014/2015

skripsi ini dengan Judul :“ PEMBANGUNAN APLIKASI KOMPRESI DATA TEKS DAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LEMPLE ZIV STORER SYMANSKI (LZSS) PADA

Kita melakukan konfigurasi pada client dimana alamat server dari owncloud server yaitu merupakan alamat IP local dimana tempat server terinstall, lalu pilih

Prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan program pelatihan Sasaran, bidang dan jenis atau ruang lingkup pelatihan Analisis komponen-komponen pelatihan. Konsep dasar Pengelolaan PLS