• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN CENGKEH. Oleh : Evy Yustina Putri F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN CENGKEH. Oleh : Evy Yustina Putri F"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING

EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR

UNTUK PENGERINGAN CENGKEH

Oleh : Evy Yustina Putri

F14051250

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

Evy Yustina Putri. F14051250. Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Cengkeh. Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si.

RINGKASAN

Salah satu permasalahan pada pengering efek rumah kaca (ERK) tipe rak yaitu adanya ketidakseragaman kadar air akhir produk yang dikeringkan pada setiap rak. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut maka dirancang model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar. Pada penelitian ini dilakukan uji performansi model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan cengkeh. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil rancangan Dyah, dkk (2009).

Tujuan penelitian ini yaitu menguji performansi model pengering

ERK-hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan cengkeh, menguji mutu cengkeh yang

telah dikeringkan menggunakan model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar serta analisis biaya pengeringan cengkeh menggunakan model pengering

ERK-hybrid tipe rak berputar.

Percobaan pada penelitian ini ada empat. Pada percobaan 1 dan 2, massa bahan yang dikeringkan masing- masing yaitu 2.4 kg sedangkan pada percobaan 3 dan 4 masing- masing yaitu 4.8 kg. Pada percobaan 1, 2, dan 3, pengeringan dilakukan hingga sore hari (berkisar pukul 08:00 WIB-16:00 WIB) sedangkan pada percobaan 4, pengeringan dilakukan hingga malam hari (berkisar pukul 08:00 WIB-20:00 WIB). Pemutaran rak 10 menit per jam pada percobaan 1, 3, dan 4 dilakukan selama pengeringan berlangsung sedangkan pada percobaan 2 hanya dilakukan selama 3 jam pertama pengeringan. Pada setiap percobaan, rak digeser sebesar 45º per jam. Prosedur penelitian ini terdiri dari pengukuran tingkat kematangan bahan, pengukuran massa bahan sebelum pengeringan, pengeringan bahan (pengukuran suhu, lama pengeringan, kelembaban udara, kecepatan udara, kadar air bahan, iradiasi surya, dan kebutuhan energi listrik), pengukuran massa bahan setelah pengeringan, analisis mutu serta analisis biaya.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata suhu ruang pengering pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 masing- masing yaitu 39.3ºC, 39.4ºC, 39.0ºC, dan 39.2ºC. Rata-rata suhu bahan pada setiap rak percobaan 1, 2, 3, dan 4 cukup seragam dikarenakan oleh adanya pergeseran rak 45º per jam. Pada percobaan 1, kadar air cengkeh dengan massa 2.4 kg turun dari 72.67% bb menjadi 13.20% bb selama 26.20 jam dengan laju pengeringan 7.69% bk/jam. Pada percobaan 2, kadar air cengkeh dengan massa 2.4 kg turun dari 69.58% bb menjadi 12.13% bb selama 27.00 jam dengan laju pengeringan 8.65% bk/jam. Pada percobaan 3, kadar air cengkeh dengan massa 4.8 kg turun dari 71.98% bb menjadi 15.38% bb selama 31.00 jam dengan laju pengeringan 5.89% bk/jam. Pada percobaan 4, kadar air cengkeh dengan massa 4.8 kg turun dari 70.46% bb menjadi 13.12% bb selama 33.02 jam dengan laju pengeringan 6.67% bk/jam. Rata-rata kadar air akhir bahan dan rata-rata laju pengeringan pada setiap rak percobaan 1, 2, 3, dan 4 cukup seragam dikarenakan oleh adanya pergeseran rak 45º per jam. Konsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk untuk pengeringan cengkeh menggunakan model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 masing- masing yaitu 14.11 MJ/kg, 13.92 MJ/kg, 12.83 MJ/kg, dan

(3)

25.79 MJ/kg. Efisiensi total sistem pengeringan pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 masing- masing yaitu 14.15%, 14.71%, 19.35%, dan 8.66%.

Cengkeh percobaan 1 termasuk mutu III, cengkeh percobaan 2 termasuk mutu II, cengkeh percobaan 3 tidak termasuk standar mutu cengkeh, dan cengkeh percobaan 4 termasuk mutu I.

Biaya pokok pengeringan cengkeh menggunakan model pengering

ERK-hybrid tipe rak berputar pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 masing- masing yaitu Rp

101 537/kg, Rp 100 919/kg, Rp 69 530/kg, dan Rp 68 370/kg. Berdasarkan net

present value (NPV), pengeringan cengkeh menggunakan model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 tidak layak untuk

(4)

UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING

EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR

UNTUK PENGERINGAN CENGKEH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Oleh :

EVY YUSTINA PUTRI F14051250

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(5)

Judul skripsi : Uji performansi model pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak be rputar untuk pengeringan cengkeh Nama : Evy Yustina Putri

NIM : F14051250

Menyetujui,

Pembimbing,

Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si. NIP : 19680419 199403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng. NIP : 19661201 199103 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Mei 1987 dari ayah bernama Yusuf Achmadi dan ibu bernama Lasmi Widyawati. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan TK (Taman Kanak-Kanak) di TK Tunas Muda (tahun lulus 1993), Sekolah Dasar di SD N Semeru 1 Bogor (tahun lulus 1999), Sekolah Menengah Pertama di SMP N 6 Bogor (tahun lulus 2002), dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 5 Bogor (tahun lulus 2005).

Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat). Penulis masuk Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Penulis melaksanakan praktek lapangan pada tahun 2008 dengan topik Aspek Energi di dalam Proses Produksi Teh di PTPN VIII Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat. Dalam rangka menyelesaikan studi S1, penulis melakukan penelitian di bawah bimbingan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M. Si. dengan judul Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid Tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Cengkeh.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Uji Performansi Model Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid tipe Rak Berputar untuk Pengeringan Cengkeh.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ir. Sri Endah Agustina, M.S. dan Ir. Mad Yamin, M.T., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan tugas akhir penulis. 3. Bapak, Ibu, Eva, dan seluruh keluarga atas semua bantuan, motivasi, dan doa

yang telah diberikan.

4. Budi Yahna Wiharja atas bantuan dan motivasinya.

5. Dewi Larasati, Yuda, Rinaldi, Nur Dia Triono, Siti Komariah, Rahmi, Wina, Sofi, Lovita, dan Adiesty atas bantuan dan motivasinya.

6. Pak Harto, Mas Firman, dan Mas Dharma atas bantuannya.

7. Seluruh teman di Departemen Teknik Pertanian 42 atas bantuan dan motivasinya.

Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Januari 2010

(8)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ……….. i DAFTAR ISI ………. ii DAFTAR TABEL ………. iv DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ………... vii

I. PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Tujuan ……….... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4

A. Cengkeh ………. 4

B. Pengolahan Bunga Cengkeh ... 8

C. Pengeringan ... 10

D. Mesin Pengering ……….……... 14

E. Pengering Efek Rumah Kaca ………. 20

F. Heater ……… 21

G. Hasil-Hasil Penelitian sebelumya tentang Pengeringan Cengkeh . 22 III. METODOLOGI PENELITIAN ……….. 25

A. Waktu dan Tempat ... 25

B. Bahan dan Alat ... 25

C. Percobaan Pengeringan Bahan ... 27

D. Parameter yang Diukur ... 28

E. Prosedur Penelitian ... 41

F. Metode Pengambilan Data ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 33

A. Suhu ... 46

A.1. Suhu Lingkungan, Ruang Pengering dan Outlet ... 46

A.2. Suhu Bahan ... 49

B. Kapasitas dan Lama Pengeringan ……….. 52

(9)

D. Laju Pengeringan ... 55

D.1. Kelembaban Udara Lingkungan, Ruang Pengering, dan Outlet ……….... 58

D.2. Kecepatan Udara ... 61

E. Kebutuhan Energi Pengeringan dan Efisiensi Energi Pengeringan 61 E.1 Iradiasi Surya ……….…... 61

E.2 Energi Pengeringan ………..…. 63

E.3. Efisiensi Pengeringan ……… 65

F. Mutu Produk ... 68

G. Biaya Pengeringan ………. 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ……….... 73

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Standar mutu bunga cengkeh ………. 6 Tabel 2. Komposisi kimiawi bunga cengkeh ………... 7 Tabel 3. Pengelompokkan mesin pengering ……….…... 14 Tabel 4. Performansi model pengering ERK- hybrid tipe rak berputar

untuk pengeringan cengkeh ……….... 67 Tabel 5. Data mutu cengkeh pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 …………... 68 Tabel 6. Analisis biaya pengeringan cengkeh menggunakan model

pengering ERK-hybrid tipe rak berputar ……… 69 Tabel 7. Analisis usaha pengeringan cengkeh menggunakan model

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bunga cengkeh masak siap panen .……….………….. 4

Gambar 2. Bunga cengkeh kering .……….……… 4

Gambar 3. Bunga cengkeh mekar .……….……….………... 4

Gambar 4. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak depan .……….……….………... ..………... 26

Gambar 5. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar tampak samping .……….………….…………...……….. 26

Gambar 6. Diagram alir prosedur penelitian .………... 41

Gambar 7. Titik-titik pengukuran suhu, kecepatan udara, dan iradiasi surya ………. 43

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan 1 ………….…………...………..….... 46

Gambar 9. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan 2 ………….…………...………..….... 47

Gambar 10. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan 3 .……….……….…………..…. 47

Gambar 11. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan 4 .……….……….………... 47

Gambar 12. Rata-rata suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 .…….……….……….... 49

Gambar 13. Profil suhu bahan pada percobaan 1 .……….………... 50

Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan 2 .……….………... 50

Gambar 15. Profil suhu bahan pada percobaan 3 .……….………... 50

Gambar 16. Profil suhu bahan pada percobaan 4 .……….………... 51

Gambar 17. Rata-rata suhu bahan pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 ... 51

Gambar 18. Tingkat kematangan cengkeh pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 52 Gambar 19. Penurunan kadar air bahan pada percobaan 1 ……….……. 53

Gambar 20. Penurunan kadar air bahan pada percobaan 2 ……….……. 54

Gambar 21. Penurunan kadar air bahan pada percobaan 3 ………... 54

(12)

Gambar 23. Laju pengeringan pada percobaan 1 ……….……..….……. 56 Gambar 24. Laju pengeringan pada percobaan 2 ……….……..….……. 56 Gambar 25. Laju pengeringan pada percobaan 3 ……….……..….……. 56 Gambar 26. Laju pengeringan pada percobaan 4 ……….……..….……. 57 Gambar 27. Rata-rata laju pengeringan pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 … 57 Gambar 28. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet

pada percobaan 1 .……….……….…………..…. 58 Gambar 29. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet

pada percobaan 2 .……….……….…………..…. 59 Gambar 30. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet

pada percobaan 3 .……….……….…………... 59 Gambar 31. RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet

pada percobaan 4 .……….……….…………..…. 59 Gambar 32. Rata-rata RH lingkungan, ruang pengering, dan outlet

pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 ………….……….……. 60 Gambar 33. Iradiasi surya pada percobaan 1, 2, 3, dan 4 .………….…... 62 Gambar 34. Lama penyinaran, total iradiasi surya, dan rata-rata iradiasi

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data iradiasi surya. .……….…………..………..……. 77 Lampiran 2. Data suhu serta RH lingkungan, outlet, dan

ruang pengering .……….…………..………..……….. 79 Lampiran 3. Data suhu bahan .……….…………..………..…….... 84 Lampiran 4. Data kecepatan udara inlet dan outlet ………….…………. 88 Lampiran 5. Data kadar air .……….…………..………..……... 90 Lampiran 6. Data laju pengeringan ……….…………..………... 94 Lampiran 7. Data performansi model pengering ERK-hybrid tipe rak

berputar untuk pengeringan cengkeh ……… 99 Lampiran 8. Arus kas biaya dan manfaat pengeringan cengkeh

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Cengkeh (Syzigium aromaticum (L.) Merr dan Perry) termasuk dalam famili Myrtaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku. Pada mulanya cengkeh hanya digunakan sebagai obat terutama untuk kesehatan gigi. Penggunaan cengkeh di Indonesia terutama untuk campuran rokok kretek, sedang di luar negeri digunakan untuk bumbu masak, industri daging, saus, makanan, biasanya dalam bentuk bubuk (Smith, 1986).

Minyak cengkeh digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan parfum, antiseptik, dan obat-obatan lainnya seperti untuk menghilangkan rasa sakit, obat luka, obat cacing, obat kram, memperkuat serta untuk anastesi (Kercher, 1988). Penggunaan di dalam industri farmasi sudah lama diketahui antara lain obat gigi dan tapal gigi untuk menyembuhkan radang gusi (Moestafa, 1989).

Produk utama tanaman cengkeh adalah bunganya yang pada waktu dipanen mempunyai kadar air antara 60%-70%. Sebagian besar bunga cengkeh digunakan dalam bentuk kering yaitu untuk campuran di dalam pembuatan rokok kretek dan sebagai bumbu masak. Proses pengolahan bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang kering melalui beberapa tahap, yaitu panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman, pengeringan, dan sortasi.

Pengeringan bunga cengkeh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara tradisional dengan menjemurnya secara langsung pada lantai jemur di bawah sinar matahari dan dengan menggunakan pengering mekanis. Pengeringan dengan penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari tanpa bantuan mesin pengering memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya ketergantungan pada cuaca, menyebabkan terjadinya kerusakan bunga karena pengeringan yang terlalu lama, dibutuhkannya lahan yang luas untuk tempat menjemur serta terkontaminasinya produk oleh debu dan kotoran yang menyebabkan mutu cengkeh menjadi rendah.

(15)

Pengeringan dengan menggunakan pengering mekanis dapat mengurangi risiko ketergantungan pada cuaca dan dapat menghindarkan terjadinya kerusakan bunga karena pengeringan yang terlalu lama. Waktu pengeringan yang terlalu lama akan menghasilkan bunga kering dengan mutu yang rendah dan kadar minyak rendah (Guenther, 1950). Salah satu tipe pengering mekanis yaitu pengering efek rumah kaca (ERK) tipe rak yang terdiri dari bangunan berdinding transparan, plat hitam sebagai pengumpul panas serta rak-rak yang digunakan sebagai tempat meletakkan bahan yang akan dikeringkan.

Pengering ERK tipe rak ini dapat mengatasi permasalahan yang terdapat pada pengeringan cengkeh secara tradisional (menjemurnya secara langsung pada lantai jemur di bawah sinar matahari), diantaranya dapat melindungi cengkeh dari kotoran, mempercepat waktu pengeringan serta tidak diperlukannya lahan yang luas untuk tempat pengeringan cengkeh. Meskipun demikian, rak-rak pada pengering ERK tipe rak ini dapat menyebabkan distribusi udara yang kurang baik dan menurunkan kinerja pengeringan, karena waktu pengeringan terlama dari produk yang terletak di rak tertentu menjadi penentu lama pengeringan secara keseluruhan yang dibutuhkan, yang selanjutnya menentukan total kapasitas pengeringan. Tidak meratanya distribusi aliran panas dalam ruang pengering ERK tipe rak menyebabkan adanya ketidakseragaman kadar air akhir produk yang dikeringkan pada tiap rak.

Dalam rangka mengatasi adanya ketidakseragaman kadar air akhir produk yang dikeringkan pada tiap rak maka dirancang model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar. Model pengering ini diharapkan dapat menghasilkan keseragaman kadar air akhir produk yang dikeringkan pada tiap rak. Pada penelitian ini akan dilakukan uji performansi model pengering

hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan cengkeh. Model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil

(16)

B. Tujuan

1. Menguji performansi model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan cengkeh.

2. Menguji mutu cengkeh yang telah dikeringkan menggunakan model pengering ERK-hybrid tipe rak berputar.

3. Analisis biaya pengeringan cengkeh menggunakan model pengering

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cengkeh

Cengkeh (Syzigium aromaticum (L.) Merr dan Perry) termasuk dalam famili Myrtaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulaun Maluku, banyak tumbuh tersebar di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini berbentuk pohon yang tingginya mencapai 15 cm-40 cm. Tanaman ini memiliki akar tunggang yang mencapai kedalaman hingga tujuh meter. Cengkeh yang dikenal dan banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Zanzibar, Sikotok, dan Siputih. Cengkeh adalah bunga yang belum mekar yang dikeringkan hingga kadar airnya tersisa antara 11%-12%. Bunga cengkeh masak siap panen, bunga cengkeh kering, dan bunga cengkeh mekar dapat dilihat masing-masing pada Gambar 1, 2, dan 3.

Gambar 1. Bunga cengkeh masak siap panen.

Gambar 2. Bunga cengkeh kering. Gambar 3. Bunga cengkeh mekar.

Akar tanaman cengkeh umumnya berwarna coklat kekuningan. Akar tunggangnya mempunyai 2-3 akar utama (primary sinkers) yang tumbuhnya

(18)

vertikal (Purseglove et al., 1981). Batang tanaman cengkeh berkayu keras. Cabang dan ranting-rantingnya berkayu keras, kuat, dan liat. Bentuk daun lonjong sampai ellip, panjang 7 cm-13 cm dan lebar 3 cm-6 cm. Sistem pembungaan pada tanaman cengkeh bersifat terminal dimana bunga-bunga terbentuk pada ujung kuncup. Setelah pembuahan bunga membesar dan kelopak menutup. Buah berbentuk agak bulat, bulat telur sampai lonjong dengan ukuran panjang 2.5 cm-3.5 cm dan diameter 1 cm-2 cm. Biji berbentuk agak memanjang, panjang + 1.5 cm-2 cm dan lebar + 0.8 cm.

Penggunaan cengkeh di Indonesia terutama untuk campuran rokok kretek, sedang di luar negeri digunakan untuk bumbu masak, industri daging, saus, makanan, biasanya dalam bentuk bubuk (Smith, 1986). Minyak cengkeh digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan parfum, antiseptik, dan obat-obatan lainnya seperti untuk menghilangkan rasa sakit, obat luka, obat cacing, obat kram, memperkuat serta untuk anastesi (Kercher, 1988).

Komponen utama dari minyak cengkeh adalah eugenol. Senyawa tersebut cukup luas penggunaannya, diantaranya sebagai bahan penyedap di dalam industri makanan, industri farmasi, dan fragran. Penggunaan di dalam industri farmasi sudah lama diketahui antara lain obat gigi dan tapal gigi untuk menyembuhkan radang gusi (Moestafa, 1989). Selain itu diketahui, eugenol mempunyai aktivitas antibiotik melawan jamur dan bakteri (Ueda, 1982). Penggunaan cengkeh terbesar masih dalam bentuk aslinya yaitu dalam rokok kretek.

Mutu cengkeh dipengaruhi beberapa faktor yaitu lingkungan tumbuh, tipe tanaman dan cara pengolahannya. Faktor lingkungan tumbuh yang mempengaruhi mutu cengkeh adalah iklim, curah hujan, ketinggian di atas permukaan laut, dan tipe tanah. Dari segi pengolahan cengkeh yang mempengaruhi mutu cengkeh adalah umur petik, pelayuan, pengeringan, dan penyimpanan.

Menurut Hadiwijaya (1983) dalam Nugroho (2002), untuk dapat menghasilkan bunga dengan baik, cengkeh membutuhkan iklim yang cocok. Musim hujan yang terlalu panjang atau turunnya hujan pada saat pembungaan dapat menyebabkan bunga mati dan berubah menjadi bakal daun. Sebaliknya

(19)

apabila musim kering terlalu panjang akan mendorong pembungaan yang terlalu lebat sehingga menyebabkan tanaman ”mati bujang”. Standar mutu bunga cengkeh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu bunga cengkeh (SNI 01-3392-1994).

No. Spesifikasi Satuan Mutu

I II III

1 Ukuran - Rata Rata Tidak rata

2 Warna - Coklat kehitam-hitaman mengkilap Coklat Kehitam-hitaman Coklat Kehitam-hitaman

3 Bau - ”apek” Tidak ”apek” Tidak ”apek” Tidak

4 Bahan asing (bobot/bobot) maks. % 0.5 1.0 1.0 5 Gagang cengkeh (bobot/bobot) maks. % 1.0 3.0 5.0 6 Cengkeh inferior (bobot/bobot) maks. % 2.0 2.0 5.0

7 Cengkeh rusak - Negatif Negatif Negatif

8 Kadar air (bobot/bobot)

maks. % 14.0 14.0 14.0

9

Kadar minyak atsiri (vol/bobot) kering mutlak min.

% 20.0 18.0 16.0

Sumber : DSN (1994).

Bahan asing adalah semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah, dan telah dibuahi. Cengkeh rusak adalah cengkeh jamuran dan telah diekstraksi. Minyak atsiri adalah minyak essensial yang terdapat pada tumbuhan dengan komponen volatile (mudah menguap) dan memberikan aroma yang khas (harum) pada setiap tumbuhan. Menurut Ketaren (1979) dalam Wulandani (2005), pada tanaman tertentu seperti : vanili, cengkeh, peppermint, kayu cendana, kayu manis, dan akar kayu wangi, aroma khas minyak atsiri dari tanaman tersebut baru akan muncul setelah bahan dikeringkan.

Menurut Shirtleff dan Aoyagi (1984) dalam Zulchi dan Nurul (2002), minyak atsiri diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap atau suatu hasil reaksi hidrolisis bahan tanaman yang mudah menguap dari kandungan senyawa esensi tanaman itu. Ketidaktepatan pemilihan sistem dan jenis bahan

(20)

rendah, mudahnya rancid (tengik) dan kemurnian minyak berubah (campuran).

Menurut Dewanti, dkk (2000) dalam Zulchi dan Nurul (2002), pengolahan yang tidak tepat telah menjadikan mutu minyak atsiri menjadi menyimpang dengan terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis. Yang mana senyawa-senyawa oksidator dan air telah menyebabkan reaksi dengan minyak atsiri tersebut sehingga berakibat minyak akan mudah mengalami rancid dan aroma tidak sedap.

Lama pengeringan mempengaruhi kadar eugenol dalam minyak cengkeh dan volume minyak cengkeh hasil destilasi bunga kuncup. Berbeda dengan bunga kuncup, lama pengeringan tidak mempengaruhi kadar eugenol dan volume minyak cengkeh dari bunga mekar.

Menurut Darjo dalam Cut (1977), daya mengisap air cengkeh Indonesia lebih rendah dari daya mengisap air cengkeh yang berasal dari Zanzibar. Daya mengisap air ini sangat erat hubungannya dengan kandungan gelatin dalam bunga cengkeh dan disamping itu juga dipengaruhi oleh suhu pengeringan bunga cengkeh tersebut. Komposisi kimiawi bunga cengkeh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimiawi bunga cengkeh.

Komponen Bunga cengkeh

dari Indonesia*)

Bunga cengkeh dari Zanzibar**)

Kadar air 7.6-12.0 5.0-8.3

Kadar abu 4.7-6.2 5.3-7.6

Kadar minyak atsiri 14.5-21.1 14.0-21.0

Kadar fixed oil dan resin 8.2-12.8 5.0-10.0

Kadar protein 0.9-3.7 5.0-7.0

Kadar serat kasar 10.1-14.8 6.0-18.0

Kadar tannin - 10.0-18.0

Sumber : *) Anonymous (1988). **) Thorpe (1939).

Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas dari sektor perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting antara lain sebagai penyumbang pendapatan negara, penyerap tenaga kerja, penyumbang

(21)

pendapatan petani, sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Kegunaan cengkeh sebagai bahan baku rokok kretek merupakan andalan bagi pemerintah sebagai salah satu sumber penerimaan negara dalam bentuk pita cukai dan penyerapan tenaga kerja.

B. Pengolahan Bunga Cengkeh

Produk utama tanaman cengkeh adalah bunganya yang pada waktu dipanen mempunyai kadar air antara 60%-70%. Sebagian besar bunga cengkeh digunakan dalam bentuk kering yaitu untuk campuran di dalam pembuatan rokok kretek dan sebagai bumbu masak. Proses pengolahan bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang kering melalui beberapa tahap, yaitu panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman, pengeringan, dan sortasi.

1. Panen

Menurut Hadiwijaya (1983) dalam Nugroho (2002), cengkeh pada umumnya berbunga pada bulan Mei-Juli. Namun di beberapa daerah, cengkeh dapat dipanen pada bulan Oktober-Desember. Waktu yang paling baik untuk memungut bunga cengkeh adalah sekitar enam bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandan mekar dan berwarna kuning kemerahan. Waktu panen ini sangat berpengaruh terhadap rendemen minyak cengkeh.

Panen yang terlalu awal yaitu sebelum bunga masak akan menyebabkan bunga cengkeh berkerut, rendemen rendah, dan berbau langu. Disamping itu hal ini akan menurunkan produksi tanaman pada tahun berikutnya. Sebaliknya panen yang terlalu lambat dimana bunga sudah mekar, setelah dikeringkan akan diperoleh bunga cengkeh dengan mutu yang rendah, tanpa kepala, dan rendemen yang rendah pula.

2. Penanganan bunga sebelum pengeringan

Sebelum dikeringkan, bunga dilepaskan dari tangkainya dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pula pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua, dan yang terjatuh.

(22)

Setelah itu, bunga cengkeh harus segera dikeringkan karena jika dibiarkan terlalu lama maka hasil akhir menjadi kurang baik, bunga cengkeh kering bewarna keputih-putihan, dan berkerut yang biasa dinamakan ”khoker

clove”.

Menurut Wulandani (2005), pemeraman atau fermentasi boleh dilakukan atau tidak dalam pengolahan bunga cengkeh. Hasil pengolahan bunga cengkeh yang didahului dengan pemeraman akan berwarna hitam tetapi jika langsung dijemur, akan menghasilkan bunga cengkeh berwarna coklat. Namun demikian, pemeraman sebelum pengeringan akan mempersingkat waktu pengeringan. Tirtosastro dan Nurdjannah (1987) menyatakan bahwa makin lama waktu dan makin tinggi suhu pemeraman akan menurunkan kadar minyak, eugenol, dan menjadikan cengkeh kering lebih tua warnanya.

3. Pengeringan bunga cengkeh

Pengeringan cengkeh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara tradisional dengan menjemurnya di panas matahari langsung dan dengan menggunakan pengering buatan (artificial dryer). Masing-masing cara memiliki keuntungan dan kerugian, namun dengan menggunakan pengering buatan dapat mengurangi risiko ketergantungan pada cuaca. Pengeringan dengan sinar matahari tergantung dari cuaca sehingga jika cuaca kurang baik, pengeringan akan berjalan sangat lambat.

Waktu pengeringan yang terlalu lama akan menghasilkan bunga kering dengan mutu yang rendah dan kadar minyak rendah (Guenther, 1950). Sebagian produsen cengkeh berpendapat bahwa pengeringan bunga cengkeh yang dilakukan sepenuhnya oleh alat pengering buatan hasilnya kurang disenangi sehingga ada yang mengkombinasikan pengering buatan dengan penjemuran, terutama pada perkebunan besar.

Pengeringan dengan alat buatan adalah untuk menghindarkan kerusakan bunga karena pengeringan yang terlalu lama yaitu dengan menurunkan kadar airnya + 30%. Kemudian jika cuaca baik maka pengeringan diteruskan dengan penjemuran. Pada proses penjemuran, cengkeh harus dibalik-balik supaya kering merata.

(23)

Balittro telah mengadakan penelitian pengeringan bunga cengkeh dengan menggunakan KPES (Kamar Pengering Enersi Surya). Enersi surya yang digunakan berasal dari sinar matahari dan tungku pemanas (Nurdjannah dan Kadarisman, 1988). Ternyata kadar air cengkeh yang dikeringkan dengan KPES lebih kecil dengan kadar air cengkeh hasil penjemuran.

Bunga cengkeh yang ditangani dan dikeringkan dengan baik akan menghasilkan bunga cengkeh kering dengan mutu yang baik yang ditandai dengan bentuknya yang utuh, warna coklat kemerah-merahan, mengkilat serta bebas dari bau apek dan jamur. Cengkeh yang cukup kering akan patah kalau dipatahkan dengan jari tangan.

4. Penyimpanan

Setelah penanganan dan pengeringan bunga cengkeh berjalan baik sesuai dengan ketentuan, maka hasilnya dapat dikemas dan disimpan dalam ruang yang kering tanpa memperlihatkan kerusakan yang berarti, kecuali sifat mengkilatnya yang menghilang. Bunga cengkeh kering biasa dikemas dalam karung goni dan sebaiknya disimpan dalam ruang yang bersih, kering, dan dengan ventilasi yang baik. Penumpukan bahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan fisik.

Menurut Purseglove (1981), selama penyimpanan bunga kering, sebagian dari minyak atsiri akan hilang karena menguap yang kecepatannya tergantung dari keadaan fisik cengkeh tersebut dan temperatur penyimpanannya.

C. Pengeringan

Menurut Suharto (1991) dalam Afrianti (1995) dalam Nugroho (2002), pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan kandungan air bahan hingga mencapai kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Beberapa kendala yang berpengaruh diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dijangkau, energi pengeringan, efisiensi alat pengering, dan kapasitas pengeringannya.

(24)

Menurut Brooker et al. (1974), proses pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai batas akhir kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan kimia. Pengeringan memiliki arti yang penting dalam industri bahan pangan, pengawetan bahan, maupun pengamanan hasil pertanian.

Keuntungan utama dari proses pengeringan adalah bahan lebih tahan lama disimpan pada suhu ruang karena faktor penting dalam proses penurunan mutu bahan pangan yaitu mikroba dan enzim dapat diatasi akibat berkurangnya kandungan air dalam bahan. Ada dua hal penting yang terjadi selama proses pengeringan, yaitu pindah panas dari media pengering ke bahan untuk mengatasi panas laten penguapan dan pindah massa (uap air) dari bahan ke media pengeringan.

Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode dengan laju pengeringan tetap dan periode dengan laju pengeringan menurun (Henderson dan Perry, 1955). Menurut Brooker et al. (1974), laju pengeringan tetap terjadi pada awal proses pengeringan bagi produk biologis dengan kadar air awal lebih besar dari 70% (wet basis) dan merupakan fungsi dari suhu, kelembaban, dan kecepatan udara pengering.

Pada periode laju pengeringan tetap, air yang diuapkan adalah pada permukaan bahan yang relatif bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tetap yaitu kelembaban relatif (RH), kecepatan aliran udara, suhu udara, dan luas permukaan bahan.

Periode pengeringan dengan kecepatan menurun berlangsung setelah periode pengeringan dengan kecepatan tetap mencapai kadar air kritis, saat dimana kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari bahan. Kadar air kritis tergantung dari jenis dan ketebalan bahan.

Menurut Hall (1980) dalam Nugroho (2002), periode pengeringan dengan kecepatan menurun terutama dipengaruhi oleh difusi air dari bahan ke permukaan bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan dengan kecepatan menurun adalah sifat alamiah dari bahan, ketebalan bahan, suhu bahan, dan tingkat kadar air.

(25)

Jenis bahan yang akan dikeringkan dan hasil kering dari bahan yang diinginkan mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengeringan yang akan dipergunakan. Kondisi pengeringan untuk setiap bahan tidaklah sama satu dengan lainnya karena ikatan air dan jaringan ikatan dari bahan tersebut berbeda. Bahan dengan kandungan air tinggi memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama dibandingkan bahan dengan kadar air rendah.

Menurut Kamaruddin et al. (1994), berdasarkan proses penguapan air, proses pengeringan terbagi menjadi tiga macam yaitu :

1. Panas diberikan karena kontak langsung dengan udara panas pada tekanan atmosfer dan uap air yang terbentuk juga dipindahkan oleh udara.

2. ”Vacuum drying” dimana evaporasi air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah dan panas yang diberikan oleh dinding logam secara konduksi dan radiasi.

3. ”Freeze drying” dimana air diuapkan dari bahan yang membeku dan panas diberikan secara radiasi dan konduksi.

Pada umumnya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan alamiah dengan sinar matahari dan pengering buatan dalam mesin-mesin mekanik dengan proses pengendalian iklim dalam ruangan (lingkungan mikro). Pengeringan alamiah memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya yaitu biaya operasional rendah, tidak memerlukan tenaga ahli, dan alat yang digunakan sederhana. Kerugiannya yaitu kepekaan produk terhadap panas, hilangnya flavor, perubahan struktur bahan serta kerusakan akibat mikroorganisme.

Menurut Sutijahartini (1985), pengeringan dengan alat pengering buatan akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan asalkan kondisi pengeringan dipilih dengan benar dan selama pengeringan dikontrol dengan baik. Pengontrolan suhu dan waktu pengeringan dilakukan dengan mengatur kontak alat pengering tersebut dengan alat pemanas, seperti udara panas yang dialirkan ataupun alat pemanas yang lainnya. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kelembaban udara di dalam alat pengering dan kecepatan pengeringan untuk bahan tersebut. Pada kelembaban udara yang cukup tinggi,

(26)

maka kecepatan penguapan air dari bahan akan lebih lambat dibandingkan dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah.

Udara mengambil peranan yang cukup penting dalam proses pengeringan bahan, diantaranya yaitu mengambil air di daerah penguapan, menghantarkan panas ke dalam bahan yang dikeringkan, sumber zat pembakar, dan tempat membuang uap yang telah diambil dari tempat pengeringan.

Air pada suatu bahan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas adalah air yang berada di bagian permukaan sedang air terikat adalah air yang berada di dalam bahan dan biasanya lebih sulit untuk keluar daripada air bebas. Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry, 1976).

Kadar air hasil pertanian yang tinggi sangat cocok bagi kehidupan serta perkembangan bakteri dan jamur. Jika kadar air diturunkan menjadi sekitar 25%, bakteri tidak dapat bertahan dan reaksi enzimatis dapat berkurang sangat nyata. Pada tingkat kadar air 15%, jamur akan sulit untuk hidup dan berkembang.

Menurut Sutijahartini (1985), untuk menyatakan kadar air suatu bahan digunakan dua cara, yaitu kadar air berdasarkan bahan kering dan kadar air berdasarkan bahan basah. Kadar air kering yaitu jumlah air yang diuapkan per berat bahan setelah pengeringan. Kadar air basah dinyatakan sebagai jumlah air yang diuapkan per berat bahan sebelum pengeringan. Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan.

Bahan basah di dalam alat pengering akan mengalami penguapan pada seluruh permukaan. Pada suatu saat penguapan ini akan terhenti karena molekul-molekul air yang belum diserap dari bahan sama jumlahnya dengan molekul-molekul air yang diserap oleh permukaan bahan basah tersebut. Keadaan ini dikatakan sebagai keadaan keseimbangan antara penguapan dan pengembunan. Kadar air bahan dalam keadaan keseimbangan ini dikatakan sebagai kadar air keseimbangan (Sutijahartini, 1985).

(27)

Hall (1957) dalam Nugroho (2002) membedakan kadar air keseimbangan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar air keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan atau udara pengering dalam keadaan bergerak.

Bahan yang kering dengan kadar air lebih rendah daripada kadar air keseimbangan akan menyerap air sehingga tercapai keseimbangan, sedangkan bahan basah kadar air lebih tinggi daripada kadar air keseimbangan. Selain tergantung kepada suhu, keseimbangan kadar air ini tergantung juga pada kelembaban nisbi dan macam bahan yang dikeringkan.

D. Mesin Pengering

Terdapat berbagai macam mesin pengering. Pengelompokan mesin pengering dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengelompokan mesin pengering.

Kriteria Jenis

Modus operasi Curah

Kontinyu

Jenis masukan panas

Konveksi, konduksi, radiasi, medan elektromagnetik, pindah panas kombinasi Intermitten dan kontinyu

Adiabatik dan tak adiabatik

Keadaan bahan dalam mesin pengering Diam

Bergerak, diaduk, disebar

Tekanan operasi Vakum

Tekanan atmosfir

Media pengeringan (konveksi)

Udara

Uap super jenuh Gas-gas panas

Suhu pengeringan

Dibawah suhu didih Diatas suhu didih Dibawah titik beku

(28)

Kriteria Jenis Gerak nisbi antara media pengering dan

padatan yang dikeringkan

Searah Berlawanan arah Jumlah tahapan Campuran Tunggal Multi tahap

Waktu bahan dalam mesin pengering

Singkat (< 1 menit) Sedang(1-60 menit) Panjang (> 60 menit) Sumber : Devahastin (2001).

Pengering curah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1. Lapisan

a. Persentuhan (jenis konduktif atau tak langsung), diantaranya yaitu rak vakum, bed teragitasi, dan curah berputar.

b. Konvektif, diantaranya yaitu rak atmosferik.

c. Jenis khusus, diantaranya yaitu gelombang mikro, beku, dan surya. 2. Dispersi

a. Fluidized bed/spouted bed b. Pengering bak getar

Pengering kontinyu dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1. Lapisan

a. Konduksi, diantaranya yaitu drum, lempeng, vakum, bed teragitasi, rotari tak langsung.

b. Konvektif, diantaranya yaitu terowongan, spin-flash, throughflow, dan konveyor.

c. Jenis khusus, diantaranya yaitu gelombang mikro, frekuensi radio, beku, dan surya.

2. Dispersi a. Fluidized bed b. Bak getar c. Rotari langsung d. Ring e. Semprot

(29)

f. Jet-zone.

Pengering berdasarkan bentuk fisik bahan umpan terdiri dari : 1. Pengering untuk padatan partikulat dan butiran

a. Pengering tipe rak

Pengering tipe rak terdiri dari pengering tipe rak jenis curah dan kontinyu. Pada pengering tipe rak jenis curah, satu atau beberapa kumpulan tipe rak yang ditempatkan pada ruang terinsulasi dimana udara panas dialirkan oleh kipas dan kisi-kisi pemandu yang dirancang sesuai dengan keperluan. Seringkali sebagian dari udara buang diedarkan kembali oleh sebuah kipas yang ditempatkan di dalam atau di luar ruang pengering. Pengering ini membutuhkan sejumlah pekerja untuk membongkar muat produk. Kunci keberhasilan operasi pengeringan ini adalah keseragaman aliran udara pengering pada rak-rak tersebut karena rak-rak dengan waktu pengeringan terlama merupakan penentu lama pengeringan keseluruhan yang dibutuhkan, yang selanjutnya menentukan kapasitas pengeringan. Pengering tipe rak memiliki kapasitas yang besar dan mudah dalam pengoperasiannya. Meskipun demikian, rak-rak pada pengering tipe rak ini dapat menyebabkan distribusi udara yang kurang baik dan menurunkan kinerja pengeringan.

Pada pengering tipe rak jenis kontinyu (pengering turbo), rak tersusun membujur dan dilekatkan pada suatu batang vertikal. Udara panas dialirkan ke ruang pengering dengan kipas turbin. Produk yang dimasukkan pada tingkat pertama diatur tinggi tumpukannya oleh sekumpulan pisau tak bergerak, setelah satu putaran, bahan akan terjatuh habis jatuh ke tingkat dibawahnya oleh pisau terakhir. Pada rancangan yang dimodifikasi, rak dapat dipanaskan secara konduksi dan divakumkan untuk mengeluarkan uap air.

b. Pengering rotari

Pengering rotari tipe curah (cascade) adalah pengering kontak langsung yang beroperasi secara kontinyu dan terdiri atas cangkang silinder yang berputar perlahan serta biasanya dimiringkan beberapa

(30)

derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan umpan basah yang dimasukkan pada ujung atas drum. Bahan kering dikeluarkan dari ujung bawah. Media pengering mengalir secara aksial melewati drum searah atau berlawanan arah dengan aliran produk. Pengering rotari sangat fleksibel, berkemampuan tinggi dan khususnya untuk kebutuhan laju produksi yang tinggi. Sisi negatifnya yaitu pengering ini kurang efisien, memerlukan biaya modal yang tinggi, biaya pemeliharaan yang besar tergantung jenis bahan yang dikeringkan. Pengering ini tidak cocok untuk bahan yang mudah pecah.

Pengering rotari vakum adalah pengering yang sama sekali berbeda dari kebanyakan pengering rotari kontinyu yang beroperasi pada tekanan atmosfir. Pada pengering ini, cangkang silindris berada dalam keadaan diam sedang sekumpulan pisau agitator berputar pada batang pusat untuk mengaduk bahan yang ada dalam cangkang pengering. Panas disediakan dengan memanaskan jaket cangkang dengan uap panas yang dikondensasi atau menggunakan fluida termal. Pengering ini berguna untuk menangani bahan yang sensitif panas, yang mengering pada suhu rendah karena kondisi vakum.

c. Pengering beku

Pengering beku digunakan untuk padatan yang sangat sensitif panas. Operasi pengeringan ini membutuhkan biaya yang tinggi. Pengeringan terjadi dibawah titik tripel cairan dengan menyublimkan air beku menjadi uap, yang kemudian dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum mekanis atau ejector jet uap panas. Umumnya pengeringan beku menghasilkan produk bermutu paling tinggi dibandingkan dengan teknik dehidrasi lain.

Pengering beku rak sederhana merupakan jenis pengering beku yang paling banyak digunakan. Pada pengering beku rak sederhana, panas sublimasi disediakan melalui konduksi dari dasar rak. Tekanan vakum umumnya dibawah 25 Pa dengan suhu kondensor berkisar -40°C. Pemanas mulai pada suhu yang tinggi dan berangsur

(31)

menurun sejalan dengan waktu, sesuai dengan jadwal yang ditentukan secara empiris menuju suhu yang lebih rendah. Pengering multi-batch digunakan untuk menangani beban yang hampir sama pada seluruh sistem sepanjang siklus pengeringan yang tumpang tindih. Pengering beku terowongan merupakan kabinet vakum yang besar, troli pembawa rak dimasukkan secara berselang melalui pengunci vakum pada salah satu ujung terowongan. Produk yang dikeringkan dikeluarkan dari ruang pengering melalui pengunci vakum di ujung lainnya. Uap panas bertekanan rendah digunakan untuk memanaskan lempeng-lempeng tempat meletakkan rak.

d. Pengering vakum

Pengering vakum sesuai untuk padatan yang berbentuk butiran. Pengering ini lebih mahal dibandingkan pengering bertekanan atmosfir tetapi sesuai untuk bahan yang sensitif panas dan memerlukan pemulihan pelarut atau jika ada risiko kebakaran dan ledakan. Pencampur berbentuk kerucut tunggal atau ganda dapat diterapkan untuk pengeringan dengan pemanasan selimut bejana dan pemakuman untuk mengeluarkan uap air. Pengering vakum jenis pedal cocok untuk bahan seperti lumpur sedangkan pengering vakum jenis sabuk cocok untuk bahan berbentuk pasta.

2. Pengering untuk bahan berbentuk bubur dan suspense a. Pengering jenis semprot

Pengering semprot digunakan secara komersial untuk pengeringan produk-produk agrokimia, bioteknologis, bahan-bahan kimia dasar dan berat, susu, zat pewarna, konsentrat mineral dan bahan farmasi, mulai dari kapasitas beberapa kg per jam hingga 50 ton per jam penguapan. Umpan cairan dapat diubah menjadi bentuk bubuk, butiran atau aglomerat dalam satu langkah operasi dalam pengering semprot. Umpan yang diatomisasi dalam bentuk percikan disentuhkan dengan gas panas dalam ruang pengering yang dirancang dengan baik.

(32)

b. Pengering drum

Pada pengering drum, umpan bubur dan pasta dikeringkan pada permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-lahan. Lapisan tipis pasta dilulurkan dengan berbagai cara. Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak (bukan bubuk). Suhu pengeringan dapat dikendalikan dengan baik, maka pengering drum dapat digunakan untuk menghasilkan hidrat murni dari suatu senyawa kimia, bukan hidrat campuran.

Operasi vakum pengering drum, baik jenis tunggal maupun ganda secara komersial digunakan untuk meningkatkan laju pengeringan pada bahan yang sensitif terhadap panas. Operasi ini juga digunakan jika diinginkan produk dengan struktur berpori dan jika pemulihan pelarut merupakan hal yang sangat penting.

3. Pengering untuk bahan berbentuk lembaran a. Pengering untuk lembaran kontinyu

Pengering konveksi, konduksi atau inframerah dapat digunakan untuk bahan lembaran kontinyu, akan tetapi pengering dengan mode kombinasi dari ketiganya seringkali lebih efisien. Pengering inframerah dapat merupakan radiator keramik yang dibakar dengan gas atau panel-panel yang dipanaskan dengan sumber listrik.

b. Pengering lembaran bentuk helaian

Bahan seperti kayu lapis atau chipboard membutuhkan waktu pengeringan yang cukup panjang. Jet impinging dapat digunakan untuk mengawali pemindahan air permukaan. Kadar air internal akan mempunyai laju pengeringan yang lebih rendah dan ini dapat dicapai dalam pengering terowongan dengan aliran media pengering secara paralel dan laju sedang.

c. Pengering untuk lembaran sangat tebal atau bentuk tak tentu

Pada pengering ini waktu pengeringan berkisar dari harian sampai bulanan. Pengeringan uap super panas pada kondisi vakum telah menunjukkan adanya peningkatan laju pengeringan serta mutu

(33)

produk. Hanya pengering yang beroperasi secara curah yang sesuai untuk kebutuhan waktu pengeringan selama ini.

d. Pengeringan bahan dalam bentuk wafer tipis

Pengering bahan dalam bentuk wafer tipis diantaranya yaitu konveyor kontinyu, pengering sirkulasi terowongan atau dengan pengering tumpukan impinging jet-fluidized. Pada pengering tumpukan

impinging jet-fluidized, jet udara panas dikenakan pada lapisan tipis

chips basah yang diangkut secara mekanis, pengeringan berlangsung dengan kecepatan tinggi jet seperti memfluidisasi bahan.

E. Pengering Efek Rumah Kaca

Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk radiasi yang merupakan gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfir (Kamaruddin et al., 1994).

Menurut Huang (1986) dalam Nugroho (2002), kolektor energi matahari tanpa alat pengkonsentrasi pada dasarnya merupakan sumber panas temperatur rendah. Karakteristik dari syarat musiman pengeringan komoditi pertanian menjadikan energi surya sesuai untuk pengeringan dan pengawetannya. Hasilnya sama baik dengan aplikasi pemanas tambahan dalam produksi komoditi pertanian karena pengeringan temperatur rendah mempertahankan mutu produk pertanian lebih baik daripada pengeringan temperatur tinggi. Huang dan Bowers (1977) dalam Nugroho (2002) memanfaatkan greenhouse untuk pengawetan tembakau.

Stoecker dan Jones (1992) dalam Nugroho (2002) menyatakan bahwa tujuan utama suatu sistem berenergi surya adalah mengumpulkan energi radiasi surya menjadi energi panas. Cara pengumpulan dan pengubahan energi surya dalam aplikasi pengeringan komoditi pertanian ada tiga, yaitu penjemuran, menempatkan komoditi pertanian dibawah bahan kaca, dan

(34)

meletakkan komoditi pertanian dalam wadah yang juga berfungsi sebagai penyerap panas.

Pada penjemuran, bahan dihamparkan dan terkena sinar matahari secara langsung. Pada penempatan komoditi pertanian dibawah bahan kaca, bahan kaca tertembus gelombang pendek sinar matahari tetapi tidak tertembus oleh gelombang panjang inframerah sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Pada peletakkan komoditi pertanian dalam wadah yang juga berfungsi sebagai penyerap panas, panas yang dikonversikan terperangkap dalam penutup. Secara sinambung, penggunaan panas dipindahkan melalui putaran lambat penyerap panas dan dihantarkan ke komoditi pertanian.

Menurut Wulandani (2005), istilah pengering efek rumah kaca pertama kali diperkenalkan oleh Kamaruddin et al. (1994), terdiri dari bangunan berdinding transparan, dilengkapi dengan plat hitam sebagai pengumpul panas (kolektor surya) di dalamnya.

F. Heater

Menurut Kamaruddin et al. (1994), energi listrik dapat dikonversikan menjadi energi panas dengan menggunakan elemen atau unsur pemanas (heating element). Komponen mesin untuk pemanas ini biasanya disebut pemanas listrik. Umumnya kawat-kawat dengan penampang sirkular (strip) atau berbentuk pita (ribbon) banyak dipakai sebagai elemen pemanas. Pemanas listrik digunakan secara luas dan ekstensif unuk aplikasi domestik dan industri. Dalam bidang agroindustri, pemanas listrik digunakan untuk proses pengeringan dan pemanasan.

Sesuai dengan penggunaan mesin maka transfer energi panas dapat dilakukan secara radiasi, konveksi atau konduksi. Dalam mesin tertentu kadang-kadang diperlukan sirkulasi udara untuk memperoleh pemanasan yang merata karena itu dalam mesin diperlukan kipas atau blower. Untuk mengatur suhu dapat dilakukan dengan menggunakan thermostat. Thermostat adalah suatu alat yang bisa mengatur sendiri untuk membuka dan menutup hantaran dan aliran listrik berdasarkan perubahan suhu. Thermostat yang dipakai untuk mengatur suhu ada yang memakai komponen bimetal, thermokopel atau

(35)

bellow unit sensing bulb. Selain itu, pengaturan suhu dapat juga menggunakan

rangkaian elektronik dengan menggunakan sensor suhu (Kamaruddin et al., 1994).

G. Hasil-Hasil Penelitian sebelumnya tentang Pengeringan Cengkeh

Pada penelitian yang dilakukan oleh Argo (1984) digunakan pengering tipe rak. Energi yang digunakan adalah energi listrik dan energi termal yang berasal dari bahan bakar minyak tanah. Kadar air cengkeh turun dari 70% bb menjadi 14% bb selama 19 jam-29 jam. Laju pengeringan rata-rata antara 8.52% bk/jam-15.2% bk/jam. Ketika kapasitas bahan 25 kg, suhu rak bagian atas lebih besar dari rak bagian tengah dan bawah sebab hembusan kipas yang terlalu besar. Pada kapasitas bahan 27.7 kg, pada hari pertama suhu rak bagian bawah lebih besar dari rak bagian atas dan tengah. Pada pengeringan hari kedua, suhu rak bagian atas lebih besar dari rak bagian tengah dan bawah.

Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering mekanis tipe rak yang dilakukan oleh Sukiman (1985) yaitu kadar air cengkeh rata-rata turun dari 73.3% bb menjadi 12.6% bb. Lama pengeringan untuk perlakuan rak dipindah-pindah berkisar antara 19 jam-29 jam sedangkan untuk perlakuan rak tetap adalah selama 16 jam. Laju pengeringan rata-rata pada perlakuan rak dipindah-pindah berkisar antara 8.52% bk/jam-15.2% bk/jam sedangkan untuk perlakuan rak tetap adalah 17.865% bk/jam. Suhu rak selama pengujian pada perlakuan rak dipindah-pindah tidak menunjukkan perbedaan sedangkan untuk perlakuan rak tetap terdapat adanya perbedaan suhu dengan suhu masing-masing 53.185ºC, 55.391ºC, dan 56.671ºC pada akhir pengeringan. Kadar air akhir rata-rata yang diperoleh pada pengeringan dengan perlakuan rak dipindah-pindah sebesar 14.11% bb sedangkan pada perlakuan rak tetap sebesar 12.05% bb. Energi yang digunakan oleh mesin pengering ini adalah energi listrik dan energi termal yang berasal dari bahan bakar minyak tanah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (1987) digunakan pengering cengkeh tipe kolektor surya datar dengan bola kaca penyerap panas. Kolektor mampu menaikkan suhu udara antara 5ºC-29.3ºC diatas suhu sekitar

(36)

dengan fluktuasi suhu relatif besar. Efisiensi total kolektor sebesar 83.2%. Kolektor yang dirancang mampu menurunkan kadar air cengkeh sebanyak 11.85 kg dari 58.32% bb menjadi 13.93% bb.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Taruna (1993) digunakan pengering tipe lemari hibrid energi surya dan listrik. Pada pengering ini digunakan kolektor datar. Ruang pengering berisi rak-rak pengering yang diletakkan agak miring. Kadar air cengkeh seberat 48.9 kg turun dari 72.8% bb menjadi 12.93% bb. Kadar air cengkeh seberat 45.8 kg turun dari 73.6% bb menjadi 13.01% bb. Kadar air cengkeh seberat 45.7 kg turun dari 73.1% bb menjadi 12.78% bb. Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan selama percobaan berkisar antara 2 401 146 kJ-2 497 191.85 kJ. Efisiensi pengeringan dari beberapa percobaan yang dilakukan berkisar antara 13.32%-15.60%.

Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering efek rumah kaca tipe rak yang dilakukan oleh Nugroho (2002) yaitu pada percobaan pertama, kadar air cengkeh seberat 10 kg turun dari 75.9% bb menjadi 12.6% bb selama 96 jam non stop. Laju penurunan rak depan sebesar 3.61% bk dan rak belakang sebesar 3.8% bk. Hal ini disebabkan karena letak rak belakang lebih dekat dengan kipas radiator. Pada percobaan kedua, kadar air cengkeh seberat 12 kg turun dari 73.36% bb menjadi 12.6% bb selama 76 jam non stop. Laju penurunan rak selatan sebesar 4.5% bk dan rak utara sebesar 4.18% bk. Hal ini disebabkan karena pada siang hari, rak bagian utara terhalang oleh plat seng. Pada malam hari, rak bagian selatan mendapatkan panas dari pemanas air melalui radiator dan pemanas arang, sedangkan rak utara hanya mendapatkan panas dari pemanas air melalui radiator.

Pada percobaan ketiga, kadar air cengkeh seberat 32 kg turun dari 74.5% bb menjadi 13% bb selama 115 jam non stop. Secara umum penurunan berat pada rak bagian atas lebih besar dibandingkan dengan rak-rak yang ada di bawahnya. Energi yang digunakan oleh mesin pengering ini yaitu energi surya, energi listrik serta energi biomassa yang berasal dari kayu kopi dan arang kayu. Konsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk yaitu 194 995.47 kJ/kg.

(37)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2003) digunakan pengering efek rumah kaca tipe rak. Energi yang digunakan adalah energi surya dan energi listrik. Suhu pada masing-masing rak tidak seragam dengan nilai 46.9ºC untuk rak 1, 39.6ºC untuk rak 2, dan 38.5ºC untuk rak 3. Efisiensi pengeringan yang dihasilkan adalah 63.16%. Penurunan kadar air dan laju pengeringan pada masing-masing rak tidak seragam yaitu 5.531% bk/jam untuk rak 1, 3.442% bk/jam untuk rak 2, dan 3.442% bk/jam untuk rak 3. Konsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk yaitu 16 516.68 kJ/kg.

Hasil penelitian tentang pengeringan cengkeh menggunakan pengering efek rumah kaca tipe rak yang dilakukan oleh Wulandani (2005) yaitu kadar air cengkeh seberat 39 kg turun dari 68.4% bb menjadi 12% bb pada percobaan pertama. Pada percobaan kedua, kadar air cengkeh seberat 80 kg turun dari 72% bb menjadi 12% bb. Pada percobaan ketiga, kadar air cengkeh seberat 80 kg turun dari 72.8% bb menjadi 12% bb. Waktu pengeringan pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga masing-masing yaitu 51 jam, 61 jam, dan 45 jam.

Perbedaan suhu udara pengering antar rak di dalam ruang pengering terutama terjadi pada siang karena pengaruh radiasi surya yang langsung mengenai rak teratas. Perbedaan suhu ini menyebabkan perbedaan kadar air produk antar rak, yaitu sebesar 3.78% bb. Untuk mendapatkan efisiensi pengeringan serta mutu bunga cengkeh kering yang tinggi, suhu pengeringan cengkeh sebaiknya dipertahankan sebesar 48ºC, kapasitas produk yang dikeringkan adalah kapasitas maksimum pengering, dan tebal lapisan cengkeh 3 cm. Efisiensi pengeringan pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga masing-masing yaitu 12%, 14.8%, dan 19.1%. Energi yang digunakan oleh mesin pengering ini yaitu energi surya, energi listrik, dan energi biomassa yang berasal dari bahan bakar arang kayu. Kebutuhan energi/kg air yang diuapkan pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga masing-masing yaitu 23.3 MJ/kg, 18 MJ/kg, dan 16 MJ/kg.

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Leuwikopo, AP4 serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September 2009.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cengkeh (Syzigium

aromaticum (L.) Merr dan Perry) yang telah mengalami proses fermentasi.

Alat yang digunakan yaitu :

1. Alat yang diuji performansinya pada penelitian ini yaitu model pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar yang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :

a. Bangunan rumah kaca dengan ukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 1 100 mm x 860 mm x 1 300 mm. Bangunan rumah kaca ini terbuat dari dinding dan atap transparan serta plat hitam yang berfungsi sebagai penyerap dan lantai pengering. Pada bangunan rumah kaca ini terdapat

exhaust fan 60 watt untuk mengeluarkan udara dari ruang pengering.

b. Silinder yang dapat diputar secara vertikal menggunakan motor listrik 40 watt dengan kecepatan putaran 1 rpm. Pada silinder ini terdapat rak pengering berjumlah delapan buah. Rak pengering ini masing-masing berukuran 600 mm x 200 mm. Rak yang sudah berisi bahan yang akan dikeringkan diletakkan di rak pengering.

c. Pemanas tambahan yang terdiri dari tangki air untuk menyimpan air,

heater 1000 watt, pompa air 125 watt untuk sirkulasi, radiator untuk

pembangkit panas, dan kipas penukar panas 60 watt untuk menyalurkan udara panas ke ruang pengering.

Prinsip kerja dari model pengering ini yaitu gelombang pendek sinar matahari ditransmisikan melalui atap dan dinding model pengering. Gelombang pendek sinar matahari tersebut sebagian diserap oleh lantai

(39)

model pengering yang terbuat dari plat hitam dan sebagian lagi dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang. Gelombang panjang tersebut tidak dapat menembus dinding dan atap transparan sehingga terjadi peningkatan suhu di dalam ruang pengering. Panas yang berasal dari gelombang panjang yang terperangkap tersebut digunakan untuk mengeringkan bahan yang akan dikeringkan dengan bantuan kipas. Pemanas tambahan digunakan jika dibutuhkan. Model pengering

ERK-hybrid tipe rak berputar tampak depan dan tampak samping

masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Model pengering Gambar 5. Model pengering

ERK-hybrid ERK-hybrid

tipe rak berputar tipe rak berputar tampak depan. tampak samping.

2. Alat ukur yang digunakan untuk uji performansi model pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe rak berputar yaitu :

a. Timbangan digital b. Termokopel c. Anemometer d. Pyranometer

(40)

e. Termometer f. Drying oven g. Hybrid recorder h. Cawan petri i. Desikator

C. Percobaan Pengeringan Bahan

Percobaan pada pengeringan bahan ini ada empat, yaitu :

1. Pengeringan dengan kapasitas 2.4 kg cengkeh pada pagi hingga sore hari (berkisar pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit.

2. Pengeringan dengan kapasitas 2.4 kg cengkeh pada pagi hingga sore hari (berkisar pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º. Pada tiga jam pertama, rak diputar selama 10 menit per jam.

3. Pengeringan dengan kapasitas 4.8 kg cengkeh pada pagi hingga sore hari (berkisar pukul 08:00 WIB-16:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit.

4. Pengeringan dengan kapasitas 4.8 kg cengkeh pada pagi hingga malam hari (berkisar pukul 08:00 WIB-20:00 WIB). Setiap 1 jam, rak digeser sebesar 45º dan diputar selama 10 menit.

Massa cengkeh yang digunakan pada percobaan 1 dan 2 masing-masing yaitu 2.4 kg karena pada kedua percobaan ini dilakukan pengeringan lapisan tipis yaitu pada setiap rak terdiri dari satu lapis cengkeh (cengkeh tidak bertumpuk). Pada percobaan 3 dan 4 dilakukan pengeringan dengan massa cengkeh masing-masing 4.8 kg (dua kali lipat dibandingkan massa cengkeh pada percobaan 1 maupun 2) agar dapat diketahui kebutuhan energi serta efisiensi total sistem pengeringan pada percobaan dengan massa cengkeh dua kali lipat dari percobaan 1 maupun 2.

Pengeringan pada penelitian ini dilakukan secara intermittent (tidak kontinyu). Pada percobaan 1, 2, dan 3 dilakukan pengeringan pada pagi hingga sore hari (berkisar pukul 08:00 WIB-16:00 WIB) hal ini bertujuan untuk memaksimalkan iradiasi surya selama pengeringan berlangsung. Pengeringan pada pagi hingga malam hari (berkisar pukul 08:00 WIB-20:00

(41)

WIB) dilakukan pada percobaan 4 untuk mengetahui kebutuhan energi serta efisiensi total sistem pengeringan jika pengeringan dilakukan hingga malam hari. Saat pengeringan dihentikan sementara (berkisar pukul 16:00 WIB pada percobaan 1, 2, dan 3 serta berkisar pukul 20:00 WIB pada percobaan 4), bahan diletakkan di dalam model pengering dan model pengering ditutup menggunakan terpal agar tidak terkena debu, kotoran, maupun hujan.

Pergeseran rak 45º per jam pada setiap percobaan dilakukan untuk menyeragamkan suhu bahan serta kadar air akhir bahan yang dikeringkan pada setiap rak. Pada percobaan 1, 3, dan 4 dilakukan pemutaran rak 10 menit per jam selama pengeringan berlangsung agar bahan lebih cepat kering sedangkan pada percobaan 2, pemutaran rak 10 menit per jam hanya dilakukan pada tiga jam pertama pengeringan untuk menghemat pemakaian energi listrik pada motor listrik untuk memutar rak. Selain itu, untuk mengetahui kebutuhan energi, efisiensi total sistem pengeringan, dan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan pada pengeringan yang hanya dilakukan pemutaran rak 10 menit per jam pada tiga jam pertama pengeringan.

D. Parameter yang Diukur

1. Suhu

Suhu yang diukur yaitu suhu bola basah lingkungan, suhu bola kering lingkungan, suhu bola basah ruang pengering, suhu bola kering ruang pengering, suhu bola basah keluar ruang pengering (outlet), suhu bola kering outlet, dan suhu bahan.

2. Kapasitas dan lama pengeringan

Kapasitas pengeringan yaitu total massa bahan yang dikeringkan. Lama pengeringan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan hingga kadar air konstan. Pada penelitian ini, cengkeh dikeringkan hingga mencapai kadar air + 14% bb.

3. Keseragaman kadar air akhir bahan

Kadar air bahan yang diukur meliputi kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kadar air bahan selama pengeringan berlangsung. Kadar air awal dan akhir bahan diukur dengan menggunakan metode oven.

(42)

Data-data yang diperlukan yaitu massa awal bahan dan massa akhir bahan. Menurut Pomeranz dan Meloan (1994) dalam Amelia (2007), metode oven merupakan salah satu metode pengeringan konvensional dimana terjadi proses perambatan secara konduksi dan konveksi dan waktu pengeringan yang lama. Metode ini digunakan secara luas dalam berbagai laboratorium kontrol untuk mengukur kadar air. Prinsip dari metode oven adalah pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu 100ºC-105ºC disebabkan karena hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air (SNI-01-2899-1992). Kadar air bahan selama pengeringan berlangsung diperoleh dari perubahan massa bahan selama pengeringan berlangsung. Oleh karena itu, data yang diperlukan pada perhitungan kadar air bahan selama pengeringan berlangsung adalah massa bahan selama pengeringan berlangsung.

Pada perhitungan kadar air bahan dengan menggunakan metode oven digunakan persamaan sebagai berikut :

% 100 ) (% x m m m bb Ka a b a ... (1) % 100 ) (% x m m m bk Ka b b a ... (2) Keterangan : Ka = kadar air (%) a

m = massa awal bahan (gram)

b

m = massa akhir bahan (gram)

Pada perhitungan kadar air bahan selama pengeringan berlangsung digunakan persamaan sebagai berikut :

... (3) ... (4) Keterangan : w m = massa air (kg) % 100 ) (% x m m m bb Ka s w w % 100 ) (% x m m bk Ka s w

(43)

s

m = massa padatan (kg) 4. Laju pengeringan

Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode dengan laju pengeringan tetap dan periode dengan laju pengeringan menurun (Henderson dan Perry, 1955). Laju pengeringan tetap merupakan fungsi dari suhu, kelembaban, dan kecepatan udara pengering. Laju pengeringan menurun dipengaruhi sifat alamiah dari bahan, ketebalan bahan, suhu bahan, dan tingkat kadar air bahan. Data-data yang diperlukan yaitu lama pengeringan, kelembaban udara, kecepatan udara pengering, dan kadar air bahan.

t t t t w w dt dW ... (5) Keterangan : dt dW

= laju pengeringan (% bk/jam)

t

w = kadar air pada waktu ke t (% bk)

t t

w = kadar air pada waktu ke t + ∆t (% bk) ∆t = selang waktu (jam)

5. Kebutuhan energi pengeringan dan efisiensi energi pengeringan a. Energi surya yang diterima model pengering

Data yang diperlukan yaitu iradiasi surya selama pengeringan berlangsung. Total iradiasi surya harian dihitung dengan menggunakan metode Simpson (Purcell dan Vanberg, 1999) dalam (Adawiyah, 2007) sebagai berikut : f gp gl i I I I I t Ih 4 2 3 ... (6) Keterangan :

Ih = total iradiasi surya harian (Wh/m2)

t = selang pengukuran (jam)

gl

I = iradiasi selang pengukuran ganjil (W/m2)

gp

Gambar

Tabel 1. Standar mutu bunga cengkeh (SNI 01-3392-1994).
Tabel 3. Pengelompokan mesin pengering.
Gambar  7.  Titik-titik  pengukuran  suhu,  kecepatan  udara,  dan  iradiasi  surya.
Gambar 9.  Profil  suhu  lingkungan,  ruang  pengering,  dan  outlet  pada  percobaan 2
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

tertinggi terjadi di Kota Malang sebesar 5,19 persen, diikuti Kota Surabaya sebesar 4,75 persen, Kabupaten Jember sebesar 4,60 persen, Kabupaten Sumenep sebesar 4,48 persen,

Prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan program pelatihan Sasaran, bidang dan jenis atau ruang lingkup pelatihan Analisis komponen-komponen pelatihan. Konsep dasar Pengelolaan PLS

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor intern.. dan faktor

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan di perusahaan PT SMART Tbk Surabaya.. Berdasakan hal tersebut diatas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji posisi sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Blora, untuk mengkaji

Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang strategi pembelajaran Card Sort dengan kompetensi dasar menggunakan berbagai strategi untuk memecahkan

Data pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dalam meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas VI SD Negeri Kliwonan 2 tahun ajaran 2014/2015

skripsi ini dengan Judul :“ PEMBANGUNAN APLIKASI KOMPRESI DATA TEKS DAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LEMPLE ZIV STORER SYMANSKI (LZSS) PADA