• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Performansi Alat Pengering Tipe Rak dan Pengaruh Perlakuan Awal terhadap Mutu Jahe Kering (Zingiber officinale Rosc.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Performansi Alat Pengering Tipe Rak dan Pengaruh Perlakuan Awal terhadap Mutu Jahe Kering (Zingiber officinale Rosc.)"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERFORMA

PENGARUH P

FA

RFORMANSI ALAT PENGERING TIPE RA

PERLAKUAN AWAL TERHADAP MU

KERING (Zingiber officinale Rosc.)

SKRIPSI

MUHAMMAD SOLEH

F14080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

RAK DAN

P MUTU JAHE

(2)

PERFORMANCE ASSESSMENT OF RACK-TYPE DRYER AND

THE EFFECT OF PRE-TREATMENT TOWARDS QUALITY OF

DRY GINGER (Zingiber officinale Rosc.)

Muhammad Soleh, Rokhani Hasbullah, and Dyah Wulandani

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: soleh_tep45@yahoo.co.id

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinale Rosc.) is one of spices and medicinal plant which has high economic value and have been widely recognized by the Indonesian people. Fresh ginger has moisture content between 85-91% wet basis causes reduction quality of ginger if it is not eventually to be processed or dried. Generally, farmers and traders dried the ginger by using sun drying which require a lot of time, so that the artificial drying is needed to produce dried ginger with better quality and can shorten the drying time. The objectives of the research are to conduct the performance assessment of Sunbeam Food Dehydrator, which is rack-type dryer that using electrical energy as heat source; to assess the effect of immersion in lime solution (Ca(OH)2) at concentration of 2%, 4%

and 6% to the quality of dried ginger; as well as studying the temperature distribution and air flow patterns in the dryer using Computational Fluid Dynamics (CFD). The results of the research showed that the dryer has capacity about 1kg of ginger slice and drying efficiency of 25.09%. It also shown that the immersion in lime solution gave a significant effect on increasing ash content and lightness of dried ginger, but it gave no significant effect on essential oil content of dried ginger. The treatment of immersion in 6% concentration of lime solution produce dry ginger with ash content that beyond of quality standard limit. The simulation of temperature and air flow patterns inside the dryer showed the accuracy of 97.09% and resulting linear regression of the relationship between measurement temperature and simulation temperature of 0.943. This shows that the CFD simulation gives good results in predicting the distribution of air temperature and air flow patterns inside the dryer.

(3)

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING TIPE RAK DAN

PENGARUH PERLAKUAN AWAL TERHADAP MUTU JAHE

KERING (Zingiber officinale Rosc.)

Muhammad Soleh, Rokhani Hasbullah, dan Dyah Wulandani

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor, IPB Kampus Dramaga, PO Box 220, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. e-mail: soleh_tep45@yahoo.co.id

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan jenis tanaman rempah dan obat yang bernilai ekonomi tinggi serta telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Kadar air jahe pada saat panen berkisar 85–91% basis basah. Kadar air yang tinggi menyebabkan jahe mudah rusak bila tidak segera diolah atau dikeringkan. Pada umumnya petani maupun pedagang pengumpul melakukan pengeringan dengan cara penjemuran yang memerlukan waktu pengeringan yang lama serta banyak kelemahan lainnya, sehingga diperlukan pengeringan buatan (artificial drying) untuk mengeringkan rimpang jahe yang menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik serta dapat mempersingkat waktu pengeringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan uji performansi terhadap Sunbeam

Food Dehydrator DT5600, yang merupakan alat pengering tipe rak dengan menggunakan energi listrik sebagai sumber panas; mempelajari pengaruh pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) pada

konsentrasi 2%, 4% dan 6% terhadap mutu jahe kering yang dihasilkan; serta mempelajari pola sebaran suhu serta kecepatan udara pada alat pengering dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa alat pengering memiliki kapasitas sekitar 1 kg irisan jahe dengan efisiensi pengeringan sekitar 25.09%. Terlihat bahwa perlakuan pencelupan ke dalam larutan kapur memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan kadar abu serta derajat keputihan dari jahe kering, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar minyak atsiri yang dihasilkan. Perlakuan pencelupan ke dalam larutan kapur 6% menghasilkan jahe kering dengan kadar abu yang melebihi batas standar mutu yang ditetapkan. Hasil simulasi sebaran udara pengering dalam keadaan tanpa komoditas menunjukkan nilai ketepatan sebesar 97.09% terhadap hasil pengukuran dan regresi linier yang dihasilkan dari hubungan antara suhu simulasi dan suhu pengukuran sebesar 0.943. Hal ini menunjukkan bahwa simulasi CFD memberikan hasil yang cukup baik dalam memprediksi sebaran suhu udara serta kecepatan udara yang ada di dalam alat pengering.

(4)

MUHAMMAD SOLEH. F14080071. UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING TIPE RAK

DAN PENGARUH PERLAKUAN AWAL TERHADAP MUTU JAHE KERING (Zingiber

officinale Rosc.). Di bawah bimbingan Rokhani Hasbullah dan Dyah Wulandani. 2012

RINGKASAN

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan jenis tanaman rempah dan obat yang telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan minuman penghangat, bumbu dapur, pemberi cita rasa, bahan baku obat tradisional bahkan pestisida alami. Jahe merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari genus Zingiber yang memiliki banyak manfaat serta bernilai ekonomis tinggi dan di perdagangkan secara luas di dunia. Produksi jahe kering menduduki peringkat pertama perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia, dengan produksi mencapai 125,827,413 kg pada tahun 2005, walaupun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga produksinya menjadi 107,734,608 kg.

Kadar air dari jahe pada saat panen berkisar 85–91% basis basah, angka ini cukup tinggi sehingga komoditas ini mudah rusak bila tidak segera diolah atau dikeringkan. Pada umumnya petani maupun pedagang pengumpul melakukan pengeringan dengan cara penjemuran yang memiliki banyak kelemahan diantaranya memerlukan areal penjemuran yang luas, waktu pengeringan bergantung pada keadaan cuaca dan intensitas penyinaran, rentan terkena kontaminan dan masih banyak kelemahan lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pengeringan buatan (artificial drying) untuk mengeringkan rimpang jahe sehingga dapat menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik serta dapat mempersingkat waktu pengeringan. Alat pengering yang akan digunakan untuk mengeringkan jahe pada penelitian ini adalah Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600. Alat pengering ini memanfaatkan sirkulasi aliran udara panas yang disirkulasikan oleh fan yang berada pada bagian atas dari alat pengering dengan menggunakan energi listrik. Karena belum adanya data mengenai performansi dari alat pengering tersebut, maka diperlukan suatu pengujian performansi, dimana komoditas yang akan dikeringkan adalah jahe.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan uji performansi alat pengering pada pengeringan jahe, mempelajari pengaruh awal pada jahe berupa pencelupan di dalam larutan kapur (Ca(OH)2)

terhadap mutu jahe kering yang dihasilkan dari alat pengering, serta untuk mempelajari pola sebaran suhu serta kecepatan pada alat pengering dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Penelitian ini dilakukan dengan tahap pengeringan rimpang jahe badak berusia 8–9 bulan dengan menggunakan Sunbeam Food Dehydrator DT 5600 yang memiliki 5 buah rak pengering dan memiliki tiga setting level suhu, yaitu level 1 dengan suhu teoritis 35 oC, level 2 dengan suhu teoritis 55 oC, serta level 3 dengan suhu teoritis 75 oC. Pengeringan dilakukan terhadap rimpang jahe dengan irisan ± 4 mm dan ketebalan tumpukan satu lapis. Perlakuan awal yang dilakukan sebelum jahe dikeringkan adalah dengan pencelupan irisan jahe ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) dengan

konsentrasi 2%, 4%, dan 6% pada suhu 60 oC selama 4.5 menit. Sebagai kontrol dilakukan pula proses pengeringan irisan jahe tanpa melalui proses pencelupan terlebih dahulu. Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan irisan jahe dengan menggunakan alat pengering tipe rak yang telah diatur suhu pengeringannya pada setting level 3 dengan suhu teoritis sebesar 75 oC. Pemilihan suhu pengeringan pada setting level 3 untuk mengeringkan irisan jahe didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan pada setting level 2 dengan suhu teoritis sebesar 55 oC memiliki kadar minyak atsiri yang tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan pada setting level 3, sehingga untuk penelitian lanjutan dilakukan proses pengeringan pada setting level 3 dengan pertimbangan untuk mempersingkat waktu pengeringan. Pengujian performansi alat dilakukan untuk mengetahui kapasitas alat, laju pengeringan, sebaran suhu udara pengering selama proses pengeringan, efisiensi alat dan mutu jahe kering yang dihasilkannya.

(5)

pemanasan sebesar 44.35%, efisiensi penggunaan panas sebesar 56.61% dan efisiensi pengeringan total sebesar 25.09%.

Mutu jahe kering yang dihasilkan dari proses pengeringan memperlihatkan bahwa perlakuan awal pencelupan ke dalam larutan kapur dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6% memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar abu serta derajat keputihan dari jahe kering yang dihasilkan. Pencelupan jahe ke dalam larutan kapur dengan konsentrasi 6% memberikan hasil jahe kering dengan kadar abu yang melebihi standar maksimal, yaitu 12%, sementara perlakuan tanpa pencelupan dan pencelupan jahe ke dalam larutan kapur dengan konsentrasi 2% dan 4% memberikan hasil jahe kering dengan kadar abu yang masih memenuhi standar. Analisis mutu untuk kadar minyak atsiri yang dihasilkan oleh jahe kering pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kapur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar minyak atsiri yang dihasilkan. Nilai derajat keputihan segar dari rata-rata seluruh perlakuan adalah sebesar 71.09, sementara nilai derajat keputihan dari jahe kering tanpa perlakuan pecelupan ke dalam larutan kapur adalah sebesar 61.63, akan tetapi perlakuan pencelupan jahe segar ke dalam larutan kapur sebelum dilakukan proses pengeringan mampu mengurangi penurunan derajat keputihan dari jahe kering yang dihasilkan. Hal itu terlihat dari nilai derajat keputihan pada jahe kering dengan perlakuan awal pencelupan ke dalam larutan kapur 2%, 4% dan 6% secara berturut-turut sebesar 63.96, 65.01, dan 69.12. Sehingga dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi kapur pada jahe akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan jahe kering mempertahankan nilai dari derajat keputihannya.

(6)

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING TIPE RAK DAN

PENGARUH PERLAKUAN AWAL TERHADAP MUTU JAHE

KERING (Zingiber officinale Rosc.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MUHAMMAD SOLEH

F14080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi

: Uji Performansi Alat Pengering Tipe Rak dan Pengaruh Perlakuan Awal

terhadap Mutu Jahe Kering (

Zingiber officinale Rosc.

)

Nama

: Muhammad Soleh

NIM

: F14080071

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si)

(Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si)

NIP. 19640813 199102 1 001

NIP. 19680419 199403 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004

(8)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Uji Performansi Alat Pengering Tipe Rak dan Pengaruh Perlakuan Awal terhadap Mutu Jahe Kering (Zingiber officinale Rosc.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan

(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(10)

BIODATA PENULIS

Muhammad Soleh dilahirkan di Jakarta, 18 Juni 1990 dari pasangan Munali dan Hojindah, sebagai putra keenam dari enam bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN Karang Asih 06 Cikarang, kemudian menamatkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Kabupaten Bekasi pada tahun 2005. Pendidikan menengah atas penulis tamatkan tahun 2008 di SMAN 1 Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Pada tahun 2008 penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik pertanian (Himateta) tahun 2009-2010 sebagai staff divisi Riset dan Keteknikan (Ristek), dan pada tahun 2010-2011 sebagai kepala divisi Riset dan Keteknikan (Ristek). Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti kegiatan Pelatihan Traktor tahun 2010, Workshop PKMT tahun 2010, SAPA tahun 2010, serta Fieldtrip Angkatan 2008 tahun 2010. Penulis juga pernah berkesempatan menjadi delegasi IPB dalam kegiatan Good Practice (GP) Program of Niigata University di Niigata University, Jepang tahun 2011.

(11)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Uji Performansi Alat Pengering Tipe Rak dan Pengaruh Perlakuan Awal terhadap Mutu Jahe Kering (Zingiber officinale Rosc.)”

dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta Laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sejak bulan Maret 2012 hingga Juli 2012.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orangtua penulis, Bapak Munali (Almarhum) dan Ibu Hojindah (Almarhumah) serta seluruh kakakku tercinta atas doa, pengorbanan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Putiati Mahdar, M.AppSc (Almarhumah) selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan serta nasehat yang diberikan selama penulis mengenyam pendidikan di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

3. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan tugas akhir atas bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan. 5. Bapak Sulyaden, Bapak Ahmad serta Kak Agus yang telah memberikan banyak bimbingan dan

bantuan kepada penulis selama penelitian.

6. Nurul Fuadah atas semangat, waktu dan bantuan kepada penulis selama penelitian.

7. Sahabat-sahabatku di Griya Sakinah (Aris Adhi, Bintarjo Agus, Isva Ginanda, Salman Al farisi dan Rizki Maulaya) atas dukungan, semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Keluarga Magenta 45 atas bantuan dan semangatnya kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2012

(12)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BOTANI JAHE ... 3

B. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN JAHE ... 4

C. PENGERINGAN JAHE ... 6

D. MINYAK ATSIRI ... 7

E. KANDUNGAN ABU ... 8

F. KALSIUM HIDROKSIDA (Ca(OH)2) ... 9

G. TEORI PENGERINGAN ... 10

H. COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) ... 16

I. SOLIDWORKS® ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 19

B. BAHAN DAN ALAT ... 19

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. PERFORMANSI ALAT PENGERING ... 33

B. SIMULASI MENGGUNAKAN CFD ... 45

C. MUTU JAHE HASIL PENGERINGAN ... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. KESIMPULAN... 56

B. SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(13)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi tanaman obat di Indonesia ... 1

Tabel 2. Perbedaan jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah... 5

Tabel 3. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram berat basah dan jahe kering per 100 gram berat kering ... 6

Tabel 4. Sifat kimia dan fisik jahe kering ... 11

Tabel 5. Spesifikasi alat pengering ... 19

Tabel 6. Alat untuk persiapan bahan ... 20

Tabel 7. Alat ukur untuk uji performansi ... 20

Tabel 8. Alat untuk analisis data penelitian ... 20

Tabel 9. Input kondisi awal simulasi ... 27

Tabel 10. Sifat bahan yang dimasukkan dalam data teknik SolidWorks® ... 30

Tabel 11. Performansi alat pengering untuk pengeringan irisan jahe ... 33

Tabel 12. Efisiensi alat pengering untuk pengeringan irisan jahe ... 45

Tabel 13. Sebaran suhu hasil simulasi pada setiap rak dalam alat pengering ... 48

Tabel 14. Perbedaan suhu udara antara hasil pengukuran dan hasil simulasi ... 50

Tabel 15. Pengaruh perlakuan pencelupan terhadap mutu jahe kering ... 52

(14)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman jahe ... 3

Gambar 2. Rimpang jahe ... 3

Gambar 3. Kurva pengeringan ... 11

Gambar 4. Ilustrasi proses pengeringan dalam kurva psychrometric ... 12

Gambar 5. Diagram alir proses simulasi menggunakan CFD ... 18

Gambar 6. Sunbeam food dehydrator ... 19

Gambar 7. Bagan proses pengeringan irisan jahe ... 22

Gambar 8. Neraca digital Adam PW 184 ... 23

Gambar 9. Drying oven Isuzu 2-2120 ... 23

Gambar 10. Hybrid Recorder Yokogawa MV1000 ... 24

Gambar 11. Anemometer Intell Instruments AR836 ... 25

Gambar 12. Chromameter CR-400 ... 25

Gambar 13. Diagram warna Hunter ... 25

Gambar 14. Geometri alat pengering dan daerah perhitungan model simulasi ... 27

Gambar 15. Pengaturan tipe analisis dalam simulasi ... 28

Gambar 16. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran ... 28

Gambar 17. Pengaturan material dalam simulasi ... 29

Gambar 18. Pengaturan kondisi dinding dalam simulasi ... 29

Gambar 19. Pengaturan kondisi awal dalam simulasi ... 30

Gambar 20. Pendefinisian fan alat pengering ... 31

Gambar 21. Grafik sebaran suhu udara pengering pada proses pengeringan jahe tanpa pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) ... 34

Gambar 22. Grafik sebaran suhu udara pengering pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 35

Gambar 23. Grafik sebaran suhu udara pengering pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 4% ... 35

Gambar 24. Grafik sebaran suhu udara pengering pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 36

Gambar 25. Grafik penurunan kadar air pada proses pengeringan jahe tanpa pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) ... 37

Gambar 26. Grafik penurunan kadar air pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 38

Gambar 27. Grafik penurunan kadar air pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 4% ... 38

Gambar 28. Grafik penurunan kadar air pada proses pengeringan jahe dengan pencelupan ke dalam larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 39

Gambar 29. Grafik Hubungan laju pengeringan dengan kadar air pada pengeringan jahe tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) ... 40

Gambar 30. Grafik hubungan laju pengeringan dengan kadar air pada pengeringan jahe dengan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 40

(15)

vii

Halaman

Gambar 32. Grafik hubungan laju pengeringan dengan kadar air pada pengeringan jahe

dengan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 41

Gambar 33. Grafik hubungan laju pengeringan dengan waktu pada pengeringan jahe tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) ... 42

Gambar 34. Grafik hubungan laju pengeringan dengan waktu pada pengeringan jahe dengan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 43

Gambar 35. Grafik hubungan laju pengeringan dengan waktu pada pengeringan jahe dengan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 4% ... 43

Gambar 36. Grafik hubungan laju pengeringan dengan waktu pada pengeringan jahe dengan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 44

Gambar 37. Sebaran suhu pada irisan penampang alat pengering ... 46

Gambar 38. Sebaran suhu tampak atas di dalam alat pengering ... 47

Gambar 39. Sebaran kecepatan udara pengering pada irisan penampang alat pengering ... 48

Gambar 40. Sebaran kecepatan udara pengering tampak atas di dalam alat pengering ... 49

Gambar 41. Kalibrasi suhu udara hasil pengukuran dengan simulasi ... 51

Gambar 42. Irisan rimpang jahe hasil pengeringan ... 54

(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dimensi alat pengering... 60

Lampiran 2. Susunan rak pengering ... 61

Lampiran 3. Posisi fan dan elemen pemanas pada alat pengering ... 62

Lampiran 4. Penempatan titik pengukuran ... 63

Lampiran 5. Skematik sebaran suhu udara pengering ... 64

Lampiran 6. Penamaan sampel bahan dalam pengujian ... 65

Lampiran 7. Panas laten penguapan air bebas ... 66

Lampiran 8. Efisiensi alat pengering pada perlakuan tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) ... 67

Lampiran 9. Efisiensi alat pengering pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 69

Lampiran 10. Efisiensi alat pengering pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 4% ... 71

Lampiran 11. Efisiensi alat pengering pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 73

Lampiran 12. Standar mutu jahe kering ... 75

Lampiran 13. Data kecerahan jahe pada perlakuan tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 76 Lampiran 14. Data kecerahan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2% ... 77

Lampiran 15. Data kecerahan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 4% ... 78

Lampiran 16. Data kecerahan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6% ... 79

Lampiran 17. Penurunan kadar air dan laju pengeringan jahe pada perlakuan tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) ... 80

Lampiran 18. Penurunan kadar air dan laju pengeringan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2%... 83

Lampiran 19. Penurunan kadar air dan laju pengeringan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 4%... 86

Lampiran 20. Penurunan kadar air dan laju pengeringan jahe pada perlakuan pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6%... 89

Lampiran 21. Sebaran suhu udara pengering tanpa pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) ... 92

Lampiran 22. Sebaran suhu udara pengering pada pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 2% .... 93

Lampiran 23. Sebaran suhu udara pengering pada pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 4% .... 94

Lampiran 24. Sebaran suhu udara pengering pada pencelupan larutan kapur (Ca(OH)2) 6% .... 95

Lampiran 25. Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan pencelupan terhadap kadar air jahe kering ... 96

Lampiran 26. Analisis sidk ragam pengaruh perlakuan pencelupan terhadap kadar abu jahe kering ... 97

(17)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan jenis tanaman rempah dan obat yang telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia umumnya telah mengenal dan memanfaatkan jahe dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan minuman penghangat, bumbu dapur, pemberi cita rasa, bahan baku obat tradisional bahkan pestisida alami. Jahe merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari genus Zingiber yang memiliki banyak manfaat serta bernilai ekonomis tinggi dan diperdagangkan secara luas di dunia. Walaupun tidak terlalu mencolok, penggunaan komoditas jahe berkembang dari waktu ke waktu, baik jumlah, jenis, kegunaan maupun nilai ekonominya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jahe menduduki peringkat pertama perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia, seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi tanaman obat di Indonesia

Komoditas (kg) 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jahe 125,827,413 177,137,949 178,502,542 154,963,886 122,181,084 107,734,608

Lengkuas 36,292,530 44,369,523 41,619,147 50,092,846 59,332,313 58,961,844

Kencur 35,478,405 47,081,020 48,366,947 38,531,160 43,635,311 29,638,127

Kunyit 82,107,401 112,897,776 117,463,680 111,258,884 124,047,450 107,375,347

Lempuyang 8,896,585 5,773,432 6,308,391 7,621,045 8,804,375 8,520,161

Temulawak 22,582,041 21,359,086 40,800,834 23,740,105 36,826,340 26,671,149

Temuireng 7,724,957 5,607,046 8,186,185 8,817,235 7,584,022 7,140,926

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

(18)

2

Alat pengering yang akan digunakan untuk mengeringkan jahe pada penelitian ini adalah Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600. Alat pengering ini memanfaatkan sirkulasi aliran udara panas yang disirkulasikan oleh fan yang berada pada bagian atas dari alat pengering dengan menggunakan energi listrik. Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600 merupakan alat pengering yang ada di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Karena belum adanya data mengenai performansi dari alat pengering tersebut untuk pengeringan jahe, maka diperlukan suatu pengujian performansi, dimana komoditas yang akan dikeringkan adalah jahe dalam bentuk jahe irisan. Pengujian performansi dari alat pengering Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600 untuk mengeringkan rimpang jahe irisan dilakukan untuk mengetahui performansi dari alat pengering ini dalam proses pengeringan jahe serta untuk mengetahui kualitas jahe kering yang dihasilkan dari alat pengering tersebut, dengan terlebih dahulu memberikan perlakuan terhadap irisan jahe yang akan dikeringkan, yaitu perlakuan pencelupan ke dalam larutan kapur dengan konsentrasi sebesar 2%, 4%, dan 6%, selain itu sebagai kontrol dilakukan pula proses pengeringan tanpa perlakuan awal pencelupan ke dalam larutan kapur. Salah satu parameter pengeringan yang mempengaruhi mutu dari jahe kering yang dihasilkan oleh suatu alat pengering adalah pola sebaran suhu pengeringan yang merata di dalam alat pengering. Oleh karena itu perlu dipelajari juga pola sebaran suhu pengeringan yang ada di dalam alat tersebut dengan menggunakan metode Computational Fluid Dynamics (CFD).

B.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan:

1. Melakukan uji performansi alat pengering tipe rak untuk pengeringan jahe.

2. Mempelajari pola sebaran suhu pengeringan pada alat pengering tipe rak dengan menggunakan metode Computational Fluid Dynamics (CFD).

(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

BOTANI JAHE

Berdasarkan taksonomi, jahe (Zingiber officinale Rosc.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, Bagian subdivisi Angiosperma, kelas Monocotyledoneae, ordo Zingiberales, dan famili Zingiberaceae, serta genus Zingiber. India dan Cina termasuk negara pemanfaat jahe sejak bertahun-tahun silam. Oleh karenanya, India diduga sebagai negara tempat jahe berasal. Nama botani Zingiber berasal dari bahasa Sansakerta: Singaberi, dari bahasa Arab: Zanzabil, dan dari bahasa Yunani: Zingiberi. Tanaman ini merupakan tanaman terna tahunan dengan batang semu yang tumbuh tegak. Tingginya berkisar 0.3– 0.75 meter dengan akar rimpang yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Akar rimpang itu mampu mengeluarkan tunas baru untuk menggantikan daun dan batang yang sudah mati (Paimin dan Murhananto 2007).

Gambar 1. Tanaman jahe Gambar 2. Rimpang jahe

(Wikipedia 2012) (Wikipedia 2012)

Menurut Paimin dan Murhananto (2007), tanaman jahe terdiri dari atas beberapa bagian, diantaranya adalah akar, batang, daun, dan bunga. Berikut ini akan diuraikan satu per satu bagian-bagian tersebut.

1. Akar, merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru

yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) ini tertanam kuat di dalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizoma-rhizoma baru. Rimpang jahe memiliki aroma khas, bila dipotong berwarna putih, kuning, atau jingga. Sementara bagian luarnya berwarna kuning kotor, atau bila agak tua menjadi agak cokelat keabuan. Bagian dalam rimpang jahe umumnya memiliki dua warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi berwarna agak muda.

2. Batang, merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang itu sendiri terdiri dari

(20)

4

3. Daun, berbentuk agak lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun itu sebelah-menyebelah berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Daun bagian atas lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau muda, dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5–25 cm dengan lebar 0.8–2.5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul dengan panjang 5–25 cm dan lebar 1–3 cm. Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0.3–0.6 cm. Bila daun mati, pangkal tangkai akan tetap hidup di dalam tanah, lalu bertunas dan tumbuh akar rimpang baru.

4. Bunga, berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5–7 cm dan bergaris tengah 2–2.5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan panjang 15–25 cm. Tangkai bulir dikelilingi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat lonjong, berujung runcing, dengan tepi berwarna merah, ungu, atau hijau kekuningan. Bunga terletak di ketiak daun pelindung dengan beberapa bentuk, yakni panjang, bulat telur, lonjong, runcing, dan tumpul. Panjangnya berkisar 2–2.5 cm dan lebar 1–1.5 cm.

Daun bunga berbentuk tabung memiliki gigi kansil yang tumpul dengan panjang 1–1.2 cm. Daun mahkota bagian bawah berbentuk tabung yang terdiri dari tiga bibir dengan bentuk pisau lipat panjang secara runcing yang berwarna kuning kehijauan. Daun kelopak dan daun bunga masing-masing tiga buah yang sebagian bertautan. Pada bunga jahe, benang sari yang dapat dibuahi hanya satu buah, sedangkan sebuah benang sari yang lain telah berubah bentuk menjadi daun. Staminiod-staminiodnya membentuk tajuk mahkota beruang tiga dengan bibir berbentuk bulat telur berwarna hitam belang.

Menurut Syukur dan Herniani (2002), jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0–1,700 m dpl, dan yang terbanyak berada pada ketinggian menengah, yaitu antara 350–600 m dpl. Di Indonesia, pertanaman jahe yang baik umumnya berada pada daerah yang memiliki curah hujan antara 2,500–4,000 mm dalam setahun. Secara umum, lokasi yang baik untuk pertanaman jahe terletak pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan hampir sepanjang tahun sehingga waktu tanam dapat dilakukan sepanjang tahun. Tanah yang banyak mengandung humus, subur, dan gembur dengan drainase yang baik merupakan lahan yang disukai jahe. Tanaman ini dapat ditanam di berbagai tipe tanah, tetapi akan lebih baik pada jenis latosol dan andosol. Sedangkan menurut Kartasubrata (2010), temperatur rata-rata tahunan untuk budidaya jahe adalah 25–30 oC, dengan intensitas cahaya matahari sebesar 70–100%, dan pH tanah sebesar 6.8–7.4.

B.

PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN JAHE

Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya. Ketiga jenis itu adalah jahe putih/kuning besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih kecil biasa disebut jahe sunti, jahe putih besar sering disebut jahe gajah atau jahe badak (Paimin dan Murhananto 2007). Berikut ini adalah penjelasan mengenai perbedaan jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah, seperti yang tertera pada Tabel 2.

(21)

5

Tabel 2. Perbedaan jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah

No. Jahe putih besar

(Z. officinale var officimarum)

Jahe putih kecil

(Z. officinale var amarum)

Jahe merah

(Z. officinale var rubrum)

1. Mempunyai rimpang besar

berbulu

Mempunyai rimpang kecil

berlapis

Mempunyai rimpang kecil

berlapis

2. Berwarna putih kekuningan Berwarna putih kekuningan Berwarna jingga muda

sampai merah

3. Diameter 8.47–8.50 cm Diameter 3.27–4.05 cm Diameter 4.20–4.26 cm

4. Aroma kurang tajam Aroma tajam Aroma sangat tajam

5. Tinggi dan panjang rimpang 6.20–

11.30 cm dan 15.83–32.75 cm

Tinggi dan panjang rimpang

6.38–11.10 cm

Tinggi dan panjang

rimpang 5.26–10.40 cm

dan 12.33–12.60 cm

6. Warna daun hijau muda, batang

hijau

Warna daun hijau muda,

batang hijau muda

Warna daun hijau muda,

batang hijau kemerahan

7. Kadar minyak atsiri 0.82–2.8% Kadar minyak atsiri 1.50–

3.50%

Kadar minyak atsiri 2.58–

3.90%

Sumber: Kartasubrata (2010)

Menurut Paimin dan Murhananto (2007), panen dapat dilakukan dengan dengan menggunakan cangkul atau garpu. Panen perlu dilakukan secara hati-hati, agar hasil panen tidak lecet atau terpotong. Rimpang kemudian dibersihkan dari dari kotoran dan tanah yang menempel. Setelah itu, jahe diangkut ke tempat pencucian untuk dilakukan penyemprotan dengan menggunakan air. Jahe tidak boleh digosok ketika pencucian untuk menghindari lecet. Selanjutnya dilakukan penyortiran sesuai dengan tujuan penggunaan.

Jahe segar dan jahe kering mempunyai komposisi kimia yang berbeda, namun secara umum Koswara (1995) mengatakan rimpang atau rhizoma jahe mengandung beberapa komponen kimia antara lain: air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar dan abu. Jumlah masing-masing komponen berbeda-beda pada jahe dari berbagai daerah penghasil, yang tergantung pada iklim, curah hujan, varietas jahe, keadaan tanah dan faktor-faktor lain. Adapun komposisi kimia dari jahe segar dan jahe kering per 100 gram bahan tersaji pada Tabel 3.

Terdapat beberapa istilah yang umumnya digunakan dalam perdagangan jahe yang menggambarkan ragam bentuk fisik dari jahe kering (Purseglove etal. 1981), diantaranya:

1. Scraped ginger, yaitu irisan jahe yang dikeringkan sesudah dilakukan pengupasan kulit luarnya tanpa merusak lapisan dalam dari jaringan rimpangnya. Umumnya dijual dalam bentuk bubuk untuk bumbu.

2. Coated ginger, yaitu jahe yang diiris dan dikeringkan tanpa dilakukan pengupasan kulit terlebih dahulu, umumnya digunakan sebagai bahan baku minyak atsiri.

3. Bleached ginger, yaitu jahe yang diolah dengan pencelupan ke dalam larutan kapur sebelum dilakukan pengeringan. Perendaman jahe dalam larutan kapur sebelum dilakukan pengeringan memperbaiki penampakan dan meningkatkan daya tahan jahe kering.

(22)

6

Tabel 3. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram berat basah dan jahe kering

per 100 gram berat kering

Komponen

Jumlah

Jahe segar Jahe kering

Energi (kJ) 184.0 1,424.0

Protein (g) 1.5 9.1

Lemak (g) 1.0 6.0

Karbohidrat (g) 10.1 70.8

Kalsium (mg) 21 116

Phospor (mg) 39 148

Besi (mg) 4.3 12

Vitamin A (SI) 30 147

Thiamin (mg) 0.02 -

Niasin (mg) 0.8 5

Vitamin C (mg) 4 -

Serat kasar (g) 7.53 5.9

Total abu (g) 3.70 4.8

Magnesium (mg) - 184

Natrium (mg) 6.0 32

Kalium (mg) 57.0 1,342

Seng (mg) - 5

Sumber: Depkes RI (1979); Farrel (1985); Watt dan Annabel (1975) dalam Koswara (1995)

C.

PENGERINGAN JAHE

Menurut Paimin dan Murhananto (2007), jahe kering dapat dibedakan berdasarkan cara pengupasannya, yaitu tanpa dikuliti, setengah dikuliti, dan dikuliti seluruhnya. Pembuatan jahe kering tanpa dikuliti merupakan yang paling sederhana. Sesudah jahe dibersihkan langsung dilakukan pengirisan. Suhu yang digunakan untuk proses pengeringan diatur sesuai kebutuhannya nanti. Jika akan digunakan sebagai rempah, dianjurkan suhu sebesar 57 oC. Jika akan digunakan untuk pengambilan atau penyulingan minyak atsiri dan oleoresin, suhu untuk pengeringannya sekitar 81 oC. Kadar air dari jahe kering ini berkisar 10–12%. Untuk jahe setengah dikuliti, hanya permukaan datarnya saja yang dilakukan pengupasan. Jahe kemudian diiris sesuai dengan kebutuhan dan dididihkan selama 15 menit lalu direndam dalam air selama kurang lebih semalam. Jahe ini sering disebut jahe kasar. Sedangkan untuk proses jahe yang dikuliti seluruhnya tidak jauh berbeda dengan pembuatan jahe yang dikuliti sebagian, hanya saja jahe ini dikupas seluruhnya sehingga daging rimpang jahe yang berwarna putih kekuningan terlihat.

(23)

7

dan efisiensi pengeringan sebesar 61.43%. Penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (1988) dengan menggunakan pengering tipe sumur dan dengan menggunakan bahan bakar biomassa (kayu) pada suhu pengeringan 67.9 oC memberikan hasil sebagai berikut: lama pengeringan 12.0 jam, kadar air akhir 9.55% basis basah dan efisiensi pengeringan sebesar 3.97%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rokhani (1989) dengan menggunakan pengering tipe rak dan berbahan bakar minyak tanah pada suhu pengeringan 72.3 oC memberikan hasil sebagai berikut: lama pengeringan 22 jam, kadar air akhir 8.84% basis basah dan efisiensi pengeringan sebesar 27.23%.

Menurut penelitian Rusli (1986) diacu dalam Rochman (1996), jahe dikeringkan dalam bentuk irisan yang dilakukan secara slices atau splits. Pada pengirisan secara slices, jahe dipotong melintang setebal 3–4 mm, sedangkan secara splits jahe dibelah dua sejajar dengan arah serat. Maksud pemotongan splits adalah mempercepat pengeringan serta mengurangi kehilangan minyak atsiri selama pengeringan dan penyimpanan. Berdasarkan penelitian Rusli dan Rahmawan (1988) diacu dalam Rochman (1996), diketahui bahwa pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu pengeringan 60 oC akan lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran dan alat pengering energi surya. Sedangkan irisan jahe secara slices lebih cepat kering bila dibandingkan dengan irisan secara splits. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Hanapie (1988) diketahui bahwa jahe slices irisan tebal (4–6 mm) menghasilkan mutu yang lebih baik dibandingkan jahe slices irisan tipis (2–3 mm). Berikut adalah sifat kimia dan fisik dari jahe kering, seperti yang tertera pada Tabel 4.

Menurut Ketaren (1985), sebelum dilakukan proses pengeringan, di beberapa negara produsen jahe dicelup ke dalam larutan kapur 10% selama 3 menit pada suhu 100 oC dan jahe yang dihasilkan berwarna pucat dan agak putih. Penelitian yang dilakukan oleh Rokhani (1989) menyimpulkan bahwa pemberian konsentrasi kapur yang digunakan untuk perendaman sebaiknya tidak lebih dari 5% agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dan Risfaheri (1990) menyimpulkan bahwa pemberian larutan kapur dengan konsentrasi 7% terhadap jahe emprit masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Perendaman jahe dalam larutan kapur sebelum pengeringan memperbaiki penampakan yang ditunjukkan dengan warna rimpang jahe kering yang putih dan meningkatkan daya tahan jahe yang dihasilkan. Tetapi perendaman tersebut cenderung menurunkan kadar minyak atsiri dan meningkatkan kadar abu dari jahe kering. Sedangkan menurut Ketaren (1985), pencelupan bertujuan antara lain untuk mematikan enzim di dalam rimpang sehingga aktivitas metabolisme akan terhambat, menghilangkan bau mentah, mengurangi waktu pengeringan, terjadi gelatinisasi pati sehingga diperoleh hasil akhir yang keras dan memberikan warna yang lebih baik dan merata. Jahe kering (simplisia jahe) banyak digunakan oleh industri obat tradisional seperti jamu atau diolah lebih lanjut menjadi produk antara seperti bubuk jahe, minyak jahe, oleoresin dan mikrokapsul (Yuliani dan Intan 2009).

D.

MINYAK ATSIRI

(24)

8

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut

vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis dalam perikap buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk dalam kulit buah dan dalam helai daun (Gunawan dan Mulyani 2004).

Jenis minyak atsiri yang telah dikenal dalam dunia perdagangan berjumlah sekitar 70 jenis, yang bersumber dari tanaman, antara lain akar, batang, daun, bunga dan buah. Khususnya di Indonesia telah dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, namun baru sebagian dari jenis tersebut telah digunakan sebagai sumber minyak atsiri secara komersial, yaitu sereh wangi, nilam. Kenanga, pala, dauh cengkeh, cendana, kayu putih, akar wangi, jahe dan kemukus (Ketaren 1985).

Minyak atsiri mempunyai sifat antara lain: Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa, memiliki bau yang khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya, mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya, dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar, bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid), bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan panas, indeks bias umumnya tinggi, pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom asimetris, tidak bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil, serta sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani 2004).

Dalam tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi, yaitu: 1) membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, 2) mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan dan 3) sebagai cadangan makanan dalam tanaman. Minyak atsiri dalam industri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, flavoring agent dalam bahan pangan atau minuman dan sebagai pencampur rokok kretek (Ketaren 1985).

Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Lama penyulingan dapat berlangsung sekitar 10–15 jam, agar minyak atsiri dapat tersuling semua. Kadar minyak atsiri dari jahe sekitar 1.5–3%. Standar mutu minyak atsiri jahe masih mengacu pada ketentuan EOA (Essential Oil Association).

E.

KANDUNGAN ABU

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak, karena itulah disebut dengan abu (Winarno 2008).

(25)

9

gizi suatu bahan pangan. Pengabuan adalah tahap persiapan sampel yang harus dilakukan pada analisis mineral. Selain itu bagi beberapa produk pangan yang memiliki kadar mineral tinggi, kandungan abu menjadi penting seperti misalnya pada produk-produk hewani (Andarwulan et al. 2011).

Beberapa tujuan dilakukannya pengujian kadar abu terhadap suatu bahan hasil pertanian atau bahan pangan antara lain:

1. Menentukan baik atau tidaknya proses pengolahan terhadap suatu bahan hasil pertanian. Sebagai contoh pada gandum, apabila kadar abunya tinggi berarti masih banyak katul atau lembaga yang terikut saat tahap penggilingan gandum.

2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan. Sebagai contoh penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade dan

jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar

asli atau sintetis.

3. Sebagai parameter nilai gizi pada bahan makanan. Sebagai contoh yaitu adanya kandungan abu yang tidak terlarut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

Pengabuan dapat dilakukan dengan metode langsung dan tidak langsung. Pengabuan langsung yang umum dilakukan adalah pengabuan kering dengan panas tinggi dan adanya oksigen serta pengabuan basah dengan menggunakan oksidator-oksidator kuat. Sedangkan pengabuan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan metode konduktometri dan metode pertukaran ion (Andarwulan et al. 2008).

F.

KALSIUM HIDROKSIDA (Ca(OH)

2

)

Kapur merupakan istilah umum yang mencakup CaO (kalsium oksida) dan Ca(OH)2 (kalsium

hidroksida). Kalsium oksida merupakan senyawa kimia yang diperoleh melalui hasil reaksi pemanasan Kalsium Karbonat (CaCO3), sementara kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida

(CaO) dengan air (H2O) (Chang dan Tikkanen 1988).

Kapur tohor merupakan material berwarna putih berbentuk amorfos dengan rumus kimia CaO dan mempunyai titik cair 2,570 oC serta titik didih 2,850 oC. Batu kapur tohor berbentuk bongkahan berwarna putih, dan mempunyai umur simpan yang relatif pendek yaitu sekitar 60 hari. Selama penyimpanan, CaO akan berubah sedikit demi sedikit menjadi Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk putih

karena bereaksi dengan uap air yang ada di udara (Chang dan Tikkanen 1988).

Batu kapur tohor (CaO) terbentuk jika batu kapur (CaCO3) dipanaskan pada suhu di atas 650 o

C. Batu kapur (CaCO3) adalah batuan sedimen yang dapat dibentuk oleh rombakan batu kapur yang lebih

tua, endapan larutan CaCO3 atau pelonggokan cangkang dan kerangka binatang. Reaksi pembentukan

CaO merupakan reaksi endoterm dan bersifat reversibel. Jika CO2 yang terbentuk disingkirkan, maka

CaO yang terbentuk akan semakin banyak (Mackenzie dan Sharp 1970). Reaksi yang terjadi adalah:

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(s) H = 178 kJ

Gaspary dan Butcher (1981) membagi tiga kelas kapur tohor berdasarkan derajat panas yang diberikan pada waktu pembakarannya, yaitu:

1. Soft burnt lime, dihasilkan dari pembakaran pada kisaran suhu yang paling rendah. Produk yang dihasilkan sangat reaktif.

(26)

10

3. Medium burnt lime, yaitu produk yang dihasilkan dari proses dengan waktu dan suhu

diantara kedua proses di atas.

Batu kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk. Reaksi CaO dengan air membentuk Ca(OH)2 merupakan

reaksi eksoterm yang akan melepaskan kalor dan menghasilkan bahan yang berbentuk bubuk putih (Chang dan Tikkanen 1988). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(s) H = -64.8 kJ

Reaksi yang bersifat eksoterm menyebabkan penyimpanan kapur tohor penuh resiko karena secara teoritis suhu dapat mencapai 700 oC pada reaksi antara CaO dengan air. Ca(OH)2/kapur mati

(slaked/hydratedlime) dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama dari CaO. Waktu simpan Ca(OH)2

lebih kurang tiga bulan, walaupun akan terdekomposisi juga karena bereaksi dengan CO2 dan

menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO.

Pemanfaatan kapur dalam skala besar adalah untuk pembangunan gedung dan untuk pertanian. Sekarang pemanfaatan kapur telah semakin berkembang, khususnya untuk industri kimia. Batu kapur tohor digunakan dalam pembuatan natrium karbonat, soda kanstik, peleburan baja, kalsium karbida, pembuatan gelas, pulp, kertas, dan pengolahan gula. Kapur tohor juga digunakan untuk penanganan air dan penanganan limbah untuk pemulihan dan pemurnian (Mackenzie dan Sharp 1970).

G.

TEORI PENGERINGAN

Pengeringan merupakan suatu proses pindah panas dan kandungan air bahan yang yang berlangsung secara simultan. Panas yang dibawa oleh media pengering (udara) digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air tersebut akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering (Brooker et al. 1974). Sedangkan menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai pada kadar air kesetimbangan dengan udara normal atau kadar air tertentu sehingga penurunan mutu akibat jamur, aktivitas enzim dan serangga dapat diabaikan.

Menurut Henderson dan Perry (1976), beberapa keuntungan yang mungkin diperoleh dari pengeringan antara lain adalah daya simpan yang menjadi lebih lama, harga menjadi lebih tinggi setelah beberapa bulan masa panen, nilai ekonomi menjadi lebih tinggi, mutu hasil menjadi lebih baik dan limbah dapat dikonversi menjadi bahan yang berguna. Adapun kerugian yang mungkin timbul akibat adanya proses pengeringan antara lain adalah terjadinya perubahan sifat fisik, kimia, penurunan mutu dan pada beberapa bahan tertentu diperlukan perlakuan tambahan sebelum bahan kering dimanfaatkan.

(27)

11

Tabel 4. Sifat kimia dan fisik jahe kering

Karakteristik

Penjemuran Kamar pengering

energi surya Oven SNI jahe

kering

Splits Slices Splits Slices Splits Slices

K. A. (%) 11.8 11.4 12.0 11.8 11.0 10.5 12.0 maks

Kadar minyak

atsiri (ml/100 g) 2.4 2.2 2.6 2.4 2.4 2.2 1.5 min

Kadar abu (%) 8.4 8.4 7.8 7.5 7.8 7.8 8.0 maks

Berjamur dan

berserangga - - - -

Benda asing

(%) 2.1 2.3 1.1 1.3 1.3 1.3 2.0 maks

Sumber: Rusli dan Rahmawan (1988)

Gambar 3. Kurva pengeringan (Kemp et al 2001)

Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan bagi produk biologis dengan kadar air awal lebih besar dari 70% basis basah dan merupakan fungsi dari suhu, kelembaban (RH) serta kecepatan udara pengering. Tumbuhan biji-bijian tidak memperlihatkan laju pengeringan konstan kecuali jika dipanen terlalu muda atau masih mengandung air kondensasi atau air hujan pada permukaan (Brokeer et al. 1974). Rimpang jahe segar mempunyai kadar air antara 85–91% basis basah (Rusli 1986 diacu dalam Rochman 1996), sehingga pada proses pengeringan rimpang jahe diperkirakan akan terlihat adanya laju pengeringan konstan.

(28)

12

karakteristik padatan bahan seperti bentuk, ukuran dan kondisi pengeringan (Brooker et al. 1974). Periode laju pengeringan menurun meliputi dua proses, yaitu: (1) perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan bahan, (2) perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya (Henderson dan Perry 1976).

Proses pengeringan dapat diasumsikan sebagai proses adiabatis, sehingga panas yang diperlukan untuk menguapkan air dari bahan (rimpang jahe) hanya didapat dari udara pengering yang dihasilkan dari hasil pemanasan. Ilustrasi proses pengeringan secara adiabatis tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi proses pengeringan dalam kurva psychrometric (Rokhani 1989).

1. Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Metode pengukuran kadar air jahe ada dua, yaitu kadar air basis basah (wet basis) dan kadar air basis kering (dry basis) (Henderson dan Perry 1976). Kadar air basis basah adalah perbandingan antara berat air dalam bahan pangan dengan berat bahan total. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat keringnya (padatan).

= 100% ... (1)

= 100% ... (2)

dimana:

Mbb = Kadar air basis basah (% bb)

Mbk = Kadar air basis kering (% bk)

mair = Berat air (gram)

mpadat = Berat bahan kering (gram)

(29)

13

= x 100% ... (3)

dimana:

Mbb = Kadar air basis basah (% bb)

mo = Berat awal bahan (gram)

m1 = Berat bahan setelah dikeringkan (gram)

2. Rendemen

Nilai rendemen jahe merupakan perbandingan antara jahe kering dengan jahe segar dalam persen. Jahe segar ditimbang sebelum pengeringan dilakukan dan kemudian jahe kering ditimbang kembali di akhir pengeringan. Rendemen dari jahe kering dapat dinyatakan dengan persamaan:

Rendemen = x 100% ... (4)

dimana:

mo = Berat awal bahan (gram)

m1 = Berat bahan setelah dikeringkan (gram)

3. Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dinyatakan dengan:

= !

∆# ... (5)

dimana:

LP = Laju pengeringan (%bk/jam) M1 = Kadar air awal (%bk)

M2 = Kadar air akhir (%bk)

t = Selang waktu untuk menurunkan kadar air dari M1 ke M2 (jam)

4. Laju Volumetrik Udara Pengering

Laju aliran udara pengering yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan dapat dihitung dengan persamaan (Taib et al. 1987 diacu dalam Amelia 2007):

$ =)*%& ' (+ * , ' # ... (6)

-&= ).//) !!,, -0 ... (7)

dimana:

Q = Laju volumetrik udara pengering (m3/jam) Wa = Jumlah air bahan yang diuapkan (kg)

v = Volume spesifik udara (m3/kg u.k)

H3 = Kelembaban mutlak udara keluar alat pengering (kg/kg u.k)

H1 = Kelembaban mutlak udara alat pengering (kg/kg u.k)

(30)

14

m2 = Kadar air akhir (% bb)

Wo = Berat bahan awal (kg)

5. Laju Penguapan Air

Laju penguapan air dapat dihitung dengan persamaan berikut:

- = %# ... (8)

dimana:

W = Laju penguapan air (kg/jam)

Wa = Laju uap air yang dikeluarkan bahan (kg)

t = Lama pengeringan (jam)

6. Energi Panas Elemen Listrik

Energi panas yang dihasilkan oleh elemen listrik dapat dihitung dengan persamaan berikut:

1 = 3.6 5 ... (9) dimana:

q = Energi panas elemen listrik (kJ) P = Daya yang digunakan (Watt) t = Waktu pemakaian (jam)

7. Panas Jenis Bahan

Panas jenis bahan (Cpb) dihitung dengan menggunakan persamaan Siebel (1892) diacu

dalam Heldman dan Singh (1987):

67 = 0.837 + 0.034) ., ... (10) dimana:

Cpb = Panas jenis bahan (kJ/kg.oC)

M1 = Kadar air awal (% bb)

8. Konsumsi Energi

Konsumsi energi merupakan jumlah energi panas yang dihasilkan oleh elemen listrik dibagi dengan jumlah air bahan yang diuapkan selama pengeringan:

KE =%> ... (11)

dimana:

(31)

15

9. Efisiensi Pemanasan

Efisiensi pemanasan merupakan jumlah energi panas yang efektif digunakan untuk memanaskan udara pengering dibagi dengan jumlah energi panas yang dihasilkan oleh elemen listrik.

?@= AA x 100% ... (12)

q.= CD x )hF− h., x t ... (13)

dimana:

ηp

= Efisiensi pemanasan (%)

q1 = Energi udara pengering yang digunakan (kJ)

q = Energi panas yang dihasilkan oleh elemen listrik (kJ) t = Waktu pemakaian (jam)

10. Efisiensi Penggunaan Panas

Efisiensi penggunaan panas merupakan jumlah energi panas yang efektif digunakan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan, dibagi dengan jumlah energi panas efektif yang digunakan untuk memanaskan udara pengering.

?@@= A!

A x 100 % ... (14)

qF= wJ x hfg ... (15)

dimana:

ηpp = Efisiensi penggunaan panas (%)

q2 = Energi panas untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan (kJ)

q1 = Energi udara pengering yang digunakan (kJ)

wa = Jumlah air bahan yang dilepaskan selama pengeringan (kg)

hfg = Panas laten penguapan air yang dikandung bahan (kJ/kg) (asumsi: panas laten penguapan yang dikandung jahe sama dengan panas laten penguapan dari air bebas; Lampiran 6)

11. Efisiensi Pengeringan Total

Efisiensi pengeringan total merupakan jumlah energi panas yang efektif digunakan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan (q2) dibagi dengan jumlah energi panas

yang dihasilkan oleh elemen listrik (q).

?@M= A!

A x 100% ... (16)

dimana:

ηpt = Efisiensi pengeringan total (%)

q2 = Energi panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan yang dikeringkan (kJ)

(32)

16

H.

COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

(CFD)

CFD dapat dibagi menjadi dua kata-kata, yaitu “computational” yang berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metoda numerik atau komputasi, dan “fluid dynamics” yang berarti dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Ditinjau dari istilah di atas, CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (Tuakia 2008).

Sebuah perangkat lunak CFD memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dengan struktur dan sistem akustik hanya dengan pemodelan di komputer. Perangkat lunak ini dapat membuat virtual prototipe dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisis dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan; CFD akan memberikan data-data, gambar-gambar, atau kurva-kurva yang menunjukkan prediksi dari informasi keandalan sistem yang didesain. Hasil analisis CFD sering berupa prediksi kualitatif meski terkadang kuantitatif (tergantung dari persoalan dan data yang dimasukkan) (Tuakia 2008).

Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam simulasi CFD, yaitu pre-processing, solving, dan postprocessing. Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai/cocok, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya. Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. Postprocessing adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi (Tuakia 2008). Adapun prosedur berikut terdapat pada semua pendekatan program CFD, yaitu:

1. Pembuatan geometri dari model/problem.

2. Bidang atau volume yang diisi oleh fluida dibagi menjadi sel-sel kecil (meshing).

3. Pendefinisian model fisiknya, misalnya persamaan-persamaan gerak, entalpi dan konservasi spesies (zat-zat yang didefinisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan).

4. Pendefinisian kondisi-kondisi batas, termasuk di dalamnya sifat-sifat dan perilaku dari batas-batas model/masalah. Untuk kasus transien, kondisi awal juga didefinisikan.

5. Persamaan-persamaan matematika yang membangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak atau transien.

6. Analisis dan visualisasi dari solusi CFD.

Menurut Anderson (1995) persamaan-persamaan yang digunakan dalam proes numerik meliputi persamaan kontinuitas, persamaan gerakan, dan persamaan energi yang dapat digunakan untuk menentukan persamaan diferensial pada aliran fluida atau panas dengan didasari pada hukum kekekalan massa dan energi.

1. Kekekalan massa 3 dimensi steady state

(33)

17

N

OPO'

+

Q

OPOR

+ S

OPOT

= 0

... (17)

2. Persamaan momentum dalam kondisi 3 dimensi steady state

Persamaan momentum merupakan persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume.

Momentum arah X:

U[N

OWO'

+

Q

OW

OR

+

S

OWOT

] =

OPO'

+

X [

O

!W

O'!

+

O

!W

OR!

+

O

!W

OT!

] +

S

Mx ... (18)

Momentum arah Y:

U[N

O(O'

+

Q

O( OR

+

S

O( OT

] =

OP OR

+

X [

O!(

O'!

+

O

!(

OR!

+

O

!(

OT!

] +

SMy

... (19)

Momentum arah Z:

U[N

OYO'

+

Q

OY OR

+

S

OY OT

] =

OP OT

+

X [

O!Y

O'!

+

O

!Y

OR!

+

O

!Y

OT!

] +

S

Mz ... (20)

3. Persamaan energi dalam 3 dimensi steady state

Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Dalam bentuk persamaan matematis dapat ditulis sebagai berikut.

U[N

OZO'

+

Q

OZ

OR

+

S

OZOT

] =

p

[

OWO'

+

O(OR

+

OYOT

]

+

[[

O

!W

O'!

+

O

!(

OR!

+

O

!Y

OT!

] +

S

i ... (21)

Paket CFD telah banyak beredar baik yang komersial maupun open source. Beberapa paket komersial CFD antara lain adalah PHOENICS, Fluent, FLOW3D, CFD 2000, serta SolidWorks®. Kode program CFD yang rumit tidak lagi menjadi masalah karena pengguna tinggal menggunakan interface untuk memasukkan parameter dan untuk memeriksa hasil simulasi. Semua paket CFD memiliki tiga tahap proses utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor (Versteeg dan Malalasekera 1995). Gambar 5 memperlihatkan diagram alir proses simulasi CFD.

I.

SOLIDWORKS

®

SolidWorks® merupakan sebuah program Computer Aided Design (CAD) yang menggunakan sistem operasi Microsoft Windows. Program ini dikembangkan oleh SolidWorks Corporation, yang merupakan anak perusahaan dari Dassault Systems, S. A. SolidWorks® merupakan program penting yang mulai banyak digunakan pada industri saat ini. Program ini relatif lebih murah dan mudah digunakan dibandingkan program-program sejenisnya (Uthami 2010).

Solidworks® adalah software CAD 3D yang sangat mudah untuk digunakan (easy to use).

(34)
[image:34.595.118.467.79.654.2]

18

Gambar 5.Diagram alir proses simulasi menggunakan CFD

Mulai Pembuatan geometri (part)

Pendefinisian material geometri

Penyusunan struktur geometri (assembly)

Set kondisi umum (ambien)

Set domain, boundary condition dan goal parameter

Pre-processor

Run

Meshing

Calculation

Konvergen Tidak

Ya

Solver

Plot kontur, grafik, dan data dari goal parameter

Selesai

(35)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem Fateta IPB-Bogor. Sementara itu, pengujian kadar abu serta kadar minyak atsiri dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang beralamat di Jalan Tentara Pelajar No. 3 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2012.

B.

BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah rimpang jahe badak yang berusia 8–9 bulan yang berasal dari daerah Jampang, Sukabumi-Jawa Barat, serta larutan kapur (Ca(OH)2) sebagai bahan untuk

perlakuan pencelupan irisan rimpang jahe sebelum dilakukan proses pengeringan.

2. Alat

Peralatan yang digunakan meliputi: a. Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600

Merupakan alat pengering tipe rak dengan dehumidifier menggunakan tenaga listrik. Spesifikasi serta gambar dari alat pengering yang akan diuji dapat dilihat pada Tabel 5 serta Gambar 6.

Tabel 5. Spesifikasi alat pengering

Spesifikasi Keterangan

Merk Sunbeam

Model Food dryer DT5600

p x l x t (mm) 330 x 330 x 210

Bobot (kg) 2.4

Jumlah rak 5

Luas rak (cm2) 707 cm2

Daya elemen pemanas (Watt) 340

Termostat Ada

Suhu pengeringan (oC) Level 1 (±35); Level 2 (±55); Level 3 (±75)

(36)

20

b. Alat yang akan digunakan untuk persiapan bahan yang akan dikeringkan (alat produksi),

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Alat untuk persiapan bahan

Nama Alat Fungsi

Pisau Mengiris rimpang jahe dengan ketebalan tertentu

Talenan kayu Alas untuk mengiris rimpang jahe

Baskom Wadah larutan kapur (Ca(OH)2)

Tray Wadah untuk meniriskan irisan jahe setelah dicelupkan ke dalam larutan kapur

c. Alat ukur yang digunakan untuk uji performansi alat pengering tipe rak dengan menggunakan tenaga listrik tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Alat ukur untuk uji performansi

Nama Alat Merk/Tipe Fungsi

Termokopel tipe T Mengukur suhu proses pengeringan

Anemometer Intell Instruments AR836 Mengukur kecepatan angin pada kipas

Termometer - Mengukur suhu lingkungan

Stopwatch - Mengukur waktu proses pengeringan

Hybrid Recorder Yokogawa MV1000 Merekam data dari sensor termokopel

Neraca digital Adam PW 184 Mengukur berat bahan

Drying oven Isuzu 2-2120 Mengeringkan bahan

Penggaris dan Kaliper - Mengukur dimensi

Blancher Vonavex Merendam irisan jahe dalam larutan kapur

Gelas ukur - Mengukur volume larutan atau air

Chromameter Konica Minolta CR-400 Mengukur derajat keputihan bahan

d. Peralatan yang digunakan untuk analisis data pengukuran dan pengamatan selama penelitian tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Alat untuk analisis data penelitian

Nama Alat Fungsi

Kalkulator Menghitung data pengukuran

Alat tulis Mendokumentasikan data

Personal computer Memasukkan dan mengolah data

Perangkat lunak SolidWorks® Melakukan analisis sebaran suhu pengeringan

(37)

21

C.

TAHAPAN PENELITIAN

1. Tahapan umum proses penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe badak segar berusia 8–9 bulan. Tahap awal pengolahan bahan adalah pencucian rimpang jahe segar yang sudah melewati proses sortasi terlebih dahulu. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran serta tanah yang mungkin masih menempel pada rimpang jahe. Setelah proses pencucian dilakukan proses penirisan dengan menggunakan tray, penirisan rimpang jahe setelah pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan air yang masih berada di permukaan rimpang jahe.

Tahap selanjutnya adalah pengirisan rimpang jahe dalam bentuk slices dengan ketebalan kurang lebih 4 mm. Pengirisan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau tajam. Pengirisan dilakukan tanpa pengupasan kulit terlebih dahulu. Setelah proses pengirisan rimpang jahe selesai dilakukan, sebagian kecil

Gambar

Gambar 5. Diagram alir proses simulasi menggunakan CFD
Gambar 7. Bagan proses pengeringan irisan jahe
Gambar 9. Drying oven Isuzu 2-2120
Gambar 10. Hybrid Recored Yokogawa MV1000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan program pelatihan Sasaran, bidang dan jenis atau ruang lingkup pelatihan Analisis komponen-komponen pelatihan. Konsep dasar Pengelolaan PLS

Aplikasi dengan kerapatan konidia 5 x 10 7 konidia/ml pada ketiga cendawan entomopatogen memberikan hasil yang berbeda dalam mematikan nimfa kutu daun A.. Aplikasi

Dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan jaminan fidusia, penerima fidusia apabila terjadi debitor wanprestasi, maka ada beberapa hal yang diatur dalam UUF untuk

Pada soal nomor 5 dengan kompetensi menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidak- samaan linear satu variabel, pengetahuan

Puji syukur kehadlirat Allah SWT penulis panjatkan, yang telah melimpahkan Hidayah, Taufiq dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ROTATING TRIO EXCHANGE PADA MATAi. PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI TEGALWATON 01 TAHUN

Hal ini menunjukkan LK S berbasis kecerdasan ganda yang dikembangkan sudah layak digunakan untuk uji coba dalam kegiatan pembelajaran di kelas II Sekolah Dasar dengan

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian eksperimen karena peneliti ingin mengujicobakan model pembelajaran somatis, auditoris, visual, dan