• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (Erk) Tipe Rak dengan Pemanas Tambahan pada Pengeringan Kerupuk Uyel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (Erk) Tipe Rak dengan Pemanas Tambahan pada Pengeringan Kerupuk Uyel"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN

PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

Oleh :

DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN

PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089

Bogor, Agustus 2007

Menyetujui,

Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, segala puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak Dengan Pemanas Tambahan Pada Pengeringan Kerupuk Uyel.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu penulis sehingga dengan segala kerendahan hati Penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing, mengarahkan, dan membantu Penulis terutama dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mohon maaf jika ada kesalahan yang tidak berkenan di hati bapak.

2. Dr. Ir. Dyah wulandani, M.Si sebagai dosen penguji atas segala arahan dan bimbingannya yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan kritiknya pada skripsi ini.

4. Bapak, Mimi, Kakak dan Adikku yang telah memberikan semangat, doa dan dorongan moril maupun materil.

5. Sulikah selaku teman seperjuangan atas semangat dan masukannya baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dimas dan teman-teman Darmaga Regensi C15 (Shinta, Ratih, Utari, Mega, Anggi, Lia, Irma dan Rindu) atas segala bantuan, dukungan, kasih sayang dan semangatnya yang telah tercurahkan selama ini.

7. Pak Harto dan Mas Firman atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama Penulis melakukan penelitian.

(4)

9. Teman satu angkatan TEP 40 atas pertemanannya selama ini, semoga TEP 40 kompak selalu.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis menyadari banyaknya kekurangan dari tugas akhir ini. Oleh karena itu Penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhirnya Penulis berharap semoga apa yang telah Penulis paparkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis maupun yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

(5)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kerupuk ... 4

2.2 Teori Pengeringan ... 5

2.3 Metode Pengeringan ... 8

2.4 Pengeringan Kerupuk ... 9

2.5 Kandungan Air Dalam Bahan ... 10

2.6 Pengeringan Efek Rumah Kaca ... 12

2.7 Pemanas Tambahan ... 13

2.8 Hasil-hasil Penelitian Tentang Pengeringan Dengan Efek Rumah Kaca ... 14

BAB III DESKRIPSI ALAT PENGERING ... 16

BAB IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.2 Alat dan Bahan ... 19

4.3 Prosedur Percobaan ... 19

4.4 Bahan Pembuat Kerupuk Uyel ... 21

4.5 Teknologi Pembuatan Kerupuk Uyel ... 22

(6)

4.7 Perlakuan Dalam Percobaan ... 26

4.8 Perhitungan Performansi Teknis ... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Iradiasi Surya ... 30

5.2 Suhu Udara Pengering ... 31

5.3 Suhu Udara di Bahan ... 35

5.4 Kelembaban Udara ... 38

5.5 Laju Aliran Udara ... 41

5.6 Kadar Air Bahan ... 42

5.7 Laju Pengeringan ... 46

5.8 Pemanas Tambahan ... 50

5.9 Konsumsi dan Efisiensi Energi ... 51

5.10 Pengujian Mutu Kerupuk ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Transmisi Cahaya dan Panas dari Matahari (Panjang Gelombang Pendek)

beberapa bahan transparan ... 13

Tabel 2. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan pertama ... 44

Tabel 3. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan kedua ... 44

Tabel 4. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan ketiga ... 45

Tabel 5. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan keempat ... 45

Tabel 6. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan pertama ... 48

Tabel 7. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan kedua ... 48

Tabel 8. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan ketiga ... 49

Tabel 9. Laju pengeringan rat-rata pada percobaan keempat ... 49

Tabel 10. Laju pembakaran minyak tanah ... 51

Tabel 11. Komposisi konsumsi energi pada pengeringan kerupuk uyel ... 52

Tabel 12. Pemanfaatan energi untuk pengeringan ... 52

Tabel 13. Parameter pengukuran proses pengeringan ... 53

Tabel 14. Diameter kerupuk goreng pada percobaan ... 54

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bangunan pengering ERK ... 16

Gambar 2. Bagian-bagian bangunan pengering ... 18

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Kerupuk Uyel ... 23

Gambar 4. Titik-titik pengukuran suhu udara ruang pengering ... 25

Gambar 5. Sebaran suhu bahan dan peletakan sample ... 25

Gambar 6. Grafik Iradiasi surya ... 30

Gambar 7. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan pertama ... 32

Gambar 8. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan kedua ... 33

Gambar 9. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan ketiga ... 34

Gambar 10. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan keempat ... 34

Gambar 11. Profil suhu bahan pada percobaan pertama ... 36

Gambar 12. Profil suhu bahan pada percobaan kedua ... 37

Gambar 13. Profil suhu bahan pada percobaan ketiga ... 37

Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan keenpat ... 37

Gambar 15. Profil kelembaban udara pada percobaan pertama ... 38

Gambar 16. Profil kelembaban udara pada percobaan kedua ... 39

Gambar 17. Profil kelembaban udara pada percobaan ketiga ... 39

Gambar 18. Profil kelembaban udara pada percobaan keempat ... 40

Gambar 19. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan pertama ... 42

Gambar 20. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan kedua ... 43

Gambar 17. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan ketiga ... 43

Gambar 18. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan keempat ... 43

Gambar 19. Grafik laju pengeringan pada percobaan pertama ... 46

Gambar 20. Grafik laju pengeringan pada percobaan kedua ... 46

Gambar 21. Grafik laju pengeringan pada percobaan ketiga ... 47

Gambar 22. Grafik laju pengeringan pada percobaan keempat ... 47

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pengukuran radiasi surya ... 61

Lampiran 2. Penurunan kadar air ... 63

Lampiran 3. Pengukuran suhu... 65

Lampiran 4. Pengukuran RH... 68

Lampiran 5. Laju penurunan kadar air ... 69

Lampiran 6. Pembagian unit rak ... 70

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelangkaan bahan bakar fosil dalam beberapa dekade ini mendorong manusia mencari alternatif sumber energi lain. Energi surya adalah energi terbarukan yang merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga sekarang masih terus dikaji pemanfaatannya secara luas untuk berbagai kebutuhan. Indonesia merupakan negara tropis sehingga memiliki potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar. Dimasa mendatang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat sumber energi terbarukan merupakan clean energy, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pada awalnya energi surya banyak digunakan masyarakat untuk mengeringkan produk. Proses pengeringan yang dapat diterapkan antara lain pengeringan alami berupa penjemuran dibawah sinar matahari dan pengering buatan berupa alat yang dapat melangsungkan pengeringan dengan sumber energi tertentu maupun kombinasi beberapa sumber energi.

Pengeringan berenergi surya merupakan pilihan alternatif. Faktor yang mendorong berkembangnya pengeringan berenergi surya di Indonesia dikarenakan ketersediaan surya yang melimpah mengingat Indonesia merupakan negara tropis. Salah satu alat pengering yang menggunakan energi surya adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK). Pengering ini menggunakan bahan tembus cahaya pada atap dan dindingnya. Keuntungan dari tipe pengering ini adalah desain yang tidak terlalu rumit, pengoperasian yang sederhana, bahan pembuatan alat yang mudah diperoleh, dan produk tidak terkontaminasi oleh benda asing.

(11)

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN

PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

Oleh :

DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN

PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089

Bogor, Agustus 2007

Menyetujui,

Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(13)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, segala puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Performansi Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Tipe Rak Dengan Pemanas Tambahan Pada Pengeringan Kerupuk Uyel.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu penulis sehingga dengan segala kerendahan hati Penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing, mengarahkan, dan membantu Penulis terutama dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mohon maaf jika ada kesalahan yang tidak berkenan di hati bapak.

2. Dr. Ir. Dyah wulandani, M.Si sebagai dosen penguji atas segala arahan dan bimbingannya yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan kritiknya pada skripsi ini.

4. Bapak, Mimi, Kakak dan Adikku yang telah memberikan semangat, doa dan dorongan moril maupun materil.

5. Sulikah selaku teman seperjuangan atas semangat dan masukannya baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dimas dan teman-teman Darmaga Regensi C15 (Shinta, Ratih, Utari, Mega, Anggi, Lia, Irma dan Rindu) atas segala bantuan, dukungan, kasih sayang dan semangatnya yang telah tercurahkan selama ini.

7. Pak Harto dan Mas Firman atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama Penulis melakukan penelitian.

(14)

9. Teman satu angkatan TEP 40 atas pertemanannya selama ini, semoga TEP 40 kompak selalu.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis menyadari banyaknya kekurangan dari tugas akhir ini. Oleh karena itu Penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhirnya Penulis berharap semoga apa yang telah Penulis paparkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis maupun yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

(15)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kerupuk ... 4

2.2 Teori Pengeringan ... 5

2.3 Metode Pengeringan ... 8

2.4 Pengeringan Kerupuk ... 9

2.5 Kandungan Air Dalam Bahan ... 10

2.6 Pengeringan Efek Rumah Kaca ... 12

2.7 Pemanas Tambahan ... 13

2.8 Hasil-hasil Penelitian Tentang Pengeringan Dengan Efek Rumah Kaca ... 14

BAB III DESKRIPSI ALAT PENGERING ... 16

BAB IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.2 Alat dan Bahan ... 19

4.3 Prosedur Percobaan ... 19

4.4 Bahan Pembuat Kerupuk Uyel ... 21

4.5 Teknologi Pembuatan Kerupuk Uyel ... 22

(16)

4.7 Perlakuan Dalam Percobaan ... 26

4.8 Perhitungan Performansi Teknis ... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Iradiasi Surya ... 30

5.2 Suhu Udara Pengering ... 31

5.3 Suhu Udara di Bahan ... 35

5.4 Kelembaban Udara ... 38

5.5 Laju Aliran Udara ... 41

5.6 Kadar Air Bahan ... 42

5.7 Laju Pengeringan ... 46

5.8 Pemanas Tambahan ... 50

5.9 Konsumsi dan Efisiensi Energi ... 51

5.10 Pengujian Mutu Kerupuk ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Transmisi Cahaya dan Panas dari Matahari (Panjang Gelombang Pendek)

beberapa bahan transparan ... 13

Tabel 2. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan pertama ... 44

Tabel 3. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan kedua ... 44

Tabel 4. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan ketiga ... 45

Tabel 5. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan keempat ... 45

Tabel 6. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan pertama ... 48

Tabel 7. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan kedua ... 48

Tabel 8. Laju pengeringan rata-rata pada percobaan ketiga ... 49

Tabel 9. Laju pengeringan rat-rata pada percobaan keempat ... 49

Tabel 10. Laju pembakaran minyak tanah ... 51

Tabel 11. Komposisi konsumsi energi pada pengeringan kerupuk uyel ... 52

Tabel 12. Pemanfaatan energi untuk pengeringan ... 52

Tabel 13. Parameter pengukuran proses pengeringan ... 53

Tabel 14. Diameter kerupuk goreng pada percobaan ... 54

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bangunan pengering ERK ... 16

Gambar 2. Bagian-bagian bangunan pengering ... 18

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Kerupuk Uyel ... 23

Gambar 4. Titik-titik pengukuran suhu udara ruang pengering ... 25

Gambar 5. Sebaran suhu bahan dan peletakan sample ... 25

Gambar 6. Grafik Iradiasi surya ... 30

Gambar 7. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan pertama ... 32

Gambar 8. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan kedua ... 33

Gambar 9. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan ketiga ... 34

Gambar 10. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan keempat ... 34

Gambar 11. Profil suhu bahan pada percobaan pertama ... 36

Gambar 12. Profil suhu bahan pada percobaan kedua ... 37

Gambar 13. Profil suhu bahan pada percobaan ketiga ... 37

Gambar 14. Profil suhu bahan pada percobaan keenpat ... 37

Gambar 15. Profil kelembaban udara pada percobaan pertama ... 38

Gambar 16. Profil kelembaban udara pada percobaan kedua ... 39

Gambar 17. Profil kelembaban udara pada percobaan ketiga ... 39

Gambar 18. Profil kelembaban udara pada percobaan keempat ... 40

Gambar 19. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan pertama ... 42

Gambar 20. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan kedua ... 43

Gambar 17. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan ketiga ... 43

Gambar 18. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan keempat ... 43

Gambar 19. Grafik laju pengeringan pada percobaan pertama ... 46

Gambar 20. Grafik laju pengeringan pada percobaan kedua ... 46

Gambar 21. Grafik laju pengeringan pada percobaan ketiga ... 47

Gambar 22. Grafik laju pengeringan pada percobaan keempat ... 47

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pengukuran radiasi surya ... 61

Lampiran 2. Penurunan kadar air ... 63

Lampiran 3. Pengukuran suhu... 65

Lampiran 4. Pengukuran RH... 68

Lampiran 5. Laju penurunan kadar air ... 69

Lampiran 6. Pembagian unit rak ... 70

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelangkaan bahan bakar fosil dalam beberapa dekade ini mendorong manusia mencari alternatif sumber energi lain. Energi surya adalah energi terbarukan yang merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga sekarang masih terus dikaji pemanfaatannya secara luas untuk berbagai kebutuhan. Indonesia merupakan negara tropis sehingga memiliki potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar. Dimasa mendatang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat sumber energi terbarukan merupakan clean energy, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pada awalnya energi surya banyak digunakan masyarakat untuk mengeringkan produk. Proses pengeringan yang dapat diterapkan antara lain pengeringan alami berupa penjemuran dibawah sinar matahari dan pengering buatan berupa alat yang dapat melangsungkan pengeringan dengan sumber energi tertentu maupun kombinasi beberapa sumber energi.

Pengeringan berenergi surya merupakan pilihan alternatif. Faktor yang mendorong berkembangnya pengeringan berenergi surya di Indonesia dikarenakan ketersediaan surya yang melimpah mengingat Indonesia merupakan negara tropis. Salah satu alat pengering yang menggunakan energi surya adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK). Pengering ini menggunakan bahan tembus cahaya pada atap dan dindingnya. Keuntungan dari tipe pengering ini adalah desain yang tidak terlalu rumit, pengoperasian yang sederhana, bahan pembuatan alat yang mudah diperoleh, dan produk tidak terkontaminasi oleh benda asing.

(21)

Penggunaan biomassa sebagai bahan bakar berdasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu nilai ekonomisnya rendah namun memiliki nilai kalor yang tinggi, murah, mudah didapat karena biomassa banyak dijumpai dimana saja, contohnya limbah pertanian. Namun pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan berupa minyak tanah.

Kerupuk merupakan makanan ringan yang banyak digemari semua kalangan. Jenis makanan ini pada umumnya dikonsumsi sebagai makanan yang mampu membangkitkan selera makan atau sekedar sebagai makanan ringan.

Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang bahan utamanya adalah pati. Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka dan talas. Kerupuk merupakan salah satu makanan yang pada proses pembuatannya memerlukan proses pengeringan. Proses pengeringan merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam pembuatan kerupuk. Ketidakberhasilan penanganan pengeringan kerupuk dapat berakibat penurunan pada mutu, jumlah dan harga jual kerupuk. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu sistem pengeringan yang baik yang dapat menghasilkan kerupuk yang bermutu dan bernilai jual tinggi.

Pengeringan kerupuk dengan metode penjemuran memiliki beberapa kendala, diantaranya adalah keterbatasan masalah waktu dan cuaca. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu alat pengering buatan agar usaha pengeringan dapat berlangsung secara kontinyu dan tidak tergantung waktu dan cuaca.

Dalam penelitian ini akan diuji kinerja dari suatu sistem pengering kerupuk yang telah ada dan hasil uji tersebut dinyatakan dalam nilai efisiensi alat pengering sebagai suatu nilai kelayakan kinerja sistem pengering.

1.2Tujuan

(22)
(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kerupuk

Kerupuk didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka dan atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang diijinkan, harus dipersiapkan dengan cara menggoreng atau memanggang sebelum disajikan (SNI. 0272-90). Menurut Siaw et al., (1985), kerupuk adalah sejenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porous dan mempunyai densitas rendah selama penggorengan.

Kerupuk merupakan salah satu produk olahan tradisional yang banyak dikonsumsi dan digemari hampir semua kalangan masyarakat. Selain rasanya yang enak dan nikmat kerupuk mempunyai peluang bisnis yang cukup menjanjikan (Saraswati, 1986 dalam Madani, 2002). Kerupuk juga dianggap masyarakat sebagai makanan murah dan meriah untuk disajikan sebagai makanan selingan atau pelengkap makan nasi terutama untuk anak-anak.

Di Indonesia terdapat berbagai kerupuk yang dibuat dari berbagai macam bahan baku. Tetapi pada umumnya kerupuk dibuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi (Wiriano, 1984 dalam Ratnawati, 1994). Pada proses pembuatan kerupuk pati tersebut mengalami proses glatinisasi selama proses pengukusan adonan. Penamaan suatu jenis kerupuk dapat berdasarkan bahan baku, bahan pemberi rasa, bentuk, dan rupa serta tempat serta daerah penghasil. Berdasarkan bentuk dan rupa, dikenal jenis kerupuk mie, kerupuk kemplang, dan kerupuk atom, sedangkan berdasarkan daerah penghasil dikenal kerupuk Sidoarjo, kerupuk Palembang dan kerupuk Surabaya (Wiriano, 1984 dalam Ratnawati, 1994).

Berdasarkan adanya protein, kerupuk diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu kerupuk tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein (SNI. 0272-90). Kerupuk bersumber protein adalah kerupuk pada pembuatannya menggunakan sumber protein hewani dan nabati yang masih segar. Misalnya kerupuk ikan, kerupuk udang, kerupuk cumi, kerupuk kerang dan kerupuk nabati.

(24)

bumbu-bumbu lain seperti bawang merah, bawang putih dan penyedap makanan. Tetapi kerupuk murah yang banyak dikonsumsi rakyat berpendapatan kecil biasanya hanya terbuat dari tepung tapioka atau sagu dicampur terasi dan zat warna serta penambah rasa. Jadi pada prinsipnya perbedaan dalam penambahan bumbu menghasilkan kerupuk dengan mutu yang beraneka ragam (Lie, 1963 dalam Kusharto, 1985).

Kerupuk uyel merupakan kerupuk yang berprotein rendah tapi harganya relatif murah. Namun ada juga yang menambahkan ikan untuk menambah aroma kerupuk uyel. Kerupuk uyel merupakan salah satu jenis kerupuk yang sering kita temui di warung maupun rumah makan. Sesuai dengan namanya bentuk kerupuk ini cukup unik. Seperti jalinan tali yang mengeriting (Wahyono, R dan Marzuki, 2002).

2.2Teori Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologik dan kimia (Brooker et al., 1974). Pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Ada tiga hal yang mempengaruhi proses pengeringan yaitu (1) kecepatan udara (2) suhu udara dan (3) kelembaban udara (Brooker et al., 1992).

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya proses penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.

(25)

Mekanisme pengeringan dapat dijelaskan sebagai berikut: air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada dipermukaan dan yang pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam bahan secara difusi. Migrasi air dan uap air terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dan bagian luar bahan (Handerson dan Perry, 1981).

Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Handerson dan Perry, 1981). Pada proses pengeringan yang pertama kali mengalami penguapan adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan selanjutnya terjadi pada air terikat.

Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih kecil dari perpindahan uap air pada permukaan bahan (Brooker et al., 1974). Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Handerson dan Perry, 1981).

Buckle, et al., 1987 dalam Suherman, 2005 menyatakan bahwa laju pengeringan suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Sifat fisik dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air)

2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pindah panas.

3. Sifat-sifat lingkungan dari alat pengering (suhu, kelembaban dan laju udara). 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas).

Kadar air kritis adalah kadar air minimum dimana laju air bebas ke permukaan bahan sama dengan laju perpindahan uap air maksimum dari bahan di bawah kondisi pengeringan. Pada biji-bijian pada umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun.

(26)

relatif yang tetap. Suatu bahan dikatakan kering bila laju kehilangan air yang keluar dari bahan sama dengan laju air yang diperoleh bahan dari udara sekelilingnya. Henderson (1976) memprediksikan kadar air kesetimbangan sebagai berikut :

Dimana: h,i : konstanta produk

Pv/Pw : kelembaban relatif keseimbangan (dalam desimal)

Menurut Brooker, et al., (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :

1. Suhu udara pengering

Laju penguapan air bahan dalam pengering sangat ditentukan oleh suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka energi yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat. Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada suhu yang tinggi, selama suhu tersebut tidak merusak bahan.

2. Kelembaban relatif udara pengering

Kelembaban relatif udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan / uap dari dalam ke permukaan bahan serta menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air disekitar permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering maka semakin tinggi kemampuannya dalam menyerap uap air dipermukaan bahan, sehingga laju pengeringan semakin cepat.

(27)

3. Kecepatan udara pengering

Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi jenuh dipermukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan.

4. Kadar air bahan

Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya keragaman kadar air bahan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara: (1) mengurangi ketebalan tumpukan, (2) menaikan kecepatan aliran udara pengering, (3) menurunkan suhu udara pengering, serta (4) pengadukan bahan.

Pengeringan terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap antara udara pengering dengan permukaan bahan serta antara permukaan bahan dengan bagian dalamnya. Pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, karena permukaan akan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi oleh laju pergerakan air dari dalam menuju permukaan bahan. Air dari dalam bahan yang tidak bergerak ke permukaan akan menyebabkan pembusukan. Kondisi inilah yang disebut dengan case hardening (Suharto, 1991 dalam Suherman, 2005). Pengeringan berlangsung cepat pada suhu udara tinggi, namun suhu udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan fisik maupun kimia bahan.

2.3Metode Pengeringan

(28)

secara umum dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami atau pengeringan buatan (artificial drying).

Pada pengeringan alami panas untuk menguapkan air yang ada diproduk diperoleh dari udara sekitar atau dari matahari (Hall, 1963). Beberapa kendala dari cara ini antara lain: memerlukan tempat relatif luas, proses pengeringan lambat karena sangat tergantung pada cuaca, tidak praktis dalam meletakan dan mengangkat bahan serta dapat terkontaminasi atau tercampur dengan bahan asing atau kotor (Nelwan, 1997).

Pada pengeringan buatan udara yang mengitari produk dibuat dengan menggunakan kipas atau blower. Panas diperlukan untuk menaikkan suhu dalam udara pengering, penambahan panas dalam ruang pengering bertujuan untuk (1) menaikkan kapasitas udara yang membawa uap (kira-kira menaikan 2 kali lipat untuk setiap peningkatan suhu 4ºC), (2) suhu untuk memanaskan produk bertambah tinggi (Hall, 1963). Pengeringan dengan menggunakan alat pengering (pengering buatan) memiliki kelebihan dimana suhu, kelembaban nisbi udara dan kecepatan pengeringan dapat diatur dan dikontrol dengan baik.

Gaswami (1986) dan Stout (1979) dalam Sopyan, I (2001) menyatakan bahwa suatu cara lain dari pengeringan yaitu dengan memanfaatkan radiasi matahari sehingga energinya dapat terperangkap dan tidak keluar ke udara bebas. Metode pengeringan ini merupakan modifikasi dari penjemuran dengan memiliki tingkat pemanasan tinggi karena mampu mengumpulkan panas dan mencegah keluarnya panas menuju udara bebas.

2.4Pengeringan Kerupuk

(29)

Pengeringan kerupuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penjemuran dibawah sinar matahari dan dengan menggunakan mesin pengering (oven). Secara umum sistem pengeringan terdiri dari ruang tempat bahan yang akan dikeringkan, alat penghembus udara kering / blower, dan pemanas tambahan untuk menaikkan suhu udara pengering. Keuntungan pengeringan dengan oven adalah suhu dan waktu dapat diatur. Akan tetapi daya tampungnya terbatas serta biaya operasionalnya cukup mahal. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari selain biayanya murah, juga mempunyai daya tampung besar. Tetapi cara ini sangat tergantung pada cuaca dan suhu pengeringannya tidak dapat diatur.

Pengeringan dengan oven pada suhu 60-70ºC memerlukan waktu sekitar 7-8 jam. Sedangkan Tahir (1985), menggunakan oven pada suhu 55ºC, memerlukan waktu 15-20 jam. Setiawan (1988) dalam Ramdani, H (2002) melaporkan bahwa pengeringan dengan panas matahari memerlukan waktu selama 2 hari bila cuaca cerah dan sekitar 4-5 hari bila cuaca kurang cerah. Dengan proses pengeringan ini dihasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14 % atau kerupuk mentah yang mudah dipatahkan.

2.5Kandungan Air Dalam Bahan

1. Peranan air dalam pengembangan kerupuk

(30)

serta penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada proses gelatinisasi pati. Mekanisme pengembangan kerupuk merupakan hasil sejumlah besar letusan air dari ikatan yang menguap secara cepat selama proses penggorengan dan sekaligus terbentuk rongga udara yang tersebar secara merata pada seluruh struktur kerupuk goreng (Muliawan, 1991).

Kandungan air kerupuk mentah bisa tidak merata yang dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penambahan air sewaktu pembuatan adonan. Kandungan air yang tidak merata dapat menyebabkan volume pengembangan kerupuk tidak merata dimana pada satu sisi kerupuk lebih mengembang dibandingkan sisi lainnya, akibatnya bentuk dan kerenyahan kerupuk berbeda.

2. Pengembangan kerupuk

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan renyah (Setiawan, 1988). Purnomo et. al.(1984) dalam Lavlinesia (1995) menyatakan bahwa pengembangan kerupuk dipengaruhi oleh komposisi bahan. Pada dasarnya fenomena pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan menjadi produk yang mengembang.

Pada proses pengembangan kerupuk mentah mengalami pemanasan pada suhu yang sangat tinggi, sehingga molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk (Setiawan, 1988).

(31)

2.6Pengering Efek Rumah Kaca

Pada awalnya, penggunaan bangunan tembus cahaya adalah untuk melindungi tanaman dari gangguan alam yang tidak menguntungkan. Perkembangan selanjutnya banyak digunakan sebagai alat pengering (Huang dan Bower, 1981 dalam Darmawan, D, 2003)

Bangunan tembus cahaya merupakan suatu bangunan dengan dinding dan atapnya terbuat dari lapisan transparan. Lapisan transparan ini memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan yaitu atap, dinding, lantai, rangka bangunan dan bagian-bagian lainnya. Radiasi yang dipancarkan dari elemen-elemen bangunan berupa radiasi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu di dalam bangunan menjadi lebih tinggi. Efek inilah yang disebut Efek Rumah Kaca (ERK).

(32)

Tabel 1. Transmisi cahaya dan panas dari matahari (panjang gelombang pendek) beberapa bahan transparan

Jenis Bahan Transmisi

Cahaya (%)

Transmisi Panas (%)

Udara 100 100

Kaca (double strength) 90 88

FRP (fiberglass reinforced plastic) 85-95 - Polyethylene :

Sumber : Nelson, 1978 dan 1981 dalam Agriana, D (2006)

2.7Pemanas Tambahan

Energi surya merupakan bentuk energi yang intermitten sehingga usaha untuk menyimpan maupun memperpanjang penggunaan energi surya telah dilakukan. Secara umum penyimpanan energi surya tersebut bisa dilakukan dalam bentuk mekanik, kimia dan panas.

Pemanas tambahan dalam sistem pengeringan merupakan bentuk usaha untuk mempertahankan suhu ruangan pada tingkat tertentu yang diinginkan, disesuaikan dengan keadaan bahan serta keadaan cuaca di sekitar sistem pengeringan. Bentuk dari pemanasan tambahan diwujudkan melalui suatu alat atau mesin yang dapat digunakan untuk menambah atau memindahkan sejumlah panas tertentu pada ruang pengeringan. Pemanfaatan panas yang bersifat limbah seperti gas buangan dari proses industri, panas dari perkandangan ternak, minyak tanah dan lain-lain akan berguna jika panas tersebut dimanfaatkan menjadi bentuk panas tambahan melalui mekanisme pertukaran panas atau heat exchanger.

(33)

tersebut. Sedangkan pemanasan tidak langsung, jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk pemanasan ruangan diperoleh dari sistem pemanasan ruangan untuk kemudian dipindahkan ke dalam ruangan dalam bentuk yang sama ataupun dalam bentuk lain melalui mekanisme heat exchanger (J.L Wood et al., 1981 dalam Sari, Perwita, 2005).

2.8Hasil-hasil Penelitian tentang Pengeringan Dengan Efek Rumah Kaca Abdullah et. al. (1998) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama ERK. Pengering bangunan segi empat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Dengan menyatukan absorber di dalam ruang pengering memberikan keuntungan lebih dibanding dengan pengering berenergi surya lainnya, dengan kolektor terpisah yang umumnya memerlukan luasan yang besar. Dengan demikian biaya pembuatan alat pengering ini lebih dapat dihemat. Selanjunya penelitian uji coba pengering ERK dilakukan untuk berbagai komoditi, mulai dari produk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan produk pangan.

Nelwan (1997) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakan diatas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengering yang dihasilkan adalah 18.4 % dan efisiensi energi terbesar 12.9 MJ/kg uap air. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 61.7 % bb hingga 7 % bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah minyak tanah.

(34)

dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23 % dengan kondisi beban optimum 157.34 kg selama 17.4 jam.

Suherman (2005) melakukan uji pada alat pengering ERK berbentuk kerucut. Alat ini dapat mengeringkan 108 kg rumput laut selama 30 jam dengan pemanas tambahan dan selama 32 jam tanpa pemanas tambahan. Suhu rata-rata yang dicapai oleh alat pengering ini adalah 44.16ºC. Pengering ini menggunakan 3 kipas sebagai outlet dan 3 lubang tanpa kipas sebagai inlet udara. Laju udara inlet dan outletnya sebesar 0.262 m/s dan 0.32 m/s. Efisiensi pengering dan efisiensi total sistem dari alat pengering ini sebesar 27.23 % dan 11.25 %.

(35)

III. DESKRIPSI SISTEM PENGERING

Bangunan pengering ini terbuat dari lapisan transparan yang berupa

polycarbonate pada atap dan dindingnya. Dibagian bawah alat pengering terdapat plat absorber yang bergelombang mengukuti pipa heat exchanger yang berada dibagian bawahnya. Fungsi utama dari bangunan ini adalah mengumpulkan panas yang berasal dari radiasi surya dan panas pembakaran burner pada tungku.

Tipe alat pengering yang digunakan termasuk ke dalam tipe pengering rak bertingkat. Beberapa modifikasi yang dilakukan yaitu dengan memperpendek pipa penyaluran panas antara blower dan ruang pengering serta penambahan

glasswool pada plat hitam yang berbentuk trapesium yang terletak antara tungku pembakaran dan ruang pengering. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi banyak kehilangan panas dari udara panas hasil pembakaran tungku. Bangunan pengering akan disajikan pada gambar 1.

Dimensi alat pengering ini berukuran panjang 6 meter, lebar 1.8 meter dan tinggi 2.0 meter. Desain struktural dan fungsional alat pengering meliputi bentuk, dimensi dan fungsi komponen alat pengering yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Gambar 1. Bangunan pengering ERK

1. Ruang Pengering

(36)

yang terbagi dua karena ditengahnya terdapat kipas pengaduk, dimana masing–masing unit rak terdiri dari 8 rak. Rak tersebut terbuat dari besi siku 3x3 cm berukuran panjang 130 cm, lebar 70 cm dan tinggi 180 cm. Gambar pembagian unit rak dijelaskan pada Lampiran 6Peletakan bahan dilakukan dengan memasang ebeg (tray) yang terbuat dari bambu pada masing-masing tingkatan rak. Jumlah rak total yang dapat diisi sebanyak 32 ebeg yang masing-masing ebeg berkapaitas 400 buah kerupuk tanpa penumpukan sehingga kapasitas bahan yang dapat dimasukan ke dalam ruang pengering sebanyak 12800 buah kerupuk.

2. Kipas / Blower

Kipas berfungsi untuk membentuk sirkulasi udara dalam ruang bangunan pengering. Alat pengering ini mempunyai dua buah kipas, namun pada percobaan ini hanya digunakan 1 buah kipas yang mempunyai spesifikasi 130 Watt, 1400 rpm dan 50 Hz. Kipas diletakan disamping alat pengering setelah tungku pembakaran sehingga kipas tersebut berfungsi menghembuskan udara panas hasil pembakaran tungku ke dalam ruang pengering.

3. Tungku Pembakaran dan Penukar Panas (Heat Exchanger)

Tungku pembakaran terletak di luar ruang pengering. Tungku ini terbuat dari semen yang memiliki pintu terbuat dari seng berukuran 31 x 46.5 cm. Tungku berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang menghasilkan panas untuk menaikkan suhu ruang pengering.

Sumber energi yang digunakan untuk pembakaran adalah minyak tanah yang mempunyai nilai kalor 43429.58 kJ/kg.

(37)

1

2

6 3

5 4

7

berasal dari drum yang telah dipanaskan terlebih dahulu di atas tungku pembakaran. Air panas tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa ke dalam ruang pengering. Namun pada percobaan pipa-pipa heat exchanger ini tidak digunakan.

4. Lubang Inlet dan Outlet

Lubang inlet berbentuk lubang-lubang kecil sebanyak 52 buah dan berdiameter 2.2 cm. Lubang inlet terletak disamping alat pengering di dalam bangunan berbentuk trapesium yang berwarna hitam yang terletak di samping ruang pengering. Sedangkan lubang outlet terletak berlawanan dengan lubang inlet (di sisi lain bangunan trapesium di bagian yang berlawanan dari ruang pengering). Lubang ini berdiameter 16.2 cm. Udara yang keluar dari ruang pengering menuju ke outlet yang kemudian diteruskan keluar melalui cerobong yang terletak di samping atas ruang pengering. Bagian-bagian bangunan pengering ERK akan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagian-bagian bangunan pengering Keterangan :

1= Cerobong Asap 2= Kipas

(38)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2007, didaerah pengrajin kerupuk ‘sawargi’ desa Curug Mekar, kampung Cijahe, Bogor Barat, Jawa Barat.

4.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kerupuk uyel hasil olahan pabrik sebanyak 1000-2600 buah kerupuk, sedangkan bahan bakar yang digunakan yaitu minyak tanah.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Alat pengering ERK tipe rak

2. Timbangan Digital 3. Timbangan Analog 4. Termokopel tipe cc

5. Burner electric pump dengan minyak tanah 6. Anemometer Kanomax tipe 6011

7. Pyranometer MS-401

8. Termometer Alkohol (0-100OC) 9. Drying oven tipe SS-204 D 10. Alat ukur waktu

11. Chino Recorder merk Yokogawa (mV)

4.3 Prosedur percobaan 1. Persiapan Alat

Persiapan dilakukan dengan terlebih dahulu memperbaiki dan melakukan modifikasi terhadap bangunan pengering yang telah ada. Perbaikan dan modifikasi yang dilakukan antara lain pemendekan pipa penyaluran panas antara blower dan ruang pengering serta penambahan

(39)

pada bagian bawah ruang pengering (antara plat absorber dan lapisan seng). Perbaikan juga dilakukan dengan menutup bagian-bagian yang berlubang pada seluruh bagian bangunan pengering. Pemasangan peralatan lain yang menunjang berlangsungnya proses pengukuran dan pengambilan data.

2. Penjemuran Bahan

Sebelum dimasukan ke dalam ruang pengering, kerupuk terlebih dahulu dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama sekitar 6 jam yaitu dari jam 8.00 sampai jam 13.00 WIB. Prosedur ini dilakukan sama dengan pabrik, namun perbedaannya pada pabrik setelah dilakukan penjemuran bahan dimasukan ke dalam oven pengering untuk melanjutkan proses pengeringan sedangkan pada penelitian ini bahan dimasukan ke dalam alat pengering ERK. Penjemuran yang dilakukan pabrik bertujuan untuk menghemat biaya bahan bakar. Pada penelitian ini prosedur dilakukan sama dengan pabrik, hal ini dimaksudkan untuk membandingkan pengeringan produk yang menggunakan oven pengering yang dimiliki oleh pabrik dengan mesin pengering ERK dengan waktu pengeringan yang sama. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dilakukan selama 3 jam dari jam 13.00 sampai 16.00 WIB. Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil pengembangan kerupuk setelah digoreng, yaitu dengan menggunakan parameter diameter pengembangan kerupuk setelah digoreng.

3. Pengeringan dengan Alat Pengering

Urutan pelaksanaan pengeringan dengan menggunakan alat pengering ERK meliputi :

(40)

2. Mempersiapkan alat pengering dan peralatan ukur yang akan digunakan dalam percobaan (pyranometer, chino recorder dan termokopel, termometer, timbangan digital, timbangan analog, alat ukur waktu dan anemometer )

3. Persiapan burner electric pump dan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk pemanasan tambahan.

4. Pengujian sistem pengering meliputi :

a) Penimbangan bahan sample (kerupuk uyel) selama 30 menit dan penimbangan berat akhir.

b) Pengukuran iradiasi surya, suhu udara, kecepatan udara, RH, dan kebutuhan bahan bakar.

c) Perhitungan laju pengeringan, konsumsi energi spesifik selama pengeringan, dan efisiensi total sistem pengeringan.

4.4 Bahan Pembuat Kerupuk Uyel

Kerupuk uyel dibuat dengan bahan dasar tepung tapioka. Dari bahan dasar tersebut lalu dicampur dengan ikan sarden dan bumbu seperti garam, bawang putih, bumbu masak dan gula pasir.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk uyel di pengrajn kerupuk ‘sawargi’ adalah :

1. Bahan baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Bahan baku yang digunakan untuk membuat kerupuk pada umumnya adalah bahan pangan yag mengandung pati cukup tinggi yaitu tepung sagu atau tepung tapioka.

2. Bahan tambahan

(41)

Komposisi bahan-bahan yang digunakan oleh pengrajin kerupuk uyel oleh pengrajin kerupuk uyel ‘sawargi’ di Desa Curug Mekar, Kampung Cijahe, Bogor Barat adalah sebagai berikut :

• Tepung tapioka = 50 kg

• Ikan Sarden besar = 4 buah

• Garam batangan = 11 buah

• Bawang putih = 1 kg

• Bumbu masak = 0.5 kg

• Gula pasir/siklamat = 0.75 kg/2 sendok makan

4.5Teknologi Pembuatan kerupuk Uyel

Prosedur pembuatan kerupuk uyel yang digunakan dalam skala industri berbeda satu daerah dengan daerah lain, meskipun sebagian prosesnya sama. Umumnya teknologi yang digunakan dalam pembuatan kerupuk uyel terdiri dari beberapa tahap seperti terlihat pada Gambar 3.

(42)

Gambar 3. Diagram alir proses produksi kerupuk uyel

4.6 Parameter yang diukur

Parameter yang diukur meliputi : 1. Iradiasi Surya

Pengkuran iradiasi surya menggunakan alat pyranometer yang data keluarannya berupa tegangan (mV) yang terlihat pada multimeter tester. Nilai 1 mV keluaran pyranometer setara dengan 1000/7 Watt/m2. Pyranometer

diletakan disamping alat pengering, yaitu ditempat yang terkena sinar matahari secara langsung.

Total iradiasi surya harian (Ih) dihitung secara matematis dengan menggunakan metode Simpson (Purcell and Vanberg, 1999).

[

+

+

+

]

Δ

= t Ii Itgl ltgp If

Ih 4 2

3 …………..………(1)

Ih= total iradiasi surya harian (Wh/m²)

Persiapan bahan baku

Proses pembentukan adonan

Pencetakan

Penambahan bahan tambahan

Pengeringan setengah kering

Pengemasan Pengeringan

(43)

t

Δ = selang pengukuran (jam)

gl

I = iradiasi selang pengukuran ganjil (W/m²)

gp

I = iradiasi selang pengukuran genap (W/m²)

i

I = iradiasi awal (W/m²)

f

I = iradiasi akhir (W/m²)

Untuk mengetahui iradiasi surya dapat didekati dengan persamaan berikut ini.

Alat yang dipakai untuk mengukur suhu adalah termokopel dan termometer alkohol. Suhu yang akan diukur meliputi suhu ruang pengering yang dilakukan dengan 10 titik pengukuran yang mewakili 3 rak atas (T2, T5 dan T8), 3 rak tengah (T3, T6 dan T9) dan 3 rak bawah (T4, T7 dan T10) serta suhu inlet (T1), suhu outlet (bola basah dan bola kering) dan suhu lingkungan. Selain itu juga diukur suhu bahan yang diwakili oleh TR1, TR2 dan TR3. Pengukuran ini dilakukan pada selang 30 menit sampai dicapai kadar air akhir produk yang diinginkan. Adapun titik-titik pengukuran suhu udara ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan suhu bahan dan peletakan sample dapat dilihat pada Gambar 5.

3. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang diukur meliputi kelembaban udara lingkungan dan kelembaban udara ruang pengering. Data diperoleh dari suhu bola basah dan bola kering dan ditentukan secara grafis dengan menggunakan

(44)

4. Kecepatan udara

Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran kecepatan udara meliputi udara masuk (inlet) pengering, udara di dalam ruang pengering dan udara outlet alat pengering.

Gambar 4. Titik-titik pengukuran suhu udara ruang pengering

Gambar 5. Sebaran suhu bahan dan peletakan sampel

(45)

5. Kadar air bahan

Kadar air bahan yang diukur meliputi kadar air awal, kadar air akhir dan penurunannya selama proses pengeringan berlangsung. Kadar air sample akhir diukur dengan menggunakan metode oven selama 24 jam. Sedangkan penurunan kadar air sample ditentukan dengan menghitung perbandingan berat sample tiap 30 menit dengan berat akhir sample yang telah diketahui kadar airnya.

6. Lama pengeringan

Lama pengeringan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan (kerupuk uyel) dari kadar air awal sampai kadar air yang diharapkan.

7. Kebutuhan energi listrik

Energi listrik yang digunakan sebagai daya penggerak motor untuk kipas. Kebutuhan energi listrik berdasarkan lamanya motor listrik bekerja.

8. Kebutuhan energi bahan bakar

Merupakan jumlah bahan bakar yang digunakan untuk mengeringkan produk selama pengeringan. Jumlah bahan bakar ini ditentukan dengan mengetahui kapasitas ruang bahan bakar tungku yang digunakan.

4.7 Perlakuan Dalam Percobaan

(46)

capasity). Hal ini dikarenakan pada percobaan ini hanya memfokuskan pada peningkatan suhu ruang pengering untuk dapat mengeringkan kerupuk uyel dengan waktu pengeringan yang sama dengan pabrik.

4.8 Perhitungan Performansi Teknis

Performasi alat pengering meliputi: iradiasi surya harian, kadar air, laju pengeringan, energi surya yang diterima alat pengering, energi biomassa, panas yang digunakan untuk menguapkan air produk, panas yang digunakan untuk menaikan suhu produk, panas yang diterima udara pengering, besarnya energi untuk memanaskan dan menaikan suhu produk energi penguapan produk, energi listrik yang digunakan, konsumsi energi spesifik, efisiensi pengeringan, dan efisiensi total sistem.

1. Kadar air

Penurunanan kadar air bahan selama proses pengeringan berlangsung dihitung berdasarkan komponen massa sebagai berikut :

(47)

3. Energi surya yang diterima alat pengeringan

t A

I

Q1 =3.6 R p(τα)p ……….(7) Dimana : Q1= Energi surya yang diterima alat pengeringan (kJ)

IR= Iradiasi surya (W/m²)

Ap= Luas permukaan pengering (m²) τ = transmisivitas bahan alat pengering α = absorpsivitas bahan penyerap

t = lamanya penyinaran matahari (jam) 4. Energi bahan bakar

k

5. Panas yang digunakan untuk menguapkan air produk

fg

6. Panas yang digunakan untuk menaikan suhu produk

Penentuan Cp dengan persamaan Siebel (Heldman and Sigh, 1989) )

T = suhu produk setelah dipanaskan (ºC)

l

T = suhu produk sebelum pemanasan (ºC)

o

(48)

7. Panas yang diterima udara pengering

8. Besarnya energi untuk menaikan suhu produk dan energi penguapan air produk (Q6)

4 3

6 Q Q

Q = + ………(14)

9. Energi listrik yang digunakan kipas (Q7)

t

11.Konsumsi energi spesifik

ud

12.Efisiensi total sistem pengeringan

(49)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Iradiasi surya

Iradiasi surya diukur dengan menggunakan alat pyranometer. Keluaran dari pyranometer dalam bentuk satuan mV yang kemudian dikonversi ke dalam satuan W/m². Pengeringan kerupuk uyel dengan mesin pengering tipe ERK dilakukan setelah dilakukan penjemuran langsung dengan sinar matahari, yaitu pada saat tengah hari atau berkisar pukul 13.00 sampai pukul 17.00 WIB. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data intensitas iradiasi surya seperti terlihat pada Gambar 4.

0

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

Gambar 6. Grafik iradiasi surya

(50)

keempat nilai radiasi surya lebih tinggi dibandingkan dengan percobaan sebelumnya, dikarenakan cuaca yang cerah selama percobaan. Fluktuasi yang terjadi pada nilai iradiasi surya selama percobaan juga dipengaruhi oleh faktor keawanan, letak geografis dan waktu pengamatan. Lama penyinaran yang diterima saat proses pengeringan tidak berpengaruh pada besarnya total penerimaan radiasi surya. Total penerimaan radiasi terbesar adalah pada saat percobaan keempat yaitu sebesar 1068.84 Wh/m² dengan lama penyinaran 3 jam. Sedangkan pada percobaan pertama yang lama penyinarannya 3.5 jam, total penerimaan radiasi suryanya sebesar 522.86 Wh/m².

Suhu Udara Pengering

Udara pengering dalam percobaan ini berasal dari lingkungan yang dihisap oleh kipas ke dalam bangunan pengering membentuk suatu sirkulasi dengan system konveksi paksa. Sirkulasi udara dalam bangunan sebelum mengenai bahan mengalami dua tahap pemanasan yakni pemanasan oleh tungku dan pemanasan oleh radiasi surya yang terperangkap diantara atap bangunan dan plat penyerap panas berwarna hitam. Pemakaian sumber pemanas dari tungku diaktifkan selama proses pengeringan dimaksudkan agar dapat mencapai suhu yang memadai untuk mengeringkan bahan karena panas dari radiasi surya saja tidak mencukupi untuk mengeringkan bahan. Hal ini dikarenakan pada pengeringan kerupuk memerlukan suhu yang relatif tinggi untuk waktu pengeringan yang relatif singkat.

(51)

0

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

oC

Tlingkungan Toutlet T1 T2

T3 T4 T5 T6

T7 T8 T9 T10

Gambar 7. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan pertama

(52)

Penurunan ini disebabkan oleh adanya penyerapan panas oleh bahan yang

13.03 13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03

Waktu

oC

Tlingkungan Toutlet T1 T2

T3 T4 T5 T6

T7 T8 T9 T10

Gambar 8. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan kedua

Suhu ruang pengering hasil pengukuran pada percobaan kedua mengikuti pola suhu lingkungan. Suhu ruang pengering pada percobaan kedua berkisar antara 57.5-71.3 ºC dengan rata-rata 67.10 ºC. Adapun suhu rata-rata tiap posisi T1 sebesar 97.1 ºC, T2 sebesar 78.1 ºC, T3 sebesar 76.0 ºC, T4 sebesar 42.7 ºC, T5 sebesar 79.1 ºC, T6 sebesar 73.4 ºC, T7 sebesar 46.7 ºC, T8 sebesar 69.0 ºC, T9 sebesar 64.9 ºC, T10 sebesar 43.6 ºC dan T outlet sebesar 67.6 ºC, sedangkan suhu lingkungan berkisar antara 30-38 ºC dengan nilai rata-rata 33.58 ºC. Selisih antara suhu lingkungan dengan suhu udara pengering menunjukan bahwa udara pengering dalam bangunan telah menyerap panas baik dari radiasi surya maupun dari panas tungku. Suhu ruang pengering pada percobaan kedua terlihat lebih stabil daripada percobaan pertama, hal ini dikarenakan adanya pengaturan burner

(53)

0

13.15 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45 16.15

Waktu

oC

Tlingkungan Toutlet T1 T2

T3 T4 T5 T6

T7 T8 T9 T10

Gambar 9. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan ketiga

0

Gambar 10. Profil suhu udara ruang pengering pada percobaan keempat

(54)

cuaca yang berfluktuasi dan selalu berubah-ubah antara cerah, mendung dan hujan. Pada percobaan keempat, suhu ruang pengering berkisar antara 52.9-74.8 ºC dengan rata-rata 64.8 ºC dengan suhu rata-rata masing-masing posisi T1 sebesar 79.7 ºC , T2 sebesar 70.6 ºC, T3 sebesar 70.7 ºC, T4 sebesar 54.4 ºC, T5 sebesar 68.1 ºC, T6 sebesar 66.4 ºC, T7 sebesar 57.3 ºC, T8 sebesar 67.1 ºC, T9 sebesar 62.6 ºC, T10 sebesar 51.7 ºC dan T outlet sebesar 63.9 ºC, sedangkan suhu lingkungannya berkisar antara 34-36 ºC dengan nilai rata-rata 34.87 ºC. Walaupun kisaran suhu ruang pengering relatif rendah dibandingkan dengan percobaan pertama dan kedua, namun rata-rata suhu ruang pengering relatif tinggi karena intensitas radiasi surya rata-rata pada percobaan keempat labih besar yaitu 1068.84Wh/m² serta didukung cuaca yang cerah.

Suhu udara pengering memegang peranan penting dalam menentukan cepat lambatnya tercapainya kadar air yang diinginkan. Semakin tinggi suhu udara atau semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan suhu bahan yang dikeringkan, semakin besar pula perbedaan tekanan uap jenuh antara permukaan bahan dengan lingkungan, sehingga penguapan air akan lebih banyak dan lebih cepat. Hal tersebut ditunjukan oleh hasil percobaan, dimana semakin tinggi rata-rata suhu udara pengering, maka waktu yang dibutuhkan oleh pengeringan semakin cepat.

5.3 Suhu Udara di Bahan

Udara pengering yang telah mengalami pemanasan selanjutnya melewati bahan dalam rangka proses pengeringan. Suhu udara yang melewati bahan mengalami penurunan karena selama proses pengeringan energi panas yang terkandung dalam udara diserap oleh bahan untuk menguapkan kandungan uap air yang selanjutnya terhisap oleh kipas keluar bangunan.

(55)

menguapkan air bahan sebesar 1129.10 kJ, pada percobaan ketiga sebanyak 18.97 kg dengan energi termanfaatkan untuk menguapkan air bahan sebesar 1335.73 kJ dan pada percobaan keempat bahan yang dikeringkan sebanyak 24.14 kg dengan energi yang digunakan untuk menguapkan air bahan sebesar 798.5 kJ. Sedangkan pada percobaan keempat, walaupun jumlah bahan yang dikeringkan lebih besar dibandingkan dengan percobaan lainnya, namun energi yang termanfaatkan untuk menguapkan bahan lebih kecil dibandingkan dengan percobaan lainnya. Hal ini dikarenakan massa air yang diuapkan pada percobaan keempat lebih kecil dari percobaan lainnya, yaitu sekitar 0.34 kg. Tingkat penyerapan panas oleh bahan ditunjukkan oleh besarnya selisih antara suhu udara pengering dengan suhu udara luar bahan. Adapun profil suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13, dan 14.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

oC

Lingkungan Outlet TR1

TR2 TR3 TRrata-rata

(56)

0

13.03 13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 Waktu

o

C

Lingkungan Outlet TR1

TR2 TR3 TRrata-rata

Gambar 12. Profil suhu bahan pada percobaan kedua

0

13.15 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45 16.15

Waktu

oC

Lingkungan Outlet TR1

TR2 TR3 TRrata-rata

Gambar 13. Profil suhu bahan pada percobaan ketiga

0

13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

Waktu

oC

Lingkungan Outlet TR1

TR2 TR3 TRrata-rata

(57)

5.4 Kelembaban Udara

Kelembaban udara diukur secara psychrometric, yaitu dengan mengetahui parameter suhu bola basah dan bola kering. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan psychrometric chart. Kelembaban udara dalam ruang pengering dipengaruhi oleh laju aliran udara kipas dan laju penguapan uap air dari bahan. Selama percobaan, baik percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat, laju udara disekitar alat pengering berfluktuasi antara 0.11-1.2 m/s. Hal ini menyebabkan RH udara dalam ruang pengering juga berfluktuasi. Profil RH dalam ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 15, 16, 17, dan 18.

0

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

Gambar 15. Profil kelembaban udara pada percobaan pertama

(58)

Pada percobaan kedua didapat RH ruang pengering berkisar antara 12-22 % dengan nilai rata-rata 15.87 %, sedangkan RH outlet berkisar antara 50-75 % dengan nilai rata-rata 61.46 %. Nilai RH ruang pengering pada percobaan kedua relatif rendah yang menyebabkan laju pengeringannya semakin cepat yaitu 0.97 %bk/jam. RH ruang pengering tertinggi dicapai pada jam 13.03 atau pada awal pengeringan. RH ruang pengering masih tinggi pada awal pengeringan dikarenakan suhu ruang pengering pada awal pengeringan masih rendah dan

burner belum dinyalakan.

0

13.03 13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03

Waktu

Gambar 16. Profil kelembaban udara pada percobaan kedua

0

13.15 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45 16.15

Waktu

(59)

Pada percobaan ketiga didapat RH ruang pengering berkisar antara 13-60 % dengan nilai rata-rata 26.07 %, dan RH outletnya berkisar antara 30-64 % dengan nilai rata-rata 48.89 %. RH ruang pengering tertinggi dicapai pada jam 13.15 yaitu sebesar 60.8 %, dan terendah dicapai pada jam 13.45 yaitu sebesar 13.1 %. Besarnya nilai RH pada jam 13.15 dikarenakan suhu ruang pengering pada jam tersebut masih rendah karena burner belum dinyalakan.

0

13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

Waktu

Gambar 18. Profil kelembaban udara pada percobaan keempat

Pada percobaan keempat, RH ruang pengering berkisar antara 15-25 % dengan nilai rata-rata sebesar 22.6 %, sedangkan RH outlet berkisar antara 18-30 % dengan nilai rata-rata 24.64 %. RH ruang pengering tertinggi dicapai pada jam 16.00 yaitu sebesar 25.5 %, hal ini dikarenakan suhu udara ruang pengering pada jam tersebut mulai turun. Sedangkan RH terendah dicapai pada jam 14.30 dan 15.00 yaitu sebesar 15.9 %. Hal ini dikarenakan tingginya suhu udara ruang pengering pada jam tersebut.

RH outlet rata-rata lebih tinggi dari RH pada ruang pengering baik pada percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat. Hal ini dikarenakan udara yang melewati outlet cenderung menurun dan banyak mengandung uap air yang dibawa melalui aliran udara menuju outlet.

(60)

udara pengering dalam menampung uap air disekitar permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering maka semakin tinggi kemampuannya dalam menyerap uap air dari permukaan bahan, sehingga laju pengeringan akan semakin cepat. Tingginya RH juga disebabkan oleh sistem yang kurang sempurna, artinya alat masih terdapat kebocoran-kebocoran kecil ataupun adanya udara masuk saat alat dibuka atau ditutup yang menyebabkan udara luar masuk ke dalam sistem pengering.

5.5Laju Aliran Udara

Aliran udara yang terbentuk sebagai sirkulasi udara pengering disebabkan oleh adanya kipas yang mengisap udara luar masuk ke bangunan. Sedangkan pada ruang pengering ditempatkan kipas pengaduk udara pengeringan, namun pada pengeringan ini kipas pengaduk tidak dipakai. Pada proses pengeringan udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan kandungan air bahan serta memindahkan uap air disekitar permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka semakin besar pula kemampuannya untuk membawa dan menampung uap air lebih banyak, sehingga laju pengeringan semakin cepat.

Laju aliran udara yang dapat dicapai pada pengeringan kerupuk berkisar antara 0.11–1.2 m/s. Rendahnya aliran udara pada percobaan ini disebabkan terbatasnya kipas yang digunakan. Kipas yang digunakan hanya kipas yang berfungsi sebagai penghembus udara panas dari burner sehingga aliran udara yang masuk ke dalam ruang pengering tidak disirkulasikan, hal ini menyebabkan adanya ketidakseragaman suhu di dalam ruang pengering.

(61)

m/s, outlet 0.76 m/s. Dari keempat percobaan, rata-rata kecepatan aliran udara di inlet lebih besar dibandingkan dengan di dalam ruang pengering dan outlet. Hal ini dikarenakan kipas hanya ditempatkan di dekat inlet.

5.6Kadar Air Bahan

Jumlah kerupuk uyel yang dikeringkan pada percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat berturut-turut adalah 11.44 kg, 18.05 kg, 18.97 kg, dan 24.14 kg. Waktu total yang dibutuhkan untuk proses pengeringan pada percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat masing-masing adalah 3.5, 3.0, 3.0, dan 3.0 jam. Terdapat perbedaan penurunan kadar air pada setiap rak selama dilakukan pengeringan. Dari keempat percobaan yang dilakukan, rata-rata rak paling atas pada masing-masing unit rak dan rak dekat dengan inlet mengalami penurunan berat bahan lebih cepat dibandingkan dengan rak bagian bawah dan dekat dengan outlet. Hal ini disebabkan suhunya lebih tinggi dan udara panas yang dihembuskan kipas lebih cepat. Grafik penurunan kadar air dapat dilihat pada Gambar 19, 20, 21 dan 22. Sedangkan penurunan kadar air awal sampai kadar air akhir selama proses pengeringan disajikan pada Tabel 2, 3, 4 dan 5.

0.00

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

(62)

0.00

13.03 13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03

Waktu

Gambar 20. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan kedua

0.00

13.15 13.45 14.15 14.45 15.15 15.45 16.15

Waktu

Gambar 21. Grafik penurunan kadar air bahan pada percobaan ketiga

0.00

13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

Waktu

(63)

Tabel 2. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan pertama

Dari Table 2, penurunan kadar air bahan paling cepat terjadi pada R1, yaitu rak dekat dengan pemanas, sehingga suhunya tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan air lebih banyak, sedangkan penurunan kadar air bahan paling lambat terjadi pada R6. Udara panas pada R6 merupakan udara panas yang telah banyak mengandung uap air sehingga beda tekanan uap jenuhnya dengan bahan yang dikeringkan menjadi lebih kecil. Hal ini menyebabkan penurunan kadar air pada R6 lambat.

Tabel 3. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan kedua

Rak Kadar Air (%bb) Lama

(64)

Tabel 4. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan ketiga

Tabel 5. Penurunan kadar air selama proses pengeringan pada percobaan keempat

Rak Kadar Air (%bb) Lama

(65)

4.7Laju Pengeringan

Pada proses pengeringan, laju pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (a) suhu dan RH udara selama proses pengeringan, (b) kecepatan aliran udara yang melalui satuan bobot bahan, (c) kadar air awal bahan yang dikeringkan dan (d) jenis bahan yang dikeringkan per satuan waktu. Gambar 23, 24, 25 dan 26 menunjukan Grafik laju pengeringan terhadap waktu.

0.00

14.03 14.33 15.03 15.33 16.03 16.33 17.03

Waktu

Gambar 23. Grafik laju pengeringan pada percobaan pertama

0.00

13.33 14.03 14.33 15.03 15.33 16.03

Waktu

(66)

0.00

13.45 14.15 14.45 15.15 15.45 16.15

Waktu

Gambar 25. Grafik laju pengeringan pada percobaan ketiga

0.00

14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30

Waktu

Gambar 26. Grafik laju pengeringan pada percobaan keempat

Laju pengeringan yang terlihat pada grafik berfluktuasi yang diakibatkan oleh suhu dan RH udara yang berfluktuasi. Laju pengeringan yang tinggi pada tahap awal disebabkan masih tingginya kadar air dalam produk sehingga jumlah air yang diuapkan pun besar. Setelah kadar berkurang terjadi laju pengeringan yang semakin menurun hingga akhirnya mendekati nol. Laju pengeringan nol terjadi bila kadar air bahan sudah sangat kecil hingga alat tidak mampu lagi menguapkan air dari dalam bahan

Gambar

Tabel 1. Transmisi cahaya dan panas dari matahari (panjang gelombang pendek) beberapa bahan transparan
Gambar 1. Bangunan pengering ERK
Gambar 2. Bagian-bagian bangunan pengering
Gambar 3.  Diagram alir proses produksi kerupuk uyel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui karakteristik pengeringan biji kakao dengan menggunakan alat pengering hybrid tipe rak, yang terdiri atas laju pengeringan,

Percobaan tanpa beban dengan kerikil untuk mengetahui suhu maksimum yang aa- pat dicapai oleh pengering tipe bak ... Hasil pengujian rata-rata

Hal ini disebabkan karena bahan bakar sekam hanya mampu menaikan suhu air dalam drum rata-rata sebesar 36 derajat Celsius yang menyebabkan suhu air masuk ke penukar

[r]

Parameter kinerja yang digunakan meliputi kinerja dua sub sistem yaitu: sub sistem rumah kaca sebagai alat pengering meliputi penyebaran suhu dalam rumah kaca,

Hal ini disebabkan karena bahan bakar sekam hanya mampu menaikan suhu air dalam drum rata-rata sebesar 36 derajat Celsius yang menyebabkan suhu air masuk ke penukar

Instalasi sistem pengeringan secara terpadu dengan unit pembangkit panas tungku biomassa dan penukar panas merupakan upaya mengatasi kendala alam seperti mendung dan hujan

pengujian alat pengering hybrid (surya-biomassa) tipe rak tanpa bahan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu pada alat