• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. Pengembangan kerupuk

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan renyah (Setiawan, 1988). Purnomo et. al.(1984) dalam Lavlinesia (1995) menyatakan bahwa pengembangan kerupuk dipengaruhi oleh komposisi bahan. Pada dasarnya fenomena pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan menjadi produk yang mengembang.

Pada proses pengembangan kerupuk mentah mengalami pemanasan pada suhu yang sangat tinggi, sehingga molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk (Setiawan, 1988).

Pengembangan kerupuk dipengaruhi juga oleh suhu pada saat penggorengan, semakin tinggi suhu penggorengan yang digunakan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng kerupuk. Selanjutnya setelah mencapai volume pengembangan maksimum, volume pengembangan akan menurun dengan semakin meningkatnya suhu penggorengan. Selain itu suhu penggorengan yang merata sangat diperlukan agar diperoleh pengembangan kerupuk goreng yang merata (Zulviani, 1992).

2.6Pengering Efek Rumah Kaca

Pada awalnya, penggunaan bangunan tembus cahaya adalah untuk melindungi tanaman dari gangguan alam yang tidak menguntungkan. Perkembangan selanjutnya banyak digunakan sebagai alat pengering (Huang dan Bower, 1981 dalam Darmawan, D, 2003)

Bangunan tembus cahaya merupakan suatu bangunan dengan dinding dan atapnya terbuat dari lapisan transparan. Lapisan transparan ini memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan yaitu atap, dinding, lantai, rangka bangunan dan bagian-bagian lainnya. Radiasi yang dipancarkan dari elemen-elemen bangunan berupa radiasi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu di dalam bangunan menjadi lebih tinggi. Efek inilah yang disebut Efek Rumah Kaca (ERK).

Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan radiasi gelombang panjang yang dihasilkan tersekat keluar. Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar tersebut diteruskan selain diserap dan dipantulkan kembali (Huang, 1986 dalam Agriana, D, 2006). Oleh karena itu lapisan penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki nilai transmisivitas yang tinggi dengan absorpsivitas dan refleksivitas yang rendah (Abdullah, et al., 1998). Tabel berikut menyajikan karakteristik beberapa bahan tembus cahaya.

Tabel 1. Transmisi cahaya dan panas dari matahari (panjang gelombang pendek) beberapa bahan transparan

Jenis Bahan Transmisi

Cahaya (%)

Transmisi Panas (%)

Udara 100 100

Kaca (double strength) 90 88

FRP (fiberglass reinforced plastic) 85-95 - Polyethylene :

a. 1 lapisan 88 -

b. 2 lapisan 81 -

c. dengan (3/6)” ruang udara 85 - Fiberglass : a. Bening (clear) 92-95 63-68 b. Warna jahe 81 61-68 c. Kuning 64 37-43 d. Putih salju 63 30-34 e. Hijau 62 60-68 f. Merah kekuningan 61 57-66 g. Jernih (canary) 25 20-23

Sumber : Nelson, 1978 dan 1981 dalam Agriana, D (2006)

2.7Pemanas Tambahan

Energi surya merupakan bentuk energi yang intermitten sehingga usaha untuk menyimpan maupun memperpanjang penggunaan energi surya telah dilakukan. Secara umum penyimpanan energi surya tersebut bisa dilakukan dalam bentuk mekanik, kimia dan panas.

Pemanas tambahan dalam sistem pengeringan merupakan bentuk usaha untuk mempertahankan suhu ruangan pada tingkat tertentu yang diinginkan, disesuaikan dengan keadaan bahan serta keadaan cuaca di sekitar sistem pengeringan. Bentuk dari pemanasan tambahan diwujudkan melalui suatu alat atau mesin yang dapat digunakan untuk menambah atau memindahkan sejumlah panas tertentu pada ruang pengeringan. Pemanfaatan panas yang bersifat limbah seperti gas buangan dari proses industri, panas dari perkandangan ternak, minyak tanah dan lain-lain akan berguna jika panas tersebut dimanfaatkan menjadi bentuk panas tambahan melalui mekanisme pertukaran panas atau heat exchanger.

Sistem pemanas ruangan dibedakan menjadi sistem pemanasan langsung atau direct system dan sistem pemanasan tidak langsung atau indirect system. Pada sistem pemanasan langsung, energi panas diperoleh dari suatu alat atau mesin yang terletak dalam ruangan yang mampu memberikan panas pada ruang

tersebut. Sedangkan pemanasan tidak langsung, jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk pemanasan ruangan diperoleh dari sistem pemanasan ruangan untuk kemudian dipindahkan ke dalam ruangan dalam bentuk yang sama ataupun dalam bentuk lain melalui mekanisme heat exchanger (J.L Wood et al., 1981 dalam Sari, Perwita, 2005).

2.8Hasil-hasil Penelitian tentang Pengeringan Dengan Efek Rumah Kaca Abdullah et. al. (1998) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama ERK. Pengering bangunan segi empat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Dengan menyatukan absorber di dalam ruang pengering memberikan keuntungan lebih dibanding dengan pengering berenergi surya lainnya, dengan kolektor terpisah yang umumnya memerlukan luasan yang besar. Dengan demikian biaya pembuatan alat pengering ini lebih dapat dihemat. Selanjunya penelitian uji coba pengering ERK dilakukan untuk berbagai komoditi, mulai dari produk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan produk pangan.

Nelwan (1997) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakan diatas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengering yang dihasilkan adalah 18.4 % dan efisiensi energi terbesar 12.9 MJ/kg uap air. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 61.7 % bb hingga 7 % bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah minyak tanah.

Madani (2002) melakukan uji kerja alat pengering efek rumah kaca tipe rak dengan energi surya untuk pengeringan kerupuk udang. Berdasarkan pengujiannya, alat ini mampu menghasilkan suhu pengeringan berkisar 35-45ºC dengan RH optimum berkisar 50-60 %. Pemanas tambahan yang terletak ditengah-tengah rumah kaca menyebabkan suhu pada tempat tersebut lebih tinggi dari sekitarnya walaupun sebaran suhunya cukup merata. Efisiensi sistem pengeringan terbaik pada siang hari tanpa pemanas tambahan sebesar 38.64 % pada beban optimum 152.98 kg selama 9.4 jam. Sedangkan efisiensi terbaik

dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23 % dengan kondisi beban optimum 157.34 kg selama 17.4 jam.

Suherman (2005) melakukan uji pada alat pengering ERK berbentuk kerucut. Alat ini dapat mengeringkan 108 kg rumput laut selama 30 jam dengan pemanas tambahan dan selama 32 jam tanpa pemanas tambahan. Suhu rata-rata yang dicapai oleh alat pengering ini adalah 44.16ºC. Pengering ini menggunakan 3 kipas sebagai outlet dan 3 lubang tanpa kipas sebagai inlet udara. Laju udara inlet dan outletnya sebesar 0.262 m/s dan 0.32 m/s. Efisiensi pengering dan efisiensi total sistem dari alat pengering ini sebesar 27.23 % dan 11.25 %.

Wulandani (1997), pada percobaan pengeringan kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam bangunan berdinding transparan UV stabilized plastic tipe rak, menghasilkan efisiensi pengeringan 57.7 % dan efisiensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air. Dengan suhu pengering 37ºC, untuk menurunkan kadar air kopi dari 68 % bb sampai 13 % diperlukan waktu 72 jam, efektif pada siang hari.

Dokumen terkait