SIMULASI PROSES PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN
DENGAN MESIN PENGERING SURYA TIPE EFEK RUMAH KACA
(ERK)-HYBRID DENGAN WADAH SILINDER
F.X. LILIK TRI MULYANTARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dengan Wadah Silinder adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
FX. Lilik Tri Mulyantara
ABSTRACT
F.X. LILIK TRI MULYANTARA. Simulation for shelled corn drying process with hybrid-green house effect (GHE) solar dryer with cylinder type. Under direction of LEOPOLD OSCAR NELWAN, SRI ENDAH AGUSTINA and TEGUH WIKAN WIDODO.
Generally uniformity of moisture content was difficult to be reached due to un-mixed product during drying process. A study on performance of hybrid-green house effect (GHE) solar dryer with rotary drum chamber for shelled corn drying has been conducted. The objectives of this research were: to evaluate performance of hybrid-GHE solar dryer with cylinder type, to develop model to predict temperature, relative of humidity, and decreasing of shelled corn moisture content and to validate the model which developed by the experimental data. The model was constructed based on heat and mass balance. The models were solved by Euler’s finite difference method.
Three experiments have been conducted and the results showed that the
range of room temperature and relative hummidity were 34.0-41.0 °C and
60.2-76%, respectively. Based on this condition, 1114.1-1304.3 kg mass of shelled corn with the initial moisture content 22.28-24.87% wb. could be dried until to 15.92-17.58% wb. in 8-11 hours. By rotating the cylinder 15 minutes per hour, difference of inside and outside temperature of shelled corn layer was 0-9.8°C and
moisture content was 0-2.3% wb. The drying capacity was 118.57-161.76 kg/h.
Spesific energy consumption and main cost were 6.03-10.13 MJ/kg and 75.89-124.37 Rupiah/kg, respectively. Total efficiency with solar iradiation and without solar iradiation were 19.88-39.15% and 22.51-46.06%, respectively. The models that had developed has already explain the experiment data. Coefficient of determinant (COD) of model with experiment data for room temperature, relative of humidity, grain temperature, water tank temperature, and moisture content were 0.74, 0.09, 0.35, 0.91 and 0.98, respectively. The absolute percentage deviation (APD) were 1.29%, 5.89%, 1.79%, 3.5% and 0.86%. Simulation for rotating cylinder showed that by continuous rotating had the highest influence for uniformity of temperature and moisture content. The result showed that this treatment had smallest difference of inside and outside temperature and moisture
content were 0.05-1.78°C and 0.14-0.56% wb. respectively. Simulation for input
changing showed that by using higher mass flow rate was 0.8 kg/second had the best influence for uniformity of temperature. The result showed that this treatment
had smallest difference of inside and outside temperature was 0.31-7.81°C and the
APD was 3.82%. And by adding 10% iradiation input had the highest influence for uniformity of moisture content. The result showed that this treatment had smallest difference of inside and outside moisture content was 0.14-2.94% wb. and the APD was 1.09%.
RINGKASAN
F.X. LILIK TRI MULYANTARA. Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dengan Wadah Silinder. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN, SRI ENDAH AGUSTINA dan TEGUH WIKAN WIDODO.
Pada proses pengeringan keseragaman kadar air biasanya sulit dicapai tanpa adanya pengadukan. Untuk itu kajian terhadap unjuk kerja pengering efek rumah kaca (ERK)-hybrid tipe silinder berputar, sebagai pengadukan, untuk mengeringkan jagung pipilan perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji kinerja mesin pengering ERK-hybrid tipe wadah silinder, merumuskan model matematik untuk menduga perubahan suhu, RH udara dan penurunan kadar air jagung pipilan selama pengeringan dan melakukan validasi terhadap model yang dikembangkan dengan menggunakan data aktual hasil pengujian. Model yang dikembangkan berdasarkan pada keseimbangan panas dan massa. Metode beda hingga Euler digunakan dalam penyelesaian model-model tersebut dengan bahasa pemrograman komputer Visual Basic.
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipilan varietas hybrida yang diperoleh dari pemasok pakan ternak. Pengujian alat pengering ERK-hybrid tipe silinder berputar ini dilakukan tiga kali dengan massa awal dan kadar air awal yang berbeda.
Hasil dari tiga pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
rata-rata suhu ruang berkisar antara 34,0-41,0 °C dengan RH berkisar antara
60,2-76%. Dengan kondisi demikian massa jagung sebanyak 1114,1-1304,3 kg dari kadar air awal 22,28-24,87% bb. dapat dikeringkan menjadi 15,92-17,58% bb. dengan waktu 8-11 jam. Dengan pemutaran silinder selama 15 menit setiap jamnya, perbedaaan suhu dan kadar air yang terjadi pada lapisan dalam dan
lapisan luar berturut-turut adalah 0-9,8°C dan 0-2,3% bb. Konsumsi energi
ruang, suhu lapisan jagung dalam tumpukan, suhu air dalam tangki, dan kadar air secara berturut-turut mempunyai koefisien determinasi (COD) 0,74; 0,09; 0,35; 0,91 dan 0,98 dan persentase simpangan mutlak (APD) berturut-turut 1,29%; 5,89%; 1,79%; 3,5% dan 0,68%. Simulasi terhadap putaran silinder menghasilkan bahwa pemutaran silinder secara terus-menerus mempunyai selisih suhu lapisan
dalam dan lapisan luar terkecil yaitu 0,05-1,78°C dengan nilai persentase
simpangan 3,67% dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar terkecil 0,14-0,56% bb. dengan nilai persentase simpangan mutlak 0,43%. Simulasi terhadap perubahan input menghasilkan bahwa penambahan laju udara masuk ruang pengering menjadi 0,8kg/detik paling berpengaruh dan menghasilkan suhu yang lebih seragam. Selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar yang terjadi
sebesar 0,31-7,81°C dengan nilai APD 3,82%. Sementara penambahan input
iradiasi sebesar 10% paling berpengaruh dan menghasilkan kadar air yang lebih seragam. Selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar jagung yang terjadi sebesar 0,14-2,94% bb. dengan nilai APD 1,09%.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
SIMULASI PROSES PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN
DENGAN MESIN PENGERING SURYA TIPE EFEK RUMAH
KACA (ERK)-HYBRID DENGAN WADAH SILINDER
F.X. LILIK TRI MULYANTARA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Thesis : Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dengan Wadah Silinder
Nama : F.X. Lilik Tri Mulyantara
NRP : F151060111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Leopold Oscar Nelwan, M.Si Ketua
Ir. Sri Endah Agustina, MS Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo, M.Sc
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan September 2007 ini adalah Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dengan Wadah Silinder.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T atas bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis, Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS sebagai anggota komisi pembimbing atas segala koreksi, bimbingan dan motivasinya, Bapak Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan masukan-masukan dalam penyelesaian tesis, serta Bapak Dr. Ir. Suroso, M. Agr selaku dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran bagi penulisan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI melalui Proyek Penelitian KKP3T Tahun 2007 yang telah membantu membiayai penelitian. Tak lupa ungkapan terimakasih disampaikan kepada teman-teman TEP angkatan tahun 2006 dan teknisi serta laboran Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Fateta IPB yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Anunsiata Roosita atas doa, dorongan dan kasih sayangnya selama menempuh pendidikan dan penyelesaian penulisan tesis ini.
Semoga tesis dan hasil penelitian yang telah dilakukan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
F.X. Lilik Tri Mulyantara dilahirkan di Bantul pada tanggal 19 Desember 1968, adalah putra ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Sukidjo dan Ibu Yustrini.
Penulis lulus dari SMA Kolese De Britto Yogyakarta pada tahun 1987 dan melanjutkan pendidikan ke Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada November 1995 penulis menyelesaikan pendidikan S1. Dari Maret 1996 sampai dengan April 1999 penulis bekerja di Bagian Riset dan Pengujian CV. Karya Hidup Sentosa, selanjutnya April 1999 sampai dengan sekarang mengabdi sebagai Staf Perekayasa di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR...iv
DAFTAR LAMPIRAN ...v
DAFTAR SIMBOL ...vi
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang...1
Tujuan Penelitian...3
TINJAUAN PUSTAKA ...4
Jagung...4
Pasca Panen Jagung ...4
Pengeringan ...5
Pengeringan Lapisan Tipis ...7
Pengeringan Lapisan Tebal ...8
Pengering Efek Rumah Kaca...9
Pemodelan untuk Pengeringan ...11
BAHAN DAN METODE...12
Waktu dan Tempat...12
Bahan dan Alat ...12
Bahan ...12
Alat ...12
Pengujian Alat Pengering ERK-Hybrid Tipe Silinder ...13
Pengambilan Data...13
Penyusunan Model Matematik ...18
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Ruangan...19
Keseimbangan Panas pada Komponen dalam Ruangan...19
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Silinder Bagian Dalam ...20
Keseimbangan Panas Air di dalam Penukar Panas ...20
Keseimbangan Panas Air di dalam Tangki...20
Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Tumpukan Jagung...20
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Tumpukan Jagung ...21
Keseimbangan Panas pada Jagung yang Dikeringkan ...21
Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Ruangan ...22
Penurunan Kadar Air ...22
Koefisien Pindah Panas Volumetrik...22
Efisiensi Penggunaan Energi ...23
Pengaruh Perubahan Input terhadap Output (Analisis Sensitivitas)...23
Analisis Ekonomi ...24
HASIL DAN PEMBAHASAN ...26
Hasil Pengujian dan Performansi Alat Pengering ERK-Hybrid...26
Iradiasi, Suhu dan RH Lingkungan ...26
Penggunaan Sumber Energi Tambahan...28
Suhu dan RH Ruang Pengering ...29
Suhu Tungku dan Inlet ...30
Suhu Lapisan dalam Tumpukan Jagung...31
Penurunan Kadar Air Jagung Pipilan ...34
Masukan Energi Alat Pengering ERK-Hybrid ...36
Efisiensi Alat Pengering ERK-Hybrid ...38
Keseimbangan Massa Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Pengering ERK-Hybrid...38
Energi untuk Pengadukan...39
Biaya Pokok Pengeringan...39
Validasi Model ...42
Perubahan Suhu dan RH Ruang ...42
Suhu Lapisan Jagung dalam Silinder...43
Suhu Air dalam Tangki...44
Penurunan Kadar Air ...45
Simulasi Pengeringan dengan Pengeringan ERK-hybrid...46
Simulasi Pemutaran Silinder ...46
Simulasi Pengaruh Perubahan Input terhadap Output (Analisis Sensitivitas) ...50
KESIMPULAN DAN SARAN ...54
Kesimpulan...54
Saran ...55
UCAPAN TERIMAKASIH ...56
DAFTAR PUSTAKA...57
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Lima besar provinsi penghasil jagung (pipilan kering) dalam ton, 2002-2006...1
2. Standar mutu jagung pipil...5
3. Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan ...29
4. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan...37
5. Efisiensi alat pengering ERK-Hybrid...38
6. Komponen-komponen biaya tetap...40
7. Komponen-komponen biaya tidak tetap...40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pengering ERK-hybrid tipe silinder. ...12
2. Tahapan penelitian...13
3. Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder ...14
4. Diagram alir proses pengeringan jagung pipilan...15
5. Titik pengambilan suhu dan kecepatan udara...16
6. Titik pengambilan sampel kadar air ...17
7. Skematik tempat sub-sistem yang ditinjau dalam penyusunan model. ...18
8. Alur proses simulasi ...25
9. Iradiasi matahari pengujian I, II, dan III...26
10.Lama penyinaran, total dan rata-rata iradiasi selama ...27
11.Suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung ...28
12.Rata-rata suhu dan RH lingkungan selama...28
13.Suhu dan RH ruang selama pengeringan berlangsung ...29
14.Rata-rata suhu dan RH ruang pengering selama ...30
15.Suhu tungku dan inlet selama pengeringan ...31
16.Sebaran suhu pada tiga lapisan berbeda ...32
17.Rata-rata suhu pada tiga lapisan berbeda ...32
18.Kondisi suhu di tahap awal dan tahap akhir di tiga lapisan...33
19.Penurunan kadar air di tiga lapisan berbeda...35
20.Laju penurunan kadar air setiap lapisan ...36
21.Komposisi jagung pipilan dan air yang diuapkan. ...36
22.Konsumsi energi pengeringan pengujian I, II dan III...37
23.Kontribusi biaya tetap dan tidak tetap pada biaya pokok ...41
24.Perubahan suhu ruang hasil perhitungan dan ...43
25.Perubahan RH ruang hasil perhitungan dan ...43
26.Suhu rata-rata hasil perhitungan dan hasil pengukuran...44
27.Suhu air dalam tangki hasil perhitungan dan hasil pengukuran ...45
28.Penurunan kadar air hasil perhitungan dan hasil pengukuran ...46
29.Hasil simulasi pengaruh pemutaran silinder terhadap perubahan ...47
30.Persentase simpangan mutlak suhu lapisan dalam ...48
31.Hasil simulasi pengaruh pemutaran silinder terhadap...49
32.Persentase simpangan mutlak kadar air lapisan ...50
33.Perbandingan perubahan suhu yang terjadi ...51
34.Persentase simpangan mutlak suhu lapisan ...52
35.Perbandingan perubahan kadar air yang terjadi ...52
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar pengeringan hamparan, pengering bak datar model segiempat dan
pengering kontinyu (recirculating batch dryer)...62
2. Nilai-nilai yang digunakan dalam simulasi ...63
3. Contoh ekspresi persamaan dengan metode beda hingga (finite difference) Euler untuk keseimbangan panas pada komponen dalam ruangan ...64
4. Tampilan program ...65
5. Data suhu hasil simulasi ...66
6. Data suhu pengering ERK-Hybrid pengujian I ...67
7. Data suhu tungku, cerobong, dan iradiasi matahari pengujian I ...68
8. Data suhu pengering ERK-Hybrid pengujian II ...69
9. Data suhu tungku, cerobong, dan iradiasi matahari pengujian II ...70
10.Data suhu pengering ERK-Hybrid pengujian III...71
11.Data suhu tungku, cerobong, dan iradiasi matahari pengujian III...72
12.Data digunakan untuk mendapatkan biaya tetap dan biaya tidak tetap...73
DAFTAR SIMBOL
Igl Iradiasi selang pengukuran ganjil W/m2
Igp Iradiasi selang pengukuran genap W/m2
Ii Iradiasi awal W/m2
m& Laju aliran udara ruang pengering kg/det
v
m& Laju aliran massa air yang diuapkan kg/det
amb
Q2 Energi yang masuk (dikonsumsi) oleh sistem,
dengan iradiasi kJ
Q3 Energi yang masuk (dikonsumsi) oleh sistem,
tanpa iradiasi kJ
r Jari-jari lingkaran m
s Rasio keliling silinder yang tertutup terhadap keliling
silinder dalam -
t Waktu dalam persamaan (1) dan (2) detik
tg Suhu bahan C
Simbol Latin Satuan
T Suhu mutlak K
Ta Suhu udara C
U Koefisien pindah panas total W/moK
W Massa kg
n Jumlah data -
y Nilai hasil perhitungan/pengukuran
α Absorptivitas -
τ Transmisivitas -
θ Waktu det
ηk Efisiensi kipas %
ηr Efisiensi panas bangunan pengering %
ηUP Efisiensi pengeringan oleh udara pengering %
ηP Efisiensi total sistem %
ηE Kebutuhan energi spesifik kJ/kg
ρc Kerapatan kg/m3
Subskrip Simbol
abs Absorber
amb Udara lingkungan
at Atmosfer
b Bahan bakar
d Kering (dry)
HE Heat exchanger hit Hasil perhitungan
inlet Suhu udara masuk ruang pengering
r Udara dalam ruang
sil Silinder
T Tangki
ukur Hasil pengukuran
v Uap air
w Air
Latar Belakang
Perkembangan produksi jagung yang cepat sebagai bahan baku industri dimotori oleh dinamika permintaan industri pakan ternak. Negara berkembang, dengan konsumsi produk peternakan yang cenderung meningkat akibat pertambahan penduduk, urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi memberi pengaruh kepada permintaan jagung yang semakin tinggi. Rachman (2002) juga menyebutkan bahwa kebutuhan jagung cenderung meningkat dengan laju 0,34% per tahun seiring dengan pesatnya permintaan jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak yang membutuhkan kontinuitas pasokan.
Seiring dengan kondisi di atas perkembangan produksi jagung di Indonesia terus meningkat. Sentra produksi terbesar jagung di Indonesia didominasi oleh lima provinsi seperti tersaji dalam Tabel 1 (Anonim, 2007). Untuk itu kegiatan pasca panen terutama pengeringan dan penyimpanan harus ditingkatkan sesuai dengan peningkatan produksi jagung tersebut, karena tahapan pengeringan adalah paling krusial yang menyangkut kualitas dan mutu jagung. Kegiatan pasca panen yang dilakukan petani masih terbatas pada penjemuran untuk mencapai kadar air 20-25%. Pemipilan umumnya menggunakan jasa pemipil. Pengeringan jagung untuk mencapai kadar air 14% biasanya dilakukan oleh pedagang besar atau industri pengolahan dengan menerapkan teknologi maju (Pasandaran, 2003).
Tabel 1 Lima besar provinsi penghasil jagung (pipilan kering) dalam ton, 2002-2006.
Provinsi
Tahun Jawa Timur Jawa
Tengah
Lampung Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Indonesia
2002 3 692 146 1 505 706 989 323 640 593 661 005 9 654 105
2003 4 181 550 1 926 243 1 087 751 687 360 650 832 10 886 442
2004 4 133 762 1 836 233 1 216 974 712 560 674 716 11 225 243
2005 4 398 502 2 191 258 1 439 000 735 446 705 995 12 523 894
Sumber : Anonim, 2007
masih melimpah dan terbarukan seperti energi surya sangat diharapkan untuk mengatasi masalah di atas.
Energi surya dapat digunakan untuk mengeringkan produk pertanian dengan dua
cara, yaitu dengan hamparan (lihat Lampiran 1) atau dengan pengering mekanis (artificial
drying). Tetapi pengeringan dengan hamparan mempunyai beberapa kelemahan seperti: tergantung dengan cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama. Pengering mekanis kemudian dibuat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pengeringan dengan hamparan tersebut. Salah satu pengering mekanis yang memanfaatkan energi surya untuk proses pengeringan
adalah pengering surya tipe efek rumah kaca (ERK) atau green house effect (GHE) solar
dryer (Kamaruddin, 1995 dalam Manalu, 1999).
Meskipun energi surya di Indonesia relatif melimpah ternyata dalam Nelwan (1997) disebutkan bahwa input energi yang berasal dari iradiasi surya hanya berkisar antara 10,7-16,4% dari keseluruhan energi yang digunakan untuk pengeringan kakao dengan pengering ERK. Sehingga pengembangan selanjutnya pengering ERK selalu membutuhkan pemanas tambahan, sehingga kemudian disebut sebagai pengering ERK-hybrid. Pengering ERK-hybrid lebih berkembang dibandingkan dengan pengering surya yang lain, misalnya dengan kolektor datar antara lain disebabkan karena berdasarkan teknik optimasi diketahui bahwa biaya yang digunakan untuk kolektor datar sebagai sistem pengering cukup tinggi (Kamaruddin, 1993; 1995 dalam Nelwan, 1997).
Dalam proses pengeringan suatu bahan, kontinuitas, keseragaman suhu dan kadar air adalah masalah yang sangat penting. Keseragaman kadar air akhir bahan sangat sulit sekali dicapai bahkan dalam pengeringan mekanis, kecuali dilakukan pembalikan atau pengadukan dalam selang waktu tertentu. Widodo dan Hendriadi (2004) mengatakan pengeringan bahan pertanian dengan pengering tipe bak datar menghasilkan kadar air akhir yang kurang seragam pada lapisan bawah, tengah, dan atas. Perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan bawah dan atas sebesar 4-6% untuk pengering bak datar juga
disebutkan oleh Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000). Kelemahan pengering tipe bak
yang digetarkan terhadap kakao dan menghasilkan konsumsi energi spesifik (KES) sebesar 17,8-41,3 MJ/kg dan Manalu (1999) juga untuk mengeringkan kakao dengan pengadukan horisontal menghasilkan KES 7,2 sampai 9,3 MJ/kg. Nelwan (2007) juga melakukan pengeringan dengan rak berputar dan menghasilkan KES 7,9 sampai dengan 9,9 MJ/kg. Sulikah (2007) menyimpulkan bahwa proses pemutaran dalam pencampuran (pengadukan) jagung pipilan pada pengeringan silinder putar selama 5 menit setiap 15 menit, telah diperoleh campuran yang merata sehingga suhu bahan yang dikeringkan juga merata.
Widodo et al. (2005) melakukan penelitian pengeringan dengan rotary drier untuk melihat
proses dehidrasi cabai yang dikeringkan dan diperoleh kualitas yang paling baik adalah dengan melakukan pemutaran bahan 4 rpm selama 5 menit per 30 menit dengan suhu 70oC.
Dengan memperhatikan kelebihan pengering ERK-hybrid dan proses pengadukan selama pengeringan yang telah dilakukan sebelumnya, untuk maksud pengembangan selanjutnya akan dilakukan simulasi yang diharapkan mampu menghitung konsumsi energi spesifik optimum untuk pengeringan jagung pipilan. Simulasi yang dilakukan berdasarkan pemodelan matematik keseimbangan panas dan massa. Penggunaan simulasi sistem akan sangat menguntungkan karena dapat menghindari kesulitan atau secara biaya terlalu besar untuk membuat sistem nyata (Stoecker, 1971).
Tujuan Penelitian
1. Melakukan uji kinerja pengering ERK-hybrid tipe wadah silinder dan menghitung energi dan biaya operasi.
2. Merumuskan model matematik untuk menghitung perubahan suhu, RH udara dan penurunan kadar air jagung pipilan selama pengeringan dengan pengering ERK-hybrid tipe wadah silinder
Jagung
Jagung (Zea mays L.) termasuk famili Gramineae, sub famili Maydeae, genus Zea
dan spesies mais. Jagung tumbuh baik di daerah beriklim sedang yang panas, daerah
beriklim subtropis yang basah dan dapat tumbuh baik di daerah tropis. Jagung merupakan tanaman berumah satu yaitu bunga jantan dan betina letaknya dalam satu tanaman (Sandewi, 2005).
Pasca Panen Jagung
Panen terbaik perlu memperhatikan dua hal, yaitu ketepatan umur panen dan cara panen. Panen pada umur optimum akan memperoleh jagung dengan mutu terbaik, sedangkan panen lebih awal akan menghasilkan jagung dengan kadar butir keriput tinggi dan panen pada fase kelewat matang menyebabkan jagung banyak rusak. Biasanya jagung
siap dipanen apabila kadar air bji mencapai 30-40% (Mudjisihono et al., 1993). Namun
petani biasanya menentukan waktu panen berdasarkan kenampakan kelobot atau menduga umur panenya saja. Panen dalam bentuk tongkol berkelobot merupakan cara yang banyak dilakukan petani. Tergantung kondisi wilayah, panen jagung dapat dibedakan menjadi dua cara. Pada daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap pada tanaman hingga kering (kadar air 17-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot pada tanaman. Sedangkan daerah dengan daerah curah hujan cukup tinggi, petani biasanya memanen jagung ketika masih segar (kadar air 30-40%). Batang jagung dipotong dengan sabit pada ketinggian sejajar pinggang, kemudian jagung diambil dan kelobotnya dikupas (Purwadaria, 1988 dalam Munarso dan Thahir, 2002). Pengeringan jagung dilakukan dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan agar jagung mudah dipipil dan terhindar dari kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Pengeringan kedua dimaksudkan untuk menurunkan kadar air air jagung sehingga siap disimpan untuk jangka waktu tertentu (Munarso dan Thahir, 2002).
hari setelah tanam dan tergantung dari varietas yang digunakan. Pada umur tersebut biasanya daun jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuning-kuningan, selanjutnya jagung dipisahkan antara jagung yang layak jual dengan jagung busuk, muda dan berjamur. Jagung yang layak jual kemudian diproses selanjutnya atau dilakukan proses pengeringan. Setelah dilakukan pemipilan, butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan. Pada pengeringan butiran (pipilan), kadar air jagung diturunkan sampai kadar air sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Standar mutu jagung pipilan yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dapat dilihat seperti Tabel 2 (Anonim, 1995).
Tabel 2 Standar mutu jagung pipil
Persyaratan Mutu (% maks) Komponen Utama
I II III IV
Kadar air Butir rusak Butir warna lain Butir pecah Kotoran
Pengeringan adalah suatu proses yang menyangkut perpindahan panas dan massa, oleh karena itu diperlukan energi. Energi yang diserap proses ini mencapai kurang lebih 12% dari total energi yang digunakan pada industri pangan dan pertanian dunia (Strumillo
et al., 1995 dalam Manalu, 1999). Henderson dan Perry (1989) menyebutkan bahwa pengeringan adalah proses mengeluarkan air dari suatu produk sampai pada kadar air yang setimbang dengan keadaan udara atmosfer normal, atau pada kadar air dimana penurunan kualitas jamur, aktifitas enzim dan serangga dapat diabaikan. Menghilangkan kadar air adalah mengeluarkan air sehingga kadar air menjadi sangat rendah, mendekati keadaan
kering mutlak (bone-dry). Hall (1957) menyatakan bahwa pengeringan merupakan proses
pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Sedangkan menurut Mujumdar dan Devahastin (2001), pengeringan adalah operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan mutu.
nasional untuk operasi pengeringan di industri berkisar dari 10-15% untuk Amerika Serikat, kanada, Perancis, dan Inggris dan bahkan di Denmark dan Jerman mencapai hingga 20-25% (Mujumdar dan Devahastin, 2000). Besarnya energi yang digunakan dalam pengeringan ini membutuhkan perhatian untuk dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut sehingga kebutuhan energi dapat dikurangi.
Selain pengering untuk produk makanan dan industri lainnya, pengering untuk jagung-jagungan telah berkembang di Indonesia meskipun masih banyak terjadi
kelemahan-kelemahan yang ditemui di lapangan. Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000),
menyebutkan bahwa alat pengering yang banyak beredar pada saat ini adalah sistem pemanasan langsung tipe bak datar model segiempat (lihat Lampiran 1) yang mempunyai kelemahan terjadi perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan bawah dan atas sebesar 4-6%, serta laju pengeringan yang relatif lambat. Pengeringan bahan pertanian dengan pengering tipe bak datar menghasilkan kadar air akhir yang kurang seragam dikatakan pula oleh Widodo dan Hendriadi (2004), bahwa selain lama pengeringan jagung pipilan yang dilakukan dengan bak datar segiempat pada suhu 45-70ºC membutuhkan waktu sekitar 13 jam, laju pengeringan rata-rata yang terjadi adalah 0,77 %/jam, selama 4 jam pertama penurunan kadar air yang terjadi adalah sebesar 3,67% dan kadar air pada lapisan bawah, tengah, dan atas tidak seragam.
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong telah mengembangkan
alat pengering jagung recirculating batch dryer dengan kapasitas 2 ton dengan sumber
panas kompor minyak tanah dengan rancangan laju pengeringan 1% per jam. Pada alat ini jagung pipilan disirkulasikan secara bertahap untuk dikeringkan pada ruang pengering sehingga kadar air jagung lebih seragam dan pengaturan kadar air lebih mudah dilakukan (Thahir et al., 2000).
menjadi 15% adalah 29 jam, dengan laju pengeringan 0,58% per jam dan biaya
pengeringan Rp. 250 per kg. (Sinuseng et al., 2001 dalam Munarso dan Thahir, 2002).
Pengeringan Lapisan Tipis
Lapisan tipis adalah lapisan bahan yang tebalnya adalah setebal satu lapisan bahan yang suhu dan kadar air bahan di setiap lapisan adalah seragam (Anwar, 1992). Henderson dan Perry (1976) mendefinisikan pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana semua bahan yang terdapat dalam lapisan menerima secara langsung aliran udara dengan suhu dan kelembaban yang konstan, dimana kadar air dan suhu bahan seragam. Thahir (1986) mengemukakan, pengeringan lapisan tipis dikembangkan berdasar asumsi bahwa lapisan tipis tersebut sebagai satu-kesatuan, tidak sebagai individu bahan dimana pengeringannya terjadi secara difusi mengikuti bentuk fisik tertentu.
Sesuai dengan kondisi bahan yang seragam dalam lapisan bahan, maka penampilan pengeringan lapisan tipis merupakan gambaran dari penampilan pengeringan individual bahan. Oleh sebab itu, untuk memprediksi penampilan pengeringan lapisan tipis dapat didekati dengan tampilan pengeringan individu bahan dalam lapisan tipis (Anwar, 1992).
Pengembangan model pengeringan memberikan perhatian yang lebih besar kepada
laju pengeringan menurun. Brooker et al. (1992), mengemukakan untuk memprediksi
pengeringan lapisan tipis telah dikembangkan berbagai model pendekatan: model teoritis,
model semi-teoritis dan model empiris. Luikov, dalam Brooker et al. (1992), dengan
pendekatan teoritis mengembangkan persamaan penduga pengeringan lapisan tipis dalam bentuk persamaan diferensial berdasarkan karakteristik fisik air atau uap air pada bahan berpori, dimana migrasi uap terjadi karena: perbedaan konsentrasi air, gaya kapiler, perbedaan tekanan, perbedaan suhu, perbedaan konsentrasi uap dan difusi. Koefisien yang ada dalam persamaan diferensial merupakan perpaduan dari keadaan suhu, uap air, gradien
tekanan uap air, energi dan total perpindahan massa. Menurut Husain et al. (1972) dalam
Brooker et al. (1992) pada banyak bahan hasil pertanian, pengaruh gradien suhu dapat
⎥
dimana c adalah konstanta sesuai geometri bahan, untuk lempeng nilai c adalah 0, untuk
silinder 1 dan 2 untuk bentuk bola sementara D adalah koefisien difusivitas bahan.
Henderson dan Perry (1976), memberikan model semi-teoritis untuk memprediksi pengeringan lapisan tipis yang juga berdasarkan parameter difusi dan geometri bahan seperti persamaan (2) berikut.
Kt Ae
MR= − ... (2)
dimana A adalah konstanta yang tergantung pada geometri bahan, dengan nilai 0,608 untuk
bola, 0,811 untuk lempeng dan 0,533 untuk tumpukan balokan. K adalah koefisien
pengeringan yang berhubungan dengan faktor difusivitas dan ukuran bahan, dengan nilai
D2/r2, untuk bola dan D2/2xtebal untuk lempengan, dimana D adalah difusivitas bahan
(m2/menit).
Pengeringan Lapisan Tebal
Secara teoritis perhitungan-perhitungan pengeringan jagung pipilan bisa didekati
sebagai lapisan tipis. Pengeringan jagung pipilan biasanya dikeringkan dengan tumpukan tebal sampai 60 cm. Untuk itu perhitungan pengeringan tumpukan tebal bisa didekati sebagai sejumlah dari lapisan tipis. Elfian (1985) menggunakan persamaan yang digunakan Thahir (1984) yang merupakan persamaan lapisan tipis untuk jagung-jagungan dengan model lempeng:
)
dimana X =kθ. Sedangkan Bala (1997), secara semi teoritis menggunakan model
dimana k adalah konstanta pengeringan dan Me adalah kadar air keseimbangan (%,db.),
kedua-duanya merupakan fungsi suhu dan kelembaban. Sementara M adalah kadar air
bahan (%,db.).
Prosedur untuk menghitung pengeringan lapisan tebal dikembangkan dengan menganggap lapisan tebal merupakan susunan dari sejumlah lapisan tipis. Sesuai dengan anggapan itu, maka pengeringan lapisan tebal dinyatakan sebagai pengeringan sejumlah lapisan tipis. Model simulasi pengeringan lapisan tebal yang dikembangkan menurut prosedur pengeringan sejumlah lapisan tipis untuk beberapa komoditi hasil pertanian telah dilakukan pada penelitian-penelitian terdahulu, dengan hasil yang memuaskan.
Anwar (1992), menyebutkan pengembangan model matematik untuk pengeringan cabe merah menggunakan anggapan bahwa pengeringan lapisan tebal cabe merah merupakan pengeringan sejumlah lapisan tipis cabe merah. Jumlah lapisan tipis pada lapisan tebal didekati dengan persamaan (5) berikut.
B A
R= ... (5)
dimana R adalah jumlah lapisan tipis pada lapisan tebal, A adalah tebal lapisan tebal dan
B sebagai tebal lapisan tipis.
Berdasarkan pendekatan lapisan tebal sebagai susunan dari R lapisan tipis, maka
udara pengering keluaran dari lapisan tipis pertama merupakan masukan udara pengering untuk lapisan kedua. Analogi dengan kondisi udara yang keluar dari lapisan tipis pertama dan udara pengering sebagai masukan lapisan tipis kedua, berlaku untuk hubungan pada lapisan-lapisan tipis yang lain. Hubungan itu dapat dinyatakan : keluaran udara pengering lapisan tipis ke (R-1) = masukan udara pengering lapisan tipis ke (R).
Pengering Efek Rumah Kaca
Surya atau matahari memancarkan radiasi energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Pada kondisi optimum energi surya yang mencapai permukaan bumi
besarnya 6-8 kW-jam/m2/hari untuk daerah di sekitar katulistiwa. Sedangkan pada kondisi
Dari jumlah energi yang tersedia diperkirakan bahwa potensi yang jatuh di wilayah Indonesia besarnya 0,48 x 106 kJ/m2 x 1,9 x 1012 m2 = 0,9 x 1018 kJ/tahun, yang kalau
diubah menjadi listrik mempunyai potensi sebesar 28,35 x 1018 MWe. Penerimaan iradiasi
rata-rata di Indonesia sebesar 4,5 kWh/m2/8 jam atau 562,5 W/m2 (Kamaruddin, 1991
dalam Nelwan, 1997).
Energi yang berlimpah ini dapat dimanfaatkan salah satunya untuk proses pengeringan komoditi pertanian. Untuk menangkap energi surya dalam bentuk panas bisa digunakan kolektor sedangkan dalam bentuk listrik digunakan sel fotovoltaik. Pada umumnya pengering energi surya memakai kolektor. Dari hasil perhitungan (Kamaruddin, 1997 dalam Manalu, 1999) diketahui bahwa biaya pembuatan kolektor datar merupakan biaya tertinggi yang diikuti oleh biaya pengadaan kipas angin. Untuk menekan biaya pengeringan terutama pembuatan kolektor adalah dengan mengganti sistem kolektor datar ini dengan pengumpul panas yang mengikuti konsep rumah kaca.
Kamaruddin (1995) dalam Manalu (1999) menyebutkan bahwa pengering surya
tipe efek rumah kaca (ERK) atau green house effect (GHE) solar dryer adalah salah satu
cara pemanfaatan energi surya untuk proses pengeringan. Prinsip ERK adalah dengan membuat suatu bangunan yang dinding dan atapnya terbuat dari bahan transparan berfungsi sebagai penyekat sehingga energi panas yang masuk dapat meningkatkan suhu di dalam bangunan ruang pengeringan. Panas yang terakumulasi dipakai untuk mengeringkan komoditas yang berada dalam bak pengering. Untuk menaikkan suhu udara pengering yang dihasilkan oleh pemanasan energi surya maka digunakan pemanas tambahan.
Pemodelan untuk Pengeringan
Banyak model pengeringan yang telah dikembangkan untuk menduga kinerja dari
pengering yang telah dibuat dan dikembangkan. Pelegrina et al. (1998) mengembangkan
model matematik rotary dryer semi-kontinyu untuk mengeringkan sayuran dengan
merubah-rubah suhu inlet dan RH pengeringan. Iguaz et al. (2003) mengembangkan model
matematik untuk pengeringan produk sampingan dari sayuran dengan rotary dryer, pada
skala pengering semi-industri. Hasil simulasi dapat digunakan untuk menduga bahwa suhu udara inlet paling berpengaruh pada peningkatan laju penurunan kadar air dan laju
perubahan suhu pada kondisi steady state. Franca et al.(1994) melakukan simulasi numerik
untuk membandingkan pengeringan lapisan tebal secara berkala (intermittent) dan
kontinyu (continuous). Diperoleh hasil bahwa pengeringan kontinyu lebih efisien
dibandingkan dengan pengeringan intermitent dari segi waktu. Tetapi pengeringan
intermitent lebihmenghasilkan distribusi kadar air dan suhu yang lebih seragam.
Manalu (1999) dan Nelwan et al. (2007) mengembangkan model keseimbangan
panas pengering ERK untuk mengeringkan jagung kakao sebagai berikut: Suhu atap:
Suhu udara di dalam bangunan:
)
Suhu dinding bak pengering:
f
Suhu lantai:
y
Suhu dinding bangunan:
Waktu dan Tempat
Waktu penelitian ini adalah dari bulan September 2007 sampai dengan bulan Juli 2008. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Energi Surya Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Tekonolgi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang dikeringkan dalam penelitian ini adalah jagung pipilan dari jenis hybrida yang diperoleh dari pemasok industri pakan ternak. Bahan lain yang digunakan adalah tongkol jagung dan minyak tanah sebagai penyalaan bahan bakar awal.
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: alat pengering tipe ERK-hybrid tipe silinder (Gambar 1) yang mempunyai lima komponen utama, yaitu ruang pengering yang berupa atap dan dinding transparan; silinder pengering dengan motor penggerak; tungku bahan bakar biomassa; penukar panas dan kipas; serta kipas pelepas udara. Alat-alat ukur yang digunakan meliputi: timbangan digital AND Model EK-1200A, termokopel tipe T (C-C),
pyranometer, oven pengering SS-204D, hybrid recorder HR-2500E, anemomaster
Kanomax Model 6011, digital balance EK-1200A (AND). Bahasa pemrograman Visual
Basic digunakan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan simulasi.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan seperti diagram alir pada Gambar 2 berikut.
Merumuskan model matematik perubahan suhu, RH dan kadar air
Uji kinerja pengering ERK-hybrid tipe silinder (3 kali ulangan)
Melakukan validasi hasil simulasi dengan salah satu ulangan hasil uji kinerja pengering
ERK-hybrid tipe silinder
Melakukan simulasi terhadap putaran silinder dan pengaruh perubahan input
Gambar 2 Tahapan penelitian
Pengujian Alat Pengering ERK-Hybrid Tipe Silinder
Secara skematis, bagian-bagian alat pengering ERK-hybrid tipe silinder dapat dilihat pada Gambar 3. Pengujian pengering ini dilakukan secara terus-menerus, operasi dilakukan pada siang hari saja untuk memaksimalkan energi dari matahari. Dari beberapa rujukan dan penelitian sebelumnya diketahui pengeringan jagung berlangsung pada kisaran
suhu 40 – 70oC. Widodo dan Hendriadi mengeringkan jagung pipilan dengan suhu
rata-rata 45 - 70oC dan dapat mengeringkan jagung pipilan selama 13 jam.
Kapasitas pengeringan pada penelitian ini adalah 1500 kg (skala kelompok
tani/koperasi) dan suhu pengeringan diambil 60oC. Pengeringan dihentikan jika kadar air
bahan mencapai 16% bb. dengan alasan pengeringan akan diteruskan ke pengeringan selanjutnya.
Pengambilan Data
Ulangan pengujian yang dilakukan untuk validasi adalah sebanyak 3 kali. Metode pengeringan jagung pipilan dengan pengering ERK-hybrid tipe silinder seperti tersaji dalam Gambar 4.
Aliran b. bakar
Aliran udara Aliran air
Gel. pendek
Gel. panjang
Keterangan : 1. Tongkol jagung, 2. Cerobong, 3. Tungku, 4. Tangki air, 5. Pompa air, 6. Pipa outlet-1, 7. Pipa outlet-2, 8. Penukar panas, 8. Penukar panas, 9. Kipas inlet, 10. Motor penggerak, 11. Silinder pengering, 12. Kipas outlet, 13. Inlet udara, 14. Sistem pengering ERK
Gambar 3 Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder
Iradiasi Surya
Data iradiasi surya diukur dengan piranometer yang ditempatkan di sebelah alat pengering ERK-hybrid sedemikian rupa sehingga sinar matahari tidak terhalang. Pengukuran dilakukan pada saat alat pengering dioperasikan sampai matahari terbenam, dengan interval pengukuran 30 menit. Keluaran dari piranometer berupa tegangan (mV).
Tegangan keluaran dari piranometer sebesar 1 mV setara dengan 1000/7 watt/m2, maka
akan diperoleh iradiasi sesaat. Total iradiasi surya harian (Ih) dihitung secara matematis
dengan menggunakan metode Simpson (Purcell dan Varberg, 1990) .
[
+∑
+∑
+Δ
= i gl gp f
h I It It I
t
I 4 2
Jagung kadar air kering panen ±1500 kg, KA 23-25% bb.
Penimbangan dan pemasukkan jagung ke dalam silinder pengering
Pengambilan sampel awal dan pengukuran kondisi awal
Pengadukan
Pengadukan
Pengeringan berakhir (sampai kadar air rata-rata ±16% bb.) Pengukuran suhu setiap setengah
jam dan kadar air per jam Proses pengeringan suhu 60oC kec.
aliran udara inlet ±6 m/s
Pemindahan ke pengeringan selanjutnya (in store dryer, ISD)
Gambar 4 Diagram alir proses pengeringan jagung pipilan.
Suhu, RH Udara dan Suhu Bagian-bagian Alat Pengering dan pada Jagung Pipilan
Suhu dan udara diukur menggunakan termokopel tetapi untuk pengukuran RH digunakan termokopel bola basah dan bola kering, dengan interval pengukuran 30 menit. Bagian-bagian alat pengering yang diukur perubahan suhunya meliputi: plat silinder pengering, lantai, sebelum HE dan sesudah HE, udara masuk silinder pengering, udara keluar pengering, Untuk memperjelas letak termokopel dapat dilihat pada Gambar 5.
Kecepatan Udara
Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemomaster. Bagian-bagian yang diukur meliputi: kecepatan udara masuk ruang plenum, kecepatan udara dalam ruang plenum, kecepatan udara keluar, kecepatan udara yang keluar dari jagung pipilan dalam silinder pengering, dan kecepatan udara luar, dengan interval pengukuran 30 menit. Letak dan jumlah titik pengukuran untuk masing-masing komponen dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengukuran Kadar Air Sampel Jagung Pipilan
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan oven pengering dengan interval pengukuran 60 menit. Titik-titik pengukuran sampel kadar air dapat dilihat pada Gambar
6. Perhitungan kadar air bahan (Brooker et al., 1992) dengan persamaan (12) dan (13)
sedangkan laju penurunan kadar air bahan menggunakan rumus (14).
% 100 .)
(%
0
x W W bb
KadarAir = w
... (12)
% 100 )
(% x
W W bk. KadarAir
d w
= ... (13)
Laju penurunan kadar air bahan :
θ 2
1 M
M t
M = −
∂ ∂
... (14)
Keterangan :
T1 : Suhu tungku, T2 : Suhu cerobong, T3 : Suhu air masuk ke HE, T4 : Suhu air keluar dari HE 1, T5 : Suhu air keluar dari HE 2, T6 : Suhu bola basah sebelum HE, T7 : Suhu bola kering sebelum HE, T8 : Suhu udara masuk pengering, T9 : Suhu bola basah pengering 1, T10 : Suhu bola kering pengering 1, T11 : Suhu lapisan dalam 1, T12 : Suhu lapisan tengah 1, T13 : Suhu lapisan luar 1, T14 : Suhu lapisan dalam 2, T15 : Suhu lapisan tengah 2, T16 : Suhu lapisan luar 2, T17 : Suhu bola basah pengering 2, T18 : Suhu bola kering pengering 2, T19 : Suhu udara dalam pengering, T20 : Suhu bola basah di outlet, T21 : Suhu bola kering di outlet, T22 : Suhu bola basah lingkungan, T23 : Suhu bola kering lingkungan, T24 : Suhu logam pengering, T25 : Suhu lantai ruang pengering, V1 : Kecepatan udara masuk ruang pengering, V2 : Kecepatan udara di dalam ruang plenum, V3 : Kecepatan udara keluar dari ruang pengering, V4 : Kecepatan udara yang keluar dari jagung dalam ruang pengering, V5 : Kecepatan udara luar
Gambar samping Gambar melintang
Keterangan : Nomer 1, 4, 7 : sampel kadar air lapisan dalam tumpukan; nomer 2, 5, 8 : sampel kadar air lapisan tengah tumpukan; dan nomer 3, 6, 9 : sampel kadar air lapisan luar tumpukan.
Gambar 6 Titik pengambilan sampel kadar air
Pemanas Tambahan
Pemanas tambahan diperlukan untuk menaikkan suhu udara pengering yang sudah diperoleh dari energi surya karena belum mencukupi untuk pengeringan atau hanya 10,7-16,4% dari panas yang dibutuhkan pengering (Nelwan, 1997). Pemanas tambahan yang digunakan adalah berupa tungku berbahan bakar tongkol jagung untuk memanaskan tangki berisi air. Data yang diambil adalah berupa laju pembakaran tongkol jagung, dan suhu tungku, cerobong serta suhu air yang ada dalam tangki yang dipanaskan. Interval pengukuran suhu adalah 30 menit.
Pemutaran Silinder Pengering untuk Pengadukan
Pemutaran silinder pengering dilakukan bertujuan untuk membalik atau mencampur jagung pipilan agar pengeringan merata pada semua lapisan yang dikeringkan. Sulikah (2007) melakukan pemutaran silinder pengering 5 menit per 15 menit dengan putaran silinder 4 rpm sehingga terjadi putaran silinder sebanyak 20 putaran per 15 menit dan menghasilkan pencampuran bahan yang merata. Pengeringan dilakukan untuk jagung
pipilan skala 95 kg dengan suhu pengeringan antara 61 – 74,9oC dan RH antara 23,8 –
Untuk mengetahui efek pemutaran terhadap keseragaman suhu dan kadar air
lapisan jagung, maka akan dihitung nilai persentase simpangan mutlak (absolute pecentage
deviation, APD) antara lapisan dalam dan lapisan luar jagung pipilan dalam silinder menggunakan persamaan (15).
∑
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜
⎜ ⎝
⎛ −
=
2
. . .
100
dalam lap
luar lap dalam lap
y y y
n
APD ... (15)
Penyusunan Model Matematik
Penyusunan model matematik didasarkan dengan memperhatikan sub-sistem yang ada dalam keseluruhan sistem pengering ERK-hybrid. Sub-sistem yang diperhatikan dalam membuat persamaan-persamaan keseimbangan panas dan massa ini adalah : sub-sistem tangki air, sub-sistem penukar panas, sub-sistem silinder pengering, dan sub-sistem ruang
pengering (Nelwan et al., 2007). Gambar 7 di bawah menunjukkan tempat-masing-masing
sub-sistem yang ditinjau dalam penyusunan model tersebut.
Aliran b. bakar
Aliran udara Aliran air
Gel. pendek
Gel. panjang
Keterangan : (A) Sub-sistem Tangki air; (B) Sub-sistem Penukar panas;
(C) Sub-sistem Silinder pengering; (D) Sub-sistem Ruang pengering ERK.
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Ruangan
Perpindahan panas yang berhubungan dengan udara pada bagian ini adalah interaksi panas dengan komponen-komponen di dalam ruang pengering secara konveksi. Dari dinding pengering, udara keluar ke lingkungan dan udara dari dalam silinder tempat produk dikeringkan menuju ruangan, sementara itu udara dari ruangan pengering akan menuju ke absorber dan ke dinding. Udara pengering di dalam ruang pengering diasumsikan memiliki suhu yang seragam. Untuk itu keseimbangan termal pada udara dalam ruangan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
)
dimana entalpi udara didefinisikan sebagai:
)
Karena perubahan dan perubahan panas laten saling meniadakan maka
panas laten dapat dianggap sebagai konstanta dan p
persamaan (16b) menjadi:
H
persamaan (16a) dengan menggunakan persamaan (16c) dapat ditulis kembali menjadi:
)
Keseimbangan Panas pada Komponen dalam Ruangan
Untuk mempermudah perhitungan, diasumsikan bahwa seluruh komponen di dalam ruang pengering dianggap satu-kesatuan yang memiliki keseragaman properti, sehingga keseimbangan termalnya dapat dinyatakan sebagai selisih radiasi yang diserap oleh komponen-komponen tersebut dengan panas yang dipindahkan secara konveksi udara ke absorber atau secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Silinder Bagian Dalam
Pada silinder bagian dalam, udara berasal dari dalam ruangan yang telah dipanaskan ketika melalui penukar panas. Jika diasumsikan tidak ada kehilangan panas pada saluran yang menghubungkan bagian ini dengan penukar panas, maka keseimbangan termalnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
m
Keseimbangan Panas Air di dalam Penukar Panas
Pada penukar panas, panas akan berpindah dari air dalam penukar panas ke udara yang mengalir melalui sirip-sirip penukar panas. Penukar panas yang digunakan adalah
penukar panas dengan tipe aliran silang (cross-flow). Asumsi bahwa perubahan entalpi air
cepat menuju ke equilibrium (steady state) maka keseimbangan termalnya dapat
dinyatakan sebagai:
Keseimbangan Panas Air di dalam Tangki
Air dalam tangki mendapatkan panas dari gas hasil pembakaran melalui penukar panas yang dipasang di dalam tangki serta lantai tangki. Aliran air yang digerakkan oleh pompa dari tangki menuju penukar panas dan kembali lagi ke tangki juga berkontribusi dalam keseimbangan termal. Dengan demikian persamaan keseimbangan termalnya dapat dituliskan sebagai berikut:
lm
Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Tumpukan Jagung
Di dalam silinder, penambahan uap air ke udara pada pori-pori tumpukan yang berasal dari produk berlangsung ketika udara pengeringan melalui tumpukan jagung tersebut. Oleh karena itu, laju perubahan uap air pada udara dalam tumpukan merupakan penjumlahan dari laju penambahan uap air serta laju uap air masuk dan keluar dari tumpukan yang terbawa oleh udara pengeringan. Secara matematis keseimbangan ini, dikembangkan dari Bala (1997) dapat dinyatakan sebagai berikut:
Atau dapat dituliskan sebagai:
Keseimbangan Panas pada Udara dalam Tumpukan Jagung
Interaksi termal yang berhubungan dengan udara dalam tumpukan jagung dalam silinder pengering mencakup: panas yang terbawa aliran udara, perpindahan panas secara konvektif dengan jagung serta perpindahan panas sehubungan dengan perpindahan uap. Asumsi bahwa gerakan aliran udara hanya terjadi pada arah jari-jari silinder dan udara
dengan cepat mencapai equilibrium, maka mengadopsi rumus dalam Bala (1997)
persamaan keseimbangan termal pada udara dalam tumpukan dapat dinyatakan sebagai berikut:
dimana s adalah rasio antara keliling silinder dalam yang tertutup terhadap keliling
lingkaran silinder dalam.
Dari definisi persamaan (16c) dan menggunakan persamaan (21c) maka melalui manipulasi matematis persamaan (22a) dapat ditulis menjadi:
)
Jagung pipilan diasumsikan tercampur secara merata setelah proses pengadukan dilakukan. Dengan demikian kadar air setelah pencampuran dihitung dengan merata-ratakan kadar air di masing-masing lapisan.
Keseimbangan Panas pada Jagung yang Dikeringkan
masing-masing elemen volume dari tumpukan jagung, maka persamaan keseimbangannya dapat dinyatakan sebagai (Bala, 1997):
θ
atau ditulis sebagai:
θ
Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Ruangan
Udara dengan kandungan uap air yang lebih besar meninggalkan silinder melalui lubang pada dinding silinder menuju ruangan. Untuk menjaga kandungan uap air dalam udara, maka pembuangan udara (yang membawa uap air) dilakukan dengan menggunakan kipas yang ada pada dinding pengering, dan bersamaan dengan itu udara dari lingkungan masuk untuk menggantikannya. Keseimbangan uap air di dalam udara ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
)
Penurunan Kadar Air
Model pengeringan lapisan tipis diterapkan untuk menduga penurunan kadar air pada setiap lapisan. Dengan suhu dan kelembaban udara di sekitar jagung. Penurunan kadar air (Bala, 1997) dapat dinyatakan sebagai:
)
dimana k an Me merupakan fungsi suhu dan kelembaban.
Koefisien Pindah Panas Volumetrik
Koefisien pindah panas volumetrik untuk jagung oleh Matouk (1976) dalam Bala (1997) dinyatakan dalam persamaan berikut:
Efisiensi Penggunaan Energi
Efisiensi termal bangunan merupakan perbandingan antara energi panas yang masuk dalam sistem yang digunakan untuk memanaskan udara pengering (Nelwan, 1999).
% 100
1 x
C m IA
Q
b b T = ατ +
η ... (27)
Nelwan (1999) menulis bahwa parameter penting lainnya adalah kebutuhan energi spesifik yang merupakan jumlah energi yang diterima (masuk) dibandingkan dengan satu satuan massa air yang diuapkan oleh jagung. Untuk konsumsi energi yang memasukkan energi iradiasi dinyatakan sebagai:
v E
m Q2 =
η ... (28)
sedangkan tanpa energi iradiasi dinyatakan sebagai:
v E
m Q3 =
η ... (29)
Pengaruh Perubahan Input terhadap Output (Analisis Sensitivitas)
Menurut Mulyono (1991), Jansen (1995), dan Bronson (1997), analisis sensitivitas adalah analisa perubahan parameter dan pengaruhnya terhadap solusi optimum yang telah dicapai dari suatu pengujian (model). Analisis sensitivitas ini sering juga disebut dengan analisis postoptimal. Analisis sentivitas dapat dilakukan dengan cara menambah persentase setiap variabel input yang mungkin untuk dirubah secara bertahap dan bergantian sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap output yang terjadi.
luar) dapat diketahui dengan mengetahui besarnya simpangan mutlak (APD) yang terjadi, dimana semakin kecil APD maka output dapat dikatakan semakin seragam.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk mencari biaya pokok per satuan kg jagung pipilan. Analisis ekonomi didasarkan pada perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap meliputi: biaya penyusutan, biaya bunga modal dan biaya pajak. Biaya tidak tetap meliputi: biaya bahan bakar, biaya listrik, biaya tenaga kerja dan biaya perbaikan komponen (Irwanto, 1982).
Perhitungan dan Validasi Perubahan Suhu, RH dan Kadar Air
Perubahan suhu dan RH dalam pengering ERK-hybrid dan perubahan kadar air jagung pipilan selama pengeringan dihitung berdasarkan model-model perpindahan panas dan massa (persamaan 16-24) dan persamaan pengeringan lapisan tipis (25).
Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metoda beda hingga (finite difference) Euler (Bird,
et al., 1960, Farlow, 1982, Tuma et al. 1997). Karena persamaan-persamaan di atas saling terkait, maka diselesaikan secara simultan untuk setiap perubahan waktu. Pemodelan diselesaikan menggunakan komputer dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic. Algoritma perhitungan simulasi dilukiskan pada Gambar 8.
Untuk mempermudah simulasi, maka simulasi dibuat berdasarkan pada asumsi-asumsi seperti yang digunakan oleh Nelwan (1997) : udara yang masuk dalam alat pengering tidak terkompresi, sehingga tekanan udara dalam ruang tetap; penyebaran suhu dan RH di dalam ruang merata ke seluruh tempat; kehilangan panas secara radiasi ke lingkungan diabaikan; kecepatan angin di luar bangunan dianggap sama untuk setiap waktu; kehilangan panas pada saat pintu dibuka untuk pengambilan sampel diabaikan; suhu masing-masing komponen dianggap merata; jagung pipilan dalam silinder pengering terbentuk dari 40 lapisan tipis; emisivitas/absorptivitas gas di dalam ruang diabaikan. Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas Nelwan (1997) memperoleh hasil COD dan APD yang baik untuk menduga suhu, RH dan kadar air.
validasi meliputi koefisien determinasi (COD) dan persentase simpangan mutlak (APD) (Dowdy dan Wearden, 1991; Stoecker, 1989 dalam Nelwan, 1997).
(
)(
)
- Suhu awal plat, lantai, jagung, inlet, plenum - Massa, kadar air awal jagung, - Debit udara - delta t - Jam mulai, jumlah data, - Properties jagung pipilan,
udara, - Energi tambahan - Iradiasi
loop waktu
hitung koefisien pindah panas, perubahan suhu & RH memakai persamaan keseimbangan panas & massa
suhu & RH ruang, suhu plat, inlet, lantai, plenum
Me = f (T, RH) K = f (T)
Diaduk
KA rata-rata
Hitung perubahan suhu & RH dalam tumpukan jagung pipilan Hitung perubahan KA
Cetak suhu, RH, KA
Selesai
Hasil Pengujian dan Performansi Alat Pengering ERK-Hybrid Iradiasi, Suhu dan RH Lingkungan
Ketiga pengujian pengeringan dengan pengering ERK-hybrid dalam penelitian ini dilakukan pada siang hari. Hal itu dilakukan dengan alasan untuk lebih mengoptimalkan energi radiasi dari matahari. Iradiasi matahari sesaat yang tercatat selama pengujian I, II dan III berlangsung (diukur pada saat alat pengering dioperasikan) seperti tersaji dalam
Gambar 9. Iradiasi rata-rata yang diterima pada pengujian I adalah 439,293 W/m2,
pengujian II sebesar 492,857 W/m2, sedangkan pada pengujian III adalah 421,935 W/m2.
Penerimaan iradiasi rata dapat dikatakan lebih rendah bila dibandingkan dengan
rata-rata penerimaan iradiasi matahari di Indonesia 562,5 W/m2 (Nelwan, 1997) dikarenakan
sebagian sinar matahari terhalang oleh awan selama pengeringan berlangsung.
0 200 400 600 800 1000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu (jam)
Iradi
asi
m
a
tahari
(
W
/m
2 )
Percobaan I Percobaan II Percobaan III
Gambar 9 Iradiasi matahari pengujian I, II, dan III
Penerimaan iradiasi yang sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya
iradiasi maksimum pengujian I, II dan III masing-masing 957,143 W/m2, 800,0 W/m2dan
760,0 W/m2, dan iradiasi minimumnya 0 W/m2, 100 W/m2 dan 54,3 W/m2. Lama
penyinaran yang diterima saat berlangsungnya pengeringan jelas sekali berpengaruh pada total iradiasi surya yang diterima. Pada pengujian I dengan lama penyinaran 10,5 jam, total
iradiasi surya mencapai 4,17 kWh/m2, pengujian II lama penyinaran selama 8 jam, total
jam dan total iradiasi surya mencapai 3,54 kWh/m2. Gambar 10 menyajikan gambaran iradiasi dan lama penyinaran selama proses pengeringan berlangsung.
44.3
Percobaan III Percobaan II Percobaan I
Gambar 10 Lama penyinaran, total dan rata-rata iradiasi selama pengeringan untuk ketiga pengujian
Suhu lingkungan berfluktuasi mengikuti iradiasi matahari seperti ditunjukkan pada
Gambar 11. Kisaran suhu lingkungan pada pengujian I berlangsung antara 28,7 – 38,7°C
dengan rata-rata suhu sebesar 33,5°C, pengujian II mempunyai suhu antara 31,3 – 37,9°C
dengan rata-rata suhu 34,7°C, dan pada pengujian III suhu berlangsung antara 30,7 –
37,4°C, dengan rata-rata suhu adalah 34,9°C. Kelembaban relatif (RH) lingkungan
pengujian I berkisar antara 62,1 – 98,1%, pengujian II mempunyai kisaran 65,9 – 82,5% dan pengujian III antara 58,7 – 80,3% dengan rata-rata RH masing-masing berturut-turut adalah 79,4%, 76,1%, dan 69,7%. Gambar 12 memperlihatkan rata-rata suhu dan RH lingkungan selama proses pengeringan berlangsung untuk ketiga pengujian.
20
Suhu lingkungan RH lingkungan 20
Suhu lingkungan RH lingkungan
20 25 30 35 40 45 50
0 2.5 5 7.5
Waktu (jam)
S
uhu (
oC)
0 20 40 60 80 100 120
RH
(
%
)
Suhu lingkungan RH lingkungan
(c) Pengujian III
Gambar 11 Suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung
69.7 79.4
33.5
76.1
34.7 34.9
0 20 40 60 80 100
Rata-rata suhu (oC) Rata-rata RH (%) Percobaan I Percobaan II Percobaan III
Gambar 12 Rata-rata suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung
Penggunaan Sumber Energi Tambahan
Tabel 3 Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan
Pengujian Lama
Pengeringan (jam)
Jenis biomassa Jumlah
(kg)
Suhu dan RH Ruang Pengering
Gambar 13 menunjukkan suhu dan RH ruang pengering pada ketiga pengujian yang telah dilakukan. Kisaran suhu ruang pengering yang terjadi pada ketiga pengujian berturut-turut adalah 28,6 – 37,9°C; 32,5 - 44,4°C dan 34,7 – 42,8°C, sedangkan RH ruang pengering berselang antara 51,0% - 83,3%; 53,2% - 76,4% dan 54,8 – 74,6%. Adapun rata-rata untuk suhu dan RH ruang dapat dilihat pada Gambar 14.
0
Suhu ruang RH ruang
0
Suhu ruang RH ruang
(a) Pengujian I (b) Pengujian II
Suhu ruang RH ruang
(c) Pengujian III
41.0 33.2
70.4 61.3
60.2
40.1
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Suhu ruang (oC) RH ruang (%)
Percobaan I Percobaan II Percobaan III
Gambar 14 Rata-rata suhu dan RH ruang pengering Selama pengeringan berlangsung
Suhu Tungku dan Inlet
Tungku digunakan sebagai pemanas air yang kemudian disalurkan melewati penukar panas (radiator) dan panas yang dihasilkan dihisap oleh kipas inlet. Suhu tungku kedua pengujian relatif berfluktuasi. Hal ini disebabkan pengumpanan bahan bakar
disesuaikan dengan kondisi suhu inlet. Apabila suhu inlet melebihi 60°C pengumpanan
bahan bakar ke dalam tungku harus dikurangi, demikian sebaliknya. Pengumpanan bahan bakar di tungku juga menyebabkan panas pembakaran berkurang sesaat dan membutuhkan waktu kira-kira 3 - 5 menit untuk kembali ke pembakaran sempurna lagi. Pengumpanan
bahan bakar dilakukan secara manual karena auger (screw conveyor) yang dibuat belum
sempurna sehingga menyulitkan pengumpanan bahan bakar secara kontinyu. Bahan bakar pengujian I menggunakan arang kayu, sementara pada pengujian II dan III menggunakan tongkol jagung dengan kadar air 11,6 – 12,4%. Rata-rata suhu tungku yang terjadi pada
pengujian I adalah 204,39°C, pengujian II 272°C dan pengujian III adalah 420,8°C.
Sementara suhu tungku tertinggi adalah 516,19°C terjadi pada pengujian III. Suhu inlet
rata-rata pada pengujian I adalah 52,9°C, pengujian II sebesar 59,4°C dan pengujian III
adalah 60°C.
0
Suhu Tungku Suhu inlet
(a) Pengujian I (b) Pengujian II
Suhu Tungku Suhu Inlet
0
Suhu Tungku Suhu Inlet
(c) Pengujian III
Gambar 15 Suhu tungku dan inlet selama pengeringan
Suhu Lapisan dalam Tumpukan Jagung
25
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
25
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
(a) Pengujian I (b) Pengujian II
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
(c) Pengujian III
Gambar 16 Sebaran suhu pada tiga lapisan berbeda
Rata-rata suhu setiap lapisan pengujian I, II dan III dapat dilihat pada Gambar 17.
Selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar pada pengujian I adalah 0-4,7°C, pengujian II
sebesar 0,8-9,8°C, dan pada pengujian III sebesar 0,2-4,7°C.
37.96
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
Rata-rata suhu lapisan dalam mempunyai nilai terbesar karena berada paling dekat dengan ruang plenum. Gambar 18 menunjukkan bahwa pengujian I mempunyai karakteristik suhu di awal pengujian lebih rendah dibandingkan dengan akhir pengujian, hal ini dipengaruhi oleh lamanya waktu pengeringan sehingga pengaruh udara panas dari ruang plenum terhadap pencampuran jagung sudah relatif merata ke semua lapisan. Pengujian II suhu lapisan pada kondisi awal lebih tinggi daripada suhu dalam kondisi akhir, tetapi untuk lapisan tengah dan lapisan luar, suhu pada kondisi awal lebih rendah daripada kondisi akhir. Hal ini berarti menunjukkan bahwa efek campuran terjadi pada pengujian II ini meskipun simpangan mutlaknya lebih tinggi daripada pengujian I. Pada pengujian III karakteristik suhu hampir sama dengan pengujian I yaitu suhu lapisan pada kondisi awal lebih rendah dengan suhu lapisan kondisi akhir, hal itu terjadi karena adanya efek pencampuran selama proses pengeringan meskipun lapisan luar juga terkena efek radiasi matahari sehingga lebih tinggi dibandingkan suhu lapisan tengah.
44.75
43.63
40.08 40.1340.03
38.35
Kondisi awal Kondisi akhir
S
uhu (
oC)
Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar
43.46
Kondisi awal Kondisi akhir
Su
h
u
(
oC)
Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar
(a) Pengujian I (b) Pengujian II
Kondisi awal Kondisi akhir
S
uhu
(
o C)
Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar
(c) Pengujian III
Penurunan Kadar Air Jagung Pipilan
Jumlah jagung pipilan yang digunakan pada pengujian pengeringan I adalah 1304,3 kg, pengujian II sebanyak 1294,1 kg, dan pengujian III sebanyak 1114,1 kg. Jagung pipilan ditempatkan dan dikeringkan dalam silinder pengering yang berdiameter 1,25 m dengan tumpukan tebal rata-rata 40 cm. Sampel kadar air diambil pada tiga titik pengambilan dengan kedalaman masing-masing 11 cm, 21 cm, dan 32 cm dan sampel diambil setiap satu jam sekali.
Jumlah air yang diuapkan dari jagung pada pengujian I sebesar 138,8 kg, pengujian II adalah 92,9 kg sedangkan pengujian III sebesar 77,6 kg. Pada pengujian I kadar air awal jagung pipilan adalah 24,87 % bb. dikeringkan sampai kadar air 15,92 % bb. membutuhkan waktu pengeringan 11 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar selama proses pengeringan adalah 0-2,3%. Kadar air awal jagung pipilan pengujian II adalah 22,28 % bb. dikeringkan sampai kadar air 16,27 % bb. dengan waktu pengeringan 8 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar selama proses pengeringan adalah 0,1-1,4%, sedangkan kadar air awal jagung pipilan pengujian III adalah 23,57% bb. dikeringkan sampai kadar air 17,85 % bb. dengan waktu pengeringan 8 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar selama proses pengeringan adalah 0,4-1,8%. Hal ini lebih baik daripada hasil pengujian pengeringan jagung dengan bak datar yang
dilakukan oleh Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000) dimana perbedaan kadar air
pengeringan antara lapisan dalam dan luar sebesar 4-6%. Penurunan kadar air rata-rata dari tiga lapisan berbeda pada ketiga pengujian digambarkan pada Gambar 19.
Laju penurunan kadar air rata-rata untuk pengujian I adalah 0,96% bk./jam, pengujian II sebesar 1,18% bk./jam dan pengujian III adalah 1,11% bk/jam (Gambar 20). Hasil penelitian Jubaedah (2000), pada skala laboratorium, pengeringan jagung pipilan hibrida dengan ketebalan 60 cm dan kadar air awal 26,8% bb. hingga 14% bb. memerlukan waktu 6 jam dengan laju pengeringan 2,8% bk./jam. Sementara dengan ketebalan 75 cm dengan kadar air awal 27,3% bb sampai 14,6% bb. membutuhkan waktu 7 jam dengan laju pengeringan 2,2% bk./jam. Widodo dan Hendriadi (2004) mengeringkan jagung pipilan menggunakan pengering tipe bak datar model segiempat dari kadar air awal 24,5% -14,7%
bb. pada suhu 45-70ºC membutuhkan waktu sekitar 13 jam, laju pengeringan rata-rata
bawah, tengah, dan atas tidak seragam. Pengering jagung resirculating batch dryer dengan kapasitas 2 ton dengan sumber panas kompor minyak tanah dengan rancangan laju pengeringan 1% per jam. Pada alat ini bahan disirkulasikan secara bertahap untuk dikeringkan pada ruang pengering sehingga kadar air jagung lebih seragam dan pengaturan
kadar air lebih mudah dilakukan (Thahir et al., 2000). Hasil pengujian Sinuseng et al.
(2001) dalam Munarso dan Thahir (2002) terhadap alat pengering jagung dengan sumber energi matahari dan tungku pembakaran dengan bahan bakar kayu atau tongkol jagung menunjukkan bahwa waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung dari kadar air awal 41% menjadi 16% adalah 30 jam, dengan laju pengeringan 0,8-0,9% per jam. Penelitian yang lain terhadap pengering dengan kapasitas 10 ton membutuhkan waktu 29 jam untuk mengeringkan jagung dengan kadar air awal 32% menjadi 15%. Laju pengeringan yang terjadi adalah 0,58% per jam.
15
KA lapisan dalam KA lapisan tengah KA lapisan luar
(a) Pengujian I (b) Pengujian II
KA lapis an dalam K A lapis an tengah KA lapis an luar
(c) Pengujian III