• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengamatan lapangan diperoleh data suhu dan kelembaban sebagai berikut:

Tabel 3. Data suhu dan kelembaban dari pengamatan 1 hingga pengamatan 6

Pengamatan Total Rata-rata

1 2 3 4 5 6

Suhu ( 0C) 40 35 37 44.7 46.8 48.3 251.8 42 Kelembaban

(%)

39 42 38 37 36 35 227 38

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (cm)

Tinggi merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan bibit. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan tinggi bibit

sukun (cm)

Kontrol 3.33a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 5.33 a

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 5.67 a

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 7.00 a

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 6.00 a

Pupuk Kandang Briket 1 kg 6.67 a

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 6.33 a

Kompos Biasa 0.5 kg 7.67 a Kompos Biasa 1 kg 6.67 a Kompos Biasa 1.5 kg 7.33 a Kompos Briket 0.5 kg 7.33 a Kompos Briket 1 kg 6.33 a Kompos Briket 1.5 kg 5.00 a Total 80.66

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf, kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Gambar 2. Rata-rata Pertambahan Tinggi Bibit Sukun Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan tertinggi adalah perlakuan P7 yaitu 7.67 cm, sedangkan rata rata pertambahan tinggi yang paling rendah adalah perlakuan P0 yaitu 3.33 cm. Berikut grafik rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun tiap pengamatan:

Gambar 3. Rata-Rata Tinggi Bibit Sukun Tiap Pengamatan Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 3, seluruh bibit memperlihatkan pertambahan tinggi hingga akhir pengamatan. Setiap perlakuan hanya menunjukkan pertambahan tinggi rata rata 1-3 cm pada tiap minggu pengamatan. Laju pertambahan tinggi bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P7 kemudian P10 dan P9, sedangkan laju pertambahan tinggi bibit yang rendah adalah P0.

Jika dilihat rata-rata pertumbuhan antar perlakuan, menunjukkan bahwa pemberian dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan bibit dibandingkan dengan cara biasa, namun seluruh perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 4. Rata-rata perbandingan tinggi bibit sukun antar perlakuan

Dari Gambar 4 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi terbaik adalah pupuk kompos biasa yaitu 7.67 cm, sedangkan pupuk kompos briket adalah 7.00 cm. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan pupuk kandang, dimana nilai rata-rata pertumbuhan tinggi bibit dengan pupuk kandang biasa lebih baik yaitu 6.00 cm dibandingkan perlakuan pupuk kandang briket yaitu 4.78 cm.

Pertambahan Diameter Bibit Sukun (cm)

Hasil pengamatan rata-rata pertambahan diameter bibit sukun disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 5. Data pertambahan diameter bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan diameter bibit

sukun (cm)

Kontrol 0.000a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 0.157ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 0.137ab

Kompos Biasa 0.5 kg 0.127ab Kompos Biasa 1 kg 0.203ab Kompos Biasa 1.5 kg 0.120ab Kompos Briket 0.5 kg 0.153ab Kompos Briket 1 kg 0.287b Kompos Briket 1.5 kg 0.210b Total 1.802

Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun juga disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut :

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 5 di atas menunjukkan perbedaan tingkat pertambahan diameter pada masing-masing perlakuan. Nilai pertambahan diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai terendah yaitu kontrol sebesar 0 cm yang berarti tidak mengalami pertambahan diameter. Berikut Gambar rata- rata pertambahan diameter setiap pengamatan :

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa laju pertambahan diameter bibit sukun tiap pengamatan berbeda beda. Rentang pertumbuhan diameter setiap pengamatan berkisar antara 0.01 cm – 0.22 cm. Laju pertambahan diameter bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P11 kemudian P8 lalu P2, sedangkan laju pertambahan diameter bibit yang rendah adalah P0 dimana tidak terjadi pertambahan diameter.

Berikut ini nilai rata-rata pertambahan diameter bibit sukun antar perlakuan:

Dari Gambar 7 tersebut menunjukkan perbedaan nilai rata-rata antar perlakuan, dimana nilai terbesar adalah pada perlakuan pupuk kompos briket yaitu 0.17 cm dibandingkan dengan pupuk kompos biasa sebesar 0.15 cm. Hal ini memang terlihat nyata jika dilihat secara grafis, namun berdasarkan pengolahan analisis data bahwa pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun.

Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan rata rata jumlah daun disajikan dalam tabel berikut : Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)

Perlakuan Rata-rata pengamatan rata-rata

jumlah daun bibit sukun (helai)

Kontrol 1.33a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 3.33ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3.67 ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 5.33b

Kompos Biasa 0.5 kg 4.67 b Kompos Biasa 1 kg 5.33 b Kompos Biasa 1.5 kg 4.67 b Kompos Briket 0.5 kg 4.00ab Kompos Briket 1 kg 4.33b Kompos Briket 1.5 kg 4.00ab Total 51.99

Hasil pengamatan jumlah daun bibit sukun juga disajikan dalam bentuk gambar. Berikut gambar pengamatan jumlah daun bibit sukun :

Gam bar 8. Rata-rata jumlah daun bibit sukun

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 8 di atas dapat dilihat rata-rata jumlah daun menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai rata-rata jumlah daun tertinggi adalah P6 dan P8 yaitu 5.33 sedangkan nilai rata rata terendah ialah P0 (kontrol) yaitu 1.33.

Gambar 9. Rata-rata jumlah daun bibit sukun tiap pengamatan

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 9 di atas, menunjukkan bahwa rata rata jumlah daun bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada pengamatan ke 5 seluruh perlakuan menunjukkan grafik yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan ke 5 yaitu 46.8 0C dan kelembaban 36% .

Berikut gambar perbandingan rata rata jumlah daun antar perlakuan :

Gambar 10. Rata-rata perbandingan jumlah daun antar perlakuan

Berdasarkan gambar 10 di atas menunjukkan nilai rata-rata jumlah antar perlakuan terbesar adalah pupuk kompos biasa sebesar 4.89 dan yang terendah adalah tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 1.33. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan memberi pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Akan tetapi pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata jika dibandingkan dengan pemberian pupuk cara biasa.

Pembahasan

Berdasarkan beberapa paramater yang diamati, menunjukkan nilai tertinggi dari parameter tinggi bibit adalah pupuk kompos biasa 0.5 kg (P7) yaitu 7.67 cm, sedangkan pupuk kompos 0.5 kg dengan cara briket (P10) adalah 7.33 cm. Hal serupa juga terjadi pada pupuk kandang dimana nilai rata pertumbuhan pupuk kandang dengan cara biasa 1.5 kg (P3) lebih baik yaitu 7.00 cm dibanding dengan pupuk kandang 1.5 kg (P6) dengan cara briket yaitu 6.33 cm. Data ini

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan cara briket tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun dibandingkan pemberian dengan cara biasa. Hal ini terjadi karena orientasi dari proses pembriketan pupuk tersebut adalah nilai jumlah sedangkan dalam proses pembuatan briket faktor yang dititikberatkan adalah kerapatan, dimana kerapatan sangat dipengaruhi oleh berat benda dengan volume benda tersebut, sehingga pengaruh terhadap pengaplikasiannya juga akan sangat berpengaruh. Selain faktor kerapatan, pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun didukung pula oleh faktor pengaruh tekanan yang berdampak pada kebaradaan pori pupuk briket. Proses pembuatan pupuk briket dengan metode konvensional memberikan perbedaan yang signifikan terhadap proses teknis serta sifat fisik briket. Dengan tekanan yang terlalu besar mengakibatkan briket mengalami tekanan yang besar pula sehingga pori pori pada briket yang berfungsi sebagai saluran suplai air menjadi kecil, akibatnya proses suplai air ke tanaman menjadi terhambat.

Nilai pertambahan diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai terendah yaitu kontrol yang tidak mengalami pertambahan diameter. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang ekstrim dengan suhu yang lebih dari 400 C mengakibatkan tumbuhan cepat kehilangan air sehingga pertumbuhan menjadi tetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2006) bahwa tanaman sukun tumbuh lebih baik di tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C.

Lahan tempat dilakukannya penelitian ini adalah lahan marginal atau lahan kritis dimana kondisi lingkungan berada dalam cengkraman kekeringan. Hal ini

sangat mendominasi dalam mempengaruhi proses pertumbuhan sehingga proses pertumbuhan begitu lambat. Dapat dilihat dari data bahwa pertambahan diameter bibit sukun hanya berkisar 0.01-0.22 cm. Pernyataan ini sesuai dengan Dephut (2006) salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal.

Pengamatan rata rata jumlah daun tertinggi yaitu P6 dan P8 yaitu 5.33 sedangkan nilai rata rata terendah ialah kontrol yaitu 1.33. Daun merupakan aspek penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan zat yang dibutuhkan tumbuhan dalam proses pertumbuhan, sementara sinar matahari juga merupakan komponen penting dalam proses fotosintesis yang didukung pula oleh keberadaan air. Intensitas cahaya yang sedikit tidak memberikan dampak optimal terhadap proses fotosintesis, namun intensitas cahaya yang terlalu besar juga tidak baik dalam proses fotosintesis karena akan dapat merusak pigmen-pigmen daun. Kondisi di lapangan ditemukan fakta bahwa temperatur yang tinggi serta ketersediaan air tidak mendukung sehingga mengakibatkan laju fotosintesis menjadi lambat. Pada kontrol, rata rata pertambahan jumlah daun hanya 1.33, paling rendah diantara perlakuan yang lai. Hal ini disebabkan oleh faktor ketersedian air yang merupakan asapek penting dalam proses fotosintesis, sementara pada perlakuan P6 hingga P8 memperoleh rata rata pertambahan jumlah daun yang lebih baik akibat pengaruh pupuk yang berfungsi sebagai media

penyimpan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1981), kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati

Pengamatan jumlah daun bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada pengamatan ke 5 seluruh perlakuan menunjukkan grafik yang codong menurun. Hal ini diakibatkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan ke 5 yaitu 46.8 0C dan kelembaban 36% . Hal ini mengakibatkan pigmen daun banyak yang rusak dan akhirnya menggugurkan daun sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Pernyataan di atas sesuai dengan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintesis.

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol, pupuk kandang biasa, pupuk kandang dengan cara briket, kompos biasa dan kompos dengan cara briket. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stockdale dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan.

Berdasarkan data rata-rata perbandingan antar perlakuan, dari parameter tinggi diperoleh nilai rat-rata perlakuan yang terbaik adalah pupuk kompos biasa

7.67 cm, lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos briket sebesar 7.00 cm, sedangkan pupuk kandang biasa juga lebih tinggi daripada pupuk kandang briket yaitu masing-masing sebesar 6.00 cm dan 4.78 cm. Dari data penambahan diameter diperoleh bahwa nilai rata-rata pertambahan diameter bibit tanpa perlakuan sebesar 0 cm, pupuk kandang biasa sebesar 0.12, dimana lebih tinggi dari pupuk kandang briket sebesar 0.10 cm. Namun, kompos briket lebih besar penambahan diameter dibanding dengan kompos biasa yaitu masing-masing sebesar 0.17 cm dan 0.15 cm. Dari data perbandingan jumlah daun antar perlakuan diketahui bahwa pupuk kandang biasa dan pupuk kandang briket memiliki nilai rata-rata yang sama yaitu 3.55, sedangkan pupuk dan kompos biasa lebih tinggi dibandingkan pemberiaan pupuk dengan cara briket yaitu 4.89 dan 4.11. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan lebih baik daripada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan organik ke dalam tanah yang berfungsi sebagai media penyuplai air dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Sesuai dengan pernyataan Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90% dari berat totalnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Pernyataan di atas didukung pula oleh Sutejo (2004) kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas

mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu, kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui proses peningkatan humus.

Dokumen terkait