• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Bentuk Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Bentuk Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS DAN PUPUK KANDANG

DALAM BENTUK BIASA DAN BRIKET TERHADAP

PERTUMBUHAN SUKUN (Artocarpus communis Forst)

PADA LAHAN MARGINAL

SKRIPSI

Oleh:

FEHNI AL ASY’ARY HRP

071202019

BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang dalam Bentuk Biasa dan Bentuk Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal

Nama : Fehni Al asy’ary Harahap

NIM : 071202019

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

FEHNI AL ASY’ARY: Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang

dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor internal (sel) dan eksternal (salah satunya adalah air). Kekurangan air mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman khususnya pada lahan kering yang identik dengan kurangnya air. Salah satu media yang dapat menyimpan air adalah pupuk organik dan salah satu bentuk modifikasi pupuk organik agar dapat lebih tahan lama dalam menyimpan air yaitu dengan pemadatan (briket). Metode ini diharapkan mampu menahan air dan mensuplainya ke tanaman dalam waktu yang lebih lama serta menjadikan lebih efisien. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh pemberian pupuk kompos dan pupuk kandang yang diaplikasi dalam bentuk biasa dan briket terhadap pertumbuhan sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun bibit. Rata rata pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi adalah P11 (pupuk kompos briket 1 kg) sebesar 8.67 cm dan rata rata pertambahan tinggi bibit sukun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 3.33 cm. Rata rata pertambahan diameter bibit sukun terbesar P11 (pupuk kompos briket) sebesar 0.21 cm dan rata rata terendah yaitu P0 (kontrol) sebesar 0 cm. Rata rata pengamatan jumlah daun bibit sukun terbesar adalah P6 (pupuk kandang briket 1.5 kg) dan P8 (pupuk kompos biasa 1 kg) sebesar 5.33, serta rata rata pengamatan jumlah daun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 1.33.

Kata kunci : Pupuk organik, Pupuk Briket, Sukun (Artocarpus communis Forst),

(4)

ABSTRACT

FEHNI AL ASY’ARY: Effect of Compost and dung in the form of Ordinary and Briquettes Against Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst). Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI

Plant growth is the result of a complex interaction between internal factors (cell) and external (one of which is water). Water shortages will lead to atrophy due to disruption of physiological and morphological activity, especially in dry land crops are loaded with the lack of water. One of media that can store water is fertilization, ie organic fertilizer and one modified form of organic fertilizer to be more durable in storing water that is by compaction (briquettes). This method is expected to hold water and supply it to plants preformance longer time and make them more efficient. The purpose of this study to detect the influence of compost and manure are applied preformance and the usual form of briquettes on the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). The research was conducted in March through May 2011 in the village Hutaimbaru, Halongonan district, northern district of Padang Lawas using non-factorial randomized block design with 13 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application did not provide tangible effect on the growth of height, diameter and number of leaves of seedlings. Average high accretion is highest P11 breadfruit seeds (1 kg compost

briquettes) of 8.67 cm and average height increment breadfruit seedlings lowest P0 (control) is 3.33 cm. Average increase in diameter of the largest breadfruit

seedlings P11 (compost briquettes) is 0.21 cm and an average low of P0 (control)

of 0 cm. Average observation largest number of leaves of breadfruit seedlings is P6 (1.5 kg manure briquettes) and P8 (regular compost fertilizer 1 kg) of 5.33, and

the average number of observations of the lowest leaf is P0 (control) is 1.33..

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 14 Maret 1989 dari Ayah

Aswan Fahri Harahap dan Ibu Agustina Farida Lubis. Penulis merupakan anak

kedua dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 112149 Rantau Selatan dan

lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Muhammadiyah 35

Rantau Selatan dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA

Negeri 1 MATAULI Pandan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan,

Departemen Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktik pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di

hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah Aras

Napal, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 8 sampai 19 Juni 2009.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Garut Perum

Perhutani unit III Jawa Barat pada tanggal 2 Januari sampai 2 Februari 2011.

Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Maret sampai Mei 2011 di Desa

Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya.

Judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk

Kandang dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun

(Artocarpus communis Forst) pada Lahan Marginal”. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing,

mendidik dan memberikan motifasi serta mendukung penulis dalam doa dan

materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Komisi

pembimbing Dr. Budi Utomo, SP. MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku anggota

yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan berbagai pihak

yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca, khususnya bagi mahasiswa kehutanan.

(7)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis ... 6

Karakteristik Lahan Kritis ... 6

Rehabilitasi Lahan ... 7

Metode Rehabilitasi Lahan 1.Pupuk Kandang ... 9

2.Pupuk Kompos ... 9

Penggunaan Briket Pupuk ... 11

Fungsi Air Bagi Tanaman ... 11

Kebutuhan Air Suatu Tanaman ... 12

Hubungan Tanaman dan Air Tanah ... 13

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman... 14

Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman ... 16

Taksonomi Sukun ... 17

Karakteristik Sukun ... 17

Kegunaan Tanaman Sukun ... 18

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 21

Prosedur Penelitian 1.Penyiapan Bahan Tanaman ... 23

2.Pembuatan Briket Pupuk ... 23

3.Perhitungan Kadar Air ... 23

4.Aklimatisasi ... 24

5.Persiapan Lubang Tanam ... 24

6. Penanaman di Lapangan ... 24

7.Parameter Penelitian... 25

(8)

Diameter Bibit ... 25

Jumlah Daun... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Suhu dan Kelembaban ... 28

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (cm) ... 28

Pertambahan Diameter Bibit Sukun (cm) ... 31

Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun (helai) ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos... 10

2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun

dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram...18

3. Data suhu dan kelembaban dari pengamatan 1 hingga pengamatan 6……... 27

4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)……….. 27

5. Data pertambahan diameter bibit sukun (cm)………. 31

6. Data pengamatan rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)……… 34

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta tipe iklim di Kabupaten Tapanuli Selatan………. 20

2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun……… 28

3. Rata-rata tinggi bibit sukun tiap pengamatan... 29

4. Rata-rata perbandingan tinggi antar perlakuan... 30

5. Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun... 31

6. Rata-rata diameter bibit sukun tiap pengamatan... 32

7. Rata-rata perbandingan diameter antar perlakuan... 33

8. Rata-rata jumlah daun bibit sukun... 34

9. Rata-rata jumlah daun bibit sukun tiap pengamatan... 35

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Penghitungan kadar air... 48

2. Data Pertambahan Tinggi Bibit Sukun... 49

3. Data Pertambahan Diameter Bibit Sukun... 51

4. Data Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun... 53

5. Foto Pembuatan Briket Pupuk... 55

(12)

ABSTRAK

FEHNI AL ASY’ARY: Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang

dalam Bentuk Biasa dan Briket terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor internal (sel) dan eksternal (salah satunya adalah air). Kekurangan air mengakibatkan terhentinya pertumbuhan karena terganggunya aktivitas fisiologis maupun morfologis tanaman khususnya pada lahan kering yang identik dengan kurangnya air. Salah satu media yang dapat menyimpan air adalah pupuk organik dan salah satu bentuk modifikasi pupuk organik agar dapat lebih tahan lama dalam menyimpan air yaitu dengan pemadatan (briket). Metode ini diharapkan mampu menahan air dan mensuplainya ke tanaman dalam waktu yang lebih lama serta menjadikan lebih efisien. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi pengaruh pemberian pupuk kompos dan pupuk kandang yang diaplikasi dalam bentuk biasa dan briket terhadap pertumbuhan sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011 di Desa Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara yang menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, dan jumlah daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan briket tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun bibit. Rata rata pertambahan tinggi bibit sukun tertinggi adalah P11 (pupuk kompos briket 1 kg) sebesar 8.67 cm dan rata rata pertambahan tinggi bibit sukun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 3.33 cm. Rata rata pertambahan diameter bibit sukun terbesar P11 (pupuk kompos briket) sebesar 0.21 cm dan rata rata terendah yaitu P0 (kontrol) sebesar 0 cm. Rata rata pengamatan jumlah daun bibit sukun terbesar adalah P6 (pupuk kandang briket 1.5 kg) dan P8 (pupuk kompos biasa 1 kg) sebesar 5.33, serta rata rata pengamatan jumlah daun terendah adalah P0 (kontrol) sebesar 1.33.

Kata kunci : Pupuk organik, Pupuk Briket, Sukun (Artocarpus communis Forst),

(13)

ABSTRACT

FEHNI AL ASY’ARY: Effect of Compost and dung in the form of Ordinary and Briquettes Against Growth Breadfruit (Artocarpus communis Forst). Under Academic Supervisor of BUDI UTOMO and YUNASFI

Plant growth is the result of a complex interaction between internal factors (cell) and external (one of which is water). Water shortages will lead to atrophy due to disruption of physiological and morphological activity, especially in dry land crops are loaded with the lack of water. One of media that can store water is fertilization, ie organic fertilizer and one modified form of organic fertilizer to be more durable in storing water that is by compaction (briquettes). This method is expected to hold water and supply it to plants preformance longer time and make them more efficient. The purpose of this study to detect the influence of compost and manure are applied preformance and the usual form of briquettes on the growth of breadfruit (Artocarpus communis Forst). The research was conducted in March through May 2011 in the village Hutaimbaru, Halongonan district, northern district of Padang Lawas using non-factorial randomized block design with 13 treatments and 3 replications. The parameters analyzed were height, diameter, and number of leaves.

The results showed that with briquettes of fertilizer application did not provide tangible effect on the growth of height, diameter and number of leaves of seedlings. Average high accretion is highest P11 breadfruit seeds (1 kg compost

briquettes) of 8.67 cm and average height increment breadfruit seedlings lowest P0 (control) is 3.33 cm. Average increase in diameter of the largest breadfruit

seedlings P11 (compost briquettes) is 0.21 cm and an average low of P0 (control)

of 0 cm. Average observation largest number of leaves of breadfruit seedlings is P6 (1.5 kg manure briquettes) and P8 (regular compost fertilizer 1 kg) of 5.33, and

the average number of observations of the lowest leaf is P0 (control) is 1.33..

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya alam yang berupa hutan, tanah dan air sebagai

salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya

berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang

dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang, namun

kenyataanya saat sekarang ini kondisi tersebut telah banyak mengalami perubahan

ke arah yang cenderung negatif. Sumberdaya lahan yang notabene merupakan

pusat dari aktifitas manusia merupakan salah satu sumberdaya yang telah dan

terus mengalami kondisi tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjen

RLPS, luas lahan kritis dan sangat kritis di Indonesia pada tahun 1999/2000 yaitu

seluas 23.242.881 dimana 35 % berada dalam kawasan hutan, dan 65% berada di

luar kawasan hutan. Sedangkan upaya rehabilitasi lahan kritis dari tahun 1999 s/d

2002 yaitu seluas 1.700.861 ha namun yang terealisasi hanya seluas 701.944 ha.

Penurunan kualitas maupun kuantitas sumber daya hutan di Indonesia

akhir-akhir ini telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Penebangan dan

penggarapan kawasan hutan dengan tanpa terkendali di hampir semua wilayah

telah memusnahkan sebagian besar pepohonan dan flora lain yang kehidupannya

(tempat dan sumber energinya) bergantung kepada keberadaan hutan sebagai

suatu ekosistem yang stabil. Jumlah hutan yang semakin sedikit jelas

mengakibatkan sumber daya alam hayati di dalamnya berkurang. Selain itu,

degradasi sumber daya hutan telah berdampak buruk pada lingkungan secara

makro. Keadaan iklim yang tidak menentu menyebabkan cuaca sulit untuk ditebak

(15)

longsor akibat curah hujan yang tidak dapat ditampung secara maksimal oleh

hutan (Rauf, 2009).

Dampak buruk pada lingkungan secara makro tersebut menyebabkan lahan

menjadi tandus (kurang subur). Tidak adanya vegetasi pada lahan juga

menyebabkan daya serap tanah terhadap air menjadi rendah, sehingga hanya

sedikit jenis tanaman yang dapat bertahan hidup pada kondisi kritis tersebut. Hal

ini juga menyebabkan banyak areal lahan yang tidak produktif sehingga

menurunnya hasil pertanian pada areal tersebut yang secara tidak langsung

berdampak buruk pada nilai ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat,

sebab terjadi ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan sumber pangan

masyarakat dari hasil pertanian yang semakin besar dengan jumlah ketersediaan

produksi pangan yang semakin menurun.

Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan upaya rehabilitasi lahan

kritis. Rehabilitasi lahan kritis ini dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan

tanah, sehingga lahan dapat berfungsi kembali secara optimal dan dapat

berimplikasi terhadap pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan, dan kelestarian

daya dukung lingkungan berdasarkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial.

Salah satu metode digunakan untuk merehabilitasi lahan yaitu dengan

pemupukan, pupuk merupakan suatu zat berupa unsur hara yang ditambahkan ke

dalam tanah yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan

meningkatkan kesuburan tanah, terlebih pada kondisi lahan marginal, pemberian

pupuk merupakan salah satu cara untuk mengembalikan lahan agar dapat

berfungsi kembali. Menurut Kusuma dkk. (2006) pemberian pupuk organik pada

(16)

merupakan salah satu komponen budidaya yang ramah lingkungan. Pupuk

organik, baik pupuk kandang maupun kompos dapat memperbaiki struktur tanah,

menaikkan kondisi kehidupan biologi dalam tanah, mengandung zat makanan

bagi tanaman serta mampu membantu tanaman untuk menaikkan daya serap tanah

terhadap air, dimana air merupakan komponen penting dan sangat berfungsi bagi

pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang digunakan oleh tumbuhan

sebagai bahan pertumbuhan melalui proses fotosintesis. Air diserap tanaman

melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya, kemudian

diangkut melalui pembuluh xylem (Lakitan, 1996).

Cara umum yang biasa digunakan dalam proses pemupukan yaitu dengan

aplikasi secara langsung, namun ada juga yang melakukannya dengan pemadatan

(briket) terlebih dahulu sehingga akan terbentuk pupuk. Pemadatan dimaksudkan

agar tampilan lebih efisien tanpa mengurangi fungsi dari pupuk tersebut.

Hal lain yang penting dalam usaha rehabilitasi lahan selain metode

pemanfaatan lahan yang digunakan yang tidak kalah perannya adalah pemilihan

jenis tanaman. Jenis pohon yang ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis harus

memiliki nilai adaptasi yang tinggi, tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak

dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini sukun (Artocarpus

communis) merupakan salah satu jenis tanaman yang cocok ditanam untuk

rehabilitasi lahan kritis. Selain itu, sukun juga merupakan jenis tanaman yang

dapat dijadikan sebagai alternatif penggganti bahan makanan yang dapat

memberikan solusi terhadap kondisi pangan yang saat ini sedang menjadi

permasalahan yang banyak mengundang perhatian. Menurut Hendalastuti dan

(17)

yang dipilih dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju

erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan.

Sukun termasuk tanaman yang kompleks, jika dilihat dari sifat kayu sukun

merupakan jenis tanaman yang memiliki kualitas kayu yang baik, secara ekologi

sifat sukun tergolong tanaman yang mudah tumbuh baik pada kondisi basah

namun dapat pula tumbuh pada kondisi yang kurang air (lahan kering). Menurut

Koswara (2006) sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan

kering dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk merehabilitasi lahan pada suatu

areal yang curah hujannya sedikit dilakukan dengan pemupukan yang dapat

menahan air sehingga lebih tahan tehadap situasi kekeringan serta sukun yang

notabene merupakan tumbuhan yang mampu hidup pada kondisi kering sehingga

akan di peroleh suatu kondisi yang efektif terhadap pemberian pupuk dalam upaya

rehabilitasi lahan kritis terutama pada kondisi kekeringan. Hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pupuk kandang dan

pupuk kompos secara biasa dan briket yang terbaik dalam menahan air dan

(18)

Hipotesis Penelitian

Pemberian pupuk kandang dan pupuk kompos dengan berbagai dosis

melalui cara biasa dan dengan cara briket berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi untuk

pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan rehabilitasi lahan kritis dengan

penerapan pupuk yang efesien terhadap pertumbuhan tanaman serta mengetahui

tentang berapa lama tingkat toleransi (daya hidup) dan pertumbuhan bibit sukun

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Lahan Kritis

Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang

berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan,

sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan

atau yang diharapkan. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan

sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata

air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau

tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah

longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan.

Luas lahan kritis di Indonesia berdasarkan data Direktorat PDAS, Ditjen

RLPS (2006), berupa lahan kritis (agak kritis, kritis dan sangat kritis) adalah

seluas 77.806.880,78 Ha, sedangkan yang prioritas untuk ditangani adalah lahan

dalam kategori sangat kritis dan sangat kritis seluas 30.196.799,92 Ha. Sedangakn

untuk wilayah Sumatera Utara luas lahan kritis berdasarkan data (Dephut, 2007)

yaitu seluas 6.745.587,5 ha sedangakan untuk lahan sangat kritis seluas

19.002.250,3 ha.

Karakteristik Lahan Kritis

Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya

mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun

intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah

yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak

dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman

(20)

pengusahaan lahan kering, yaitu: 1) erosi (terutama bila lahan miring dan tidak

tertutup vegetasi secara rapat), 2) kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai

akibat dari proses erosi yang berlanjut) dan 3) ketersediaan air (sangat terbatas

karena tergantung dari curah hujan). Aspek lainnya adalah makin menurunnya

produktifitas lahan sehingga berpengaruh terhadap vegetasi yang berada pada

ruang lingkupnya. Ciri utama lahan kritis ialah gundul, berkesan gersang, dan

bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya

berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai oleh

tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan Mg, rendahnya

kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa dan kandungan bahan organik,

tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap

erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang

yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH

tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan

rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya

tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut. Masalah utama yang

dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi

masam dan miskin unsur hara.

Rehabilitasi Lahan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Dephut (2006), adalah

upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan

lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung

(21)

Pada prinsip penerapannya upaya pemulihan lahan telah banyak dilakukan

dengan variasi metode, baik secara vegetatif, mekanis maupun konvensional yang

kesemuanya bermuara pada tujuan yang sama yaitu agar lahan tersebut dapat

berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Salah satu cara untuk memulihkan

fungsi lahan agar berfungsi kembali yaitu dengan pemberian bahan organik

(pemupukan), cara ini berkaitan dengan peningkatan kesuburan tanah melalui

kandungan unsur hara yang diketahui sangat penting terhadap proses pertumbuhan

tanaman.

Menurut Syukur dan Harsono (2008), fungsi penting bahan organik antara

lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, dan

asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, meningkatkan

KPK dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral, dan energi bagi

organisme. Keuntungan pupuk NPK antara lain nutrisi tinggi, mengandung unsur

kompleks, sesuai pada tanah marginal, dan dapat bersifat slow release. Stockdale

dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber

hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik

yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati,

dan limbah rumah tangga/perkotaan. Sumber hara yang juga diperkenankan dalam

sistem pertanian organik adalah bahan galian tambang berupa kapur, batuan

fosfat, bio-super (campuran batuan dan mikroorganisme yang membantu proses

(22)

Metode Rehabilitasi Lahan dengan Bahan Organik 1. Pupuk Kandang

Sebagian besar masyarakat umumnya mengartikan pupuk kandang adalah

hasil akhir pembuangan (kotoran) hewan dan telah banyak diaplikasikannya

dalam kegiatan bercocok tanam. Pupuk kandang merupakan hasil samping yang

cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang

bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah.

Menurut Arsyad (1989) menyatakan bahwa bahan organik yang telah

lapuk mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Sementara

Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90%

dari berat totalnya.

Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang

mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi

lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang

air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya

unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah

yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot

volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.

2. Pupuk Kompos

Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan

atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang bekerja di

dalamnya. Bahan – bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan,

rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang

(23)

pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Pada tanah pasiran,

pemberian kompos dapat meningkatkan daya ikat partikel tanah. Sedangkan pada

tanah yang berat dapat mengurangi ikatan partikel tanah sehingga strukturnya

menjadi remah. Kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas

mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu,

kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah

baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah

melalui proses peningkatan humus.

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos

Unsur Hara Jumlah

Nitrogen (N) 1,33 %

Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi (2005) dalam Suhut dan Salundik ( 2006)

Penggunaan Briket Pupuk

Salah satu bentuk aplikasi pupuk selain dengan penggunaan secara

langsung ialah dengan metode pemadatan (briket). Penggunaan pupuk briket pada

lahan yang marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanahnya, serta

dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Menurut Herawady (2004),

(24)

pemberian briket kompos serta air dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta

mampu menyimpan air jika dicampurkan ke dalam media tumbuh. Sementara

menurut Annafi (2004), briket orgaik (kompos dan kandang) selain dapat

digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif

pemberian kompos terhadap tanah dan tanaman, jika di digunakan pada lahan

lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat

meningkatkan kapasitas menyimpan air.

Fungsi Air Bagi Tanaman

Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi

sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium

transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan

menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan

permukaan (Gardner dkk., 1991).

Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi

antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan.

Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti:

1. Sebagai komponen sel terbesar

2. Pelarut unsur hara dan media transportasi

3. Media yang baik untuk reaksi biokimia

4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis

5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun

6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan

(25)

8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air, misalnya

pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stomata dan bunga mekar.

9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan

10.Menstabilkan suhu

11.Penting dalam proses evolisi, baik tumbuhan di daerah kering (xerofit),

sedang (mesofit) dan lembab (hidrofit).

(Gardner dkk., 1991).

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang

diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman

yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang

tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan

mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu

(Sumarno, 2004).

Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan

berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap

kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula

hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif

yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner dkk., 1991).

Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media

tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut.

Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat

mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak

(26)

Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman

yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari

kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara

lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun.

Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau

mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas

stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup

penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008).

Hubungan Tanaman dan Air Tanah

Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun

60-90% dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda,

hal ini bergantung pada habitat dan jenis spesies tumbuhan tersebut (Fitter dan

Hay, 1981).

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada

kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman

disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air

yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju

absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh

laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan

mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai

(27)

ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air

tersedia (Hakim dkk., 1986).

Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai

resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap

cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat

tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap

cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga

terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan

dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri

fisiologis yang dapat menghindari atau menunda tingkatan pengeringan

(desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman

Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan organ tanaman antara lain:

a. Pembelahan dan pembesaran sel

Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas

daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan

proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan

(senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3

menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel

(28)

b. Perangkat fotosintesis

Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh

pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel

yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun.

c. Sistem reproduksi

Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut.

Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan,

pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa

irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode

pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji.

d. Layu dan menggulungnya daun

Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya

respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik

karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis.

Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu

kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan

oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar

tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat

terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000).

Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan

bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini

ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara

(29)

padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi

berkurang. Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih

dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara

berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan

akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam

(Haryati, 2000).

Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman

Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu

sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang

mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi.

Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup :

(1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2)

meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan

kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan

kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Herawady,

2004).

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah

dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari

tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut

evapotranspirasi.

Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan

organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah

(30)

Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa

dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah

mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang

terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam asam yang membantu

pertumbuhan. Asam-asam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman.

Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut

dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan

tanaman ( Herawady, 2004).

Taksonomi Sukun

Sukun (A. communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam

famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan

Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter (Dephut, 1998).

Taksonomi tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Subclass : Hamamelidae

Ordo : Urticales

Family : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst

(31)

Karakteristik Sukun

Tanaman sukun memiliki kulit kayu berserat kasar, dan semua bagian

tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar.

Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih

dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang

biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa

disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk

sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas

yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1998).

Syarat Tumbuh Sukun

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis

tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih

600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit

maupun curah hujan yang tinggi antara 1800 – 2250 mm per tahun dengan

kelembaban 60% – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup

banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh lebih baik di

tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C (Irwanto, 2006).

Kegunaan Tanaman Sukun

Kegunaan dari tanaman sukun adalah sebagai berikut:

1. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan makananan pokok (cadangan

(32)

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram

Jenis Bahan Pangan

Energi (Kal)

Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

2. Bunganya dapat diramu sebagai obat. Bunganya juga dapat menyembuhkan

sakit gigi.

3. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan dapat juga diramu sebagai

obat, yaitu menurunkan tekanan darah.

4. Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan

sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan

peralatan rumah tangga lainnya. Serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman

muda dan ranting dapat digunakan sebagai material serat pakaian.

(Irwanto, 2006).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Padang Lawas Utara adalah salah satu

kabupaten ini adalah2 dan memiliki 9

kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Halongonan

tepatnya desa Hutaimbaru yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang

(33)

berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat

menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002).

Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan

0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai bergelombang

dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya

sebagian besar adalah ultisol. Berdasarkan curah hujan pada tahun 1994 hingga

2000 memperlihatkan bahwa curah hujan tahunan berkisar 1077 mm hingga 3400

mm dengan bulan basah mulai dari September hingga mei. Menurut klasifikasi

Oldmen, daerah ini termasuk beriklim tipe C1 yaitu jumlah bulan basah (>200

mm) adalah 4-5 bulan dan jumlah bulan kering (>100 mm) adalah 7-8 bulan.

(Pramono, 2002).

(34)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei

2011. Penelitian ini dilaksanakan di desa Hutaimbaru, kecamatan Halongonan,

kabupaten Padang Lawas Utara, serta perhitungan kadar air pupuk di

Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, jangka sorong,

penggaris, pita ukur, alat tulis, pisau cutter, timbangan, cetakan kempa, ember,

panic, kompor, mug, oven , digital thermo-hygro meter dan kamera. Bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sukun (A. communis Forst)

umur 3 bulan, label, kompos, pupuk kandang, tepung kanji, dan air.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

nonfaktorial dengan perlakuan yakni:

Dosis : P0 = 0 kg (Kontrol)

P1 = 0,5 kg (Pupuk Kandang)

P2 = 1 kg (Pupuk Kandang)

P3 = 1,5 kg (Pupuk Kandang)

P4 = 0,5 kg (Kompos)

P5 = 1 kg (Kompos)

(35)

P7 = 0,5 kg (Briket Pupuk Kandang)

P8 = 1 kg (Briket Pupuk Kandang)

P9 = 1,5 kg (Briket Pupuk Kandang)

P10 = 0,5 kg (Briket Kompos)

P11 = 1 kg (Briket Kompos)

P12 = 1,5 kg (Briket Kompos)

Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sehingga didapat jumlah bibit sukun

sebanyak 78 bibit.

Model linear rancangan acak kelompok non faktorial yang digunakan

dalam percobaan ini adalah:

Yij= µ + τi+ βj+ Єij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan

pemberian pupuk ke-i

µ = Nilai rataan

τi = Pengaruh pemberian pupuk ke-i

βj = Pengaruh ulangan (kelompok) ke-j

Єij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan pemberian pupuk

ke-i

Apabila Anova berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan

berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)

(36)

Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Bahan Tanaman

Bibit tanaman sukun yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

peangkar bibit tanaman sukun cv. Pati nutseri yang berada di daerah Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang. Bibit sukun ini merupakan hasil perbanyakan

vegetatif stek akar. Bibit yang dibawa merupakan bibit yang telah diseleksi

sehingga memiliki umur yang seragam (umur 3 bulan) dan memiliki kesehatan

serta keadaan fisik bibit yang sama baiknya.

2. Pembuatan Briket Pupuk

Proses awal pembuatan briket ialah pemasakan tepung kanji yang

dijadikan sebagai perekat, kanji dimasukkan dalam panci kemudian ditambahkan

air dengan perbandingan 1 : 7, setelah terbentuk perekat, pupuk kandang dan

kompos yang akan dijadikan briket diambil dan dicampur dengan perekat dengan

perbandingan 7 : 1, kemudian diaduk hingga merata. Setelah itu, pupuk yang telah

diaduk dilakukan proses penyetakan, kemudian dilakukan pengempaan yang

bertujuan untuk memperkuat rekatan antara pupuk dan bahan perekat. Tahap akhir

pembuatan pupuk briket ini yaitu pengeringan alami di bawah sinar matahari

hingga pupuk benar benar kering.

3. Perhitungan Kadar Air

Pupuk organik dalm bentuk biasa dan briket di hitung kadar airnya dengan

menggunakan rumus :

KA = Berat awal – Berat oven / Berat awal x 100%

Dimana pupuk ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050 C

(37)

4. Aklimatisasi

Aklimatisasi yang dimaksud adalah penyesuaian bibit terhadap lokasi

baru yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Tanaman diletakkan pada tempat

yang tidak langsung terkena sinar matahari kemudian disiram dengan perlakuan

normal. Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih satu minggu dan setelah itu

dipindahkan ke lapangan untuk selanjutnya melakukan kegiatan penelitian.

5. Persiapan Lubang Tanam

Sebelum melakukan kegiatan penanaman, terlebih dahulu melukukan

pembuatan lubang tanman. Lubang tanam digali dengan ukuran 30 x 30 cm dan

kedalaman 30 cm. Penanamn dilakukan dengan pembuatan jalur, dimana setiap

jalur terdapat dua lobang tanamam yang akan digunakan.

6. Penanaman di Lapangan

Kegiatan di lapangam meliputi penanaman bibit sukun (A. communis)

dengan sistem jalur dan tiga kali pengulangan, dimana setiap jalur ditanam

sebanyak dua bibit, hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah kemungkinan

terjadinya eror lapangan. Bibit ditanaman sesuai dengan perlakuan masing masing

yaitu baris 1 tanpa perlakuan (kontrol), baris 2 pupuk kandang 0.5 kg, baris 3

pupuk kandang 1 kg, baris 4 pupuk kandang 1.5 kg, baris 5 briket kandang 0.5 kg,

baris 6 briket kandang 1 kg, baris 7 briket kandang 1.5, baris 8 pupuk komos 0.5

kg, baris 9 pupuk kompos 1 kg, baris 10 pupuk kompos 1.5 kg, baris 11 briket

kompos 0.5 kg, baris 12 briket kompos 1 kg, baris 13 briket kompos 1.5 kg.

Briket yang akan digunakan terlebih dahulu direndam selama kurang

(38)

bibit yang ditanam. Setelah ditanam, bibit disiram selama 1 minggu pagi dan sore,

hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko stress bibit serta berkaitan dengan

proses adaptasi terhadap lingkungan. rumah kaca meliputi penerapan perlakuan

yang telah ditentukan pada masing-masing satuan percobaan yaitu penyiraman.

7. Parameter Penelitian

Pengamatan terhadap parameter dilakukan setiap dua minggu sekali

selama 3 bulan, dimana parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Tinggi Bibit

Pengambilan data parameter tinggi tanaman dilakukan sejak hari pertama

mulai penelitian. Pengukuran ini menggunakan pita ukur dan penggaris.

Pengukuran tinggi yang dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan

tunas, dan pada titik tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan

menghindari kesalahan pengukuran.

Diameter Bibit

Pengambilan data diameter dilakukan dua minggu sekali, dimana

pengukuran tersebut dilakukan sejak hari pertama mulai penelitian. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter yang

dilakukan adalah 1 cm di atas titik awal pertumbuhan tunas, dan pada titik

tersebut diberi tanda untuk memudahkan pengukuran dan menghindari kesalahan

(39)

Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun juga dimulai pada hari pertama penelitian.

Kemudian perhitungan berikutnya dilakukan pada akhir penelitian. Daun yang

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Suhu dan Kelembaban

Hasil pengamatan lapangan diperoleh data suhu dan kelembaban sebagai

berikut:

Tabel 3. Data suhu dan kelembaban dari pengamatan 1 hingga pengamatan 6

Pengamatan Total Rata-rata

Pertambahan Tinggi Bibit Sukun (cm)

Tinggi merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mengamati

pertumbuhan bibit. Rata-rata pertambahan tinggi bibit sukun dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan tinggi bibit

sukun (cm)

(41)

Gambar 2. Rata-rata Pertambahan Tinggi Bibit Sukun Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan

tertinggi adalah perlakuan P7 yaitu 7.67 cm, sedangkan rata rata pertambahan

tinggi yang paling rendah adalah perlakuan P0 yaitu 3.33 cm. Berikut grafik

(42)

Gambar 3. Rata-Rata Tinggi Bibit Sukun Tiap Pengamatan Keterangan:

P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 3, seluruh bibit memperlihatkan pertambahan tinggi

hingga akhir pengamatan. Setiap perlakuan hanya menunjukkan pertambahan

tinggi rata rata 1-3 cm pada tiap minggu pengamatan. Laju pertambahan tinggi

bibit pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P7 kemudian P10

dan P9, sedangkan laju pertambahan tinggi bibit yang rendah adalah P0.

Jika dilihat rata-rata pertumbuhan antar perlakuan, menunjukkan bahwa

(43)

pertumbuhan bibit dibandingkan dengan cara biasa, namun seluruh perlakuan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 4. Rata-rata perbandingan tinggi bibit sukun antar perlakuan

Dari Gambar 4 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi

terbaik adalah pupuk kompos biasa yaitu 7.67 cm, sedangkan pupuk kompos

briket adalah 7.00 cm. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan pupuk kandang,

dimana nilai rata-rata pertumbuhan tinggi bibit dengan pupuk kandang biasa lebih

baik yaitu 6.00 cm dibandingkan perlakuan pupuk kandang briket yaitu 4.78 cm.

Pertambahan Diameter Bibit Sukun (cm)

Hasil pengamatan rata-rata pertambahan diameter bibit sukun disajikan

(44)

Tabel 5. Data pertambahan diameter bibit sukun (cm)

Perlakuan Rata-rata pertambahan diameter bibit

sukun (cm)

Kontrol 0.000a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 0.157ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 0.097ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 0.107ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 0.137ab

Kompos Biasa 0.5 kg 0.127ab

Kompos Biasa 1 kg 0.203ab

Kompos Biasa 1.5 kg 0.120ab

Kompos Briket 0.5 kg 0.153ab

Kompos Briket 1 kg 0.287b

Kompos Briket 1.5 kg 0.210b

Total 1.802

Rata-rata pertambahan diameter bibit sukun juga disajikan dalam bentuk

gambar sebagai berikut :

(45)

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 5 di atas menunjukkan perbedaan tingkat

pertambahan diameter pada masing-masing perlakuan. Nilai pertambahan

diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai terendah yaitu kontrol sebesar

0 cm yang berarti tidak mengalami pertambahan diameter. Berikut Gambar rata-

rata pertambahan diameter setiap pengamatan :

(46)

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa laju pertambahan diameter bibit

sukun tiap pengamatan berbeda beda. Rentang pertumbuhan diameter setiap

pengamatan berkisar antara 0.01 cm – 0.22 cm. Laju pertambahan diameter bibit

pada tiap minggu pengamatan yang paling signifikan adalah P11 kemudian P8 lalu

P2, sedangkan laju pertambahan diameter bibit yang rendah adalah P0 dimana tidak

terjadi pertambahan diameter.

Berikut ini nilai rata-rata pertambahan diameter bibit sukun antar

perlakuan:

(47)

Dari Gambar 7 tersebut menunjukkan perbedaan nilai rata-rata antar

perlakuan, dimana nilai terbesar adalah pada perlakuan pupuk kompos briket yaitu

0.17 cm dibandingkan dengan pupuk kompos biasa sebesar 0.15 cm. Hal ini

memang terlihat nyata jika dilihat secara grafis, namun berdasarkan pengolahan

analisis data bahwa pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun.

Pengamatan Jumlah Daun Bibit Sukun

Hasil pengamatan rata rata jumlah daun disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah daun bibit sukun (helai)

Perlakuan Rata-rata pengamatan rata-rata

jumlah daun bibit sukun (helai)

Kontrol 1.33a

Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg 3.33ab

Pupuk Kandang Biasa 1 kg 3.33 ab

Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 0.5 kg 4.00 ab

Pupuk Kandang Briket 1 kg 3.67 ab

Pupuk Kandang Briket 1.5 kg 5.33b

Kompos Biasa 0.5 kg 4.67 b

Kompos Biasa 1 kg 5.33 b

Kompos Biasa 1.5 kg 4.67 b

Kompos Briket 0.5 kg 4.00ab

Kompos Briket 1 kg 4.33b

Kompos Briket 1.5 kg 4.00ab

Total 51.99

Hasil pengamatan jumlah daun bibit sukun juga disajikan dalam bentuk

(48)

Gam

bar 8. Rata-rata jumlah daun bibit sukun

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 8 di atas dapat dilihat rata-rata jumlah daun

menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai rata-rata jumlah daun tertinggi adalah P6

dan P8 yaitu 5.33 sedangkan nilai rata rata terendah ialah P0 (kontrol) yaitu 1.33.

(49)

Gambar 9. Rata-rata jumlah daun bibit sukun tiap pengamatan

Keterangan: P0= kontrol

P1 = Pupuk Kandang Biasa 0.5 kg P2 = Pupuk Kandang Biasa 1 kg P3 = Pupuk Kandang Biasa 1.5 kg P4 = Pupuk Kandang Briket 0.5 kg P5 = Pupuk Kandang Briket 1 kg P6 = Pupuk Kandang Briket 1.5 kg P7 = Pupuk Kompos Biasa 0.5 kg P8 = Pupuk Kompos Biasa 1 kg P9 = Pupuk Kompos Biasa 1.5 kg P10 = Pupuk Kompos Briket 0.5 kg P11 = Pupuk Kompos Briket 1 kg P12 = Pupuk Kompos Briket 1.5 kg

Berdasarkan Gambar 9 di atas, menunjukkan bahwa rata rata jumlah daun

bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada pengamatan ke 5 seluruh

perlakuan menunjukkan grafik yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh

faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan hasil pengamatan suhu dan

(50)

Berikut gambar perbandingan rata rata jumlah daun antar perlakuan :

Gambar 10. Rata-rata perbandingan jumlah daun antar perlakuan

Berdasarkan gambar 10 di atas menunjukkan nilai rata-rata jumlah antar

perlakuan terbesar adalah pupuk kompos biasa sebesar 4.89 dan yang terendah

adalah tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 1.33. Hal ini menunjukkan bahwa

perlakuan memberi pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Akan tetapi pemberian

pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata jika dibandingkan

dengan pemberian pupuk cara biasa.

Pembahasan

Berdasarkan beberapa paramater yang diamati, menunjukkan nilai

tertinggi dari parameter tinggi bibit adalah pupuk kompos biasa 0.5 kg (P7) yaitu

7.67 cm, sedangkan pupuk kompos 0.5 kg dengan cara briket (P10) adalah 7.33

cm. Hal serupa juga terjadi pada pupuk kandang dimana nilai rata pertumbuhan

pupuk kandang dengan cara biasa 1.5 kg (P3) lebih baik yaitu 7.00 cm dibanding

(51)

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan cara briket tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sukun

dibandingkan pemberian dengan cara biasa. Hal ini terjadi karena orientasi dari

proses pembriketan pupuk tersebut adalah nilai jumlah sedangkan dalam proses

pembuatan briket faktor yang dititikberatkan adalah kerapatan, dimana kerapatan

sangat dipengaruhi oleh berat benda dengan volume benda tersebut, sehingga

pengaruh terhadap pengaplikasiannya juga akan sangat berpengaruh. Selain faktor

kerapatan, pemberian pupuk dengan cara briket tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap pertumbuhan bibit sukun didukung pula oleh faktor pengaruh tekanan

yang berdampak pada kebaradaan pori pupuk briket. Proses pembuatan pupuk

briket dengan metode konvensional memberikan perbedaan yang signifikan

terhadap proses teknis serta sifat fisik briket. Dengan tekanan yang terlalu besar

mengakibatkan briket mengalami tekanan yang besar pula sehingga pori pori pada

briket yang berfungsi sebagai saluran suplai air menjadi kecil, akibatnya proses

suplai air ke tanaman menjadi terhambat.

Nilai pertambahan diameter terbesar adalah P11 yaitu 0.29 cm dan nilai

terendah yaitu kontrol yang tidak mengalami pertambahan diameter. Hal ini

dikarenakan kondisi lingkungan yang ekstrim dengan suhu yang lebih dari 400 C

mengakibatkan tumbuhan cepat kehilangan air sehingga pertumbuhan menjadi

tetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2006) bahwa tanaman sukun

tumbuh lebih baik di tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C –

380C.

Lahan tempat dilakukannya penelitian ini adalah lahan marginal atau lahan

(52)

sangat mendominasi dalam mempengaruhi proses pertumbuhan sehingga proses

pertumbuhan begitu lambat. Dapat dilihat dari data bahwa pertambahan diameter

bibit sukun hanya berkisar 0.01-0.22 cm. Pernyataan ini sesuai dengan Dephut

(2006) salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami

cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah

hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi

sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi

maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga

menjadi tidak maksimal.

Pengamatan rata rata jumlah daun tertinggi yaitu P6 dan P8 yaitu 5.33

sedangkan nilai rata rata terendah ialah kontrol yaitu 1.33. Daun merupakan aspek

penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan zat yang dibutuhkan

tumbuhan dalam proses pertumbuhan, sementara sinar matahari juga merupakan

komponen penting dalam proses fotosintesis yang didukung pula oleh keberadaan

air. Intensitas cahaya yang sedikit tidak memberikan dampak optimal terhadap

proses fotosintesis, namun intensitas cahaya yang terlalu besar juga tidak baik

dalam proses fotosintesis karena akan dapat merusak pigmen-pigmen daun.

Kondisi di lapangan ditemukan fakta bahwa temperatur yang tinggi serta

ketersediaan air tidak mendukung sehingga mengakibatkan laju fotosintesis

menjadi lambat. Pada kontrol, rata rata pertambahan jumlah daun hanya 1.33,

paling rendah diantara perlakuan yang lai. Hal ini disebabkan oleh faktor

ketersedian air yang merupakan asapek penting dalam proses fotosintesis,

sementara pada perlakuan P6 hingga P8 memperoleh rata rata pertambahan jumlah

(53)

penyimpan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1981),

kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis,

sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus

menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada

gilirannya tanaman akan mati

Pengamatan jumlah daun bibit sukun memiliki nilai yang beragam. Pada

pengamatan ke 5 seluruh perlakuan menunjukkan grafik yang codong menurun.

Hal ini diakibatkan oleh faktor cuaca yang sangat ekstrim dimana berdasarkan

hasil pengamatan suhu dan kelembaban pada pengamatan ke 5 yaitu 46.8 0C dan

kelembaban 36% . Hal ini mengakibatkan pigmen daun banyak yang rusak dan

akhirnya menggugurkan daun sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan.

Pernyataan di atas sesuai dengan Haryati (2000) yang menyatakan bahwa respon

terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan

menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya

stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintesis.

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol, pupuk

kandang biasa, pupuk kandang dengan cara briket, kompos biasa dan kompos

dengan cara briket. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stockdale dkk. (2001) dalam

Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber hara yang dapat

digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari

pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah

tangga/perkotaan.

Berdasarkan data rata-rata perbandingan antar perlakuan, dari parameter

(54)

7.67 cm, lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos briket sebesar 7.00 cm,

sedangkan pupuk kandang biasa juga lebih tinggi daripada pupuk kandang briket

yaitu masing-masing sebesar 6.00 cm dan 4.78 cm. Dari data penambahan

diameter diperoleh bahwa nilai rata-rata pertambahan diameter bibit tanpa

perlakuan sebesar 0 cm, pupuk kandang biasa sebesar 0.12, dimana lebih tinggi

dari pupuk kandang briket sebesar 0.10 cm. Namun, kompos briket lebih besar

penambahan diameter dibanding dengan kompos biasa yaitu masing-masing

sebesar 0.17 cm dan 0.15 cm. Dari data perbandingan jumlah daun antar

perlakuan diketahui bahwa pupuk kandang biasa dan pupuk kandang briket

memiliki nilai rata-rata yang sama yaitu 3.55, sedangkan pupuk dan kompos biasa

lebih tinggi dibandingkan pemberiaan pupuk dengan cara briket yaitu 4.89 dan

4.11. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan lebih baik

daripada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan organik ke

dalam tanah yang berfungsi sebagai media penyuplai air dan unsur hara yang

dibutuhkan tanaman. Sesuai dengan pernyataan Musnamar (2002), bahan organik

mempunyai kemampuan menyerap air 80-90% dari berat totalnya. Penambahan

bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat

yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi lebih lemah,

distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang air

meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur

hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang

dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume

total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Pernyataan di atas didukung pula

(55)

mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu,

kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah

baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah

(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian pupuk dengan cara briket tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tinggi, diameter, dan jumlah daun bibit sukun.

Saran

Setelah dilakukan evaluasi ternyata pengaruh tekanan serta kerapatan

dalam proses pembuatan briket sangat diperlukan sehingga untuk penelitian

selanjutnya dapat diterapkan agar pemberian briket memberikan pengaruh nyta

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Annafi, Z. 2004. Pengaruh Waktu Penggunaan Briket Kompos Terhadap Sifat Fisika Tanah dan Pertumbuhan Jagung Manis Pada Pengolahan Minimum Latosol Sindang Barang. Skripsi. IPB. Bogor

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 1998. Buku Pedoman Kehutanan Indonesia. Jakarta

___________ . 2006. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Diakses dari

___________ . 2007. Luas Lahan Kritis di Sumatera Utara. Diakses dari

___________ . 2009. Lahan Kritis. Diakses dari Kritis.Htm. (1/1/2011)

Direktorat Jendral RLPS. 2006. Ikhtisar lahan Kritis Akhir Pelita dan Rehabilitasi. Diakses dari http:www.google_Bab_3.PDF.htm (1/1/2011)

Fitter , A. H dan Hay. R. K. M. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Gardner, P. F. R., B. Pearce, dan R.L. Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian

Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsudin, dan J. S. Baharsyah. UI Press. Jakarta

Hakim, N., Nyapka, Y.M, Lubis, A.M, Nugroho, G. Saul, R. Diha, A. Hong, B.G. dan Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung

Haryati, S. S. 2000. Fisiologi Cekaman. EdisiRevisi. Jurusan Agronomis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Program Studi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian USU. Medan

Gambar

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram
Gambar 1. Peta Tipe Iklim Di Kabupaten Tapanuli Selatan (lokasi penelitian adalah bagian peta yang diarsir lebih tebal)
Tabel 4. Data pertambahan tinggi bibit sukun (cm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, Hudan Majid Ibrahim, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “ ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, KUALITAS PELAYANAN, DAN NILAI PELANGGAN

Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Kertajati merupakan implikasi dari proses pembangunan yang dihasilkan oleh kebijakan pemerintah. Konversi lahan pertanian

Setiap Departemen terintegrasi dengan mengandalkan sistem informasi serta jaringan internet untuk menunjang serta memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dengan judul kerapatan rumput laut pada kedalaman yang berbeda di perairan Pantai Bandengan, Jepara adalah Kerapatan

Beban gempa merupakan beban yang sangat tidak dapat diperkirakan besar maupun arahnya.Besar gaya gempa sangat dipengaruhi oleh perilaku struktur tersebut.maka dari itu

KB/KR Yang Mandiri, dengan kegiatan Fasilitasi Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli KB. Program dan kegiatan ini dilaksanakan dan diampu oleh Dinas Pengendalian

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini diharapkan agar pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Maoutong dapat mempertimbangkan pemanfaatan media sms reminder dalam

Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya orinentasi