• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Problem Based Learning Berbantuan Media Video Pembelajaran dengan Hasil Belajar Menggunakan Metode Konvensional pada Siswa Kelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Problem Based Learning Berbantuan Media Video Pembelajaran dengan Hasil Belajar Menggunakan Metode Konvensional pada Siswa Kelas "

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Pembelajaran IPA di SD

Menurut Permendiknas No. 24 (2007: 149), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses penemuan. IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuan manusia secara kodrati terhadap apa yang ada di sekelilingnya (alam). Secara khusus, siswa di sekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan dengan benar oleh guru supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi. Penggalian keingian tahuan siswa ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya: metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel fisis, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya, dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif.

IPA biasanya disebut dengan kata “sains” yang berasal dari kata “natural science”.Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan.Penggunaan kata “sains” sebagai IPA berbeda dengan pengertian sosial science, educational science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Bundu (2006: 9) menjelaskan secara tegas bahwa yang dimaksud kata sains dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah IPA itu sendiri. Ruang lingkup sains tersebut adalah sains (tingkat SD),sains Biologi, Sains Kimia, Sains Bumi dan Antariksa (tingkat sekolah menengah).

(2)

menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dessiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A (2010: 6), Sains adalah: “Science is the name we give to group of process through which

we can sistematically gather information about the natural

world.Science is also the knowledge gathered through the use of

such process. Finally, science is characterized by those values and

attitudes processed by people who use scientific process to gather knowledge.”

Pengertian sains menurut uraian di atas adalah (1) sains adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar, (2) sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan tertentu, (3) sains dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut (sikap ilmiah).

(3)

2.2

Problem

Based Learning

2.2.1 Hakekat Problem – Based Learning

Menurut Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Model ini menyediakan sebuah alternatif yang menarik bagi guru yang menginginkan maju melebihi pendekatan-pendekatan yang lebih berpusat pada guru untuk menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model itu.

Menurut Nurhadi (2004: 109), PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan berfikir tingkat tinggi mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri (Arends dalam Trianto, 2011: 68). Model pembelajaran ini mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek, pembelajaran berdasarkan pengalaman, belajar autentik dan pembelajaran bermakna. Penyajian sebuah masalah dalam pembelajaran dapat membantu siswa lebih baik dalam belajar.

(4)

2.2.2 Karakteristik Problem – Based Learning

Ciri yang paling utama dari model pembelajaran PBL yaitu dimunculkannnya masalah pada awal pembelajarannya. Menurut Arends (Trianto, 2007), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik : (1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Karakteristik pengajuan pertanyaan atau masalah ini memiliki 5 syarat yaitu (a) autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu, (b) jelas, masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa, (c) mudah dipahami, masalah yang diberikan harusnya mudah dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, (d) luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia, (e) bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah. (2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu. (3) Penyelidikan autentik (nyata) Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir. (4) Menghasilkan produk dan memamerkannya Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. (5) Kolaboratif pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar siswa.

(5)

yang utama, (6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam problem based learning, (7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, (8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan, (9) sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, (10) Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Dari pendapat para ahli diatas mengenai karakteristik Problem-Based Learning yang dipaparkan oleh para ahli dapat dikaji beberapa poin penting yang terdapat dalam Problem-Based Learning:

1. Pengajuan masalah di dalam poin ini terdapat beberapa tahap yang harus diperhatikan yaitu: a) Autentik yaitu masalah yang diangkat/yang akan dibahas harus sesuai dengan kehidupan di dunia nyata siswa, b) Jelas yaitu masalah yang diangkat tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa, c) Mudah dipahami artinya masalah yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan tingkatan berfikir siswa, d) Luas yaitu masalah yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mencakup seluruh materi pelajaran, e) Bermanfaat yaitu masalah yang diberikan bermanfaat untuk siswa sebagai pemecah masalah dan untuk guru sebagai pembuat masalah. 2. Fokus masalah yaitu masalah yang diberikan kepada siswa harus memiliki

keterkaitan dengan berbagai disiplin

3. Masalah yang diberikan membuat siswa menjadi tertantang yaitu masalah yang diberikan kepada siswa mampu membuat siswa aktif serta kritis dalam menyikapi masalah yang dipecahkan

(6)

5. Menghasilkan produk yatu siswa mampu menghasilkan produk dari hasil belajarnya kemudian hasil tersebut dipamerkan dalam bentuk karya

6. Kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yaitu siswa melakukan kerja kelompok, berinteraksi,kemudian saling mengajar (peer teaching) dan selanjutnya melakukan presentasi dari hasil kerja kelompok yang dilakukan oleh siswa.

2.2.3 Peran Guru dalam Problem – Based Learning

Menurut Arends (2008: 41) peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan berbagai masalah, memberi berbagai masalah, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Arends menambahkan PBL tidak akan terjadi kecuali jika guru menciptakan lingkungan kelas tempat pertukaran ide-ide yang terbuka dan jujur dapat terjadi. Rusman (2013: 234) Peran guru dalam PBM berbeda dengan peran guru didalam kelas. Guru didalam PBM terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu:

1. Bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar.

2. Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya ? dan

3. Bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif ?

(7)

2.2.4 Langkah – Langkah Problem Based Learning

Menurut Suprijono (2009: 74-76), terdapat lima tahapan pembelajaran problem based learning yang disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1

Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning

FASE PERILAKU GURU

Fase 1:

Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta

didik

Guru menyampaikan tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah

Fase 2:

Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya

Fase 3:

Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi

Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain:

1. Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri.

2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban

mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak

solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.

3. Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.

(8)

Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigative dan pelaporannya.

Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabannya atau dicari solusinya.

Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah dan solusinya. Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil investigasi atau artefak tersebut.

Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistemik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai keterbukaan. Keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer kebebasan intelektual. Penting pula dalam pengelolaan pembelajaran berbasis masalah memperhatikan hal-hal seperti situasi multi tugas yang akan berimplikasi pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku di luar kelas.

(9)

mengumpulkan data dan eksperimentasi secara mandiri dan berkelompok, (4) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit yaitu siswa membuat laporan tertulis mengenai pemecahan masalah dan solusi yang diusulkan, selanjutnya siswa mndemonstrasikan atas produk hasil investigasi yang telah dilakukan siswa, (5) Menganalisis dan mengevaluasi permasalahan yaitu guru membantu siswa untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil proses berfikir siswa dan ketrampilan siswa dalam melakukan proses penyelidikan atau pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa.

2.2.5 Kelebihan Pembelajaran Problem Based Learning

(10)

2.2.6 Kelemahan Pembelajaran Problem Based Learning

Kelemahan pembelajaran problem based learning yang dikemukakan oleh Trianto (2011: 97) antara lain: (1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks, (2) Sulitnya mencari problem atau masalah yang relevan, (3) Sering terjadi miss-konsepsi,(4)Konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Menurut Sanjaya (2007: 218), problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya: 1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya 2) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka kelemahan dalam problem based learning yaitu guru kesulitan dalam menyiapkan perlengkapan yang kompleks yang akan digunakan guru untuk mengaitkan masalah yang relevan yang akan dibahas dan yang sering terjadi sehingga terkadang menjadikan beda pandangan, selain itu juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa. Selain itu terkadang siswa juga menjadi kurang percaya diri dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi sehingga mengakibatkan siswa menjadi tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dan menjadikan siswa menjadi malas untuk mencoba memecahakan suatu permasalahan yang disajikan oleh guru.

2.3

Media Pembelajaran

(11)

Hamdani (2011: 243) “media pembelajaran adalah komponen yang terdiri dari suatu yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk dijadikan bahan sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar”. Sedangkan menurut Bruner dalam Arsyad (2011: 7), ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu: pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrack (symbolic). Hasil belajar seseorang dimulai dari pengalaman langsung (kongkrit), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan,sampai kepada lambang - lambang verbal (abstrak).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka Media pembelajaran adalah

“suatu alat bantu yang digunakan pada proses pembelajaran”. Dengan adanya media dimaksudkan dapat mempermudah dalam menyampaikan materi ajar dari guru kepada penerima (siswa). sehingga dapat mempertinggi efektifitas dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2.3.1 Jenis dan Karakteristik Media

Setiap media memiliki jenis dan karakteristik tertentu, Menurut Hamdani (2011: 248) “media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu: media

visual, media audio dan media audiovisual”. Menurut Suprihatingrum (2013: 323) mengemukakan “bahwa jenis-jenis media pembelajaran terdiri dari: media grafis (simbol-simbol komunikasi visual meliputi: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan flanel, papan buletin), media audio (dikaitakan dengan indera pendengaran meliputi: radio, (alat perekam pita magnetik), multimedia (dibantu proyektor LCD misalnya file program komputer

multimedia)”. Berdasarkan pendapat para ahli diatas jenis dan karakteristik media yaitu:

1. Media visual (gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan flanel, papan buletin)

2. Media audio (radi0 dan perekam pita magnetik)

(12)

2.3.2 Ciri-Ciri Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2005: 6–7) ciri-ciri umum yang terkandung dalam media yaitu : a) Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat,didengar, atau diraba dengan panca indera. b) Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. c) Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio. d) Media pendidikan memiliki pangertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas. e) Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. f) Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya radio,televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya : modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder). g) Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

Suprihatiningrum (2013: 320) mengemukakan media pembelajaran mempunyai tiga ciri, sebagai berikut:

a. Ciri fiksatif, berarti media harus memliki kemampuan untuk merekam, meyimpan dan merekonstruksi objek atau kejadian. b. Ciri manipulatif, media harus memiliki kemampuan dalam

memanipulasi objek atau kejadian.

c. Ciri distributif, berarti media harus memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar dan disebarluaskan.

(13)

2.3.3 Fungsi Dan Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2011: 169) Media pembelajaran berfungsi dan memiliki peran sebagai berikut: 1) Menangkap sesuatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu. 2) Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu. 3) Menambah gairah dan motivasi belajar siswa. Sedangkan menurut Sanaky (2009: 6) Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan: 1) Menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langka, 2) Membuat duplikasi dari obyek sebenarnya, 3) Membuat konsep abstrak ke konsep abstrak menjadi konsep yang konkrit,4) Member kesamaan persepsi, 5) Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak, 6) Menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan 7) Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat diatas maka fungsi dan manfaat media pembelajaran yaitu menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langka, selain itu juga memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat menambah gairah dan motivasi belajar siswa supaya materi yang diajarkan dapat mencapai tujuan pembelajaran.

2.4

Media Video

(14)

pita video atau piringan video (VCD/DVD) yang akan digunakan. b) Menyusuan naskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah, disamping menyita banyak waktu. c) Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya, Prastowo (2013: 306).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka vidio audio-visual merupakan suatu media gerak yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana sangat baik untuk mencapai tujuan belajar psikomotor, selain itu vidio audio-visual membutuhkan biaya produksi yang sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya.

2.5

Media Gambar

Di antara media pendidikan, gambar adalah media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmti dimana-mana. Sudjana dan Rivai (2003: 68), Media gambar adalah media yang mengkombinasikan pengungkapan kata-kata dengan gambar-gambar. Media gambar adalah penyajian visual dua dimensi yang mamanfaatkan rancangan gambar sebagai sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari, misalnya yang menyangkut manusia, peristiwa, benda-benda, tempat dan sebagainya. (R. Angkowo dan A. Kosasih, 2007: 26).

Gambar dapat membantu guru dalam mencapai tujuan intruksional, karena gambar termasuk media yang mudah serta besar sehingga dapat mempertinggi nilai pengajaran. Sadiman, Rahardjo, Haryono dan Rahardjito (2008: 29-32)

mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan media gambar foto yaitu: “1)

sifatnya konkret; 2) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu; 3) media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita; 4) gambar dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja; 5) gambar harganya sangat

murah”. Bebarapa kelemahan media gambar antara lain: “1) gambar/foto hanya

menekankan persepsi indera mata 2) gambar/foto yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran 3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok

(15)

2.6

Sintak

Problem Based Learning

Berbantuan Media Vidio

Pembelajaran

Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011: 98) Pembelajaran model Problem Based

Learning berbantuan dengan media vidio pada pembelajaran IPA materi susunan bumi,

sintak pembelajarannya adalah sebagai berikut: a) Orientasi siswa pada masalah: Guru

menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas, tujuan pembelajaran, melakukan

apersepsi dan motivasi yang berupa masalah awal yang dapat membangkitkan

keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah. b) Mengorganisasi siswa untuk belajar

dengan media video: Guru membagi siswa dalma kelompok-kelompok kecil (4-5 orang)

secara heterogen antara kelompok yang pandai dan kelompok yang kurang. Kemudian

guru menyampaikan permasalahan dan memutarkan video sesuai dengan materi

pembelajaran. c) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: Guru

membagikan lembar kerja siswa kepada masing kelompok kemudian

masing-masing kelompok diminta untuk memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman siswa. d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Setelah

masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas diskusinya, setiap kelompok menyampaikan

hasil diskusinya di depan kelas, kemudian guru dan kelompok siswa lain menanggapi

atau memberikan komentar untuk kelompok yang sedang menyampaikan hasil

diskusinya. e) Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah:

Guru dan siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan membuat kesimpulan terhadap

kejadian, aktivitas, pengetahuan dan penyelidikan yang mereka yang lakukan dalam suatu

pembelajaran.

Sintak pendekatan Problem Based Learning berbantuan media vidio

pembelajaran berdasarkan ahli diatas ada beberapa tahap yang pertama orientasi

berdasarkan masalah dimana guru harus menyiapkan masalah yang akan dibahas dalam

pembelajaran, kedua mengorganisasi siswa untuk belajar dengan media vidio pada tahap

ini guru harus membagi siswa kedalam 4-5 kelompok belajar yang heterogen, ketiga guru

membimbing siswa dalam melakukan menganalisis vidio pembelajaran baik secara

individu dan kelompok, tahap yang keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil

karya pada tahap ini masing-masing kelompok belajar harus menyampaikan hasil

diskusinya berupa laporan hasil diskusinya di depan kelas, dan tahap kelima yang terakhir

menganalisis dan mengevaluasi proses hasil pemecahan masalah, pada tahap ini guru dan

siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan selanjutnya membuat kesimpulan dari hasil

(16)

2.6.1 Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Vidio Pembelajaran dan Pembelajaran Konvensional Berbantuan Media Gambar Berdasarkan Standar Proses

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan langkah awal membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Setiap guru dalam satuan pendidikan wajib membuat RPP secara lengkap dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berperan aktif. RPP disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

(1) Kegiatan Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam satu pertemuan pembelajaran. Ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipatif aktif dalam proses pembelajaran (Permendiknas No 41 Tahun 2007).

(2) Kegiatan Inti

Sesuai Permendiknas No. 41 Tahun 2007 bahwa kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistematik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

(3) Kegiatan Akhir

(17)

Berdasarkan uraian di atas bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Maka dalam pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan vidio pembelajarandan model pembelajaran konvensional berbantuan media gambar, wajib membuat RPP.

Adapun pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

1. Rencana pembelajaran (persiapan), meliputi a. merumuskan indikator yang akan dicapai

b. merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran IPA melalui penyusunan RPP

c. menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan

d. membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran saat tindakan berlangsung

e. membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam pembelajaran

2. Pelaksanaan, meliputi 1. Kegiatan awal

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya, “sudah siap untuk belajar hari

ini?” dan memeriksa sikap duduk siswa dalam menerima pelajaran,

memeriksa buku pelajaran dan alat tulis yang diperlukan

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari

c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai

d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi IPA yaitu peristiwa alam dan dampaknya dengan mengajukan pertanyaan “pernahkah anak

(18)

2. Kegiatan inti 1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi meliputi:

a. Guru memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa tentang materi peristiwa alam dan dampaknya

b. Guru menunjukkan video tentang peristiwa alam yang terjadi di Indonesia, hal ini bertujuan agar siswa tertarik dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan aktif.

Fase 1: Orientasi Permasalahan

c. Guru memberikan permasalahan kepada siswa tentang peristiwa alam dan dampaknya bagi kehidupan

2) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi meliputi:

Fase 2: Organisasi Penelitian

a. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok dengan diberikan topik permasalahan yang berbeda tentang peristiwa alam yaitu:

Kelompok A : peristiwa alam gempa bumi dan dampaknya Kelompok B : peristiwa alam gunung meletus dan dampaknya Kelompok C : peristiwa alam banjir dan dampaknya

Kelompok D : peristiwa alam tanah longsor dan dampaknya Kelompok E : peristiwa alam kekeringan dan dampaknya

b. Selain mengamati video peristiwa alam pada awal pembelajaran, guru membagikan materi tambahan terkait dengan permasalahan dari buku, koran, dan gambar

Fase 3: Investigasi Mandiri dan Investigasi Kelompok

a. Setiap kelompok mencari informasi dari buku, koran, gambar, atau pengalaman pribadi tentang topik permasalahan yang ditentukan

(19)

Fase 4: Mengembangkan Artefak dan Exhibit

a. Masing – masing kelompok mendiskusikan tindakan yang harus dilakukan dari peristiwa alam yang terjadi serta memberikan cara pencegahan bencana alam tersebut

b. Masing – masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas kepada teman – teman yang lain

c. Kelompok yang lain saling bertanya dan menanggapi kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

Fase 5: Mengembangkan dan Mempresentasikan Artefak dan Exhibit

a. Masing-masing kelompok mendiskusikan tindakan yang harus dilakukan dari peristiwa alam yang terjadi serta memberikan saran cara mencegah bencana alam tersebut

b. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas kepada teman-teman yang lain

c. Kelompok yang lain saling bertanya dan menanggapi terhadap kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

d. Siswa saling mengevaluasi hasil diskusi yang telah disampaikan 3) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, meliputi

a. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas

b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan 3. Kegiatan akhir

a. Peserta didik bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran b. Guru memberikan post test kepada siswa

c. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran hari ini

menyenangkan? Apa yang kalian peroleh hari ini?”

(20)

Sedangkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional berbantuan media gambar adalah sebagai berikut: 1. Rencana pembelajaran (persiapan), meliputi

a merumuskan indikator yang akan dicapai

b merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA melalui penyusunan RPP

c menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan

d membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran saat tindakan berlangsung

e membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam pembelajaran

2. Pelaksanaan, meliputi 1. Kegiatan awal

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya, “sudah siap untuk belajar hari

ini?” dan memeriksa sikap duduk siswa dalam menerima pelajaran,

memeriksa buku pelajaran dan alat tulis yang diperlukan

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari

c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai

d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi IPA yaitu peristiwa alam

dan dampaknya dengan mengajukan pertanyaan “pernahkah

anak-anak melihat peristiwa tsunami di Aceh?”

2. Kegiatan inti 1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi meliputi:

(21)

b. Guru menunjukkan beberapa gambar tentang peristiwa alam yang terjadi di Indonesia

2) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi meliputi

a. Guru meminta peserta didik secara individu mulai memikirkan dan mencari/mengidentifikasi peristiwa alam dan dampaknya b. Peserta didik menuliskan peristiwa alam dan dampaknya

diselembar kertas dengan waktu 5-10 menit

c. Guru membagi siswa kedalam 5 kelompok belajar dan membagikan gambar mengenai peristiwa alam.

d. Peserta didik mulai berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan jawaban yang diperoleh dari masing-masing individu

e. Setiap pasangan menuliskan hasil diskusinya di selembar kertas untuk dipresentasikan

f. Beberapa kelompok diskusi mempresentasikan jawaban yang telah diperoleh bersama kelompok pasangannya dan kelompok lain mendengarkan serta memberi tanggapan

g. Masing-masing kelompok pasangan diskusi mengumpulkan hasil diskusi

3) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, meliputi

a. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas

b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan 3. Kegiatan akhir

a. Peserta didik bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran b. Guru memberikan post test kepada siswa

c. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran hari ini

menyenangkan? Apa yang kalian peroleh hari ini?”

(22)

2.7

Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Kemampuan-kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008: 45). Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Menurut Dimyati (2009: 277) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar seharusnya diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

(23)

sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depan, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain ( Poerwanti, 2008: 1-4). Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Dari pengertian yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Teknik yang akan digunakan peneliti untuk mengukur hasil belajar yaitu teknik tes.

Menurut Endang Poerwanti, (2008: 4-5) terdapat lima jenis – jenis tes, salah satunya adalah jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:

a. Tes esei (Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek

Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata – kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-angka.

c. Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.

(24)

mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir – butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian portofolio.

Jadi hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, diskusi, dan presentasi. Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat isi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes.

Adapun kisi-kisi didalamnya meliputi:

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2. Indikator

3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan),

4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi) 5. Bentuk instrumen

(25)

2.7.1 Hasil Belajar IPA

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah dasar, merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghagai Tuhan Yang Masa Esa. Sejalan dengan itu maka hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar menurut Hidayat (2001: 14) dapat di uraikan sebagai berikut: (1) siswa memiliki pemahaman tentang konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; (2) Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar; (3) Mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari; (4) mengenal dan dapat memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan treatment berupa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media vidio dan model pembelajaran konvensional berbantuan gambar.

(26)

dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar IPA secara menyeluruh akan dilakukan tes tertulis yang berupa pilihan ganda dimana hasil tes tersebut digunakan untuk mengukur tingkat berfikir kognitif siswa secara keseluruhan

2.7.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010: 54-71) pencapaian hasil belajar yang optimal dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern:

1. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor intern terbagi menjadi tiga yaitu faktor jasmani, faktor fsikologis, dan kelelahan.

a. Faktor Jasmani

Faktor jasmani yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua, yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.

1) Faktor Kesehatan

Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badan lemah, dan kelainan – kelainan fungsi alat indera lainnya.

2) Faktor Cacat Tubuh

(27)

b. Faktor Fsikologis

Ada tujuh faktor yang termasuk ke dalam faktor fsikologis yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

1) Intelegensi

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menhadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.

2) Perhatian

Untuk menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian, maka timbullah kebosanan sehingga siswa tidak suka lagi belajar.

3) Minat

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa,maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik – baiknya karena tidak ada daya tarik baginya.

4) Bakat

Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai bakatnya, maka hasil belajar lebih baik karena ia belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dan pada akhirnya akan mencapai hasil belajar yang memuaskan.

5) Motif

(28)

padanya mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajarnya.

6) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat – alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Belajar akan lebih berhasil jika anak siap (matang). Jadi kemajuab untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan siswa.

7) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

c. Faktor Kelelahan

Faktor kelelahan ada dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani dapat terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbulnya kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

a. Faktor Keluarga

(29)

b. Cara Orang Tua Mendidik

Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anak – anak mereka, tidak memperhatikan sama sekali kepentingan dan kebutuhan anak dalam belajar, tidak menyediakan kelengkapan belajar anak, dan lain – lain yang dapat memnyebabkan anak tidak atau kurang dalam belajar.

c. Relasi Antar Anggota Keluarga

Wujud relasi itu misalnya, apakah hubungan dalam keluarga penuh kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, sikap acuh tak acuh. Demi kelancaran dan keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga.

d. Suasana Rumah Tangga

Suasana rumah yang tegang, ribut, sering cek cok, pertengkaran antaranggota keluarga atau dengan keluarga lain menyebabkan anak bosan dirumah, suka keluar rumah, akibatnya anak malas belajar.

e. Keadaan Ekonomi Keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan keberhasilan belajar anak. Anak yang sedang belajar, selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya seperti makan, pakaian, perlindungan, kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, alat – alat tulis, buku – buku, penerangan dan lain – lain. Fasilitas tersebut hanya dapat terpenuhi jika keluarga memilik cukup uang. f. Faktor Sekolah

(30)

g. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat yang mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi: kesiapan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.8

Hubungan

Problem

Based Learning

dengan Hasil Belajar

Problem-Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran berbasis masalah yang tepat digunakan di dalam pembelajaran SD. Melalui model

Problem-Based Learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan

ketrampilan berpikir dan ketrampilan mengatasi masalah.Hal tersebut juga dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah sehingga dapat melatih peserta didik untuk berpikir kritis.

Menurut Slameto (2010: 138) Kreativitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar. Dan diharapkan dengan adanya pemikiran kritis siswa melalui Problem-Based Learning dapat membantu meningkatkan Hasil belajar IPA kelas V semester II dan membantu meningkatan kreativitas belajarnya. Karena dengan menggunakan Problem-Based Learning yang menghadapkan siswa kedalam sebuah permasalahan akan meningkatkan kreativitas siswa melalui diskusi kelompok. Dan selanjutnya ketika kerativitas belajar anak meningkat maka besar kemungkinan hasil belajar yang diperolehpun akan meningkat.

2.9

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, antara lain: Penelitian ini dilakukan I KD. Marga Sastrawan dkk yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran PBL Berbantuan Visual Animasi Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD GUGUS II TAMPAKSIRING

GIAYAR” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan

(31)

Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan media visual animasi dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hasil uji hipotesis diperoleh t hitung sebesar 3,25,

sedangkan nilai t tabel adalah 2,00. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui

bahwa t hitung > t tabel(3,25>2,00).Berdasarkan perbedaan tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Visual Animasi dengan siswa yang di belajarkan melalui Pembelajaran Konvensional Pada Kelas V SD Gugus II Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.

(32)

Negeri 1 Mangunrejo kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Menurut penelitian Ari Hastuti dan Yudi Budianti (2014) dengan judul

penelitian “Pengaruh Penggunaan Media Audiovisual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas II SDN Bantargebang II Kota Bekasi”,

menyimpulkan bahwa media audiovisual berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas II. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan desain penelitian yang digunakan bentuk pretest-postest nonequivalent-group design. Sampel yang diambil untuk mewakili populasi menggunakan teknik purposive sampling dan sampel yang diambil berjumlah 35 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan data berupa tes ojektif. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan uji-t taraf signifikan

(33)

Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, akan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2

Persamaan Dan Perbedaan Penelitian

No Nama Peneliti Tahun Variabel penelitian Hasil penelitian

Pembelajara

Berdasarkan tabel 2.3 dapat dilihat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Persamaannya yaitu pada variabel pembelajaran problem based learning dalam penelitian Marga Sastrawan dkk tahun 2014 dan Yasinta, Niken Maya 2012, variabel media audiovisual pada penelitian Ari Hastuti dan Yudi Budianti tahun 2014 dan hasil belajar IPA sama dengan ketiga penelitian yang telah disajikan. Sedangkan perbedaannya yaitu variabel media audiovisual pada penelitian Ari Hastuti dan Yudi Budianti tahun 2014. Namun didalam penelitian yang dilakukan peneliti memang sama – sama menggunakan pembelajaran problem based learning namun problem based learning berfungsi sebagai “pendekatan”pembelajaran bukan sebagai model atau

(34)

2.10

Kerangka Pikir

Berdasarkan pemikiran jika menggunakan Problem Based Learning dan hasil belajar dengan guru menerapkan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning sejak awal maka murid sadar akan tujuan pembelajaran, yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun harus termotifasi, motifasi belajar siswa dapat tinggi dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning.

Selanjutnya dengan pendekatan Problem Based Learning akan membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya, selain membantu siswa dalam memecahkan permasalahan pembelajaran juga bisa mendorong siswa untuk berfikir kritis dan mendapatkan informasi yang tepat, dan melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan pembelajaran yang dihadapi oleh siswa. Kemudian juga membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil pembelajaran berupa laporan,rekaman video, serta membantu mereka untuk menyampaikan hasil dari pembahasan pemecahan masalah yang didapatkan siswa kepada orang lain. Selanjutnya siswa dapat melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses pembelajaran yang akan digunakan siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa.

(35)

2.11

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA dengan menggunakan

pendekatan Problem-Based Learning berbantuan media vidio pembelajaran dengan hasil belajar menggunakan metode konvensional pada siswa kelas 5 SD Negeri Gendongan 02 Dan 03 Kota Salatiga Semester II Tahun 2014/2015

H1 : Terdapat perbedaan hasil belajra IPA dimana hasil pembelajaran dengan

Gambar

Tabel 2.2 Persamaan Dan Perbedaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Audit Pajak Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak (Studi Kasus

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) Undang-Undang Agraria 1870 muncul sebagai akibat adanya penyelewengan-penyelewengan pada masa Sistem Tanam Paksa yang

Terlihat bahwa p- value = 0,022< α (0,05), ini berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang siginifikan antara pengetahuan bidan tentang inisiasi menyusu

Pengukuran jarak untuk kerangka control peta, dapat dilakukan dengan cara langsung menggunakan alat sederhana yaitu roll meter atau dengan alat sipat

Selain itu, juga untuk mengetahui karakteristik mahasiswa DIII Kebidanan Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta yang mengalami dismenorrea, diketahuinya tingkat nyeri penderita

2008 Hubungan Gigi Anterior Berjejal dengan Gingivitis pada Anak Usia 10-12 Tahun di SD Negeri 94 Kelurahan Siberanti Palembang. PEMBIMBING :

Lebih lanjut Kovenan menetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan'beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18); hak orang untuk mempunyai

4. Anggaran Belanja Negara, Penetapan formasi PNS bagi suatu organisasi pada akhirnya sangat ditentukan oleh tersedianya anggaran. Oleh karena itu