• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlakuan kedua taraf ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Enzim khimosin (EC 3.4.23.4) atau dikenal dengan rennet merupakan enzim protease yang diekstraksi dari abomasum ruminansia. Sifat khimosin yang paling menonjol adalah kemampuannya untuk menggumpalkan susu. Sebagian besar enzim protease telah diketahui mampu menggumpalkan susu, namun enzim khimosin merupakan protease yang memiliki kemampuan paling tinggi dalam menggumpalkan susu (Suhartono, 1991).

Ekstraksi Enzim Khimosin

Abomasum dijadikan sebagai bahan baku utama penghasil khimosin didasarkan kepada fakta bahwa sel-sel penghasil enzim protease terdapat pada mukosa abomasum. Junqueira et al. (1998), menegaskan bahwa sel utama pada bagian fundus dominan menghasilkan enzim-enzim protease. Perbandingan berat mukosa dari daerah fundus dan pilorus dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Berat dan Ukuran Rata-rata Daerah Kelenjar Fundus dan Pilorus Abomasum Domba Lokal Umur Dewasa Muda

Daerah kelenjar Berat daerah (g) Lebar mukosa (cm) Panjang mukosa (cm) Luasan (cm2) Berat pelet (g) Fundus 52,98 7,5 9,7 72,75 9,46 Pilorus 18,66 4,7 12,9 60,63 5,15

Daerah kelenjar fundus merupakan daerah yang lebih luas bila dibandingkan dengan daerah kelenjar pilorus. Daerah kelenjar fundus mempunyai luasan rata-rata sebesar 72,75 cm2, sedangkan daerah kelenjar pilorus memiliki kisaran luasan

sebesar 60,63 cm2. Daerah kelenjar fundus dengan luasan yang lebih besar

menghasilkan pelet seberat 9,46 gram, lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah pelet yang berhasil diekstraksi dari daerah kelenjar pilorus, yaitu seberat 5,15 gram. Data pada Tabel 2 memberikan gambaran bahwa luasan daerah kedua kelenjar berhubungan dengan berat daerah masing-masing daerah.

Daerah kelenjar fundus (Gambar 12) memiliki ciri khas berupa daerah yang tersusun oleh lipatan-lipatan mukosa. Lipatan-lipatan mukosa tersebut menyebabkan berat daerah kelenjar fundus (52,98 gram) lebih dari dua kali lipat daripada berat kelenjar pilorus yang hanya seberat 18,66 gram. Lipatan-lipatan mukosa tersebut juga menyebabkan luas permukaan daerah kelenjar fundus menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan luasan mukosa rata-ratanya. Daerah kardia tidak diekstraksi karena belum dapat teridentifikasi pada saat penelitian oleh karena penampang luasan daerah kelenjar kardia terlampau sempit untuk dapat diidentifikasi dan diekstraksi.

Gambar 7. Hasil Kelupasan Mukosa (A) Fundus dan (B) Pilorus serta Pelet Hasil Sentrifugasi Mukosa Fundus (C) dan Pelet Hasil Sentrifugasi Mukosa Pilorus (D)

Sel utama pada daerah kelenjar fundus mensekresikan pepsin dan khimosin, sedangkan sel-sel pada kelenjar pilorus dominan mensekresikan mukus disertai sedikit enzim protease (Junqueira et al., 1998). Warna mukosa fundus lebih gelap daripada mukosa pilorus, seperti ditampilkan pada Gambar 7 A, karena sel-sel pada mukosa fundus yang menghasilkan protease bertugas untuk mencerna makanan, sedangkan sebagian besar sel kelenjar pilorus bekerja mensintesis mukus. Lipatan-lipatan mukosa ikut menjadikan mukosa fundus lebih gelap sebagai dampak pencernaan makanan.

Khimosin merupakan enzim intraseluler yang bekerja secara ekstraseluler, oleh karena itu diperlukan metode ekstraksi yang lebih rumit untuk dapat mengekstrak enzim tersebut (Sadikin, 2002). Mukosa abomasum dicacah dengan tujuan untuk merusak dinding sel mukosa, sehingga sebagian sel penghasil enzim protease akan rusak dan membebaskan enzim yang diinginkan. Penggunaan garam fisiologis sebelum jaringan diekstraksi bertujuan untuk mengawetkan jaringan agar tidak rusak. Komposisi garam fisiologis terdiri atas ion-ion yang hampir serupa dengan kondisi isotonis jaringan, sehingga penggunaan garam fisiologis sebagai pengawet jaringan sebelum ekstraksi tidak berpengaruh terhadap hasil akhir ekstraksi.

Khimosin memiliki pH stabil antara 5,3-6,3, oleh karena itu khimosin akan teraktivasi pada pH rendah (Ernstrom, 1974). Asam asetat merupakan asam lemah yang berfungsi untuk mengaktivasi enzim khimosin. Enzim khimosin yang telah teraktivasi dipisahkan dari sel melalui sentrifugasi. Sel secara teoritis memiliki massa yang lebih berat daripada massa enzim sehingga enzim akan terpisah dan terdapat didalam supernatan, sedangkan sel akan mengendap dalam bentuk pelet.

Penambahan basa seperti NaOH bertujuan untuk menetralisasi kondisi keasaman larutan ke dalam kondisi keasaman optimal khimosin (5,3-6,3) sebelum dilakukan uji kemampuan aktivitas mengkoagulasikan susu. Meskipun khimosin aktif pada pH rendah, namun aktivitasnya akan menurun apabila terus berada pada pH rendah. Penambahan NaOH juga ditujukan untuk mencegah penggumpalan susu yang diakibatkan oleh asam, oleh karena itu terlebih dahulu supernatan dinetralkan.

Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Enzim terhadap Waktu Koagulasi Susu

Konsentrasi khimosin yang ditambahkan ke dalam susu secara natural akan meningkatkan kecepatan koagulasi susu. Koagulasi susu akibat agregasi kasein hanya dapat berlangsung apabila sebagian besar k-kasein telah terpecah, sehingga misel kasein dapat membentuk struktur yang iregular, yang pada akhirnya akan membentuk struktur teratur berupa gel. Kepadatan gel akan segera terbentuk apabila kontak antara setiap molekul misel kasein semakin meningkat. Pengaruh konsentrasi ekstrak khimosin yang ditambahkan pada susu dalam bentuk pelet terhadap waktu koagulasi susu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Waktu Koagulasi Susu sebagai Respon Perbedaan Konsentrasi Pelet yang Diberikan

Perlakuan Awal koagulasi Waktu koagulasi

---(detik)--- Pelet Fundus 1% 56,33±7,57 683,3±166,5b Pelet Fundus 2% 38,33±3,51 217,0±53,4b Pelet Fundus 3% 42,67±5,03 87,0±21,8c Pelet Pilorus 1% 45,67±6,66 1199,7±625,6a Pelet Pilorus 2% 58,33±25,66 657,0±72,7b Pelet Pilorus 3% 44,00±12,49 409,7±55,1b

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi ekstrak

rennet yang berbeda-beda dengan asal jaringan tidak berpengaruh nyata terhadap awal koagulasi dan juga waktu koagulasi susu. Faktor perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap waktu koagulasi susu (P<0,05), namun perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap awal koagulasi susu. Waktu koagulasi tercepat adalah 87,0 detik yang ditunjukkan oleh ekstrak rennet pelet fundus dan 409,7 detik untuk ekstrak rennet pelet pilorus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rennet yang berasal dari daerah fundus memiliki kemampuan paling baik dalam mengkoagulasikan susu. Berdasarkan Andren et al. (1982) jaringan fundus diketahui menghasilkan enzim khimosin yang memiliki sifat khas yaitu hanya mengkatalisa hidrolisis kappa kasein, sehingga mengakibatkan koagulasi susu yang spesifik.

Waktu koagulasi susu memiliki hubungan yang erat dengan konsentrasi enzim protease yang ditambahkan. Waktu koagulasi susu dihitung sejak pertama kali khimosin ditambahkan pada susu, sejak saat itu laju koagulasi akan berlangsung semakin cepat. Koagulasi sempurna ditandai dengan meningkatnya viskositas susu.

Koagulasi susu terjadi dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama merupakan tahap awal penggumpalan susu. Berdasarkan Tabel 3, terjadi peningkatan proses agregasi misel kasein searah dengan peningkatan konsentrasi enzim. Peningkatan tersebut berdasarkan analisa sidik ragam awal koagulasi yang menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata.

Tahapan kedua hingga tahapan akhir koagulasi susu merupakan tahapan agregasi misel kasein hingga proses agregasi telah berjalan sempurna. Respon waktu akhir koagulasi pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa penambahan enzim khimosin memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01). Konsentrasi ion kalsium merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan koagulasi susu, karena ion kalsium akan berikatan dengan struktur molekul misel kasein yang terpecah (Widodo, 2003).

Aktifitas enzimatis yang semakin meningkat sebagai dampak kinerja enzim khimosin didukung oleh adanya ikatan ion kalsium susu dengan misel kasein yang telah pecah. Ion kalsium memiliki peranan untuk meningkatkan sifat hidrofobik misel kasein, sehingga k-kasein yang telah terpecah oleh enzim khimosin semakin cepat beragregasi dengan molekul kasein lainnya membentuk struktur gel sempurna. Ketersediaan ion kalsium di dalam susu mempercepat proses agregasi tersebut, dikarenakan ion kalsium dapat berikatan dengan misel kasein pada bagian interior misel. Pendapat ini didukung oleh Lucey et al. (2003) yang menyatakan bahwa misel kasein memiliki beberapa situs tempat ion kalsium dapat berikatan, oleh karena itu apabila dilakukan penambahan ion kalsium pada susu untuk mempercepat koagulasi ion kalsium yang ditambahkan masih dapat berikatan dengan misel kasein tanpa adanya kejenuhan ion kalsium dalam larutan.

Berdasarkan hasil uji lanjut terhadap respon waktu akhir kogulasi pada Tabel 3, pengaruh nyata antar perlakuan ditunjukkan oleh pemberian ekstrak pelet pilorus dengan konsentrasi 2%, sedangkan pemberian pelet fundus tidak memberikan respon berbeda nyata antar perlakuan. Pengaruh beda nyata berhubungan dengan kejenuhan ikatan enzim substrat pada media. Sadikin (2002), berpendapat kejenuhan terjadi akibat molekul enzim khimosin telah seluruhnya berikatan dengan substrat.

Peningkatan konsentrasi pelet pilorus yang diberikan tidak mengakibatkan kejenuhan pada medium dikarenakan persentase enzim khimosin yang terkandung dalam ekstrak pelet pilorus lebih rendah, sehingga sebagian besar substrat belum berikatan dengan enzim khimosin. Peningkatan konsentrasi ekstrak pelet pilorus masih dimungkinkan untuk meningkatkan kecepatan koagulasi, meskipun peningkatan konsentrasi hingga pada taraf 3% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap waktu akhir koagulasi.

Waktu koagulasi yang diukur dengan melakukan pengurangan waktu akhir koagulasi terhadap waktu awal koagulasi menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata akibat adanya pengaruh perlakuan (P<0,01). Respon yang didapatkan pada Tabel 3 berupa waktu mulai koagulasi dan waktu selesai koagulasi menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi enzim khimosin berpengaruh nyata terhadap waktu koagulasi susu sebagai respon terhadap kinerja enzim khimosin. Peningkatan konsentrasi enzim khimosin yang ditambahkan mempercepat waktu koagulasi awal susu, yaitu selisih waktu antara enzim khimosin pertama kali ditambahkan hingga koagulasi pertama terdeteksi. Koagulasi awal yang dipercepat akibat peningkatan konsentrasi enzim khimosin, memicu peningkatan kecepatan koagulasi pada tahapan selanjutnya, sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa tahapan tersebut ikut dipengaruhi oleh ketersediaan ion kalsium dalam susu.

Hasil uji lanjut terhadap waktu koagulasi pada Tabel 3 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil uji lanjut untuk respon waktu selesainya koagulasi susu. Berdasarkan hasil uji lanjut, diperjelas bahwa konsentrasi optimal penambahan enzim khimosin yang berasal dari daerah fundus ke dalam susu ialah sebesar 2%. Peningkatan konsentrasi diatas 2% akan menurunkan waktu koagulasi, serta penurunannya memberikan dampak yang berbeda nyata terhadap waktu koagulasi susu. Peningkatan konsentrasi pemberian ekstrak enzim khimosin yang diekstraksi dari daerah pilorus menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan. Peningkatan konsentrasi diatas 2% akan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun tidak sampai meningkatkan waktu koagulasi, dikarenakan konsentrasi enzim khimosin dalam ekstrak pilorus lebih rendah daripada ekstrak fundus, sehingga kejenuhan belum terjadi pada tingkat konsentrasi yang sama.

Penambahan konsentrasi enzim khimosin dalam bentuk supernatan memberikan pengaruh terhadap waktu koagulasi susu, pengaruh tersebut terlihat pada kedua sumber ekstrak, baik ekstrak fundus maupun supernatan yang diekstraksi dari daerah kelenjar pilorus. Pengaruh peningkatan konsentrasi enzim khimosin terhadap waktu koagulasi susu dalam bentuk supernatan dari daerah fundus yang ditambahkan ke dalam susu dapat dilihat pada Tabel 4. Konsentrasi supernatan yang diekstraksi dari daerah kelenjar pilorus diberikan pada tingkat konsentrasi yang lebih tinggi, dikarenakan pada saat penelitian pendahuluan pemberian tingkatan

konsentrasi yang sama dengan konsentrasi supernatan fundus belum menunjukkan adanya respon koagulasi. Respon koagulasi akibat penambahan ekstrak khimosin dari daerah pilorus disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Waktu Koagulasi Susu sebagai Respon Perbedaan Konsentrasi Supernatan Fundus yang Diberikan

Perlakuan Awal koagulasi Akhir koagulasi Waktu koagulasi

--- (detik) ---

Supernatan Fundus 1,5% 124,8±5,63 602,6±361,7 477,8±346,9

Supernatan Fundus 2% 83,2±23,76 400,8±257,0 318,6±253,5

Supernatan Fundus 2,5% 64,8±12,11 286,6±147,6 211,2±141,8

Tabel 5. Waktu Koagulasi Susu sebagai Respon Perbedaan Konsentrasi Supernatan Pilorus yang Diberikan

Perlakuan Awal koagulasi Akhir koagulasi Waktu koagulasi

--- (detik) ---

Supernatan Pilorus 3% 272,4±198,2 920,6±454,4 648,2±357,6

Supernatan Pilorus 4% 214,0±136,7 735,2±405,9 521,2±281,5

Supernatan Pilorus 5% 179,8±134,4 500,2±250,0 320,4±164,6

Pengaruh peningkatan konsentrasi lebih terlihat pada ekstrak dalam bentuk pelet. Berdasarkan Tabel 4, pemberian enzim khimosin dalam bentuk supernatan fundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap waktu awal koagulasi (P<0,05), namun menunjukkan respon yang tidak berbeda nyata terhadap waktu akhir koagulasi serta waktu koagulasi susu. Penambahan ekstrak supernatan pilorus (Tabel 5) memberikan efek yang tidak berbeda nyata untuk ketiga respon waktu.

Respon beda nyata terhadap waktu awal koagulasi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim khimosin di dalam supernatan fundus. Enzim khimosin yang tidak tersentrifusi dengan sempurna, sebagian kecil darinya akan mengendap pada pelet, kemudian sisa enzim khimosin yang tidak mengendap akan terlarut di dalam supernatan. Konsentrasi ekstrak khimosin di dalam supernatan pilorus berada pada tingkat yang lebih rendah daripada tingkat konsentrasi supernatan fundus, sehingga memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Berbeda dengan susu yang diberi penambahan ekstrak berbentuk pelet, pemberian ekstrak berbentuk supernatan diatas

konsentrasi 2% belum menunjukkan kejenuhan dan peningkatan waktu koagulasi akibat konsentrasi khimosin yang lebih rendah daripada pelet.

Pemecahan sel dan separasi molekul merupakan kunci dari proses ekstraksi, apabila pemecahan sel tidak sempurna, maka sebagian dari enzim masih terdapat pada padatan sel. Suhartono (1991) menyatakan, supernatan merupakan fraksi cairan sisa organel sel, yang telah dipecah dan diduga mengandung sebagian besar dari enzim khimosin yang telah diekstraksi. Fraksi pelet merupakan bentuk padatan sisa organel sel yang telah dipecah dan diduga masih mengandung sebagian kecil enzim terekstraksi. fundus pelet w a k tu k o a g u la s i 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 S 260,399 R-Sq 20,2% R-Sq(adj) 14,1%

Fitted Line Plot

waktu koagulasi = 628,9 - 149,5 fundus pelet

Gambar 8. Plot Hubungan Regresi Antara Waktu Koagulasi Susu-Pelet Fundus

fundus supernat an w a k tu k o a g u la s i 2,50 2,25 2,00 1,75 1,50 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 S 251,340 R-Sq 17,8% R-Sq(adj) 11,5%

Fitted Line Plot

waktu koagulasi = 869,1 - 266,6 fundus supernatan

Gambar 9. Plot Hubungan Regresi Antara Waktu Koagulasi Susu-Supernatan Fundus pilorus pelet w a k tu k o a g u la s i 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 2000 1500 1000 500 0 S 382,470 R-Sq 23,6% R-Sq(adj) 17,7%

Fitted Line Plot

waktu koagulasi = 1099 - 242,5 pilorus pelet

Gambar 10. Plot Hubungan Regresi Antara Waktu Koagulasi Susu-Pelet Pilorus

pilorus supernat an w a k tu k o a g u la s i 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 1000 800 600 400 200 0 S 269,140 R-Sq 22,2% R-Sq(adj) 16,2%

Fitted Line Plot

waktu koagulasi = 1152 - 163,9 pilorus supernatan

Gambar 11. Plot Hubungan Regresi Antara Waktu Koagulasi Susu-Supernatan Pilorus

Berdasarkan hasil regresi pada Gambar 8-11 yang menyatakan hubungan antara respon waktu koagulasi susu terhadap penambahan konsentrasi enzim (Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5) dapat ditegaskan bahwa kandungan enzim khimosin lebih banyak terdapat pada ekstrak dalam bentuk pelet, meskipun secara teoritis enzim khimosin akan terdapat dalam supernatan setelah proses ekstraksi. Kemiringan pada grafik menunjukkan bahwa pada asal daerah yang sama slope kemiringan pelet lebih curam daripada slope kemiringan supernatan. Slope kemiringan yang lebih curam menggambarkan pengaruh ekstrak yang diberikan dalam bentuk pelet terhadap waktu koagulasi susu lebih tinggi daripada pengaruh ekstrak yang diberikan dalam bentuk supernatan.

Enzim intraseluler membutuhkan ekstraksi yang kompleks karena lokasinya terletak di dalam sel. Enzim hanya dapat dikeluarkan dari dalam sel apabila terlebih dahulu dinding sel yang mengandung enzim dipecah, oleh karena itu dibutuhkan pencacahan dan sentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sentrifugasi dengan kecepatan diatas 3000 rpm) untuk dapat mengekstraksi enzim dari selnya (Naz, 2002). Kecepatan sentrifugasi serta kesempurnaan proses pemecahan berpengaruh terhadap kandungan enzim khimosin yang terdapat pada ekstrak. Pemecahan dinding sel yang tidak sempurna akan mengganggu keluarnya enzim dari dalam organel sel, serta akan menghambat proses sentrifugasi.

Enzim dipisahkan berdasarkan bobot molekulnya, karena enzim memiliki bobot yang lebih ringan daripada sel penghasilnya, oleh karena itu setelah sentrifugasi enzim akan terlarut pada supernatan, sedangkan organel sel akan mengendap dalam bentuk pelet, namun apabila kecepatan sentrifugasi yang digunakan rendah terdapat kemungkinan sebagian enzim tidak tersentrifugasi dengan sempurna karena enzim tidak sepenuhnya terpisah dari padatan sel yang rusak, sehingga enzim akan kembali mengendap bersama pelet.

Pengaruh Perbedaan Jaringan terhadap Aktivitas Koagulasi Susu

Abomasum merupakan organ pencernaan ruminansia yang dijadikan sebagai sumber penghasil enzim. Abomasum terbagi kedalam tiga daerah kelenjar, yaitu fundus, pilorus dan kardia, adapun pembagian daerah kelenjar abomasums dapat dilihat pada gambar 12, sedangkan tampilan mikroskopis mukosa abomasum dapat dilihat pada Gambar 13. Daerah kelenjar fundus merupakan daerah paling luas yang ditandai dengan adanya lipatan-lipatan mukosa. Daerah kelenjar fundus merupakan penghasil utama enzim-enzim pencernaan. Daerah kelenjar pilorus dicirikan oleh adanya penebalan dinding kelenjar dan lapisan mukosanya tidak lagi membentuk lipatan-lipatan, sebagian besar produksi daerah kelenjar pilorus ialah mucus.

Gambar 12. Abomasum Domba Lokal Umur Dewasa Muda (F : Fundus, P :

pilorus)

F

P

A

B

Gambar 13. Struktur Umum Kelenjar Fundus (A) dan Pilorus (B)

Abomasum Domba Menggunakan Pewarnaan HE

Kelenjar fundus domba lokal umur dewasa muda secara mikroskopis disusun atas sel-sel parietal, sel-sel utama, dan sel-sel penghasil mukus yang tersebar mulai dari daerah leher hingga mencapai daerah permukaan. Sel utama berbentuk tidak beraturan dan terdistribusi terutama pada bagian basal kelenjar, sedangkan sel parietal berbentuk bulat atau piramid, dengan inti ditengah, dan terdistribusi mulai dari bagian basal hingga leher kelenjar. Kelenjar pilorus secara mikroskopis dicirikan oleh bentuknya yang berupa kelenjar tubular dan hanya disusun atas sel-sel penghasil mucus (Fitriyani, 2006).

Enzim khimosin terutama dihasilkan oleh kelenjar fundus abomasum ruminansia, oleh karena itu ekstrak enzim khimosin yang diekstraksi dari daerah kelenjar fundus dapat menggumpalkan susu lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak yang diambil dari daerah kelenjar pilorus. Ekstrak yang diambil dari daerah kelenjar fundus bila dibandingkan dengan ekstrak yang berasal dari daerah kelenjar pilorus, memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap waktu koagulasi susu. Hasil tersebut didasarkan dari data respon waktu koagulasi susu. Hubungan antara variabel waktu koagulasi susu dengan asal daerah kelenjar penghasil enzim dapat diplotkan ke dalam grafik sebagaimana ditunjukkan oleh plot data Tabel 3, 4, dan 5 yang dapat dilihat pada gambar 14 dan 15. Plot data pada grafik dapat digunakan untuk memberikan gambaran kecenderungan aktifitas enzimatis dari masing-masing ekstrak pada berbagai tingkat konsentrasi.

Hubungan Konsentrasi Ekstrak Enzim Khimosin Asal Fundus dengan Waktu Koagulasi

0

200

400

600

800

1000

0 1 2 3 4

Konsentrasi Enzim W a k tu K o agu lasi Su su pelet supernatan A Gambar 14. Hubungan Konsentrasi Ekstrak Enzim Khimosin Asal Daerah

Hubungan Konsentrasi Ekstrak Khimosin

Dokumen terkait