• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tanaman bawang merah yang diberi perlakuan jamur entomopatogen dan insektisida botani memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan Spodoptera exigua Hubn. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan (Lampiran 2-6). Rataan persentase serangan

Spodoptera exiguaHubn. dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Persentase SeranganSpodoptera exiguaHubn.

Perlakuan Persentase Serangan (%)

Waktu Pengamatan Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

1MSA 2MSA 3MSA 4MSA 5MSA

Kontrol 23.85A 24.83A 26.83A 29.40A 34.45A

B.bassiana 16.85B 16.33C 13.28C 9.85C 6.25D

M.anisopliae 15.08C 18.03C 20.18B 19.83B 11.25C

Daun Mimba 19.35B 17.65C 19.55B 19.90B 11.15C Daun Mindi 19.38B 19.03B 18.33B 20.28B 14.60B Daun Tembakau 20.55B 21.60A 22.10B 20.40B 15.70B Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 0.05

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan jamur entomopatogen dan insektisida botani terhadap persentase serangan

Spodoptera exigua Hubn. pada pengamatan 1 MSA sampai dengan 5 MSA

memberikan hasil yang berbeda nyata.

Rata- rata persentase seranganSpodoptera exiguaHubn. pada pengamatan 1 MSA (tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan

perlakuanBeauveria bassiana,Metarhizium anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau. Perlakuan B.bassiana berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan M.anisopliae, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau, sedangkan perlakuan M.anisopliae

berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, B.bassiana, daun mimba, daun mindi, daun tembakau. Dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 23,85% sedangkan persentase terendah pada perlakuan

M.anisopliaesebesar 15,08%.

Rata- rata persentase seranganSpodoptera exiguaHubn. pada pengamatan 2 MSA (tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan B.bassiana, M.anisopliae, daun mimba, dan daun mindi tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan daun tembakau. Perlakuan B.bassiana berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, daun mindi, dan daun tembakau tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan M.anisopliae dan daun mimba. Perlakuan daun mindi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, B.bassiana, M.anisopliae, daun mimba, dan daun tembakau. Dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 24,83% sedangkan persentase terendah pada perlakuanB.bassianasebesar 16,33%.

Rata-rata persentase serangan pada pengamatan 3 MSA dan 4 MSA (tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan

B.bassiana, M.anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau.

Perlakuan B.bassiana berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, M.anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau. Perlakuan M.anisopliae berbeda

perlakuan daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau. Persentase serangan yang tertinggi dan terendah diperoleh pada pengamatan 4 MSA yaitu tertinggi pada perlakuan kontrol sebesar 29,40 % dan terendah pada perlakuan B.bassiana

sebesar 9,85%.

Rata-rata persentase serangan pada pengamatan 5 MSA (tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan

B.bassiana, M.anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau.

Perlakuan B.bassiana berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, M.anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau. Tetapi perlakuan M.anisopliae

tidak berbeda nyata dengan perlakuan daun mimba, begitu juga dengan perlakuan daun mindi tidak berbeda nyata dengan perlakuan daun tembakau. Persentase serangan tertinggi adalah pada kontrol 34,45% dan terendah pada

B.bassiana6,25%.

Rata-rata persentase serangan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan entomopatogen yaitu N1 (Beauveria bassiana) dan N2 (Metarhizium anisopliae) menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol (tanpa perlakuan). Hal ini disebabkan karena jamur entomopatogen dapat membunuh larva

Spodoptera exigua Hubn. dengan menghisap cairan tubuh serangga dan merusak

saluran pencernaan serangga serta dapat menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan kematian Mahr (2003) menyatakan bahwa B. bassiana dapat mengeluarkan hifa yang menghasilkan enzim kitinase, lipase dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula serta menghasilkan toksin beurerisin, beuveroloit, bassialit, isorolit dan asam oksalat yang dapat menyebabkan kenaikan pH, penggumpalan serta terhentinya peredaran darah serta

merusak saluran pencernaan, otot, system syaraf, dan pernapasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Dan Anonimus (2006a) menyatakan bahwa jamurM. anisopliaemenghasilkan hifa yang mengadakan penetrasi pada kutikula serangga dan berkembang di dalam tubuh serangga serta menghasilkan destruksin yang dapat membunuh serangga dalam beberapa hari.

Pada perlakuan dengan menggunakan insektisida botani, setelah pada pengamatan 3 MSA sampai 5 MSA semua perlakuan insektisida botani yaitu N3 (mimba), N4, (mindi) dan N5 (tembakau) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena insektisida botani mempunyai kemampuan sebagai penghambat makan dan racun perut sehingga akhirnya serangga mati kelaparan. Sudarmadji (1993) menyatakan bahwa mimba mengandung senyawa aktif azadirachtin yang tidak langsung membunuh namun akhirnya mematikan serangga melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Anonimus (2006a) juga menyatakan bahwa mindi mempunyai kadungan bahan aktif yang sama dengan mimba yang berfungsi untuk mencegah makan, dan pengganggu sistem hormon serangga. Dan Soeharjan (1993) menyatakan bahwa tembakau yang berbahan aktif nikotin dapat berfungsi sebagai racun perut bagi serangga.

Untuk lebih jelas hasil persentase serangan Spodoptera exigua Hubn. dapat dilihat pada grafik Gambar 3.

Gambar 3 : Grafik Persentase seranganSpodoptera exiguaHubn. Keterangan :

1. N0 : Kontrol ( tanpa perlakuan) 2. N1 : Beuveria bassiana50 gr/l air 3. N2 : Metarhizium anisopliae50 gr/l air 4. N3 : Mimba 200 gr/ l air

5. N4 : Mindi 200 gr/ l air 6. N5 : Tembakau 50 gr / l air

Dari grafik di atas dapat dilihat pada pengamatan 1 MSA persentase serangan tertinggi adalah pada perlakuan kontrol sebesar 23,85% dan terendah pada perlakuan M.anisopliae sebesar 15,08%. Pada pengamatan 2 MSA, persentase serangan tertinggi adalah pada perlakuan kontrol sebesar 24,83% dan terendah pada perlakuan B.bassiana16,33%. Pada pengamatan 3 MSA persentase tertinggi adalah kontrol sebesar 26,83% dan terendah B.bassiana 13,28%. Pada pengamatan 4 MSA persentase tertinggi adalah kontrol sebesar 29,40% dan

terendah adalahB.bassiana9,85%. Pada pengamatan 5 MSA persentase serangan tertinggi adalah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 34,45% dan persentase serangan terendah adalah padaB.bassianayaitu sebesar 6,25%.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase serangan tertinggi dan terendah dari seluruh pengamatan yang telah dilakukan didapat pada pengamatan terakhir yaitu pada pengamatan 5 MSA. Dimana persentase tertinggi adalah pada perlakuan kontrol sebesar 34,45% dan persentase terendah pada perlakuan

B.bassianasebesar 6,25%.

Persentase serangan terendah yang diperoleh dari seluruh pengamatan adalah pada perlakuan N1 yaitu dengan menggunakan jamur entomopatogen

Beauveria bassiana. Dari penelitian ini didapat bahwa jamur B. Bassiana

walaupun dengan dosis yang sama dengan jamur M. anisopliae ternyata

B. bassiana lebih efektif untuk mengurangi persentase serangan

Spodoptera exigua Hubn. Sedangkan insektisida botani kurang efektif

dibandingkan dengan penggunaan jamur entomopatogen. Hal ini dikarenakan insektisida botani yang digunakan bersifat sebagai racun perut dan penghambat makan sehingga kematian serangga berjalan lebih lama. Sudarmadji (1993) menyatakan bahwa azadirachtin yang terkandung pada mimba tidak langsung membunuh serangga, namum akhirnya dapat mematikan melalui mekanisme menolak makan yang pada akhirnya menyebabkan serangga mati kelaparan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Senyawa ini mampu berfungsi untuk mengontrol proses metamorfosis serangga.

penetrasi, mengeluarkan enzim-enzim yang dapat membunuh serangga dan menghisap cairan tubuh serangga. Mahr (2003) menyatakan jamur yang menempel pada kulit serangga akan langsung mengadakan penetrasi. Hifa jamur yang masuk mengeluarkan enzim kitinase, lipase dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun kutikula serangga. Dan juga menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan penggumpalan sehingga terhentinya peredaran darah serta merusak saluran penceranaan, pernapasan yang dapat menyebabkan kematian serangga.

Kematian serangga yang diakibatkan oleh penggunaan jamur entomopatogen dan insektisida botani pada penelitian ini secara langsung menyebabkan penurunan persentase serangan S. exigua di lapangan pada setiap minggunya.

Produksi

Rataan produksi bawang merah dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Untuk mengetahui produksi yang berbeda nyata dilakukan Uji Jarak Duncan (Lampiran 7)

Tabel 2 : Data produksi bawang merah (ton/ha)

Perlakuan I IIUlanganIII IV Total Rataan

Kontrol 7.80 8.20 5.30 6.50 27.80 6.95D B.bassiana 12.50 13.00 11.50 12.00 49.00 12.25A M.anisopliae 11.60 10.00 10.50 9.50 41.60 10.40B Daun mimba 9.60 10.00 8.80 11.35 39.75 9.94B Daun mindi 10.10 9.90 7.86 8.95 36.81 9.20B Daun tembakau 8.98 9.84 7.96 8.50 35.28 8.82C Total 60.58 60.94 51.92 56.80 230.24 Rataan 10.10 10.16 8.65 9.47 9.59

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 0.05

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi bawang merah menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Dimana perlakuan kontrol menghasilkan produksi yang berbeda nyata dengan perlakuan B.bassiana, M.anisopliae, N3, N4 dan daun tembakau. Hasil produksi pada perlakuan B.bassiana berbeda nyata dengan produksi perlakuan M.anisopliae, daun mimba, daun mindi, dan daun tembakau. Produksi perlakuan M.anisopliae, daun mimba dan daun mindi tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan produksi perlakuan lain. Hasil produksi perlakuan daun tembakau berbeda nyata dengan hasil produksi perlakuan lainnya.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan produksi tertinggi didapat pada perlakuan B.bassiana yaitu sebesar 12,25 ton/ha, sedangkan rataan produksi terendah pada N0 yaitu sebesar 6,95 ton/ha. Hal ini dapat terjadi karena persentase serangan pada perlakuan N0 (kontrol) selalu mengalami peningkatan setiap minggunya sehingga mempengaruhi hasil produksi karena berkurangnya jumlah daun akibat seranganS.exiguayang secara langsung mempengaruhi hasil produksi bawang merah. Dimana daun berfungsi untuk fotosintesis dan menghasilkan zat makanan untuk pembentukkan umbi bawang merah. Sementara pada perlakuan

B.bassianapersentase seranganS. exiguaselalu mengalami penurunan pada setiap

minggunya dan persentase serangan adalah yang terendah sehingga produksi umbi yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan kontrol ataupun dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Untuk lebih jelas hasil produksi bawang merah dapat dilihat pada grafik Gambar 4.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 N0 N1 N2 N3 N4 N5 Perlakuan Pr od uk si B aw an g M er ah (to n/ ha ) Rataan

Gambar 4 : Grafik pemberian jamur entomopatogen dan insektisida botani terhadap rataan produksi bawang merah

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rataan produksi bawang merah tertinggi didapat pada perlakuan B.bassianayaitu sebesar 12,25 ton/ha sedangkan rataan produksi terendah pada N0 yaitu sebesar 6,95 ton/ha. Rataan produksi perlakuan M.anisopliae 10,40 ton/ha, perlakuan daun mimba 9,94 ton/ha, perlakuan daun mindi 9,20 ton/ha, dan perlakuan daun tembakau 8,82 ton/ha.

Dokumen terkait