• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Bahan Baku

Tahap VI. Uji Toksisitas Minyak Cengkeh dan Produk Mikrokapsulnya Pengujian toksisitas produk terdiri dari:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Bahan Baku

Minyak cengkeh sebagai bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan rakyat dengan cara kukus (water and steam distillation). Minyak cengkeh yang dihasilkan memiliki performa yang kurang baik yaitu berwarna hitam pekat dan kotor. Timbulnya warna gelap dalam minyak cengkeh dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:

- Zat alamiah yang terkandung dalam minyak cengkeh, seperti logam Mg yang merupakan satu-satunya logam penyusun klorofil (Leiwakabessy dan Sutandi 1995).

- Kotoran yang terbawa daun pada saat penyulingan. Pada penyulingan minyak daun cengkeh bahan baku diperoleh dari daun yang sudah gugur, sehingga sangat dimungkinkan terbawanya kotoran selama pengumpulan daun dan menyebabkan minyak yang dihasilkan berwarna hitam dan kotor.

- Hasil reaksi hidrolisa ester yang terkandung dalam minyak atsiri dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren 1985).

- Golongan fenol yang bereaksi dengan ion logam dan membentuk garam yang mengakibatkan warna berubah menjadi gelap (Ketaren 1985).

- Proses polimerisasi yang terjadi karena pemanasan pada suhu tinggi pada waktu penyulingan yang menyebabkan terbentuknya polimer/resin yang mengakibatkan warna menjadi gelap dan terbentuknya endapan (Ketaren 1985). Ion logam sendiri dapat berasal dari daun maupun ketel besi yang digunakan untuk penyulingan.

- Oksidasi yang dipicu oleh keberadaan ion logam menghasilkan senyawa kromofor (pembawa warna) dengan ikatan rangkap terkonjugasi pada eugenol (Ketaren 1985).

Kondisi minyak cengkeh demikian dikhawatirkan dapat mempengaruhi sifat fisik produk enkapsulasi yang akan dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan proses untuk menghilangkan warna hitam dan kotoran tersebut dengan cara adsorpsi menggunakan bentonit sebagai adsorben dengan konsentrasi 10% dan penyaringan. Hasil proses pemucatan dengan cara adsorpsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Berdasarkan hasil proses adsorpsi warna pada minyak cengkeh secara fisik terlihat perbedaan warna yang sangat signifikan. Minyak yang telah dibleaching menghasilkan warna yang jauh lebih jernih dan bersih. Hal ini disebabkan karena

a b Keterangan: a. Minyak sebelum pemucatan b. Minyak setelah pemucatan Gambar 4.1 Minyak cengkeh sebelum dan sesudah bleaching

21 bentonit memiliki beberapa sifat antara lain dapat menyerap logam-logam seperti Pb, Zn, Fe (Rossi et al. 2003), mampu menyerap warna (Rossi et al. 2001), dan mudah menyerap air (Patterson 1992) sehingga logam, warna, air dan zat pengotor lainnya yang ada dalam minyak dapat terserap dengan baik oleh bentonit, dan minyak menjadi lebih jernih. Mekanisme proses adsorpsi yang terjadi diduga melalui proses pengikatan logam bebas, seperti yang dinyatakan oleh Marwati 2005) berdasarkan hasil penelitiannya, terjadi proses pengikatan logam bebas seperti Fe dan Mg dalam minyak cengkeh oleh permukaan bentonit yang melibatkan ikatan intramolekuler antara keduanya. Adanya penyerapan logam oleh bentonit ini juga ditunjukkan oleh menurunnya kadar logam terutama Fe dan Mg yang terkandung dalam minyak cengkeh setelah proses adsorpsi dan menghilangnya komponen zat pengotor heptametil dan tetrametil silikat.

Selain itu, dibanding adsorben lain seperti arang aktif, bentonit memiliki sifat polar dengan luas permukaan yang cukup besar, sehingga zat-zat pengotor yang ada dalam minyak cengkeh yang juga bersifat polar lebih banyak terserap (Marwati 2005). Sifat lainnya yang menguntungkan adalahkarena bentonit mempunyai berat jenis yang cukup besar berkisar antara 2,4-2,8 (Priatna 1982) sehingga memudahkan proses pemisahan adsorben dengan minyak hasil proses adsorpsi setelah pemucatan pada saat penyaringan.

Penentuan Komposisi Bahan Pengkapsul

Menurut Markus dan Linder (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik kapsul terletak pada komposisi bahan pengkapsulnya (polimer). Pada tahap ini terdapat 13 kombinasi komposisi bahan pengkapsul yakni rasio Na- kaseinat terhadap maltodekstrin, mulai dari komposisi yang sama antara penggunaan kaseinat dengan maltodekstrin hingga komposisi maltodekstrin dengan porsi yang semakin banyak. Parameter yang diamati adalahstabilitas, ukuran droplet, dan viskositas emulsi. Ketiga parameter tersebut menurut Franscarelli et al. (2012), merupakan parameter yang penting dalam pembentukan emulsi yang berimplikasi kepada karakteristik produk mikrokapsul yang dihasilkan. Pada tahap ini juga dilakukan uji performa spray drying untukmelihat kemudahan dan kelancaran proses pemompaan dan atomisasi pada proses pengeringan dengan spray dryer. Tabel 4.1 menyajikan hasil analisis stabilitas, ukuran droplet, dan viskositas emulsi minyak cengkeh dalam penyalut Na- kaseinat dan maltodekstrin dengan berbagai komposisi serta hasil uji performa spray dryingnya.

Kestabilan emulsi menjadi suatu hal yang penting yang perlu diperhatikan karena mempengaruhi efisiensi proses dan untuk mendapatkan hasil yang terbaik pada proses mikroenkapsulasi. Sifat emulsi yang sempurna dapat menyebabkan bahan aktif tersaluti dengan baik sehingga dapat mengurangi penguapan bahan aktif selama pengeringan, sebaliknya jika emulsi minyak (bahan inti) tidak stabil akan sangat rentan kehilangan bahan aktif selama proses homogenisasi dan proses pengeringan.

Nilai stabilitas emulsi minyak cengkeh dalam bahan pengkapsul Na- kaseinat dan maltodekstrin dengan komposisi yang berbeda-beda menunjukkan stabilitas yang cukup baik (> 90%), kecuali pada rasio 1:1 dan 1:1,25. Pada rasio Na-Cas:MD yang menghasilkan emulsi dengan stabilitas emulsi yang baik (rasio

22

1:1,5 – 1:9), tidak menunjukkan nilai dengan signifikansi yang tinggi. Hasil analisa statistik menunjukkan perbedaan komposisi bahan pengkapsul tidak mempengaruhi stabilitas emulsi yang dihasilkan (Lampiran 2).

Tabel 4.1 Hasil analisis viskositas, stabilitas emulsi, dan ukuran droplet emulsi minyak cengkeh dengan perbedaan komposisi bahan pengkapsul serta hasil uji performa spray drying

Na- Cas:MD Stabilitas Emulsi (%) Ukuran Droplet Emulsi (µm) Viskositas Emulsi (cP) Penyumbat- an Clogging 1:1 82,62±1,28 1,252±0,07 5780,00±61,28 +++ ǿ 1:1,25 88,04±3,13 0,667±0,05 1075,67±24,72 +++ ǿ 1:1,5 91,05±0,33 0,703±0,04 338,84±1,65 +++ ǿ 1:1,75 91,62±0,90 0,809±0,03 208,00±21,21 ++ +++ 1:2 93,90±0,45 0,919±0,05 160,00±6,13 + ++ 1:2,5 94,35±0,08 0,933±0,12 106,67±1,89 + ++ 1:3 96,72±2,10 1,194±0,16 67,08±2,95 - + 1:4 93,87±2,06 1,211±0,02 35,21±3,83 - + 1:5 93,41±3,92 1,427±0,28 23,74±2,88 - + 1:6 94,71±0,58 1,578±0,07 18,84±1,57 - - 1:7 94,98±0,71 1,790±0,29 17,09±0,72 - - 1:8 94,50±0,49 1,956±0,23 15,97±0,28 - - 1:9 94,29±0,47 2,039±0,04 14,29±0,66 - - Keterangan: (ǿ) tidak teridentifikasi

(-) tidak tampak (+) sedikit tampak (++) tampak (+++) sangat tampak

Menurut Anief (1997), zat pengemulsi (emulsifier) merupakan komponen yang paling menentukan agar diperoleh emulsi yang stabil. Penggunaan Na- kaseinat yang memiliki sifat pengemulsi yang baik berperan dalam membentuk emulsi yang stabil. Selama terjadi pembentukan emulsi, molekul dan agregat protein menjadi sangat mudah teradsorpsi pada permukaan droplet minyak yang baru terbentuk, kemudian lapisan stabil segera terbentuk untuk melindungi droplet minyak dari recoalesence dan kemudian menstabilkan emulsi secara fisik selama proses penyimpanan jangka panjang (Dickinson 2001).

Kestabilan emulsi juga dapat disebabkan oleh komposisi yang seimbang antara biopolimer yang diserap oleh permukaan minyak.Sifat-sifat fisiko kimia kompleks protein-polisakarida dapat meningkatkan entropi gabungan dari biopolimer tersebut dan kelarutan keduanya berperan dalam membentuk emulsi yang stabil (Gonzalez et al. 2012). Mishra et al. (2001) menambahkan komponen maltodekstrin yang digabungkan dengan protein mengakibatkan adanya ikatan hidrogen atau gaya vanderwalss sehingga meningkatkan sifat-sifat stabilitas dari droplet emulsi terbentuk. Ikatan hidrogen tersebut terjadi antara hidroksil dari karbohidrat (OH) dengan rantai samping asam amino protein (-R).

Pada emulsi yang tidak stabil ditunjukkan oleh pecahnya emulsi yang tampak dari terpisahnya minyak di bagian permukaan sistem emulsi karena terjadinya koalesens droplet emulsi (Harimurti et al. 2007), yakni terjadi pemutusan lapisan film bahan pengkapsul sehingga menyebabkan bergabungnya globula-globula minyak menyebabkan ukuran globula menjadi lebih besar.

23 Parameter lainnya yang juga dapat mempengaruhi karakteristik produk enkapsulan yaitu ukuran partikel emulsi. Menurut Soottitantawat et al (2003), ukuran partikel emulsi dapat mempengaruhi retensi dan stabilitas bahan aktif volatil yang terenkapsulasi. Hogan (2001) menambahkan bahwa pada proses mikroenkapsulasi, ukuran droplet emulsi yang lebih kecil memberikan dampak positif terhadap stabilitas emulsi, retensi minyak dalam produk enkapsulan dan mengurangi jumlah surface oil pada partikel mikrokapsul.

Hasil homogenisasi minyak cengkeh dalam bahan pengkapsul kaseinat dan maltodekstrin menghasilkan droplet emulsi dengan diameter 0,6-2 µm. Berdasarkan hasil pengukuran, semakin sedikit penggunaan Na-kaseinat menyebabkan diameter droplet emulsi semakin besar, yang dihubungkan dengan viskositas emulsi. Nilai viskositas emulsi yang semakin rendah menghasilkan ukuran droplet emulsi yang semakin besar.

Karakteristik emulsi yang sangat penting lainnya adalah viskositas emulsi. Menurut McClements (2005), viskositas yang tinggi dapat mencegah partikel untuk bersedimentasi atau membentuk krim, menghasilkan emulsi yang stabil dan mencegah terjadinya koalesens droplet. Namun nilai viskositas yang dikehendaki pada proses mikroenkapsulasi dengan teknik spray drying adalah yang tidak terlalu tinggi sehingga dapat mencegah terhambatnya proses atomisasi spray drying. Ditambahkan oleh Nafari (2012), kekentalan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proses atomisasi menjadi tidak sempurna sehingga mutu serbuk yang dihasilkan tidak baik. Emulsi yang semakin pekat juga dikhawatirkan akan memberatkan kerja pompa pada spray dryer, dan dengan sendirinya kebutuhan energi akan semakin meningkat. Gharsallaoui et al. (2007) juga mengatakan bahwa viskositas emulsi yang semakin tinggi dapat menghasilkan ukuran partikel yang semakin besar.

Hasil pengukuran viskositas emulsi dengan berbagai kombinasi komposisi bahan pengkapsul menunjukkan penggunaan Na-kaseinat yang semakin sedikit menghasilkan nilai viskositas yang semakin rendah. Hal ini disebabkan karena Na-kaseinat merupakan senyawa protein yang memiliki bobot molekul tinggi (Kinsella 1990). Kontribusinya terhadap viskositas sangat besar, sehingga apabila penggunaannya dikurangi maka nilai viskositasnya akan semakin rendah.

Berdasarkan hasil pengujian performa spray drying, dapat diketahui bahwa sampel dengan viskositas yang tinggi menyebabkan penyumbatan pada alat lebih banyak (komposisi 1:1, 1:1,25, 1:1,5, dan 1:1,75). Bahan dengan viskositas yang rendah (di bawah 200 cP), tidak menyebabkan penyumbatan pada pipa input, clogging tidak terlalu banyak dan bahan lebih mudah dipompakan ke dalam spray dryer. Penyumbatan pada pipa input terjadi akibat cairan yang terlalu kental, sehingga bahan tidak dapat masuk ke dalam tabung inlet dan mengalami proses atomisasi. Clogging (pelengketan) terjadi pada bahan yang dapat masuk ke tabung spray dryer dengan kondisi bahan sedikit kental. Bahan dengan viskositas yang semakin tinggi, pada proses atomisasi dengan laju alir dan suhu inlet yang sama mengakibatkan proses pengeringan yang semakin tidak sempurna, sehingga mengakibatkan produk yang dihasilkan masih basah dan akhirnya menempel pada dinding tabung pengeringan.

Berdasarkan uji performa spray dryer dari semua sampel yang telah diujicobakan, komposisi NaCas:MD mulai dari rasio 1:2 sampai 1:9 (9 kombinasi) dapat dipilih pada penelitian selanjutnya. Namun 9 kombinasi masih

24

terlalu banyak, sehingga perlu diuji secara statitistik untuk melihat kemungkinan dari setiap kombinasi tidak berbeda nyata berdasarkan parameter viskositas. Hasil uji statistik menunjukkan komposisi bahan pengkapsul memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas, dan mulai dari rasio Na-Cas terhadap MD 1:2 hingga 1:5 menunjukkan beda nyata antar perlakuan, dan selanjutnya perlakuan 1:5 hingga 1:9 menunjukkan tidak ada beda nyata antar setiap perlakuan (dapat dilihat pada Lampiran 3a dan 3b). Oleh karena pada komposisi bahan pengkapsul 1:5 hingga 1:9 tidak berbeda nyata, maka dipilih kombinasi bahan pengkapsul yang menghasilkan nilai viskositas paling rendah untuk efisiensi penggunaan Na- kaseinat yang harganya relatif cukup mahal, sehingga pada tahapan penelitian selanjutnya komposisi bahan pengkapsul (rasio na-kaseinat terhadap maltodekstrin) yang digunakan adalah 1:2, 1:2,5, 1:3, 1:4, 1:5,dan 1:9.

Karakteristik Mikrokapsul Minyak Cengkeh Viskositas

Parameter ini diujikan karena mempengaruhi karakteristik serbuk mikrokapsul yang dihasilkan sehingga dapat dilihat hubungannya dengan parameter karakteristik mikrokapsulnya. Berdasarkan hasil pengukuran emulsi minyak cengkeh dalam penyalut maltodekstrin dan Na-kaseinat diperoleh nilai viskositas emulsi berkisar antara 13,85 cP hingga 187 cP (Gambar 4.2). Hasil analisis keragaman seperti yang disajikan pada Lampiran 4a menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi minyak dan komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD) memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas pada tingkat kepercayaan 95%. Demikian pula dengan interaksinya. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa setiap taraf pada perlakuan konsentrasi minyak maupun komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD) menunjukkan berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 4b).

Peningkatan konsentrasi minyak menyebabkan nilai viskositas emulsi yang semakin tinggi dan penggunaan Na-kaseinat dengan porsi yang semakin

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1:2 1:2,5 1:3 1:4 1:5 1:9 Vi sko si ta s (c P) Na-Cas:MD Konsentrasi minyak 10% Konsentrasi minyak 20% Konsentrasi minyak 30%

Gambar 4.2 Hubungan antara komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD dengan konsentrasi bahan inti (minyak) terhadap viskositas emulsi

25 sedikit dapat menurunkan nilai viskositas. Hal ini terjadi karena protein yang memiliki bobot molekul tinggi yang sangat berkontribusi terhadap sifat-sifat reologi suatu produk.

Menurut Rao (2007), pada beberapa produk yang menggunakan campuran protein dan pati, protein merupakan komponen utama yang bertanggungjawab dalam sifat-sifat viskoelastis. Penambahan protein dalam komposisinya dengan pati/polisakarida dapat meningkatkan sifat-sifat viskoelastis sangat besar pada produk pasta atau gel. Ditambahkan oleh Madeka dan Kokini (1992), gelatinisasi yang umum terjadi karena adanya amilopektin pada pati, jika digabungkan dengan protein menyebabkan interaksi yang sinergis, sehingga keberadaan protein dapat meningkatkan viskositas dispersi. Ketika protein digabungkan dengan pati/polisakarida, menyebabkan unit-unit reologi menghasilkan ukuran granula pati yang tidak membesar tetapi “sel”/ikatan terbentuk oleh benang-benang protein yang diisi oleh granula pati, sehingga membentuk kompleks protein-pati yang padat. Hal inilah yang menyebabkan nilai viskositas emulsi minyak semakin tinggi dengan penggunaan protein kaseinat yang semakin banyak, seperti yang ditunjukkan oleh interaksi antara pati dan gluten (Rao 2007). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Skema interaksi pati dengan protein (Rao 2007) Minyak Total (Total Oil)

Nilai minyak total menunjukkan jumlah minyak (bahan aktif) yang terdapat baik di dalam maupun di permukaan partikel mikrokapsul. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai total oil sangat dipengaruhi oleh jumlah minyak yang digunakan dalam percobaan. Sesuai dengan hasil analisis ragam bahwa konsentrasi minyak berpengaruh nyata terhadap minyak total (dapat dilihat pada Lampiran 5a).Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa peningkatan konsentrasi minyak yang digunakan akan menyebabkan kecenderungan jumlah minyak total meningkat. Hasil uji lanjut Duncannya menunjukkan setiap taraf konsentrasi minyak berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai minyak total (Lampiran 5b).

Sebaliknya peningkatan rasio Na-Cas:MD dalam hal ini penurunan jumlah na-kaseinat sebagai penyalut dalam komposisinya dengan maltodekstrin dapat menurunkan nilai minyak total yang dihasilkan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio bahan pengkapsul memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai minyak total, dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan (Lampiran 5a).Ini berkaitan dengan kemampuan Na-kaseinat sebagai penstabil emulsi minyak dalam air yang sangat baik. Na-kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase yakni minyak cengkeh dan air disebabkan adanya karakter ampifilik yang kuat dari komponen utama kasein yakni αS1-

terlarut granula pati gluten amilosa yg terlepas gluten pati panas H2O konsentrat

26

Kasein (lebih hidrofilik) dan β-Kasein (lebih hidrofobik) (Ruis 2007) sehingga minyak yang terdispersi di dalam larutan bahan penyalut akan teremulsi dan tersaluti dengan lebih baik dan kehilangan minyak selama proses pengemulsian maupun proses pengeringan dapat diminimalkan. Ini menunjukkan bahwa na- kaseinat sebagai bahan pengkapsul mempunyai peranan yang sangat kuat dalam mencegah kehilangan minyak selama homogenisasi dan pengeringan dan pada akhirnya menghasilkan minyak total yang lebih banyak.

Gambar 4.4 Hubungan antara komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD) dengan konsentrasi bahan inti (minyak) terhadap total oil mikrokapsul minyak cengkeh

Namun, nilai minyak total yang tinggi tidak menunjukkan proses enkapsulasi berjalan dengan baik, minyak yang terukur pada parameter minyak totalini tidak hanya jumlah minyak cengkeh yang terkapsulkan, tetapi juga termasuk sejumlah minyak yang tidak terkapsulkan yang terdapat pada permukaan kapsul yang dikenal dengan istilah surface oil.

Minyak Permukaan (SurfaceOil)

Salah satu kelemahan proses mikroenkapsulasi dengan metode spray drying adalah kemungkinan bahan inti/minyak dapat berada di permukaan kapsul yang dikenal dengan istilah surface oil. Nilai surface oil/minyak permukaan menunjukkan sejumlah minyak yang tidak terenkapsulasi (Madene et al. 2006). Menurut Soottitantawat et al. (2003), keberadaan surface oildapat menurunkan mutu karena partikel akan lebih mudah teroksidasi, menghilangkan sejumlah bahan volatil dan akhirnya mengalami kerusakan.

Minyak permukaan mikrokapsul yang dihasilkan berkisar antara 0,06 hingga 0,84%. Berdasarkan Gambar 4.5 tampak adanya peningkatan nilai surface oil dengan meningkatnya konsentrasi minyak dan kaseinat yang digunakan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari konsentrasi minyak dan komposisi bahan pengkapsul terhadap kadar minyak yang tidak terkapsulkan sesuai dengan analisis statistik menggunakan ANOVA pada taraf 5% dan tidak ada pengaruh interaksi terhadap parameter surface oil ini (Lampiran 6a).

- 5 10 15 20 25 1:2 1:2,5 1:3 1:4 1:5 1:9 T o ta l Oi l (% ) Na-Cas:MD Konsentrasi minyak 10% Konsentrasi minyak 20% Konsentrasi minyak 30%

27

Gambar 4.5 Hubungan antara komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD) dengan konsentrasi bahan inti (minyak) terhadap surface oil mikrokapsul minyak cengkeh

Berdasarkan grafik dapat diamati bahwa penggunaan konsentrasi minyak yang semakin tinggi menghasilkan mikrokapsul dengan jumlah minyak permukaan yang semakin besar. Konsentrasi bahan inti yang semakin tinggi dengan jumlah bahan pengkapsul yang sama, tentunya menyebabkan kemampuan bahan pengkapsul dalam melindungi bahan inti menjadi berkurang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Thies (1996) bahwa kemampuan bahan pengkapsul dapat dipengaruhi oleh jumlah minyak yang akan dikapsulkan. Tingginya surface oil pada mikrokapsul menunjukkan bahwa bahan penyalut tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menyalut minyak cengkeh pada konsentrasi yang tinggi karena melampaui titik optimum penyalutan.

Penggunaan Na-kaseinat sebagai bahan pengkapsul dalam komposisinya dengan maltodekstrin yang semakin sedikit jumlahnya dapat menghasilkan mikrokapsul dengan jumlah minyak pada permukaan yang semakin banyak. Penyebab terjadinya penurunan kadar minyak tak terkapsulkan berkaitan erat dengan fungsi Na-kaseinat (protein) sebagai emulsifier. Semakin banyak kaseinat dalam campuran bahan penyalut yang digunakan, proses emulsifikasi menjadi semakin baik. Dengan kata lain bahan inti dapat terperangkap semakin banyak dan minyak yang ada di permukaan dapat diminimalkan.

Menurut Soottitantawat et al. (2003), stabilitas matriks bahan pengkapsul adalah sebuah kondisi yang penting untuk melindungi sifat-sifat bahan volatil. Pada komposisi penggunaan Na-kaseinat yang lebih sedikit, matriks bahan pelindung yang dihasilkan menjadi lebih lemah dan tidak stabil sehingga memperbesar peluang terbentuknya struktur pori terbuka pada permukaan yang dapat menyebabkan tingginya surface oil pada permukaan kapsul. Tingginya surface oil juga dapat dihubungkan dengan ukuran droplet emulsi yang lebih besar yang memungkinkan besarnya peluang droplet emulsi pecah dan saling bergabung selama atomisasi (Soottitantawat et al. 2003 dan Jafari et al. 2007). Pada penelitian pendahuluan dalam mencari komposisi bahan pengkapsul, dapat dilihat hasil pengukuran droplet emulsisemakin besar dengan penggunaan Na- kaseinat yang semakin sedikit.

- 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1:2 1:2,5 1:3 1:4 1:5 1:9 S u rf a ce Oi l (% ) Na-Cas:MD Konsentrasi minyak 10% Konsentrasi minyak 20% Konsentrasi minyak 30%

28

Efisiensi Enkapsulasi (EE)

Hasil pengukuran nilai efisiensi enkapsulasi disajikan oleh Gambar 4.6 yang memperlihatkan efek dari komposisi bahan pengkapsul dan konsentrasi bahan inti (minyak cengkeh) terhadap nilai efisiensi enkapsulasi. Peningkatan rasio Na-Cas:MD menyebabkan penurunan nilai efisiensi, dan secara statistik penurunannya signifikan antara rasio 1:2 dengan 1:4, 1:5, dan 1:9. Rasio 1:2.5 dan 1:3 berbeda nyata dengan rasio 1:5 dan 1:9. Rasio 1:4 dan 1:5 berbeda nyata dengan rasio 1:9 (Lampiran 7b). Namun, hasil analisis ragam menunjukkan efisiensi enkapsulasi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi minyak maupun interaksinya. Secara lengkap disajikan pada Lampiran 7a.

Efisiensi tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak 20% dengan rasio bahan pengkapsul 1:2 sebesar 99,75%, sedangkan nilai efisiensi terendah dihasilkan dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak 20% dan komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD=1:9) yakni sebesar 95,08%.

Penggunaan Na-kaseinat yang berkurang porsinya dapat menurunkan tingkat efisiensi proses enkapsulasi minyak cengkeh. Rendahnya nilai efisiensi, dapat dihubungkan dengan lebih sedikitnya jumlah na-kaseinat yang tersedia untuk menjaga sebuah matriks struktur yang dapat menjaga droplet minyak terenkapsulasi. Na-kaseinat merupakan senyawa protein susu yang mempunyai sifat pengemulsi dan pembentuk lapisan film yang istimewa (Hogan et al. 2001). Aplikasinya sebagai bahan pengkapsul memberikan efisiensi enkapsulasi yang tinggi karena selama homogenisasi, molekul protein menempel/diserap dengan cepat pada antar muka minyak dan air dan membentuk lapisan-lapisan yang stabil dan kuat yang dapat mencegah droplet-droplet minyak untuk bergabung, dan mengurangi jumlah minyak yang tidak terenkapsulasi (Madene et al. 2006). Nilai efisiensi juga bergantung kepada surface oil. Partikel mikrokapsul yang memiliki surface oil tinggi menyebabkan nilai efisiensi semakin rendah dan sebaliknya.

εenurut Re’ (1998), emulsi tipe o/w yang dikeringkan biasanya menjadi mikrokapsul dengan pusat hampa/kosong, yang dikenal dengan mikrokapsul tipe

91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 1:2 1:2,5 1:3 1:4 1:5 1:9 E fi si e n si E n ka p su las i (% ) Na-Cas:MD Konsentrasi minyak 10% Konsentrasi minyak 20% Konsentrasi minyak 30%

Gambar 4.6 Hubungan antara komposisi bahan pengkapsul (Na-Cas:MD) dengan konsentrasi bahan inti (minyak) terhadap efisiensi enkapsulasi mikrokapsul minyak cengkeh

29 matriks. Bahan inti yang bersifat lipofilik tertanam sebagai mikropartikel di dalam matriks dinding. Pada proses enkapsulasi yang melibatkan gabungan antara maltodekstrin dengan kaseinat sebagai bahan pengkapsul memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan sebuah matriks yang stabil dan kuat. Interaksi dapat terjadi antara protein (Na-Cas) dengan karbohidrat (MD) baik dengan adanya ikatan hidrogen maupun interaksi hidrofobik. Menurut Sharon di dalam Bewley (2006), walaupun karbohidrat merupakan molekul dengan polaritas yang tinggi, namun pada keadaan disposisi sterik, grup hidroksil pada molekul karbohidrat akan membentuk potongan-potongan kecil yang bersifat hidrofobik pada permukaannya yang dapat membentuk interaksi dengan rantai samping hidrofobik protein. Dalam penelitian ini, penggunaan na-kaseinat dan maltodekstrin sebagai bahan pengkapsul minyak cengkeh diharapkan dapat membentuk sebuah matriks dinding yang stabil dan kuat yang dapat melindungi bahan aktif/minyak cengkeh dari kehilangan selama proses enkapsulasi sehingga efisiensi dari sebuah proses enkapsulasi dapat dicapai.

Rendemen Produk

Nilai rendemen menunjukkan efisiensi sebuah proses. Pada proses mikroenkapsulasi minyak cengkeh dengan cara spray drying menghasilkan nilai rendemen yang sangat bervariasi berkisar antara 32,94%-73,28%. Nilai ini cukup rendah karena terjadi kehilangan produk yang cukup banyak selama proses pengolahan. Kehilangan produk telah dimulai sejak pembuatan suspensi bahan pengkapsul dan pembuatan emulsi, yaitu adanya bahan yang melekat/ tertinggal pada alat blender dan homogenizer. Namun kehilangan bahan banyak terjadi pada saat pengeringan yaitu melekatnya produk pada tabung pengering. Lebih jelasnya

Dokumen terkait