• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian menunjukkan keempat medium mampu menumbuhkan cendawan Beauveria bassiana dengan konsentrasi spora yang berbeda – beda setiap perlakuan. Berdasarkan tabel 1. preverensi medium dengan konsentrasi spora tertinggi terdapat pada medium serbuk kayu ubi yaitu sebesar 9.913,333 cfu spora B. bassiana/ 10 g medium aplikasi. Diikuti oleh serbuk kayu mahoni sebesar 6.319,333 cfu, kemudian serbuk kayu rambung sebesar 5. 321, 666 cfu dan konsentrasi terendah terdapat pada medium DOC PDA 02 (kontrol) yaitu sebesar 4. 254,666 cfu spora/ 10 g medium aplikasi.

Tabel 1. Julmlah spora B.bassiana/ 10 g medium serbuk kayu (cfu)

Perlakuan Julmlah spora B.bassiana/ 10 g medium serbuk kayu (cfu)

kontrol (Medium DOC PDA 02) 4.254,666 d

Serbuk kayu rambung 5.321,666 c

Serbuk kayu mahoni 6.319,333 b

Serbuk kayu ubi kayu 9.913, 333 a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Perbedaan konsentrasi spora ini diakibatkan adanya perbedaan kandungan nutrisi medium sehingga cendawan akan mengalami fruktuasi dalam pembentukan spora dan kecepatan pembentukan spora serta daya virulensi cendawan B. bassiana. Berbagai medium yang digunakan memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan propagul B. basiana. Hal ini sesui dengan (Carruthers & Hural, 2011)media yang sesuai adalah media yang mengandung semua senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Cendawan B. bassiana dapat hidup pada serbuk kayu karena cendawan ini mempunyai kemampuan untuk hidup saprofitik pada

sisa-sisa tanaman dan dapat masuk jaringan tanaman melalui jaringan vascular (Bing & Lewis, 2011).

Medium serbuk kayu ubi memiliki jumlah spora tertinggi ( Gambar 1.) di karenakan media ini memiliki kandungan 6,7% amilosa dan 6,4% glukosa seta selulosa. Senyawa ini sangat dibutuhkan cendawan dalam pembentukan propagulnya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Eggum (2012), serbuk kayuubi mengandung nutrisi tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan cendawan B.

bassiana karena setiap 100 g serbuk kayu mengandung 6,7% amilosa dan

6,4% glukosa seta selulosa.

Serbuk kayu mahoni juga dapat menumbuhkan propagul cendawan

B.basianna setelah serbuk kayu ubi. Kayu mahoni memiliki kandungan nutrisi

selulosa sebesar 47.5 %, lignin 29.9 %, dan pentosan 14.4 %.Hemiselulosa adalah bagian penyusun dinding sel yang mengandungkarbohidrat. Kadarnya bervariasi antara 6-40 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdurrahim et al. (2014) kayu mahoni memiliki kandungan kimia berupaselulosa sebesar 47.5 %, lignin 29.9 %, dan pentosan 14.4 %.Hemiselulosa adalah bagian penyusun dinding sel yang mengandungkarbohidrat. Kadarnya bervariasi antara 6-40 %. Unsur ini sulit dicernamikroba , walaupun bisa hanya 45-90 %. Selulosa dan hemiselulosa setelahdiurai akan berubah menjadi bahan yang lebih sederhana hingga bisa dijadikannutrisi. Kedua unsur ini akhirnya berubah menjadi glukosa dan air serta produk lain yang dibutuhkan B. basianna dalam pertumbuhanya.

Serbuk kayu rambung terbukti dapat menumbuhkan propagul cendawanB.

basiana karena mengandung senyawa selulosa sebesar 48.33 % dan lignin sebesar

menjadi lebih lama. Hal ini sesui dengan Haygreen (2014), kayu rambung memilikikandungan selulosa sebesar 48.33 % dan lignin sebesar 27.28 %

Gambar 1. Pertumbuhan propagul B. bassiana pada berbagai medium uji. (a) serbuk kayu rambung, (b). serbuk kayu mahoni, (c) serbuk kayu ubi, (d). medium DOC PDA 02 dan (e). mikroskopis B. basiana dibawah mikroskop perbesaran 10.000 x. Sumber : foto pribadi

Persentase mortalitasSpodopteralitura.terhadap berbagai medium

Pengamatan persentase kematian larva S. litura pada uji patogenisitas jamur B. bassiana dilakukan setiap 24 jam selama 7 hari setelah aplikasi. Hasil analisis ragam terhadap persentase kematian larva S. litura menunjukkan bahwa berbagai jenis mediumB. bassiana berpengaruh nyata 4-7 Hsa terhadap persentase kematian larva S. litura.

A B C

Tabel 2. Persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap berbagai medium 1-7Hsa (%)

Perlakuan Hari kematian (%)

1 2 3 4 5 6 7 Medium DOC PDA 02 0 0 0 0b 2,200d 50,145d 80,333d Serbuk kayu rambung 0 0 0 0b 3,189c 50,626c 83,143c Serbuk kayu m a h o ni 0 0 0 0b 50,185 b 80,635b 90,250b

Serbuk kayu ubi k a y u 0 0 0 51,086 a

60,175a 90,206a 100a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Berdasarkan analisis statistik medium serbuk kayu ubi kayu secara konstan memiliki nilai mortalitas tertinggi 4-7 Hsa. Tingginya nilai mortalitas ini di karenakan kandungan nutrisi serbuk ubi kayu sangat sesuai sebagai media tumbuh B. bassiana. Nutrisi yang tercukupi menyebabkan pembentukan sprora akan terjadi dengan seragam dan jumlah yang besar. Meningkatnya jumlah sprora akan mempengaruhi virulensi cendawan terhadap hama sehingga dapat membunuh hama sasaran. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Budi et al. (2013) variasi virulensi jamur entomopatogen B. bassianadipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dalam yaitu asal isolat, maupun faktor luar seperti macam medium untuk perbanyakan jamur, teknik perbanyakan dan faktor lingkungan.

Serbuk kayu mahoni, serbuk kayu rambung dan medium DOC PDA 02 memiliki secara konstan memiliki nilai mortalitas lebih kecil jika dibanding media serbuk kayu ubi kayu. Hal ini di karenakan kandungan nutrisi serbuk kayu rambung dan mahoni tinggi kandungan lignin dan tannin sehingga sulit untuk

mengalami fermentasi oleh cendawan. Hal ini sesui dengan pernyataanAbdurrahim et al. (2014) kayu mahoni memiliki kandungan nutrisi selulosa sebesar 47.5 %, lignin 29.9 %, dan pentosan 14.4 %. Sedangkan kayu

rambung mengandung selulosa sebesar 48.33 % dan lignin sebesar 27.28 % (Haygreen, 2014).

Persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi cendawan

B.bassiana

Berdasarkan analisis statistik (Tabel 3) waktu aplikasi cendawan

B.bassiana tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas S.litura hal ini

dikarenakan cendawan ini hanya akan bereaksi jika spora kontak dengan intergumen serangga. Spora akan berkecambah dan memparasit serangga yang kontak langsung dengan spora cendawan (Gambar 2).

Tabel 3. Persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi cendawan B.bassiana 1-7 Hsa (%)

perlakuan

Persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi cendawan B.bassiana 1-7 Hsa (%)

1 2 3 4 5 6 7

S1 0 0 0 13,043 28,925 67,861 89,203

S2 0 0 0 12,500 28,950 67,946 87,661

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Hal ini sesuai dengan Rustama et al. (2008) semakin banyak konidia yang melekat pada kutikula larva serangga, maka semakin banyak pula konidia yang melakukan penetrasi terhadap kutikula hal ini juga dipengaruhi oleh kedan lingkungan ketika dilakuan pengaplikasian cendawan, kedaan inang dan virulensi cendawan. Semakin banyak larva yang mati, maka akan meningkatkan persentase tingkat kematian tanpa dipengaruhi waktu aplikasi. Waktua plikasi yang tidak berpengaruh nyata ini diduga karena, pada saat penelitian rerata suhu rumah kasa 25 °C dan kelembaban ruang 58,75 %, sedangkan untuk

perkembangan maksimum jamur B. bassiana tercapai pada suhu 23-25 °C dan kelembaban 92 %.

Gambar 2. Serangan B. bassiana pada larva instar 4 S. litura. (a) larva mumifikasi (b).pengamatan intergumen larva terserang. Sumber : foto pribadi . Iteraksi persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan B.bassiana

Berdasarkan analisa statistik iteraksi persentase mortalitas Spodoptera

litura terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan B.bassiana 1-7

Hsa (%) tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan perlakuan waktu aplikasi cendawan entomopatogen tidak berpengaru terhadap adanya kemampuan parasit dari B.bassiana.

Tabel 4. Iteraksi persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan B.bassiana 1-7 Hsa (%)

Perlakuan

Iteraksi persentase mortalitas Spodoptera litura. terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan B.bassiana 1-7 Hsa (%)

1 2 3 4 5 6 7 M0S1 0 0 0 1,11 3,187 50,577 80,667 M0S2 0 0 0 1,142 3,192 50,677 80,000 M1S1 0 0 0 0 2,263 50,070 86,077 M1S2 0 0 0 0 2,137 50,220 80,210 M2S1 0 0 0 0 50,140 80,417 90,067 M2S2 0 0 0 0 50,230 80,853 90,433 M3S1 0 0 0 52,173 60,110 90,380 100 M3S2 0 0 0 50,000 60,241 90,033 100

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Cendawan entomopatogen dapat menginfeksi serangga melaui intergumen serangga yang langsung kontak dengan cendawan, hal ini akan membuat cendawan menjadi virulen terhadap seragga sehingga waktu aplikasi tidak menunjukan pengaruh terhadap perlakuan. Hal ini sesui dengan terhadap larvaS.

litura. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mahmud (2014), yang

menyatakan pengaplikasin Beuveria bassiana secara preventif menyebabkan spora mengalami staknan dan suhu yang tinggi membuat spora menjai luruh dan tidak dapat berkecambah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan cendawan entomomopatogen untuk dapat memarasit serangga. Keberhasilan cendawan terjadi apabila keadaan serangga lemah, lingkungan yang sangat mendukung perkembangan cendawan dan virulence cendawan tinggi.

Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik B. bassiana pada medium yang berbeda

Berdasarkan analisa statistik keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) terhadap medium B. bassiana menunjukan pengaruh yang signifikan. Medium serbuk ubi kayu memiliki nilai keparahan serangan terkecil yaitu 10,270 kemudian diikuti oleh serbuk kayu rambung 14,835, serbuk kayu mahoni sebesar 20,820 dan medium DOC PDA 02 sebesar 40,635 (Tabel 5.) Tabel 5. Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan

Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik

B. bassianapada medium yang berbeda

Perlakuan Keparahan serangan tembakau (%)

Lethal Time LT (50) (hari)

Medium DOC PDA 02 40,635a 5,216b

Serbuk kayu rambung 14,835c 6,246a

Serbuk kayu mahoni 20,820b 4,321c

Serbuk kayu ubi kayu 10,270d 4,131d

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Tingkat keparahan serangan ini dipengaruhi oleh viabilitas kecambah dan virulensi dari spora B.bassiana sehingga nilai entomopatogenik cendawan ini akan meningkat dan menurukan tingkat keparah penyakit terhadap tanaman tembakau. Hal ini sesui dengan pernyataan Mahmud (2014), bahwa keberhasilan cendawan patogen sebagai pengendali hama dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah spora, viabilitas spora (daya kecambah) dan virulensi yang virulen memiliki infektifitas yang rendah atau sebaliknya. Sifat virulen pada cendawan dipengaruhi oleh produksi mikotoksin dalam hal ini adalah beauvericin dan viabilitas spora.

Keparahan serangan juga di pengaruhi oleh mekanisme cendawan entomopatogen dalam menginfeksi S. liturapada tanaman tembakau 7 Hsa (Gambar 3). B. bassiana masuk kedalam kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan mengeluarkanenzim seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim tersebutmampu menghidrolisis kompleks protein di dalam integument, yangmenyerang dan menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampumenembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Hal ini sesui dengan pernyataan Clarkson& Charnley (2013) mekanisme infeksi dimulai infeksi langsung hifa atau spora B. bassiana kedalam kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan mengeluarkanenzim seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim tersebutmampu menghidrolisis kompleks protein di dalam integument, yangmenyerang dan menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampumenembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Mekanisme infeksi secara mekanik adalah infeksi melalui tekanan yang disebabkan olehkonidium B. bassiana yang tumbuh. Secara mekanik infeksi jamur B. bassianaberawal dari penetrasi miselium pada kutikula

lalu berkecambah dan membentukapresorium, kemudian menyerang epidermis dan hipodermis. Hifa kemudian menyerang jaringan dan hifa berkembang biak di dalam haemolymph.

Menurut racun yang telah masuk mengganggusistem saraf maupun metabolism tubuh sehingga akan mempengaruhifisiologis maupun morfologis dari pupadan imago. Cendawan entomopatogenmenghasilkan beberapa jenis toksinyang dalam mekanisme kerjanya akanmenyebabkan terjadinya kenaikan pHhemolimfa, penggumpalan hemolimfa,dan terhentinya peredaran hemolimfa. Beberapa toksin yang dihasilkan oleh B. bassiana adalah beauvericin, beauverolit, bassianolit, isorolit dan asam oksalit. Pengaruh infeksi jamur patogen tidak hanya bersifat mematikan tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga dan menurunkan kemampuan reproduksinya (Budi et al., 2013)

Selain faktor mekanis cendawan B. bassiana juga melakukan reaksi biokimia didalam tubuh serangga. B. bassiana akanmengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinyaparalisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangankoordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang limahari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Hal ini sesui dengan pernyataan Wahyudi (2008) pada perkembangannya di dalam tubuh serangga B. bassiana akanmengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinyaparalisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangankoordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang limahari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga

menyebabkan kerusakanjaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan systempernafasan. Serangga kemudian mati dan jamur B. bassiana akan terus melanjutkan pertumbuhan siklusnya dalam fase saprofitik. Setelah serangga inang mati,B. bassiana akan mengeluarkan antibiotik, yaitu Oosporein yang menekan populas bakteri dalam perut serangga inang. Dengan demikian, pada akhirnya seluruh tubuh serangga inang akan penuh oleh propagul

B. bassiana. Pada bagian lunakdari tubuh serangga inang, jamur ini akan

menembus keluar dan menampakkanpertumbuhan hifa di bagian luar tubuh

serangga inang yang biasa disebut “white bloom”. Pertumbuhan hifa eksternal

akan menghasilkan konidia yang bila telahmasak akan disebarkan ke lingkungan dan menginfeksi serangga sasaran baru.

Gambar 3. Serangan S. litura pada tanaman tembakau. (a) larva merusak daun (b).larva mulai diare, (c). larva terinfeksi mati dan mongering dan (d). larva mengalami mumivikasi. Sumber : foto pribadi

Berdasarkan hasil analisa statistik lethal time 50 tercepat terhadap medium terdapat pada perlakuan medium serbuk kayu ubi yaitu sebesar 4,131 hari. Diikuti perlakuan serbuk kayu mahoni 4, 321 hari, medium DOC PDA 02 5,216 hari dan medium serbuk kayu rambung sebesar 6,246 hari. Hal ini dikarenakan virulensi

A

C D

dan kerapatan spora yang tinggi pada perlakuan serbuk batang ubi. Kerapatan spora ini mempengaruhi waktu kematian hama menjadi lebih cepat. Kerapatan spora dan virulensi cendawan dipengaruhi oleh kesesuian cendawan pada medium perbanyakan. Menurut Boucias & Pendland (1998). Terjadinya perbedaan LT50 dari masing-masing perlakuan diduga disebabkan oleh jumlah konidia jamur B.

bassiana yang menempel pada tubuh larva S. litura. Semakin banyak konidia

jamur B.bassiana yang menempel pada tubuh larva S. litura maka kematian

larva S. litura semakin cepat.Semakin tinggi kerapatan konidia yang diinfeksikan, maka semakin tinggi peluang kontak antara patogen dengan inang. Semakin tinggi serangan, maka proses kematian larva yang terinfeksi akan semakin cepat.

Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik B. bassiana pada waktu aplikasi yang berbeda

Berdasarkan analisis statistik Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik B. bassianapada waktu aplikasi yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas S.litura(Tabel 6).

Tabel 6. Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan

Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik

B. bassianapada waktu aplikasi yang berbeda

Perlakuan Keparahan serangan tembakau (%)

Lethal Time LT (50) (hari)

S1 21,394 4,980

S2 21,886 4,987

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Hal ini dikarenakan cendawan ini hanya akan bereaksi jika spora kontak dengan intergumen serangga. Spora akan berkecambah dan memparasit serangga yang kontak langsung dengan spora cendawan. Hal ini sesuai dengan Rustama et

al. (2008) waktua plikasi prefentif menyebabkan spora tidak menemukan inang sehingga virulensi spora menjadi menurun dank arena factor lingkungan ekstrim menyebababkan spora tidak dapat lama bertahan pada permukaan tanaman sehingga tidak dapat m,enginfeksi serangga sementara pengaplikasian secara curative (penyemprotan Beauveria setelah Spodoptera diaplikasikan) menyebabkan spora dapat menempel ke tubuh serangga, namun faktor lingkungan sangat berpengaruh pada hal ini terutama suhu dan kelembaban serta viabilitas spora sehingga cendawan tidak dapat menginfeksi serangga.

Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik B. bassiana pada waktu aplikasi yang berbeda dan medium yang berbeda

Berdasarkan analisa statistik keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik B. bassianapada waktu aplikasi yang berbeda dan medium yang berbedatidak berbeda nyata (Tabel 7).

Tabel 7. Keparahan serangan S.litura pada tanaman tembakau 7 Hsa (%) dan

Lethal Time (LT50) S. litura terhadap daya entomopatogenik

B. bassianapada waktu aplikasi yang berbeda dan medium yang

berbeda

perlakuan Keparahan serangan tembakau (%)

Lethal Time LT (50) (hari)

M0S1 40,347 5,187 M0S2 40,923 5,247 M1S1 14,527 6,250 M1S2 15,143 6,243 M2S1 20,400 4,293 M2S2 21,240 4,350 M3S1 10,303 4,190 M3S2 10,237 4,370

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %

Hal ini dikarenakan perlakuan waktu aplikasi cendawan entomopatogen tidak berpengaru terhadap adanya kemampuan parasit dari B.bassiana. Cendawan

entomopatogen dapat menginfeksi serangga melaui intergumen serangga yang langsung kontak dengan cendawan, hal ini akan membuat cendawan menjadi virulen terhadap serangga sehingga waktu aplikasi tidak menunjukan pengaruh terhadap perlakuan. Hal ini sesui dengan terhadap larva S. litura. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mahmud (2014), ketidak mampuan cendawan dalam menginfeksi inang di pengaruhi oleh besarnya spectrum virulensi cendawan dalam mengendalikan hama tujuanya. Semakin luasnya spectrum menyebabkan kemampuan seranggan menjadi lemah dan dapat menyerang semua serangga termasuk serangga berguna. Meluasnya spektum juga dapat membuat serangga menjadi resiten serangan dengan memodofikasi struktur morfologi dan fisiologi serangga. Hal ini menyebabkan serangga menjadi kebal terhadap serangan cendawan sehigga serangga tidak dapat terparasit.

Dokumen terkait