• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peternakan Rahmawati Jaya didirikan pada tahun 1970 dan berlokasi di provinsi DKI Jakarta, tepatnya di Jalan Pengadegan Utara III No.7, Jakarta Selatan. Lokasi penelitian ini berada pada ketinggian tanah 17 m di atas permukaan laut dan beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 25-31°C serta tingkat kelembaban berkisar antara 80-90%. Kondisi tersebut memang kurang sesuai untuk ternak sapi perah dimana bangsa sapi perah yang dominan di ternakan di peternakan ini adalah Fries Holand (FH). Menurut Sutardi (1981) lokasi yang baik untuk beternak sapi perah adalah yang mempunyai ketinggian sekurang-kurangnya 800 m di atas permukaan laut dengan temperatur rataan 18,3oC dan kelembaban 55%.

Lingkungan sekitar peternakan merupakan lingkungan padat penduduk. Peternakan Rahmawati Jaya berada di tengah-tengah pemukiman penduduk dan tidak jauh dari jalan raya dan jalan bebas hambatan, lebih tepatnya berdekatan dengan jalan M.T. Haryono, Pancoran, dan Cawang yang akrab dengan hiruk pikuk

kehidupan perkotaan yang sarat akan polusi udara dan polusi suara yang disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang lewat setiap harinya. Selain itu, lokasi peternakan ini juga dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Kondisi lingkungan yang seperti ini pada dasarnya tidak sesuai untuk ternak sapi perah yang merupakan ternak yang merasa lebih nyaman dengan

lingkungan yang tenang, selain itu ternak sapi perah relatif lebih mudah stress bila dibandingkan dengan ternak lainnya.

Populasi ternak sapi perah di peternakan Rahmawati Jaya terbilang besar untuk skala peternakan rakyat khususnya untuk wilayah DKI Jakarta. Populasi sapi perah di DKI Jakarta berdasarkan data dari Dirjen Peternakan (2008) adalah 3710 ekor. Namun, sayangnya di peternakan ini tidak dilakukan recording. Persentase laktasi di peternakan sapi perah Rahmawati Jaya adalah 59.77% dengan rata-rata bobot badan sapi laktasi di peternakan Rahmawati Jaya adalah 373 Kg. Populasi ternak di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Populasi Sapi di Peternakan Rahmawati Jaya

Jenis Sapi Jumlah (ekor) Satuan Ternak (ekor)

Pejantan 16 16 Jantan muda 11 5.5 Dara 19 9.5 Pedet 16 4 Induk laktasi 52 52 Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan di peternakan Rahmawati Jaya tidak berbeda dengan peternakan sapi perah lainnya. Sapi diberi beberapa jenis pakan diantaranya singkong yang diperoleh dari pasar Kramat Jati, kulit kacang kedele yang diperoleh dari pabrik di daerah Hutan Kayu, ampas tempe yang diperoleh dari pabrik tempe di sekitar lokasi penelitian dan konsentrat yang diperoleh dari koperasi sapi perah rakyat daerah DKI Jakarta (KOPERDA). Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 2.5 Kg singkong, 2.5 Kg konsentrat komersil, 2.5 Kg kulit kacang, dan 10 Kg ampas tempe untuk tiap ekor ternak dan tidak dibedakan berdasarkan status fisiologis ternak. Pakan-pakan tersebut dimasukkan dan dicampurkan ke dalam tempat pakan serta dicampur dengan air minum yang berfungsi sebagai pelarut pakan, sehingga pakan mudah dikonsumsi oleh ternak. Pemberian pakan konsentrat yang dicampur dengan air minum memiliki kelebihan dan kelemahan. Pemberian konsentrat dan pakan lain yang dicampur dengan air akan mengurangi tercecernya pakan, sehingga pakan tersebut dapat sepenuhnya dikonsumsi oleh ternak. Kelemahan dari pemberian pakan yang dicampur dengan air adalah dapat menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik konsentrat di dalam rumen ( Putra, 2004). Pakan-pakan non hijauan ini diberikan dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan siang hari pada pukul 13.00 WIB.

Pakan hijauan juga diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 06.00 WIB dan sore hari pada pukul 18.00 WIB. Sama halnya dengan pemberian pakan lainnya, pemberian hijauan juga tidak memiliki patokan tertentu untuk jumlahnya dan tidak dibedakan berdasarkan kondisi fisiologis dari ternak. Hijauan yang diberikan adalah rumput lapang dengan pemberian kurang lebih 10 Kg per ekor pada sore hari dan 5 Kg pada pagi hari berikutnya. Jumlah hijauan yang

diberikan pada sore hari lebih banyak bila dibandingkan dengan hijauan yang diberikan pada pagi hari. Hal tersebut disebabkan terbatasnya jumlah hijauan. Terbatasnya jumlah hijauan disebabkan lahan tumbuh hijauan di Jakarta semakin berkurang, karena terjadinya alih fungsi lahan menjadi perumahan, gedung-gedung perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Peternakan Rahmawati Jaya berupaya

memenuhi kebutuhan hijauan yang dibutuhkan ternak, dimana hijauan yang diberikan diperoleh dari berbagai lokasi di Jakarta Barat yang dicari oleh empat orang pekerja dari pagi hari sampai sore hari. Oleh sebab itu, pemberian pakan hijauan yang seharusnya diberikan lebih banyak dibanding konsentrat dengan

perbandingan hijauan banding konsentrat 60:40 sulit untuk dipenuhi oleh peternakan sapi perah di Jakarta. Secara umum, peternak hanya berusaha untuk mengenyangkan ternak mereka, tidak melihat dari kebutuhan nutrisinya. Menurut Siregar (1996), untuk mencapai produksi yang tinggi dengan tetap memperlakukan kadar lemak susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, rasio hijauan konsentrat adalah 60 : 40. Pakan-pakan yang diberikan di Peternakan Rahmawati Jaya memiliki komposisi pakan seperti yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrien dalam Pakan yang diberikan Pagi Hari Jenis Pakan Pemberian (Kg) Komposisi (Kg)

BK PK TDN Rumput Lapang 5 1.22 0.1 0.69 Singkong 2.5 0.81 0.025 0.66 Konsentrat 2.5 2.13 0.235 1.62 Kulit kacang Kedele 2.5 2.28 0.273 0.08

Ampas Tempe 10 2.05 0.27

-Jumlah 8.49 0.903 3.05

Tabel 5. Kandungan Nutrien dalam Pakan yang diberikan Sore Hari Jenis Pakan Pemberian (Kg) Komposisi (Kg)

BK PK TDN

Rumput Lapang 10 2.44 0.2 1.37 Singkong 2.5 0.81 0.025 0.66 Konsentrat 2.5 2.13 0.235 1.62 Kulit Kacang Kedele 2.5 2.28 0.273 0.88

Ampas Tempe 10 2.05 0.27

-Jumlah 9.71 1.003 3.73

Persentase 10.33% 38.41%

Tampak pada Tabel 3 dan Tabel 4 perbedaan komposisi kandungan nutrien dalam bahan pakan yang diberikan pada pagi hari dan sore hari. Kandungan nutrien pada pakan yang diberikan pada sore hari lebih tinggi dibandingkan kandungan nutrien pada pakan yang diberikan pada pagi hari. Hal ini disebabkan jumlah hijauan yang diberikan pada sore hari lebih banyak dua kali lipat dibandingkan hijauan yang diberikan pada pagi hari. Persentase kandungan PK dan TDN dari bahan kering dalam pakan yang diberikan masih kurang, karena protein kasar yang dibutuhkan oleh sapi perah adalah 14% dan kandungan TDN yang dibutuhkan oleh sapi perah adalah 68%.

Susu yang diproduksi di peternakan sapi perah rakyat Rahmawati Jaya sebagian besar didistribusikan langsung ke rumah-rumah tangga di wilayah Jakarta khususnya Jakarta Selatan. Susu yang dipasarkan dapat berupa susu segar dan susu pasteurisasi. Harga dari susu pasteurisasi adalah Rp. 8000 per liter, sedangkan untuk susu segar seharga Rp.7000 per liter.

Tata Laksana Pemerahan

Tata laksana pemerahan di peternakan Rahmawati Jaya diawali dengan membersihkan kandang terlebih dahulu baik pada pemerahan pagi maupun sore hari, yang membedakan pemerahan pagi hari dan sore hari adalah pemberian pakan. Pada pemerahan pagi hari ternak diberi pakan konsentrat dan hijauan setelah pemerahan, sedangkan pada pemerahan sore hari ternak yang akan diperah diberi pakan terlebih dahulu yaitu berupa pakan konsentrat, sedangkan pakan hijauan diberikan setelah pemerahan. Pemberian hijauan setelah pemerahan baik dilakukan, sebab apabila diberikan sebelum ternak diperah akan dapat menurunkan kualitas susu. Hal ini

berkaitan dengan bau khas hijauan. Hijauan yang mempunyai bau khas akan menyebabkan susu terkontaminasi oleh bau-bauan dari hijauan yang diberikan. Hal tersebut dapat terjadi karena susu mempunyai sifat dapat mengasorbsi bau-bauan yang ada di sekitarnya.

Apabila kandang telah bersih, maka ternak siap untuk diperah dengan terlebih dahulu peralatan untuk memerah yaitu ember untuk menampung susu dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan, untuk meminimalisir kontaminasi. Pemerah sebelum mulai memerah mencuci tangan mereka terlebih dahulu. Ambing dan puting sapi yang akan diperah dibersihkan terlebih dahulu dengan air bersih, kemudian diolesi oleh margarin dengan tujuan memudahkan proses pemerahan. Setiap pemerah umumnya selalu memerah sapi yang sama. Berdasarkan hasil pengamatan saat penelitian, tahapan pemerahan di peternakan Rahmawati Jaya telah sesuai dengan pendapat Sudono, et al (2003), tahapan pemerahan adalah sebagai berikut:

 Membersihkan kandang dari segala kotoran.

 Mencuci daerah lipatan paha sapi yang akan diperah.

 Memberi konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam keadaan tenang.

 Membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat takar susu) dan can

susu.

 Membersihkan tangan pemerah

 Mencuci ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang bersih.

 Melakukan uji mastitis setiap sebelum dilakukan pemerahan.

Perbedaan tahapan hanya terletak pada pengujian mastitis sebelum pemerahan. Sapi yang akan diperah di peternakan Rahmawati Jaya tidak diuji mastitis terlebih dahulu.

Produksi Susu

Peternakan Rahmawati Jaya melakukan pemerahan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 05.00 WIB dan sore hari pada pukul 14.00 WIB. Produksi susu yang dihasilkan dari kedua waktu pemerahan tidaklah sama, hal tersebut dapat dilihat dari rataan produksi susu yang diperoleh, yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan Rahmawati Jaya per Ekor per Hari

Waktu Pemerahan Produksi susu (Kg/pemerahan) Pagi hari 2.75 ± 0.80

Sore hari 1.63 ± 0.41

Berdasarkan hasil di atas rata-rata produksi susu per ekor pada pagi hari yaitu 2.75 Kg dengan produksi susu tertinggi sebesar 6 Kg, lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata produksi susu per ekor pada sore hari yang hanya 1.63 Kg dan produksi tertinggi hanya 3 Kg. Perbedaan tersebut dapat disebabkan manajemen pemerahan yang diterapkan oleh peternakan tersebut, manajemen pemerahan yang dimaksud adalah selang pemerahan dan jumlah pemberian pakan.

Selang pemerahan yang diterapkan di peternakan Rahmawati Jaya adalah 9:15 jam. Hal ini menunjukkan bahwa selang waktu pemerahan dari pagi ke sore lebih singkat bila dibandingkan dengan selang pemerahan dari sore ke pagi hari berikutnya. Hal tersebut menyebabkan produksi susu pada pagi hari lebih tinggi bila dibandingkan produksi susu pada sore hari. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Sudono et al. (2003) yaitu jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam, jumlah susu yang dihasilkan pada pagi hari dan sore akan sama. Namun, jika jarak pemerahan tidak sama (sore lebih singkat daripada pagi), jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari berikutnya. Ketidaksesuaian selang pemerahan ini umum terjadi di peternakan rakyat. Berdasarkan keterangan yang diberikan pemerah, hal tersebut disebabkan waktu yang ditetapkan oleh koperasi untuk mengumpulkan susu.

Perbedaan produksi susu pagi dan sore hari dapat disebabkan pula oleh perbedaan tata laksana pemberian pakan pada pagi hari dan sore hari. Jumlah hijauan yang lebih banyak pada sore hari menyebabkan jumlah produksi susu pagi hari berikutnya lebih banyak bila dibandingkan dengan produksi susu sore hari. Serat kasar yang ada dalam hijauan memiliki peran yang penting dalam pembentukan susu.

Pakan yang diberikan untuk sapi laktasi di peternakan Rahmawati Jaya tidak dibedakan dengan sapi yang berbeda kondisi fisiologisnya. Keterbatasan jumlah

hijauan menyebabkan peternak mencari alternatif pengganti serat yaitu dengan menggunakan ampas tempe. Menurut Putra (2004) ampas tempe memiliki presentase serat kasar yang cukup tinggi yaitu 70.2%, akan tetapi protein kasar hanya sebesar 13%, sehingga tidak menambah protein kasar dalam konsentrat yang diperlukan untuk memproduksi susu, sehingga pada akhirnya target peternak Rahmawati Jaya dalam pemberian pakan hanya untuk membuat ternak kenyang.

Tabel 7. Komposisi PK dan TDN dalam Pakan dan Kebutuhan PK dan TDN untuk Hidup Pokok dan Sisa PK dan TDN

waktu

Komposisi Pakan (Kg)

Kebutuhan Hidup Pokok (Kg)

Sisa untuk Produksi Susu (Kg)

PK TDN PK TDN PK TDN

Pagi 0.903 3.05 0.174 1.505 0.729 1.545 Sore 1.003 3.73 0.174 1.505 0.829 2.225 1 hari 1.906 6.78 0.349 3.02 1.557 3.77

Tabel 8. Perbedaan Produksi Susu berdasarkan kandungan Pakan dengan Hasil Penelitian

Produksi Air Susu (Kg)

Berdasarkan Kandungan dalam Pakan Hasil Penelitian

PK TDN

8.37 4.74 1.63

9.53 6.83 2.75

17.9 11.56 4.38

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, komposisi nutrisi pakan yang diberikan pada pagi hari seharusnya mampu memproduksi susu minimal 4.74 Kg susu, sedangkan hasil penelitian menunjukkan sapi hanya mampu memproduksi susu dengan rataan per ekor sebanyak 1.63 Kg. Hal serupa terjadi pada rataan produksi susu pagi hari berikutnya. Pakan yang diberikan pada sore hari sebelumnya

seharusnya mampu memproduksi susu minimal 6.83 Kg, sedangkan hasil penelitian menunjukkan produksi rataan susu sapi per ekor hanya mencapai 2.75 Kg. Apabila dijumlahkan dalam satu hari dengan pakan yang diberikan seharusnya ternak mampu memproduksi susu mencapai 11.56 Kg. Nilai ini di atas rataan produksi susu sapi perah bangsa FH di Indonesia, menurut Sudono (1999), bangsa FH di Indonesia

memiliki produksi rata-rata per hari 10 liter/ekor, sedangkan pada kenyataannya rataan produksi susu per hari hanya mencapai 4.38 Kg/ekor.

Pengaruh pemberian pakan juga dapat dilihat dari penilaian body scoring sapi laktasi yang terdapat di peternakan sapi perah rahmawati jaya. Hasil penilaian body scoringpada sapi di lokasi penelitian menunjukkan hasil bahwa ukuran sapi

tergolong kurang sesuai untuk ukuran sapi perah, dengan rataan nilai body scoring

sebesar 3.27, karena standar body scoring untuk sapi perah adalah 3.5. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak hanya kuantitas dari pakan yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan untuk meningkatkan produksi, tetapi juga kualitas dari pakan yang diberikan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa persentase komposisi PK dan TDN dari bahan kering pakan masih kurang untuk kebutuhan sapi perah.

Selain itu, air merupakan kandungan terbesar dalam susu, sehingga jumlah air yang diberikan memiliki peran penting dalam pembentukan susu. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, di peternakan Rahmawati Jaya air diberikan pada saat pemberian pakan dengan cara di campur dengan pakan non hijauan yang dilakukan sebanyak dua kali sehari. Selain itu sapi tidak diberikan air dalam bentuk utuh atau tidak dicampur pakan. Air yang diberikan setiap harinya sebanyak 20 liter. Menurut Sudono et al., (2003) air yang dibutuhkan setiap hari bagi sapi minimal untuk tiap satu liter susu yang dihasilkan dibutuhkan air minum sebanyak 4 liter, sebaiknya sapi diberikan air secara tidak terbatas. Jadi, dapat dikatakan bahwa air yang minum yang diberikan di peternakan Rahmawati Jaya masih kurang, sehingga menyebabkan produksi susu menjadi rendah.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi susu adalah lingkungan peternakan. Berdasarkan rataan produksi susu pagi dan sore hari diperoleh rataan produksi susu sapi per ekor per hari hanya mencapai 4.38 Kg. Rataan produksi terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya di lokasi berbeda yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Produksi Susu di Peternakan Sapi Perah Rahmawati Jaya dan di Beberapa Daerah di Indonesia

Daerah Peternakan Ketinggian Lokasi (mdpl)

Produksi Susu (liter/ekor/hari)

Sumber

Pengadegan, Jakarta 17 4.38* Hasil penelitian penulis Pondok Rangon,

Jakarta

15 8.43* Putra (2004) Kebon Pedes, Bogor 200 11.54 Prabowo (2002) Cibeureum, Bogor 1100-1180 13.37 Prabowo (2002) Desa Mekar Maju,

Ciwidey, Bandung

1050 13.12 Aisyah (2004) Desa Sebaluh, Pujon 1100 13.00* Rizki (2005) Keterangan : * dihitung dalam Kg/ekor/hari

Tabel 9 menunjukkan produksi susu di peternakan Rahmawati Jaya paling rendah bila dibandingkan dengan peternakan rakyat lainnya. Perbedaan yang cukup tinggi terjadi antara produksi susu di lokasi penelitian bila dibandingkan dengan peternakan Desa Mekar Maju, Bandung, disebabkan oleh perbedaan topografi daerah lokasi peternakan dimana untuk peternakan Desa Mekar Maju, Bandung berada di daerah dataran tinggi dengan suhu lingkungan yang rendah yaitu 21-27oC sehingga ternak lebih nyaman karena hampir mirip dengan suhu di daerah asalnya, berbeda dengan di Jakarta yang merupakan dataran rendah yang memiliki suhu lebih tinggi. Di daerah tropis, wilayah yang cocok untuk sapi perah impor seperti FH adalah di dataran tinggi yang memiliki ketinggian tempat sekurang-kurangnya 800 m di atas permukaan laut. Di dataran tinggi ternak memperoleh suhu udara yang sejuk dan nyaman sesuai dengan lingkungan di daerah asalnya, sehingga penampilan produksinya lebih tinggi daripada di dataran rendah yang panas. Menurut Sutardi (1981), setiap selisih ketinggian 100 meter berasosiasi erat dengan perbedaan produksi susu rata-rata 4%.

Perbedaan suhu ini juga berkaitan dengan konsumsi pakan, dimana menurut Siregar (1996), pemeliharaan sapi perah laktasi di daerah dataran rendah umumnya menunjukan kemampuan berproduksi susu yang lebih rendah dibandingkan dengan dataran tinggi. Produksi susu yang lebih rendah tersebut disebabkan suhu udara yang

relatif panas di dataran rendah sehingga konsumsi ransum menurun dan terjadinya energi tambahan yang dibutuhkan untuk pengaturan regulasi panas tubuh. Perwito (1987) menyatakan bahwa di dataran tinggi ternak memperbanyak konsumsi makanannya sebagai upaya untuk mengatasi dinginnya suhu lingkungan. Dalam lingkungan dingin ternak akan meningkatkan produksi panas untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak turun sehingga ternak meningkatkan makanannya, sebaliknya produksi panas akan dibuang bila suhu lingkungan meningkat sehingga ternak mengurangi konsumsi makanannya. Hal ini sesuai dengan teori termostatik yang mengatakan bahwa hewan makan (lapar) untuk mencegah suhu tubuhnya tidak turun (hypotermia) dan berhenti makan (kenyang) untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak naik terus (hypertermia). Panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan sebagai pembawa berita ke pusat di hypotalamus untuk menyesuaikan konsumsi makanan.

Perbedaan produksi susu di peternakan yang sama-sama berlokasi di Jakarta yaitu peternakan di podok rangon juga terbilang tinggi, hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan manajemen yang diterapkan oleh masing-masing peternakan tersebut seperti manajemen pemberian pakan. Manajemen yang diterapkan di peternakan Rahmawati Jaya masih sangat tradisional, walaupun memiliki populasi ternak yang lebih tinggi. Berdasarkan hasi penelitian Putra (2004), pemberian pakan di

peternakan podok Rangon dibedakan berdasarkan kondisi fisiologis, berbeda dengan di peternakan Rahmwati Jaya yang pemberian pakan untuk semua ternak sama, tidak berdasarkan kondisi fisiologis. Oleh karena itu, walaupun pemberian pakan di Pondok Rangon masih belum sesuai komposisinya, namun produksi susunya masih lebih tinggi bila dibandingkan peternakan Rahmawati Jaya.

Hubungan antara Kecepatan Pemerahan dengan Produksi Susu

Persamaan regresi linier antara pemerahan pagi dan pemerahan sore memiliki perbedaan, dimana kenaikan produksi susu setiap penambahan 1 satuan kecepatan pemerahan pada pagi hari lebih kecil dibandingkan pada pemerahan sore hari, yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah produksi susu pada sore hari lebih sedikit, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya produksi susu tergantung dari selang pemerahan dan pemberian pakan. Nilai kecepatan pemerahan ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kecepatan pemerahan pada pemerahan pagi hari dan sore hari Waktu pemerahan Kecepatan pemerahan (Kg/menit)

Pagi 0.53 ± 0.15

Sore 0.40 ± 0.13

Pemerahan Pagi Hari

Hasil dari analisis korelasi diketahui bahwa nilai korelasi dari kecepatan pemerahan dengan produksi susu pada pemerahan pagi hari adalah sebesar 0.99 dengan nilai P-value 0.000 atau kurang dari 0.01, yang berarti terdapat korelasi yang nyata dan positif antara kecepatan pemerahan dengan produksi susu. Besarnya pengaruh dari kecepatan pemerahan terhadap produksi susu dapat dilihat pada persamaan regresi linier sederhana yang digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Kecepatan Pemerahan dengan Rata-rata Produksi Susu pada Pemerahan Pagi Hari Per Ekor

Kurva di atas menunjukan semakin tinggi kecepatan pemerahan maka akan semakin tinggi pula produksi susu yang dihasilkan dari tiap ekor ternak, persamaan regresinya yaitu Y = 1.37. X0.586, dengan Y adalah rata-rata produksi susu (Kg) dan X adalah kecepatan pemerahan (Kg/menit).

Pemerahan Sore Hari.

Hasil dari analisis korelasi diketahui bahwa nilai korelasi dari kecepatan pemerahan dengan produksi susu pada pemerahan pagi hari adalah sebesar 0.99 dengan nilai P-value 0.000 atau kurang dari 0.01, yang berarti terdapat korelasi yang nyata dan positif antara kecepatan pemerahan dengan produksi susu pada pemerahan siang. Besarnya pengaruh dari kecepatan pemerahan terhadap produksi susu dapat dilihat pada persamaan regresi linier sederhana yang digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Kecepatan Pemerahan dengan Rata-rata Produksi Susu pada Pemerahan Sore Hari Per Ekor.

Kurva regresi linier di atas juga menunjukan semakin tinggi kecepatan pemerahan maka akan semakin tinggi pula produksi susu yang dihasilkan dari tiap ekor ternak, persamaan regresi liniernya yaitu Y = 1.02.X0.574, dengan Y adalah rata-rata produksi susu (Kg) dan X adalah kecepatan pemerahan (Kg/menit).

Gabungan Pemerahan Pagi Hari dan Sore Hari

Analisis korelasi kecepatan pemerahan dengan produksi susu bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi susu dalam satu hari. Berdasarkan analisis tersebut diketahui nilai korelasi yang didapatkan adalah sebesar 0.99 dengan nilai P-value < 0.01. hal tersebut menunjukan bahwa terdapat korelasi yang nyata dan positif antara kecepatan pemerahan dengan rata-rata produksi susu/ekor/hari. Persamaan regresi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Pemerahan dengan Rata-rata Produksi Susu Gabungan.

Kurva regresi linier di atas menunjukan semakin tinggi kecepatan pemerahan maka akan semakin tinggi pula produksi susu yang dihasilkan dari tiap ekor ternak, persamaan regresi liniernya yaitu Y = 1.39. X0.809, dengan Y adalah rata-rata produksi susu (Kg) dan X adalah kecepatan pemerahan (Kg/menit).

Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Kecepatan dengan Produksi Susu

Menurut Ensminger dan Howard (2006), waktu atau lamanya pemerahan yang maksimal untuk menghasilkan susu pada sebagian besar sapi perah betina adalah 3 – 6 menit, tergantung dari jumlah susu dan karakteristik ternak. Produksi susu yang optimal dipengaruhi oleh stimulus yang diberikan sebelum dilakukan

Dokumen terkait