• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Tn.Y dengan fraktur femur di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Terkait dengan hal tersebut pada bab ini penulis akan melakukan pembahasan tentang pemberian terapi murottal dalam asuhan keperawatan pada pasien pre operasi fraktur dengan kecemasan di Ruang Rindu B3 HAM Medan pada Tn.Y. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Dalam melakukan pengkajian terhadap Tn.Y penulis menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan rekam medis. Pengkajian adalah proses pengumpulan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan dan masalah klien (Dermawan, 2012). Keluhan utama pada klien adalah kaki kirinya patah karena kecelakaan jatuh dari motor dengan diagnosa medis

fraktur femur. Fraktur femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur yang disebabkan oleh trauma (Muttaqin, 2011). Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bias terjadi akibat trauma langsung ( kecelakaan lalulintas jatuh dari ketinggian ) dan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (Sjamsuhidajat, 1999). Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agan cidera fisik yaitu klien mengatakan kakinya sakit karena patah, nyeri seperti ditusuk-tusuk, patah pada kaki kiri, gambaran dalam

hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the Study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan (Herdman, 2009-2011). Penyebeb nyeri pada pasien fraktur disebabakan karena terjadi pada femur, sehingga tulang gagal menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik maka terjadi fraktur yang dapat mengakibabkan kerusakan fragmen tulang, spasme otot, cedera jaringan lunak, kerusakan neuromuskuler dan deformitas yang ditandai dengan keluhan nyari (Muttaqin,2008).

Data yang menunjukkan penulis menegakkan diagnosa keperawatan Ansietas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah, klien tampak tegang, TD : 110/60 mmHg, T : 36,80C, Nadi 90 kali/menit, RR : 26 kali/menit, kecemasan : skor 24 (kecemasan tingkat sedang). Ancaman pada status kesehatan yaitu pasien mengatakan takut dan khawatir operasi, dan data objektif pasien tampak gelisah dan tegang, dari data pengkajian HRS-A di dapatkan skor 24 yang artinya pasien mengalami kecemasan sedang, Nadi 80 kali/ menit dan respirasi 24 kali/ menit. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai respons autonom (sumber sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi oleh terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu utuk bertindak menghadapi ancaman Herdman, 2009-2011).

Dalam teori pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya, mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif (Muttaqin, 2008). Pada kasus Tn.Y kecemasan disebabkan karena ketakutan menghadapi operasi di tandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya resfon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satunya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2007).

Penulis mengambil etiologi ancaman pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien akan dilakukan operasi. Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi yang akan membahayakan bagi pasien (Faradisi, 2012).

Dari data pengkajian penulis menggunakan HRS-A saat mengkaji tingkat kecemasan. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,sedang, berat atau berat sekali (panik) (Hiwari, 2007).

Batasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan ansietas yaitu perilaku : penurunan produktivitas, gerakan yang irevelan, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada, afektif, fisiologi, simpatik, parasimpatik dan kognitif (Nur Arif dan Kusuma, 2013). Data yang menurut teori ada pada Tn.Y yaitu gelisah, perubahan afektif, fisiologi dan perilaku, sehingga sesuai dengan batasan karakteristik secara teori.

Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan, tujuan dan kriteria hasil seletah dilakukan keperawatan 2 kali 24 jam cemas berkurang, dalam menentukan tujuan penulis menemukan hambatan dalam mencari teori tentang lama pemberian tindakan keperawatan yang menyatakan bahwa cemas dapat berkurang atau hilang dalam waktu tertentu.

Intervensi yang dilakukan antara lain kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi kecemasan dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti ansietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut (Wilkinson, 2007).

Salah satu teknik relaksasi yang diajarkan pada pasien yaitu terapi murottal (surat al-fatihah) selama 15 menit. Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu distraksi yang efektif adalah dengan Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), yang dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. Intervensi yang diberikan pada pasien dengan ansietas yaitu gunakan pendekatan yang menenangkan, nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien, jelaskan

semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, pahami prespektif pasien terhadap situasi stress, temani pasien memberikan keamanan dan mengurangi takut, dorong keluarga untuk menemani anaknya, lakukan beck/neck rub, dengarkan dengan penuh perhatian, identifikasi tingkat kecemasan, dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi, intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi dan berikan obat untuk mengurangi kecemasan (Nur Arif dan Kusuma, 2013).

Intervensi yang diberikan penulis ada perbedaan dengan teori, penulis menyusun intervensi tersebut berdasarka pada kasus yang ditemukan oleh penulis dan berdasarkan kebutuhan dan respon dari pasien.

Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah, klien tampak tegang, TD : 110/60 mmHg, T : 36,80C, Nadi 80 kali/menit, RR : 26 kali/menit, ancaman pada status kesehatan pada tanggal 06, dan 08 Agustus 2014 dilakukan tindakan mengkaji tingkat kecemasan pasien dengan menggunakan skor HRS-A. Dalam teori Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) ( Hiwari, 2007 ). Mengajarkan teknik relaksasi, dalam teori relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter&Perry, 2006).

Salah satu teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan adalah terapi murottal surat al-fatihah selama 15 menit. Terapi murotal memiliki aspek yang

sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012).

Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) surat Al-Qur’an

yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat Al -Faatihah, dan pemahaman terhadap Al-Qur’an diawali dengan pemahaman

terhadap Al-Faatihah. Surat tersebut juga dapat digunakan untuk mengurangi/menurunkan kecemasan. Keseluruhan efeknya telah menjadikan Al-Faatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus dibaca dalam setiap sholat. Terapi murottal di berikan selama 15 menit telah terbukti efektif menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi (Siswantinah, 2011). Hipotalamus merupakan area pengaturan sebagian fungsi vegetative dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku emosional, jaras pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai penyalur impuls menuju serat otonom. Serat saraf tersebut mempunyai dua sistem saraf, yaitu saraf simpatis dan para simpatis. Kedua saraf ini dapat mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ-organ. Relaksasi dapat merangsang pusat rasa ganjaran sehingga timbul ketenangan (Ganong, 2005).

Keinginan dan harapan terbesar pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa (Krishna,2001). Dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuens 7-14HZ. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan kecemasan (MacGregor, 2001). Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping, atau harapan positif pada pasien (Khrisna, 2001).

Penulis memberikan terapi murottal pada Tn.Y sebanyak tiga hari, yaitu pada hari pertama, hari kedua dan hari ketiga penelitian. Penulis menemukan hambatan dalam lama pengelolaan kasus karena keterbatasan waktu. Pada hari pertama sebelum di berikan terapi murottal pada tanggal 06 Agustus 2015 pukul 13.30 WIB selama 15 menit tingkat kecemasan skornya 26, setelah diberikan terapi murottal terjadi penurunan tingkat kecemasan pada pasien di tandai dengan respon subjektif pasien mengatakan lebih tenang, dan respon objektif ekspresi wajah pasien rileks serta dari pengukurang kecemasan HRS-A skornya menunjukkan menjadi 24.

Pada hari kedua dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien, HRS-A skor menunjukan 24, pada pukul 14.00 WIB diberikan terapi murottal selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan

pasien mengatakan lebih tenang, dan dari data objektif pasien rileks, dan dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22.

Pada hari ketiga dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien, HRS-A skor menunjukan 22, pada pukul 13.00 WIB diberikan terapi murottal selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk dilakukan operasi, dari data objektif pasien rileks dan tidak gelisah, dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 18.

4.2 Hasil Aplikasi Metode/Implementasi

Implementasi yang penulis lakukan telah sesuai dengan intervensi yang disusun. Hasil observasi Tanggal 06 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum pemberian terapi murottal didapatkan skore 26 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

Hasil observasi Tanggal 07 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum pemberian terapi murottal didapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 22 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

Hasil observasi Tanggal 08 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum pemberian terapi murottal didapatkan skore 22 yang artinya tingkat kecemasan

sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 18 yang artinya tingkat kecemasan 18 HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

4.3 Analisis/Pembahasan

Evaluasi pada Tn. Y pada tanggal 06, 07 dan 08 Agustus 2015 dengan diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan evaluasi setelah pemberian terapi murottal hari pertama yaitu pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan HRS-A skor 26, nadi 80 kali/menit dan respirasi 24 kali/menit, T : 36,8 0C, TD : 110/80 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terap murottal hari kedua pasien mengatakan lebih tenang dan dan dari data objektif pasien rileks, dan dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22, nadi 80 kali/menit dan respirasi 22 kali/menit, T : 36,5 0C, TD : 110/80 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terapi murottal hari ke tiga pasien mengatakan tidak takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah, HRS-A skor 18, nadi 80 kali/menit dan respirasi 20 kali/menit, T : 36,5 0C, TD : 110/70 mmHg. Dapat disimpulkan masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan teratasi.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.Y dengan fraktur femur yaitu Cemas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah,

klien tampak tegang, TD : 110/70 mmHg, T : 36,5 0C, Nadi 80 kali/menit, RR : 20 kali/menit, kecemasan : skor 18 (kecemasan tingkat ringan) HARS.

Kebutuhan dasar manusia menurut hirarki Maslow merupakan sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman memiliki penting dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa aman disini maksudnya adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Mubarak dan Chayatin, 2008).

BAB V

Dokumen terkait