• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Terapi Murottal Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Fraktur Dengan Kecemasan di Ruang Rindu B3 RSUP.HAM Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Terapi Murottal Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Fraktur Dengan Kecemasan di Ruang Rindu B3 RSUP.HAM Medan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TERAPI MUROTTAL DALAM ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN PRE OPERASI FRAKTUR

DENGAN KECEMASAN DI RUANG RINDU

B3 RSUP. HAM MEDAN

Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan Mata Ajar Praktika Senior

TUGAS AKHIR

Oleh :

NURJAMIAH, S.Kep 101101014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHAP PROFESI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)

Judul : Aplikasi Terapi Murottal Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Fraktur Dengan Kecemasan Di Ruang Rindu B3 RSUP.HAM Medan Nama Mahasiswa : Nurjamiah, S.Kep

NIM : 101101014

Program : Pendidikan Profesi Ners

Tahun : 2015

ABSTRAK

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan dan kebanyakan diakibatkan kecelakaan lalu lintas. Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini pemberian terapi murottal untuk menurunkan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan dengan fraktur femur di Ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) kecemasan yang penggunaannya dalam metode observasi dan wawancara. Terapi yang digunakan untuk mengurangi kecemasan dengan menggunakan MP3/Tablet yang berisikan murottal (Al-fatihah) selama 15 menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kecemasan sebelum diberikan terapi tingkat kecemasan skor 26 (sedang) dan sesudah diberikan intervensi terapi murottal menjadi tingkat kecemasan skor 18 (ringan). Diharapkan pihak rumah sakit dapat mengaplikasikan terapi murottal dalam menurunkan tingkat kecemasan pada klien fraktur, sehingga hasil yang diharapkan lebih bermutu.

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat NYA penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir untuk mencapai gelar Ners. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Salbiah, S. Kep, Ns., M. Kep selaku koordinator Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing akademik 5. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns, M.kep selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan masukan yang berharga, menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

6. Ibu Sumiariani, Am. Keb yang telah memberikan kliniknya sebagai lahan praktika senior ini.

(7)

8. Teman-teman terbaikku (Andri, dhilah, Ayu, Ulfa, Lilis), dan teman satu bimbingan (Dinni dan ovy) yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita sukses dalam segala cita-cita kita. Amin.

9. Teman-teman seperjuangan F.Kep USU Reguler angkatan 2010 yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita semua sukses dan mendapatkan hasil yang terbaik . Amin.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2015

(8)

DAFTAR ISI

2.2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan ... 19

2.2.5. Tingkat Kecemasan ... 21

2.2.6. Manifestasi Kecemasan ... 23

2.2.7. Cara Menilai Kecemasan ... 25

2.2.8. Penatalaksanaan Non Farmakologis ... 26

2.2.9. Alat Ukur Kecemasan ... 27

2.3. Terapi Murottal ... 32

3.2.1. Pengertian ... 32

3.2.2. Mekanisme Murottal Terhadap Kecemasan ... 32

3.2.3. Manfaat ... 33

BAB 3. Asuhan Keperawatan ... 36

(9)

3.2. Analisa Data ... 41

3.3. Diagnosa Keperawatan ... 41

3.4. Rencana Asuhan Keperawatan ... 42

3.5. Implementasi dan Evaluasi ... 43

BAB 4. Analisis Asuhan Keperawatan ... 45

4.1. Deskripsi Profil Ruangan ... 45

4.2. Analisis Pengkajian dan Diagnosa ... 47

4.3. Analisis Perencanaan ... 49

4.4. Analisis Implementasi dan Evaluasi ... 53

BAB 5. Penutup ... 55

5.1. Kesimpulan ... 55

5.2. Saran ... 56

5.2.1. Institusi Pendidikan ... 56

5.2.2. Lahan Praktek ... 57

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pelaksanaan Praktika Senior dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 61

Lampiran 2 Surat Selesai Pelaksanaan Praktika Senior dari RSUP.HAM Medan ... 62

Lampiran 3 Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan ... 63

Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur (SOP) Terapi Murottal ... 64

Lampiran 5 Format Pengkajian Terapi Murottal ... 66

(11)

Judul : Aplikasi Terapi Murottal Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Fraktur Dengan Kecemasan Di Ruang Rindu B3 RSUP.HAM Medan Nama Mahasiswa : Nurjamiah, S.Kep

NIM : 101101014

Program : Pendidikan Profesi Ners

Tahun : 2015

ABSTRAK

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan dan kebanyakan diakibatkan kecelakaan lalu lintas. Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi. Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini pemberian terapi murottal untuk menurunkan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan dengan fraktur femur di Ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) kecemasan yang penggunaannya dalam metode observasi dan wawancara. Terapi yang digunakan untuk mengurangi kecemasan dengan menggunakan MP3/Tablet yang berisikan murottal (Al-fatihah) selama 15 menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kecemasan sebelum diberikan terapi tingkat kecemasan skor 26 (sedang) dan sesudah diberikan intervensi terapi murottal menjadi tingkat kecemasan skor 18 (ringan). Diharapkan pihak rumah sakit dapat mengaplikasikan terapi murottal dalam menurunkan tingkat kecemasan pada klien fraktur, sehingga hasil yang diharapkan lebih bermutu.

(12)
(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas di dunia menurut Anonim (2005) dalam Sawitri dan Sudaryanto (2008) sekitar 140.000 orang setiap hari, lebih dari 3.000 orang meninggal dan 15.000 cacat fisik karena kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan tahun 2020 mengalami kenaikan lebih dari 60%. Menurut Sujadi (2008) dalam Faradisi (2012) data kepolisian Republik Indonesia tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kasus. Kasus itu menyebabkan kematian pada 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka beratdan 8.694 luka ringan dan diperkirakan setiap tahun akan mengalami peningkatan. Trauma yang sering terjadi pada kasus ini adalah trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada.

Fraktur yang sering terjadi di Indonesia menurut Isbagio (2007) dalam Indrawati (2013) adalah fraktur femur disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. Penanganan fraktur menurut Mansjoer (2007) dalam Faradisi (2012) bisa berupa konservatif

(14)

Ketakutan yang biasanya terungkap setelah pembedahan menurut Efendy (2005) dalam Larasati (2009) antara lain, ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara normal), ketakutan keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), ketakutan memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, ketakutan mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan. Tidak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Dampak apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi.

(15)

menggunakan musik dengan kreatif diberbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik.

Alternatif lain selain terapi musik menurut Remolda (2009) dalam Faradisi (2013) adalah terapi religi. Terapi religi dapat mempercepat penyembuhan, hal ini telah dibukikan oleh berbagai ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad Al-Khadi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research di Florida, Amerika Serikat. Dalam konferensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al-Kadhi melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa mendengarkan ayat suci Al-Quran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat berbasis komputer.

(16)

murottal dapat menurunkan kecemasan lebih cepat (Faradisi, 2013). Pengelolaan kasus dalam rangka pengaplikasian hasil riset, saat dirumah sakit penulis merawat pasien Tn. Y dengan diagnosa fraktur collum femur sinestra. Masalah utama yang dialami Tn.Y yaitu takut dan cemas menghadapi operasi. Berdasarkan latar belakang di atas dan dari pengelolaan kasus yang di peroleh maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “AplikasiTerapi Murottal Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Fraktur Dengan Kecemasan Di Ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan”.

1.2Tujuan Penulis 1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah pemberian terapi murottal untuk menurunan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. Y dengan frakturs femur di Ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur femur

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur femur

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan frakturs femur

(17)

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi murottal

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi fraktur femur

1.3Manfaat Penulisan 1.3.1 Bagi pendidikan

Dapat memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan kritis dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi keperawatan.

1.3.2 Bagi Pembaca

Memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.3.3 Bagi Pasien

Memberikan informasi cara alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan dengan terapi murottal.

1.3.4 Bagi Penulis

Dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis.

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 FRAKTUR 2.1.1 Definisi

Menurut Price dan Wilkinson (2006) dalam Nur Arif dan Kusuma (2013) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Menurut Sjamsuhidayat (2005) dalam Ningsih (2009) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang biasa terjadi akibat trauma langsung ( kecelakaan lalulintas jatuh dari ketinggian ) dan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (Sjamsuhidajat, 1999).

2.1.2 Etiologi

Penyebab fraktur adalah (Wahid, 2013) : a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang atau miring.

(19)

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari di tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

2.1.3. Klasifikasi fraktur

Klasifikasi fraktur menurut Chairuddin (2003) dalam Nur Arif dan Kusuma (2013) mengatakan :

a. Klasifikasi etiologis 1) Fraktur traumatik

2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

3) Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.

b.Klasifikasi klinis

1) Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

(20)

c.Klasifikasi radiologis

1)Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi. 2)Konfigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal, fraktur segmental,

fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen), fraktur beji biasa vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah, dan fraktur epifisis. 3)Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,

fraktur garis rambut, dan fraktur green stick.

4)Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overring, dan impaksi). d.Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :

1) Derajat I :

a) Luka < 1cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk. b) Fraktur sederhana, transversal, atau komunitatif ringan.

c) Kontaminasi minimal. 2) Derajat II :

a) Laserasi > 1 cm

b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap atau avulasi. c) Fraktur komunitif sedang.

d) Kontaminasi sedang. 3) Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

2.1.4 Menifestasi klinis

(21)

a) Tidak dapat menggunakan anggota gerak. b) Nyeri pembengkakan.

c) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olah raga).

d) Gangguan fungsio anggota gerak. e) Deformitas.

f) Kelainan gerak. 2.1.5 Patofisiologi

Fraktur femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokanter, baik pada kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti terpeleset di kamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Pada kondisi osteoporosis, insiden fraktur pada posisi ini tinggi. Perubahan struktur pinggul menyebabkan cedera saraf skeatika yang menimbulkan keluhan nyeri pada klien, adanya deformitas pinggul, ketidak mampuan melakukan pergerakan pinggul, dan intervensi reduksi tertutup dengan traksi skeletal menimbulkan menifestasi masalah resiko tinggi trauma dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi medis berupa bedah perbaikan memberikan implikasi pada nyeri pasca-bedah dan resiko tinggi infeksi luka pascabedah (Muttaqin, 2012 : 182-183).

2.1.6 Komplikasi Fraktur

Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid,2013) : 1) Komplikasi awal

(22)

Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartemen syndrom

Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan terlalu kuat. c) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi,

tachypnea, dan demam. d) Infeksi

Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler nekrosis

(AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s

(23)

f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksienasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2)Komplikasi dalam waktu lama a. Delayed Union

Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disababkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

b. Non Union

Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan yang berlebih pada sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c. Mal union

Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal union dilakukan dalam pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada fraktur yaitu (Muttaqin, 2008) : a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas. b.Terapi operatif

(24)

untuk hasil yang akurat dan stabil. Orang tua yang mengalami sfraktur femur perlu dimobilisasi dengan cepat untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang bisa dilakukan pada klien femur adalah pemasangan pin, pemasangan plate atau

screw, herniartroplasti, serta artroplasi dilakukan pada pasien usia diatas 55 tahun yang berupa eksisi artroplasti.

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Ignatavicius dan Donna D (2006) dalam Wahid (2013) mengatakan pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Radiologi

Untuk menentukan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Perlu disadari bahwa X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasinya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada hasil X-ray: 1) Bayangan jaringan lunak.

2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

3) Trombukulasi ada tidaknya rare fraction.

4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khususnya sepertinya :

1) Tomografi

(25)

3) Arthrografi

4) Computed Tomografi-Scanning.

b.Pemeriksaan Laboratorium.

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulag. 2) Alkalin fosfat

Meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastikdalam membentuk tulang.

3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), asparat amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : Didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

2) Biopsi tulang dan otot :

Pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.

3) Elektromyografi:

Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. 4) Arthoscopy:

Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

5) Indium imaging:

(26)

Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. 2.1.9 Asuhan Keperawatan Fraktur

a. Pengkajian

Pengkajian adalah proses yang mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya (Smeltzer dan Bare, 2002: 595).

Pengkajian pada pasien fraktur meliputi (Ningsih, 2009) : 1) Aktivitas atau istirahat

Tanda : keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). 2) Sirkulasi

Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi(hipovolemia).Takikardi (respon stres, hipovolemia). Penurunan atau tidak teraba nadi distal, pengisisn kapiler lambat (capillary refille), kulit dan kuku pucat atau sionatik. Pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi cidera.

3) Neurosensori

Gejala : hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesi)

(27)

4) Keamanan Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan dan perubahan warna kulit. Pembengkakan lokal (dapat meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba).

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifikpasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. Label diagnosa keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian indentifikasi masalah dari proses keperawatan (Doenges, 2000: 8). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien fraktur collum femur menurut Muttaqin (2011) salah satunya yaitu: ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan atau ekonomi atau fungsi peran.

c. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah presripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Intervensi ini mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien yang telah di identifikasi bila memungkinkan (Doenges, 2000 : 10).

Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi dan perubahan fungsi peran (Muttaqin, 2008).

(28)

Kriteria Hasil : klien mengenal perasaanya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang atau hilang. Intervensi :

(1) Kaji tanda verbal dan non verbal ansietas, dampingi klien dan lakukan tindakan bila klien menunjukan perilaku merusak.

Rasional : reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.

(2) Hindari konfrontasi

Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

(3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

(4) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan.

Rasional : orientasi tahap-tahap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas (Muttaqin, 2008 : 222).

d. Evaluasi

Evaluasi pada masalah keperawatan fraktur adalah (Muttaqin, 2008) : ansietas berkurang.

2.2 Kecemasan

(29)

Menurut Asmadi (2008) dalam Syahputra dkk (2013) kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif. Pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai situasi dan kondisi akan membuatnya semakin cemas. Kaplan (2010) dam Syahputra dkk (2013) kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan merupakan respons terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.

Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata.

(30)

tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi atau pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005:109).

2.2.1 Ciri cemas

Menurut Hawari (2013), ciri-ciri cemas antara lain: a. Cemas, khawatir, tidak tenang, dan bimbang b. Memandang masa depan dengan was-was

c. Tidak percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum d. Sering tidak merasa bersalah, menyalahkan orang lain e. Tidak mudah mengalah, suka ngotot

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatic), khawatir berlebihan terhadap penyakit

h. Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatis)

i. Dalam mengambil keputusan sering biingbang dan ragu

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali di ulang-ulang k. Kalau sedang emosi sering kali histeri

2.2.2 Gejala klinis cemas

Menurut Hawari (2013), gejala cemas antara lain:

(31)

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit dan tulang pendengaran berdengin (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Struart (2007) antara lain:

a. Dalam pandangan psikoanalisa kecemasan/ ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan Super ego. id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, sepertiperpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat.

(32)

yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.

Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.

d. Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.

e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepines. Obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologi berhubungan dengan kecemasan. Selain itu kesehatan umum individu dan riwayat kecemasna pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisp osisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu unutk mengatasi stressor.

(33)

Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat tingkat ansietas, yaitu ringan,sedang, berat dan panik. Pada masing-masimg tahap individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas. Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi empat tingkat kecemasan, yaitu :

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat.

2) Kecemasan Sedang

(34)

perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

3) Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang persepsi, amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi :perasaan ancaman meningkat.

4) Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa terkecik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah, ketakutan dan kehilangan kendali.

2.2.4 Manifestasi Kecemasan

Manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif antara lain (Stuart, 2007):

a. Respon fisiologi

(35)

2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah. 3) Respon neuromuskuler seperti refleks meningkat, reaksi kejutan, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Respon gastrointestinalseperti kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah.

c. Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, salah dalam memberikan penilaian.

d.Respon afektif meliputi hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, takut kehilangan control, takut pada gambaran visual, takut cidera, mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, tremor, gugup, gelisah.

(36)

ukur (instrumen) yang disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah:

a) Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b) Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

c) Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak.

d) Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

e) Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun.

f) Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari.

g) Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

h) Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

(37)

j) Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.

k) Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.

l. Gejala urogenital ditandai oleh sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorrhoe, menorrhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impoten.

m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.

2.2.5 Cara Penilaian Kecemasan

Cara penilaian tingkat kecemasan menurut awari (2007) sebagai berikut: a.Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali.

b.Skor 1 : 1 dari gejala yang ada. c.Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. d.Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada. e.Skor 4 : semua gejala ada.

(38)

a.Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan. b.Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan. c.Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang. d.Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat.

e.Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali/panik. 2.2.6 Penatalaksanaan non farmakologi

a. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulussensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter dan Perry, 2006). Menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) salah satu distraksi yang efektif adalah dengan Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), yang dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam ataulebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendaliemosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

(39)

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter dan Perry, 2006).

Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur kecemasan yang dalam penggunaannya dalam metode observasi dan wawancara. Alat ukur dengan menggunakan HARS berisi tentang intensitas kecemasan yang dirasakan klien. Untuk mendukung jalannya penelitian, penelitian menggunakan MP3/tablet yang berisikan murottal (Al-fatihah). Pada penelitian ini merujuk pada observasi kecemasan HARS (Hamilton Rathing Scale for Anciety) dengan skala 0-4 untuk setiap item dan dari score <6->27 untuk penentuan tingkat kecemasan akhir (faradisi, 2012).

2.2.7 Alat ukur kecemasan

Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur ( instrument ) yang dikenal dengan nama Hemilton Rating Scale For Anciety ( HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok di antaranya meliputi:

NO Gejala kecemasan Nilai angka (score )

1 Perasaan cemas (ansietas) 0 1 2 3 4

Cemas

Firasat buruk

Takut akan fikiran sendiri Mudah tersinggung 2 Ketegangan

(40)

Gelisah Gemetar

Mudah terganggu Lesu

3 Ketakutan

Takut terhadap gelap

Takut terhadap orang lain/asing Takut bila tinggal sendiri Takut pada binatang besar 4 Ganguan tidur

Sukar memulai tidur

Terbangun pada malam hari Mimpi buruk

5 Gangguan kecerdasan Penurunan daya ingat Mudah lupa

Sulit konsentrasi 6 Perasaan depresi Hilangnya minat

Berkurangnya kesenangan pada hoby Sedih

Perasaaan tidak menyenangkan sepanjang hari 7 Gejala somatic

(41)

Gertakan gigi Suara tidak stabil Kedutan otot 8 Gejala sensorik

Perasaan ditusuk-tusuk Penglihatan kabur Muka merah

Pucat serta merasa lemah 9 Gejala kardiovaskuler Takikardi

Nyeri didada

Denyut nadi mengeras Detak jantung hilang sekejap 10 Gejala pernafasan

Rasa tertekan didada Pereasaan tercekik

Sering menarik nafas panjang Merasa nafas pendek

11 Gejala gastrointestinal Sulit menelan

Konstipasi

Berat badan menurun Mual

Muntah

(42)

Perasaan panas di perut 12 Gejala urogenital

Sering kencing

Tidak dapat menahan kencing Aminorea

Ereksi lemah/impotensi 13 Gejala vegetative

Mulut kering Mudah berkeringat Muka merah

Bulu roma berdiri Pusing/sakit kepala

14 Perilaku sewaktu wawancara Gelisah

Jari gemetar

Mengerutkan dahi/kening Muka tegang

Tonus otot meningkat Nafas pendek dan cepat

(43)

dari ke 14 kelompok gejala tersebut di jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan pasien, yaitu dengan nilai kurang dari 14 menunjukkan tidak ada kecemasan, nilai 14 sampai 20 menunjukkan kecemasan ringsn, nilai 21 sampai 27 menunjukkan kecemasan sedang, nilai 28 sampai 41 menunjukkan kecemasan berat, dan 42 sampai 56 menunjukkan kecemasan berat sekali/panik (Hawari, 2013).

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur kecemasan yang dalam penggunaannya menggunakan metode observasi dan wawancara. Alat ukur tingkat kecemasan HRS-A berisi rentang intensitas kecemasan yang dirasakan klien. Untuk mendukung jalannya penelitian, peneliti menggunakan MP3 atau tablet yang berisikan murotal (Al-fatiha). Lembar observasi yang digunakan peneliti ini menunjukkan pada kuesioner kecemasan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) dengan skala 0 sampai 4 untuk setiap item dan dari score 6-27 untuk penentuan tingkat kecemasan akhir (Faradisi, 2012).

2.3 Terapi Murottal 2.3.1 Definisi

(44)

kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. 2.3.2 Mekanisme murottal terhadap kecemasan

Terapi murotal memiliki aspek yang sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012).

Menurut Oriordan (2002) dalam Faradisi (2012) terapi murotal memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan ketika murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini akan diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang telah terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan. Menurut Krishna (2001) dalam Faradisi (2012) keinginan dan harapan terbesar pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa.

(45)

alpha, merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14Hz. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan. Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping, atau harapan positif pada pasien.

2.3.3 Manfaat

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an) menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) : a. Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan ketenangan jiwa.

b. Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) bacaan surat Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah

(46)

Al-Faatihah sangat selaras dengan nuansa sholat dan ibadah. Uraiannya yang singkat dan jelas, serta kualitas nada hurufnya yang tinggi membuat Al-Faatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang dengan latar belakang apa pun. Al-Faatihah merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat manusia, karena Al-Faatihah harus dibaca dalam setiap sholat.

Ketika seseorang mendengarkan alunan Al-Fatihah, sinyal itu akan ditangkap oleh daun telinga. Selanjutnya impuls bacaan Al-Faatihah diteruskan sampai talamus (bagian batang otak). Bila seseorang memahami bahasa/makna Al-Faatihah, impuls akan diteruskan ke area auditorik primer dan sekunder, lalu diolah di area wernicke untuk di interpretasikan makna-maknanya. Kemudian, impuls akan diasosiasikan ke area prefrontal agar terjadi perluasan pemikiran atau pendalaman makna yang turut berperan dalam menetukan respon hipotalamus terhadap makna-makna tersebut. Hasil yang diperoleh di area Wernicke akan disimpan sebagai memori, lalu dikirimkan ke amigdala untuk ditentukan reaksi semosionalnya. Oleh karena itu, jika kita meresapi makna Al-Faatihah, maka kita akan memperoleh ketenangan jiwa.

(47)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab a. Identitas klien

Nama : Tn.Y

Umur : 16 Tahun

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Kampun lalang Dusun tujuh No.32 Medan Diagnosa Medik : fraktur femur

Tanggal Masuk : 04 Agustus 2015, Jam : 08.30 WIB Tanggal Pengkajian : 06 Agustus 2015, Jam :13.00 WIB b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Hubungan dgn Klien : Ibu 2. Pengkajian Awal

(48)

sakit karena patah. Tanggal 04 Agustus 2015 pasien mengatakan kakinya terasa sangat nyeri lalu keluarganya membawa ke IGD RSUP HAM Medan, dan dirontgen ternyata hasinya fraktur collum femur pada kaki kiri. Pasien di rencanakan akan di operasi pada hari senin tanggal 10 Agustus 2015. Pasien mengtakan takut dan khawatir untuk di lakukan operasi. Pasien tampak tegang dan gelisah, pengkajian skor HRS-A didapatkan skor 26 (kecemasan tingkat sedang), pasien terpasang infus RL 20 tpm, TD : 120/90 mmHg, T : 36,80C, Nadi 80 kali/ menit dan RR : 24 kali/menit. Pasien mendapakan terapi ceftriaxone 250 mg/8 jam dan ketorolac 10mg/ 8 jam.

Pada pengkajian penyakit dahulu pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat inap karena muntah-muntah, tidak pernah operasi, tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan, tentang imunisasi pasien sudah lupa, pasien merokok, tidak minum-minuman beralkohol, tidak ada penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, dan lain-lain.

Pada pola pengkajian primer didapatkan data airway pasien tidak ada sumbatan atau obstruksi oleh sekret maupun benda asing, breathing RR 24 kali/menit, tidak ada suara nafas tambahan, circulation TD 120/90mmHg, nadi 80 x/menit, bunyi jantung normal, membran mukosa bibir kering, tidak sianosis,

disability pasien komposmentis GCS : E4M6V5 serta suhu 36,80C, tedapat fraktur pada kaki kiri.

(49)

mengatakan sebelumnya bila sakit biasanya pasien hanya membeli obat warung tidak di bawa ke dokter maupun pelayanan kesehatan lainnya.

Pola nutrisi dan metabolik klien mengatakan sebelum sakit makan 3 kali dalam sehari dan habis 1 porsi setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk ikan, pasien tidak begitu suka dengan daging. Dan klien minum sehari ±6 gelas perhari. Selama sakit klien mengatakan makan tetap 3 kali dalam sehari tetapi hanya habis setengah porsi dari yang di sediakan oleh RS, karena klien tidak suka dengan menu makanan yang disediakan oleh RS, minum 4-5 gelas sehari.

Pengkajian pola eliminasi klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien BAB 1kali dalam sehari setiap pagi dengan teratur, konsistensi lunak berbentuk tidak ada keluhan dalam BAB. Klien mangatakan tidak pernah menggunakan obat pencahar. BAK lancar dan tidak ada keluhan, sehari ±5-6 kali, tidak ada keluhan dalam BAK, warna kuning jernih. Selama di rumah sakit klien mengatakan sampai saat ini di kaji belum BAB, klien mengatakan di rumah sakit pasien BAK lancar tidak ada keluhan dan warna urine kuning jernih, klien pipis menggunakan pispot.

Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan sebelum sakit kemampuan perawatan diri dalam makan atau minum, toileting, berpakainan, mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi atau ROM klien melakukan dengan mandiri. Selama dirumah sakit kemampuan perawatan diri dalam makan atau minum, toileting, berpakainan, mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi atau ROM tidak dapat melakukannya secara mandiri klien tergantung total.

(50)

dalam tidur, saat sakit klien tidak ada masalah dalam tidur, tidur malam ±7 jam setiap malam, dan ±2 jam tidur siang.

Pasien mengatakan takut menghadapi operasi karena pasien belum pernah dioperasi. Hal ini membuat pasien semakin cemas. Berdasarkan pengkajian tentang kecemasan dengan menggunakan skala HARS, didapatkan skor : 24 (cemas sedang).

Pola persepsi dan konsep diri, body image klien mengatakan selalu bersyukur pada Tuhan masih diberi anggota tubuh yang lengkap meski pun saat ini ada bagian tubuhnya yang sakit, ideal diri klien, klien bergarap segera sembuh dan keadaanya membaik setelah dapat perawatan, harga diri pasien mengatakan tidak minder dan tetap percaya diri. Pola peran dan hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat baik. Pola koping dan toleransi stress, klien mengatakan takut menghadapi tindakan operasi. Pola nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam, klien jarang beribadah.

(51)

Pada pemeriksaan dada, paru inspeksi : dada simetris, tidak ada luka dan jejas, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama, perkusi : terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi : tidak terdengar suara tambahan, bunyi nafas reguler. Jantung inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, palpasi : ictus cordis teraba, perkusi : terdengar bunyi pekak, batas kanan atas linea paru dextra, batas kiri atas linea paru sinstra, batas kanan bawah lineaparu sternalis dextra, batas kiri linea midian clavikula sinestra, pada auskultasi : bunyi jantung I (lub) penutupan katup mitra dan tripuspidal bunyi jantung II (dub) penutupan katup aorta dan pulmonal tidak terdengar bunyi tambahan. Pada pemriksaan abdomen inspeksi : warna kulit kecoklatan, tidak ada jejas atau luka, auskultasi, auskultasi bising usus terdengar dengan frekuensi kurang dari 8 kali per menit, perkusi : kuadran 1 teraba organ hati, suara redup, kuadran 2 terdapat organ lambung, suara tympani, kuadran 3 dan 4 teraba organ ginjal dan usus terdengar suara timpani. Palpasi tidak ada pembesaran hati. Pada pemerikasaan genetalia kebersihan terjaga. Pemeriksaan rectum kebersihan terjaga. Pada pemeriksaan ekstremitas, pada ektremitas atas kekuatan otot kanan 4 kiri 5, ROM kanan dan kiri baik, capilary refille kembali kurang dari 2 detik, akral hangat, pada ekstremitas bawah kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kiri 0, ROM kaki kanan baik, akral hangat.

(52)
(53)

3.2 Analisa Data

No Data Objektif/Subjektif Etiologi Masalah

1 Data Subjektif:

- Klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi

Data Objektif:

- Klien tampak gelisah - Klien tampak tegang

Cemas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah, klien tampak tegang, TD : 110/60 mmHg, T : 36,80C, Nadi 90 kali/menit, RR : 26 kali/menit, kecemasan : skor 24 (kecemasan tingkat sedang).

3.4 Daftar Perumusan Masalah

(54)

Dari data di atas penulis mengangkat masalah keperawatan pada Tn.Y cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan.

3.5Perancanaan

Berdasakan hasil diagnosa masalah keperawatan penulis menentukan rencana keperawatan Cemas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapakan cemas berkurang dengan kriteria hasil skor HARS menjadi 7-14 ( cemas ringan ), TTV dalam batas normal yaitu Nadi : 60-100 kali/ menit, RR :16-20 kali/menit, postur tubuh, ekspresi, bahasa tubuh menunjukan berkurang kecemasan.

Dengan intervensi kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi kecemasan, berikan terapi murottal (surat al-fatihah) selama 15 menit dengan rasional efektif menurunkan kecemasan pasien, dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian antianxietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut.

3.6Implementasi Dan Evaluasi

No Diagnosa Tgl Implementasi Evaluasi

1 Cemas

S: Tn.Ymengatakan takut menghadapi operasi, Tn.Y mengatakan faham tentang terapi

murottal yang

(55)

klien mengatakan 2. melakukan tindakan

untuk mengurangi

A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan 2. melakukan tindakan

untuk mengurangi

(56)

perilaku merusak. 2. melakukan tindakan

untuk mengurangi ansietas.

3. Mengukur tanda-tanda vital klien 4. Mengorientasikan

klien terhadap tahap-tahap

prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan

O: Tn.Y tampak mengikuti terapi murottal

TTV:

TD: 110/70 mmHg RR: 20x/i

HR: 80x/i T: 36 oC

Cemas berkurang

Skala cemas 18 (cemas ringan)

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Ruangan/Lokasi

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Tn.Y dengan fraktur femur di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Terkait dengan hal tersebut pada bab ini penulis akan melakukan pembahasan tentang pemberian terapi murottal dalam asuhan keperawatan pada pasien pre operasi fraktur dengan kecemasan di Ruang Rindu B3 HAM Medan pada Tn.Y. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Dalam melakukan pengkajian terhadap Tn.Y penulis menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan rekam medis. Pengkajian adalah proses pengumpulan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan dan masalah klien (Dermawan, 2012). Keluhan utama pada klien adalah kaki kirinya patah karena kecelakaan jatuh dari motor dengan diagnosa medis

(58)

hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the Study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan (Herdman, 2009-2011). Penyebeb nyeri pada pasien fraktur disebabakan karena terjadi pada femur, sehingga tulang gagal menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik maka terjadi fraktur yang dapat mengakibabkan kerusakan fragmen tulang, spasme otot, cedera jaringan lunak, kerusakan neuromuskuler dan deformitas yang ditandai dengan keluhan nyari (Muttaqin,2008).

(59)

Dalam teori pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya, mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif (Muttaqin, 2008). Pada kasus Tn.Y kecemasan disebabkan karena ketakutan menghadapi operasi di tandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya resfon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satunya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2007).

Penulis mengambil etiologi ancaman pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien akan dilakukan operasi. Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi yang akan membahayakan bagi pasien (Faradisi, 2012).

Dari data pengkajian penulis menggunakan HRS-A saat mengkaji tingkat kecemasan. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,sedang, berat atau berat sekali (panik) (Hiwari, 2007).

(60)

Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan, tujuan dan kriteria hasil seletah dilakukan keperawatan 2 kali 24 jam cemas berkurang, dalam menentukan tujuan penulis menemukan hambatan dalam mencari teori tentang lama pemberian tindakan keperawatan yang menyatakan bahwa cemas dapat berkurang atau hilang dalam waktu tertentu.

Intervensi yang dilakukan antara lain kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien, jelaskan maksud dan tujuan operasi dengan rasional meningkatkan pengetahuan klien, ajarkan pasien teknik relaksasi dengan rasional meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi kecemasan dan kolaborasi dengan tim medis lain atau dokter dalam pemberian anti ansietas dengan rasional pengobatan mungkin di perlukan bila cemas berlanjut (Wilkinson, 2007).

(61)

semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, pahami prespektif pasien terhadap situasi stress, temani pasien memberikan keamanan dan mengurangi takut, dorong keluarga untuk menemani anaknya, lakukan beck/neck rub, dengarkan dengan penuh perhatian, identifikasi tingkat kecemasan, dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi, intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi dan berikan obat untuk mengurangi kecemasan (Nur Arif dan Kusuma, 2013).

Intervensi yang diberikan penulis ada perbedaan dengan teori, penulis menyusun intervensi tersebut berdasarka pada kasus yang ditemukan oleh penulis dan berdasarkan kebutuhan dan respon dari pasien.

Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah, klien tampak tegang, TD : 110/60 mmHg, T : 36,80C, Nadi 80 kali/menit, RR : 26 kali/menit, ancaman pada status kesehatan pada tanggal 06, dan 08 Agustus 2014 dilakukan tindakan mengkaji tingkat kecemasan pasien dengan menggunakan skor HRS-A. Dalam teori Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) ( Hiwari, 2007 ). Mengajarkan teknik relaksasi, dalam teori relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter&Perry, 2006).

(62)

sangat diperlukan dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuanya dalam membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum operasi. Sehingga secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi murotal mempunyai dua poin penting, memiliki irama yang indah dan juga secara psikologis dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012).

Menurut Mustamir (2009) dalam Siswantinah (2011) surat Al-Qur’an yang terbaik adalah Al-Faatihah, karena intisari dari Al-Qur’an adalah surat Al

(63)

Keinginan dan harapan terbesar pasien yang akan menjalani operasi adalah agar operasi dapat berjalan lancar dan pasien dapat pulih seperti semula. Maka kebutuhan terbesar adalah kekuatan penyokong, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa (Krishna,2001). Dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al-Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuens 7-14HZ. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan kecemasan (MacGregor, 2001). Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping, atau harapan positif pada pasien (Khrisna, 2001).

Penulis memberikan terapi murottal pada Tn.Y sebanyak tiga hari, yaitu pada hari pertama, hari kedua dan hari ketiga penelitian. Penulis menemukan hambatan dalam lama pengelolaan kasus karena keterbatasan waktu. Pada hari pertama sebelum di berikan terapi murottal pada tanggal 06 Agustus 2015 pukul 13.30 WIB selama 15 menit tingkat kecemasan skornya 26, setelah diberikan terapi murottal terjadi penurunan tingkat kecemasan pada pasien di tandai dengan respon subjektif pasien mengatakan lebih tenang, dan respon objektif ekspresi wajah pasien rileks serta dari pengukurang kecemasan HRS-A skornya menunjukkan menjadi 24.

(64)

pasien mengatakan lebih tenang, dan dari data objektif pasien rileks, dan dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22.

Pada hari ketiga dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien, HRS-A skor menunjukan 22, pada pukul 13.00 WIB diberikan terapi murottal selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk dilakukan operasi, dari data objektif pasien rileks dan tidak gelisah, dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 18.

4.2 Hasil Aplikasi Metode/Implementasi

Implementasi yang penulis lakukan telah sesuai dengan intervensi yang disusun. Hasil observasi Tanggal 06 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum pemberian terapi murottal didapatkan skore 26 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

Hasil observasi Tanggal 07 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum pemberian terapi murottal didapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 22 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

(65)

sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 18 yang artinya tingkat kecemasan 18 HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan.

4.3 Analisis/Pembahasan

Evaluasi pada Tn. Y pada tanggal 06, 07 dan 08 Agustus 2015 dengan diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan evaluasi setelah pemberian terapi murottal hari pertama yaitu pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil observasi pasien tanpak tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan HRS-A skor 26, nadi 80 kali/menit dan respirasi 24 kali/menit, T : 36,8 0C, TD : 110/80 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terap murottal hari kedua pasien mengatakan lebih tenang dan dan dari data objektif pasien rileks, dan dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22, nadi 80 kali/menit dan respirasi 22 kali/menit, T : 36,5 0C, TD : 110/80 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terapi murottal hari ke tiga pasien mengatakan tidak takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah, HRS-A skor 18, nadi 80 kali/menit dan respirasi 20 kali/menit, T : 36,5 0C, TD : 110/70 mmHg. Dapat disimpulkan masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan teratasi.

(66)

klien tampak tegang, TD : 110/70 mmHg, T : 36,5 0C, Nadi 80 kali/menit, RR : 20 kali/menit, kecemasan : skor 18 (kecemasan tingkat ringan) HARS.

Referensi

Dokumen terkait

Terapi murotal dan terapi musik dapat menurunkan kecemasan, tetapi apakah terapi murotal itu lebih cepat menurunkan kecemasan dibandingkan terapi musik belum

Untuk peneliti lainnya agar dapat melakukan penelitian selanjutnya tentang penggunaan terapi musik lain yang dapat menurunkan tingkat kecemasan sedang dan berat pada pasien dengan

Berdasarkan hasil penerapan terapi musik relaksasi klasik dalam menurunkan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan pasien pre operasi laparatomi di rumah sakit

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi musik klasik pada pasien pre operasi mayoritas berada pada tingkat kecemasan

proposal skripsi dengan judul “ Efektivitas Terapi Murottal dan Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Gejala Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Rsud Dr. Goeteng

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang membahas tentang efektivitas terapi psikoedukasi dan terapi murattal terhadap kecemasan pasien preoperasi fraktur di

Pada responden kelompok kontrol dapat diketahui tingkat kecemasan yang paling banyak adalah kecemasan sedang yaitu sebanyak 14 orang (93,3%) dan kecemasan yang paling

Hasil dari penerapan terapi bermain lilin plastisin ini didapatkan adanya penurunan kecemasan anak prasekolah akibat hospitalisasi, yaitu pada pasien kelolaan semula skor kecemasan