3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
HASIL DAN PEMBAHASAN Prototipe sprayer elektrik
Hasil pembuatan prototipe sprayer elektrik dengan sistem kontrol terdiri atas 4 bagian utama sprayer yaitu box kontrol digunakan untuk mengontrol sprayer, yang didalamnya terdapat rangkaian mikrokontroler arduino mega 2560, draiver motor L293D, sd card, lcd 16 x 2, potensiometer, dan led, dengan dimensi box yaitu lebar 18 cm dan panjang 35 cm. Alat pengangkut sprayer menggunakan 3 roda dengan dimensi rancangan yaitu lebar rangka 30 cm, panjang rangka 45 cm, tinggi rangka sprayer 56 cm, dan panjang alat kendali 60 cm. Sprayer elektrik digunakan sebagai penampung pestisida memiliki kapasitas tampungan 16 liter dengan motor pompa dan power sprayer 12 volt. Dimensi sprayer yaitu lebar 30 cm, panjang 40 cm dan tinggi 56 cm. Lengan penyemprot terdiri atas 2 solenoid valve (kran elektrik) dan 2 nozzel (tipe cone nozzle) dengan dimensi lengan penyemprot yaitu panjang 20 cm dan tinggi 30 cm. hasil pembuatan prototipe sprayer dapat dilihat pada Gambar 18.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 18 Prototipe sprayer yang dibuat: (a) motor pompa, (b) nozzel, (c) power sprayer (aki), dan (d) solenoid valve.
21 Prototipe sprayer yang dibuat terdiri atas 2 kombinasi sistem kontrol yaitu sistem kontrol motor pompa berdasarkan pengaturan kecepatan putaran motor dengan sistem PWM dan sistem kontrol solenoid valve yang berdasarkan pengaturan buka tutup katub solenoid atau disebut juga sistem on/off. Adapun sistem deteksi tanaman dilakukan berdasarkan jarak sensor ultrasonik dengan tanaman. Berdasarkan pengukuran volume semprotan diperoleh Kapasistas semprotan prototipe sprayer yang dibuat sebesar 220 ml/menit atau sekitar 13.2 l/jam.
Uji kinerja dan kalibrasi sensor ultrasonic SR 04
Pengkalibrasian sensor ultrasonic SR 04 diperoleh hasil pembacaan yang berbeda dari jarak yang sesungguhnya yaitu ( 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm,dan 50 cm) dengan rata-rata hasil pembacaan sensor yaitu (9 cm, 19 cm, 29 cm, 39 cm, dan 49 cm), dengan perbedaan pengukuran sebanyak 1 cm. adapun perbedaan pengukuran jarak disebabkan oleh perubahan sudut sensor pada saat pengaplikasian sehingga hasil pembacaan jarak sensor yang berdasarkan gelombang berbeda dengan jarak yang sebenarnya. Perbedaan jarak hasil pengujian dengan jarak hasil perhitungan dapat disebabkan oleh adanya noise pada saat pengujian (Prawiroredjo dan Asteria 2013). Hal ini sesuai spesifikasi sensor ultrasonic SR 04 yang tercantum dalam (data sheet ultrasonic SR 04) yaitu memiliki resolusi sebesar 1 cm. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 19. HC-SR 04 merupakan sensor jarak yang memanfaatkan gelombang suara ultrasonik dalam proses pengukuran jarak suatu objek (Rismawan et al. 2015). Sensor jarak adalah sebuah sensor yang digunakan untuk mengukur jarak objek tertentu dan membaca posisi benda (Santoso et al.
2013; Rismawan et al. 2015).
Gambar 19 Hasil pengujian dan kalibrasi sensor ultrasonic SR 04
Kinerja PWM kontrol terhadap kecepatan motor sprayer
Pengujian kecepatan motor prototipe mesin sprayer dengan PWM 100 diperoleh rata-rata kecepatan putaran 217 rpm, PWM 150 diperoleh rata-rata kecepatan putaran 351 rpm, PWM 200 diperoleh rata-rata kecepatan putaran 466 rpm, dan PWM 250 diperoleh rata-rata kecepatan putaran 592 rpm. Kecepatan motor sangat dipengaruhi oleh beban air yang digunakan dimana air memberikan
22
tekanan pada motor sprayer yang menyebabkan menurunya kecepatan putaran motor pada saat pengujian. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa motor berputar pada PWM 100 - 255 mengalami perubahan kecepatan tidak begitu besar (Alghoffary 2014). Hasil uji kecepatan motor pompa dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Uji kecepatan motor pompa.
Pengujian kalibrasi alat ukur kecepatan putaran motor dengan perbandingan alat ukur antara tacometer dengan sensor rotary encoder diperoleh perbedaan hasil pengukuran kecepatan putaran motor pompa pada PWM 100,150, 200, dan 250 sebesar 3 rpm, 4 rpm, 7 rpm, dan 17 rpm. Berdasarkan hasil pengujian tacometer
dan sensor rotary encoder diperoleh perbedaan hasil pengukuran yang signifikan pada PWM 250 yaitu 592 rpm dan 575 rpm dengan perbedaan pengukuran sebesar 17 rpm. Perbedaan pengukuran kecepatan putaran motor pompa dipengaruhi oleh putaran motor yang sangat cepat sehingga lubang pada ring sensor rotary encoder
tidak terbaca secara keseluruhan sehingga menyebabkan pengukuran sensor tidak maksimal. hasil pengujian kalibrasi kecepatan motor dapat dilihat (Gambar 21). Sensor optocoupler digunakan sebagai pengukur kecepatan putaran motor DC (Direct Current). Penempatan sensor ini tepat sejajar dengan motor DC (Direct Current), jadi setiap perubahan kecepatan dari motor DC (Direct Current) akan ikut mempengaruhi perubahan jumlah pulsa dan kecepatan putaran motor (Siswojo 2014).
23 Kinerja pengaturan PWM terhadap hasil penyemprotan sprayer
Berdasarkan hasil pengujian kinerja penyemprotan sprayer dimana kedua nozzel dalam keadaan terbuka/on dengan pengaturan nilai PWM, diperoleh hasil pengujian yaitu pada PWM 100 rata volume semprotan 31 ml, PWM 150 rata-rata volume semprotan 39.8 ml, PWM 200 rata-rata-rata-rata volume semprotan 42.4 ml, PWM 250 diperoleh rata-rata volume 49.8 ml, dengan lama semprotan rata-rata 6 detik. Hasil penyemprotan dipengaruhi oleh nilai PWM dan lama penyemprotan yang digunakan dengan kecepatan motor sprayer yang berbeda dimana semakin tinggi nilai PWM yang digunakan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan pada saat penyemprotan akan menghasilkan volume semprotan yang semakin banyak. Berdasarkan hasil pengujian (Gambar 22), maka dapat ditentukan nilai input PWM dan lama semprotan untuk mencapai hasil semprotan yang optimal pada tanaman. Penentuan volume laju alir carrier yaitu ditentukan oleh pergerakan pompa satu berdasarkan kecepatan dan waktu (Mulyono et al. 2013).
Gambar 22 Hasil pengujian kesesuaian volume semprotan. Kinerja pengaturan PWM terhadap luas hasil semprotan sprayer
Berdasarkan hasil pengujian luas semprotan dengan pengaturan PWM terhadap luas hasil semprotan sprayer dengan menggunakan 4 nilai PWM yaitu (100, 150, 200, dan 250). Saat pengujian menggunakan 3 perlakuan untuk jarak nosel terhadap objek yang disemprot yaitu (30 cm, 35 cm, dan 40 cm). berdasarkan perlakuan tersebut diperoleh hasil rata-rata selisi luas semprotan sprayer tiap PWMnya yaitu pada tinggi 30 cm selisi luas semprotan 13 cm2, tinggi 35 cm selisi luas semprotan 17 cm2, dan tinggi 40 cm selisi luas semprotan 17 cm2. Adapun yang mempengaruhi perbedaan luas semprotan sprayer disebabkan oleh tinggi penempatan nozzel dan nilai PWM. Perbedaan PWM menyebabkan kecepatan putaran motor pompa dan luasan semprotan juga berbeda. Hasil pengujian luas semprotan sprayer dapat dilihat pada Gambar 23.
24
Gambar 23 Hasil pengujian luas semprotan sprayer. Hasil uji laboratorium
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium sprayer dosis variabel pada perlakuan PWM 150, 200 dan 250, parameter pengamatan pengujian yaitu lama semprotan, volume semprotan dan debit semprotan. Diperoleh selisi hasil pengukuran antara perintah yang diberikan dengan hasil real pada PWM 150, 200, dan 250 yaitu rata-rata waktu semprotan 2 detik, volume 1 ml. debit rata-rata 0.8 ml/s, 0.9 ml/s, dan 0.9 ml/s selama 22 detik. Adapun perbedaan pengukuran disebabkan oleh ketidak stabilan kecepatan putaran motor pompa dan perbedaan PWM kecepatan motor yang diberikan. Pengaturan kecepatan pengendalian motor DC ditentukan melalui nilai yang diberikan pada output PWM dengan kondisi kecepatan maksimum pada nilai 255 dan kecepatan minimum pada 0 (Putra et al.
2014). Adapun hasil pengujian laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2 Hasil uji laboratorium sprayer dengan dosis yang berbeda.
PWM Tacometer (rpm) P(s) R(s) V P (ml/plot) V R (ml/plot) Q P (ml/s) Q R (ml/s) 150 351 20 22 200 201 10.0 9.2 200 466 20 22 210 211 10.5 9.6 250 592 20 22 220 221 11.0 10.1 Keterangan:
(P: Perintah) dan (R: Realisasi/pengukuran).
Karakteristik tanaman kubis
Hasil identifikasi serangan hama pada tanaman yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah grid serangan pada tanaman dilapangan, kemudian dihitung persentase serangan dengan menggunakan persamaan 3 sehingga diperoleh data serangan hama rata-rata 8.1% dan 15.5 % dengan jumlah tanaman sebanyak 120 tanaman dengan 3 bedengan dan setiap bedengan terdapat 2 baris tanaman dengan jumlah tanaman per baris sebanyak 20 tanaman. Berdasarkan persentasi serangan
25 hama tersebut maka dapat ditentukan volume dan lama semprotan yang akan digunakan yaitu 200 ml dengan lama semprotan 20 detik/ plot tanaman untuk persentasi serangan hama dengan skala 1-10 % dan 500 ml dengan lama semprotan 60 detik/plot tanaman untuk persentasi serangan hama dengan skala 11-20%. Penentuan identifikasi serangan hama yang dilakukan sesuai dengan pernyataan bahwa tingkat kerusakan tanaman kubis menurut Sukorini (2006) adalah mengikuti ketentuan sebagai berikut: Sangat berat, kerusakan >50%, Berat, kerusakan 30%-50%, Cukup berat, kerusakan 15%-29%, Ringan, kerusakan 1%-14%, dan Tidak ada serangan, kerusakan 0%. Hal penentuan persentase serangan hama ini dapat dilihat pada Gambar 24.
(a) (b)
Gambar 24 Penentuan persentase serangan hama (a) 15.5 % dan (b) 8.1 %. Pengukuran tinggi dan diameter tanaman yang dilakukan dilahan diperoleh rata-rata tinggi 42 cm, dan diameter rata-rata 30 cm dan 45 cm. data tinggi dan diameter tanaman yang diperoleh digunakan sebagai pengaturan tinggi nozzle agar pada saat pengaplikasian dilapangan luasan hasil semprotan sesuai dengan yang diinginkan. Pengukuran tinggi dan diameter tanaman dapat dilihat pada Gambar 25.
(a) (b)
Gambar 25 (a) pengukuran tinggi dan (b) diameter tanaman
26
Hasil pengujian lapangan terhadap kinerja penyemprotan sprayer Berdasarkan hasil pengujian lapangan dengan parameter pengamatan waktu, volume dan debit semprotan dengan perlakuan PWM 150 dan 250, volume semprotan yang digunakan 200 ml/plot tanaman dan 500 ml/plot tanaman, dan lama semprotan 20 dan 60 detik/plot tanaman. Diperoleh hasil pengujian yaitu rata-rata waktu semprotan 64.3 detik dengan debit rata-rata 6.76 ml/detik dan 23.2 detik dengan debit 5.69 ml/detik. Perbandingan volume semprotan antara prediksi dan aktual berdasarkan perhitungan diperoleh akurasi sebesar 66 % untuk volume 200 ml dan 87 % untuk volume 500 ml. Hasil pengujian lapangan dapat dilihat pada Gambar 26 dan Tabel 3. Adapun yang mempengaruhi ketidak kesesuaian semprotan antara perintah dan aktual yaitu jalur lintasan sprayer yang sempit, kecepatan jalan operator tidak terkontrol dan kecepatan putaran motor pompa yang tidak stabil.
27 Table 3 Rata-rata hasil pengujian lapangan
PWM Waktu Volume Debit
P (s) R (s) P (ml) R (ml) P (ml/s) R (ml/s)
150 20 23 200 132 10 5.69
250 60 64 500 435 8.3 6.76
Keterangan:
1. Waktu (P: Perintah) dan (R: Realisasi/pengukuran) 2. Debit (P: Perintah) dan (R: Realisasi/perhitungan). 3. Volume (P: Perintah) dan (R: Realisasi/perhitungan).
Akurasi hasil perintah yang diberikan pada mikrokontroler dapat diketahui dengan melakukan validasi, menghitung nilai error dan tingkat ketelitianuntuk waktu dan volume semprotan yang digunakan pada mikrokontroler terhadap hasil real pengukuran dan perhitungan di lapangan. Adapun rata-rata nilai error pada pengujian lapangan untuk waktu 20 detik sebesar 16 %, 60 detik sebesar 7 % dan volume semprotan 200 ml sebesar 34 %, 500 ml sebesar 13 %. Tingginya nilai error pada saat pengujian dilapangan disebabkan oleh pengiriman data PWM kesemua modul kendali yang harus berurutan sesuai dengan urutan pada program sehingga penggunaan perintah waktu dan debit yang digunakan pada mikrokontroler berbeda dengan hasil pengukuran. Hal ini sesuai pernyataan bahwa data referensi dikirimkan secara berkala ke semua modul kendali aktuator sehingga membutuhkan tambahan waktu untuk sampai pada pengoperasian aktuator. Pengiriman data tersebut dilakukan dengan metode PWM (Saputra et al. 2011).
5 KESIMPULAN DAN SARAN