• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. RANCANGAN PERCOBAAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Gliserol Tert-butyl Eter (GTBE)

Gliserol tert-butyl eter (GTBE) disintesis melalui proses eterifikasi antara gliserol dengan tert-butyl alkohol (TBA) ataupun dengan isobutilen . GTBE pertama kali disintesis oleh Malinavskii dan Vedenskii pada tahun 1950. Malinavskii dan Vedenskii memanaskan gliserol dengan TBA dengan ditambahkan asam sulfat dan menghasilkan

mono-tert-butyl eter gliserol.

Selain dengan katalis homogen seperti asam sulfat, katalis heterogen juga dap at digunakan dalam mensintesis GTBE. Penggunaan katalis heterogen lebih disenangi daripada katalis homogen karena lebih ramah lingkungan dan dapat diperbarui. Katalis heterogen yang sering digunakan adalah katalis resin asam kuat penukar ion, seperti

Amberlist.

Amberlist adalah katalis resin yang umum digunakan dalam reaksi eterifikasi

untuk mesitesis aditif bahan bakar, misalnya Metyl Tert-Butyl Eter (MTBE). Amberlist

merupakan polimer bahan organik yang mengandung gugus aktif SO3H+. Amberlist

memiliki pori-pori yang lebar dan kapasitas tukar ion yang tinggi, sehingga baik digunakan sebagai katalis.

Selain menggunakan Amberlist, GTBE dapat disintesis menggunakan katalis heterogen lain seperti zeolit ( Klepacova et al., 2005). Penggunaan zeolit sebagai kat alis dalam reaksi eterifikasi gliserol kurang begitu baik, karena formasi tri- eter susah terbentuk. Amberlist mempunyai pori-pori yang lebih besar daripada zeolit, sehingga GTBE yang terbentuk lebih ba nyak, terutama formasi di- dan tri- eter.

Setyaningsih et al. (2008) melakukan penelitian mengenai sintesis gliserol eter menggunakan berbagai katalis lokal. Katalis yang digunakan adalah bentonit alam, silika, dan alumina teraktivasi asam, serta Amberlist IR 120 sebagai pembanding. Dari ketiga katalis lokal yang diuji, ternyata bentonit yang paling mendekati Amberlist IR 120. Dari penelitian tersebut juga terlihat bahwa pada sintesis GTBE menggunakan katalis bentonit dengan perbandingan molar antara gliserol dengan TBA sebesar 1:6 lebih efektif dibandingkan 1:4. Gambar 9 menunjukkan perbandingan GTBE hasil sintesis menggunakan katalis Amberlist IR 120 dan bentonit alam teraktivasi.

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan.

Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam

dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+

dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya

adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

Warna Putih kecokelatan Putih kekuningan

Kehalusan Halus Agak kasar

A

Al-Zahrani et al. (2000)

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan.

Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam

dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+

dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya

adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

Warna Putih kecokelatan Putih kekuningan

Kehalusan Halus Agak kasar

A

Al-Zahrani et al. (2000)

(a) (b)

Gambar 9. Hasil GC-MS GTBE yang disintesis dengan katalis Amberlist IR 120 (a) dan bentonit alam teraktivasi (b)

Bentonit yang telah diaktivasi dengan asam akan mengalami perubahan.

Perubahan tersebut antara lain adalah luas permukaan yang semakin bertambah, memperbesar pori-pori dan juga merubah keasaman bentonit. Aktivasi asam juga mengakibatkan terjadinya pertukaraan ion -ion seperti Ca, K, dan Na dengan ion H. Aktivasi asam menjadikan bentonit dapat digunakan sebagai katalis pada sintesis GTBE karena perubaha n-perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan aktivasi akan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yang tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Larutan asam

dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+

dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya

adsorpsi bentonit (Nurliana, 2006 dalam Firdaus, 2009). Perubahan-perubahan tersebut disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bentonit

Karakteristik Bentonit alam Bentonit teraktivasi

pH 8,1A 3,2A

Luas permukaan (m2/g) 64,7A 267,5A

Warna Putih kecokelatan Putih kekuningan

Kehalusan Halus Agak kasar

A

Gambar 10. Foto bentonit alam (A) dan bentonit teraktivasi (B)

Ketaren (1986) menjelaskan bahwa aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan tiga macam reaksi sebagai berikut :

1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang

mengisi pori-pori adsorben. Proses ini menyeba bkan terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.

2. Kemudian ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben

secara berangsur-angsur digantikan oleh ion H+dari asam mineral.

3. Sebagian ion H+yang telah menggantikan ion Ca2+dan Mg2+akan ditukar oleh ion

Al3+yang telah larut dalam larutan asam.

Reaksi eterifikasi gliserol dengan TBA akan menghasilkan air, sedangkan air akan mengganggu reaksi eterifikasi gliserol . Hal ini dikarenakan reaksi eterifikasi

gliserol merupakan reaksi bolak balik sehingga GTBE yang terbentuk dapat

terhidrolisis kembali. Oleh karena itu air tersebut harus diminimalisir agar reaksi eterifikasi tidak terganggu. Untuk megatasi hal tersebut maka pada penelitian ini digunakan zeolit 3 Å guna menyerap air hasil samping reaksi eterifikasi. Jika zeolit tidak ditambahkan, air hasil samping eterifikasi akan diadsorb oleh bentonit sehingga akan menutupi pori-pori bentonit sehingga gliserol dan TBA tidak dapat masuk dan reaksi eterifikasi akan terhambat.

Zeolit mempunyai pori -pori seperti halnya pada bentonit. Pori-pori ini

menyebabkan zeolit memiliki sifat sebagai adsorben. Pada zeolit alam ukuran pori -pori ini bervariasi, namun pada zeolit sintetis ukuran pori -pori ini dapat dibuat seragam. Pada penelitian ini digunakan zeolit dengan ukuran pori 3 Å. Hal ini bertujuan agar

B

molekul-molekul yang berukuran kurang dari 3 Å dapat diserap oleh zeolit , misalnya air yang mempunyai ukuran molekul 2,8 Å.

Reaksi eterifikasi terjadi karena molekul gliserol dan TBA diadsorpsi oleh bentonit sehingga masuk ke d alam pori-pori bentonit. Di dalam pori -pori tersebut kemudian gliserol dan TBA bereaksi sehingga terbentuk GTBE. Setelah GTBE terbentuk, GTBE akan dilepas bentonit karena terjadi proses desorbsi. Desorpsi adalah proses penjerapan yang arahnya keluar fasa. Karena terjadi desorpsi, pori-pori bentonit akan kosong kembali sehingga bentonit dapat mengadsorpsi gliserol dan TBA lagi sehingga terbentuk GTBE. Jika terdapat air, gliserol dan TBA susah masuk ke dalam pori-pori bentonit karena air lebih mudah diadsorb dibandingkan gliserol. Terjadinya adsorpis dan desorpsi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi di dalam pori -pori bentonit dengan di luar pori -pori bentonit. Substrat akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Saat adsorpsi terjadi, gli serol dan TBA akan bergerak ke dalam pori-pori bentonit. Saat desorpsi terjadi, GTBE yang telah terbentuk ke luar dari pori-pori bentonit.

Hasil sintesis GTBE selanjutnya dianalisis menggunakan Gas

Chromotography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Hasil dari analisis ini disajikan pada Lampiran 3. Dari

hasil tersebut terlihat bahwa proses yang dilakukan berhasil mensitesis senyawa gliserol tert-butyl eter. GTBE yang terbentuk berupa mono-tert-butyl eter gliserol (MTBG), di-tert-butyl eter gliserol (DTBG), dan tri-tert-butyl eter gliserol (TTBG).

Eterifikasi gliserol (O-alkylation) dengan menggunakan katalis asam akan menghasilkan formasi mono-, di-, dan tri-tert-butyl eter gliserol. Struktur gliserol eter sebagai bahan aditif dapat berupa 1,3 tert-butyl eter gliserol atau perpaduan 2,3

di-tert-butyl eter gliserol dengan 1,2 di-di-tert-butyl eter gliserol dan 1,2,3 tri-di-tert-butyl eter

gliserol. Klepacova et al. (2005), menyebutkan bahwa proses eterifikasi pada gliserol cenderung terjadi pada gugus hidroksil primer (formasi 1 -tert-butyl gliserol dan

1,3-di-tert-butyl gliserol).

Dari hasil GC-MS dapat diketahui konsentrasi GTBE yang terbentuk. Konsentrasi GTBE dihitung dengan cara membandingkan luas area peak GTBE dengan luas area standar yang telah diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui konsentrasi GTBE yang terbentuk, gliserol dipakai seb agai standar. Konsentrasi GTBE yang terbentuk disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data hasil sintesis GTBE Kode Faktor GTBE (ppm) Waktu (jam) Suhu (°C) Katalis (% b/b) MTBG DTBG TTBG total W1T1K1 6 60 2.5 9.314,11 157,92 0 9.472,03 W3T1K1 10 60 2.5 14.154,87 1.747,91 0 15.902,78 W1T3K1 6 80 2.5 160.581,59 14.797,32 4.731,74 180.110,65 W3T3K1 10 80 2.5 113.569,07 10.894,18 2.603,72 127.066,97 W1T1K3 6 60 7.5 210.406,12 10.824,29 44.258,42 265.488,83 W3T1K3 10 60 7.5 54.038,41 5.451,16 0 59.489,57 W1T3K3 6 80 7.5 111.031,55 7.751,96 3.254,48 122.037,99 W3T3K3 10 80 7.5 178.205,20 9.037,98 20.919,36 208.162,54 W4T2K2 4,64 70 5 168.445,35 13.665,92 5.401,80 187.513,07 W5T2K2 11,36 70 5 8.243,98 715,01 0 8.958,99 W2T4K2 8 53,18 5 13.236,53 475,00 0 13.711,53 W2T5K2 8 86,82 5 164.244,64 9.298,46 14.448,60 187.991,70 W2T2K4 8 70 0,80 60.028,43 6.030,42 888,80 66.947,65 W2T2K5 8 70 9,20 185.206,52 10.630,96 15.656,98 211.494,46 W2T2K2 A 8 70 5 74.819,06 6.530,71 1.533,75 82.883,52 W2T2K2 B 8 70 5 103.555,58 8.082,43 2.704,77 114.342,78 W2T2K2 C 8 70 5 150.282,93 10.793,54 7.094,32 168.170,79 Verifikasi 4,90 66,20 9,70 808.770,70 48.944,38 104.377,20 962.092,20

Dari Tabel 7 terlihat bahwa GTBE yang dominan terbentuk adalah

mono-tert-butyl eter gliserol (MTBG). Hal ini terjadi karena pori -pori bentonit yang ukurannya

relatif kecil sehingga molekul -molekul di-tert-butyl eter gliserol (DTBG) dan

tri-tert-butyl eter gliserol (TTBG) yang ukuran molekulnya lebih besar dari MTBG susah

terbentuk. Adanya air dalam reaksi eterifikasi juga menghambat terbentuknya DTBG dan TTBG. Hal ini dijelaskan oleh Klepacova et al. (2005) yang menerangkan bahwa adanya air akan menghalangi gliserol memasuki daerah permukaan inti katalis atau menghalangi reaksi pembentukan molekul gliserol eter yang mempunyai ukuran molekul lebih besar sehingga reaksi berjalan sangat lambat atau reaksi terjadi di daerah permukaan katalis.

Dokumen terkait