• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biji boroco dan akar alang-alang yang telah dikeringkan, digiling menjadi serbuk dan ditetapkan kadar airnya. Dengan mengetahui kadar air, dapat diperkirakan penanganan yang baik untuk penyimpanan sampel. Kandungan air dalam suatu sampel memengaruhi daya tahan sampel terhadap serangan mikrob. Suatu bahan berada dalam keadaan stabil dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi jika kadar airnya < 10%.

Kadar air biji boroco dan akar alang-alang sebesar 9.29% dan 5.78% (Lampiran 2 dan 3). Hasil ini menunjukkan bahwa biji boroco dan akar alang-alang baik untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama karena memiliki kadar air < 10%. Penentuan kadar air ini juga digunakan sebagai faktor koreksi terhadap rendemen.

Ekstraksi biji boroco dan akar alang-alang dilakukan dengan cara maserasi. Metode maserasi digunakan karena dikhawatirkan senyawa dalam ekstrak akan rusak jika dilakukan pemanasan yang cukup tinggi. Pelarut yang digunakan adalah etanol yang merupakan pelarut polar. Flavonoid yang diharapkan dapat terekstraksi dalam pelarut etanol tersebut.

Rendemen hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 4. Perhitungan nilai rendemen tersebut berdasarkan bobot serbuk kering sampel. Pelarut etanol 50% menghasilkan nilai rendemen yang paling tinggi.

Tabel 1 Rendemen ekstrak kasar biji boroco dan akar alang-alang

Pelarut Rendemen (% b/b)

BB AL

Etanol 30% 3.02 12.02

Etanol 50% 10.62 18.12 BB=biji boroco dan AL=akar alang-alang.

Penapisan Fitokimia

Serbuk kering sampel dan semua ekstrak yang diperoleh diuji fitokimia untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Senyawa metabolit sekunder yang diperiksa adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan kuinon.

Tabel 2 menunjukkan bahwa serbuk akar alang-alang dan biji boroco mengandung alkaloid dan flavonoid. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% dari kedua serbuk tersebut memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Tabel 2 Hasil penapisan fitokimia serbuk kering dan ekstrak biji boroco dan akar alang-alang

Sampel uji Hasil uji kualitatif

A F S T K SAL + + - - - SBB + + - - - AL30% + + + - - AL50% + + + - - BB30% + + + - - BB50% + + + - -

*SAL= serbuk akar alang-alang, SBB= serbuk biji boroco, AL30%= ekstrak etanol 30% akar alng-alang, AL50%= ekstrak etanol 50% akar alang-alang, BB30%= ekstrak etanol 30% biji boroco, BB50%= ekstrak etanol 50% biji boroco, (+)= mengandung metabolit tersebut, (-)= tidak mengandung metabolit tersebut, A= alkaloid, F= flavonoid, S= saponin, T= tanin, K= kuinon.

Tanin dan kuinon tidak terdeteksi baik pada serbuk kering maupun kedua ekstraknya. Hal ini menunjukkan bahwa akar alang-alang dan biji boroco tidak mengandung tanin dan kuinon atau kadar keduanya dalam ekstrak sangat rendah.

Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Uji toksisitas dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk memperkirakan bioaktivitas dari setiap ekstrak. Larva udang dipilih untuk pengujian ini karena lebih ekonomis dan cukup akurat sebagai uji toksisitas awal. Larva yang digunakan berumur 2 hari. Jika larva berumur lebih dari 2 hari dikhawatirkan kematiannya bukan karena toksisitas ekstrak, tetapi karena persediaan makanannya telah habis.

Hasil uji toksisitas dinyatakan dalam nilai konsentrasi letal 50% (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang dapat menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. Hasil uji toksisitas dari keempat ekstrak diperlihatkan pada Lampiran 5 - 8, sedangkan nilai LC50 ekstrak sampel tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai LC50 ekstrak etanol 30% dan etanol 50% sampel terhadap larva udang

Sampel Ekstrak

LC50 (ppm) Biji boroco Etanol 30% 9,07 Etanol 50% 7,49 Akar alang-alang Etanol 30% 136,3

Etanol 50% 80,82

Ekstrak alang-alang didapati lebih tidak toksik daripada ekstrak biji boroco karena nilai LC50nya lebih tinggi. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi pelarut etanol yang digunakan, nilai LC50 semakin rendah. Hal ini berarti ekstrak etanol 50% lebih toksik daripada ekstrak etanol 30%.

Kadar Flavonoid

Kadar flavonoid ekstrak etanol 30% biji boroco dan akar alang-alang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan metode Alimentarius Codex. Ekstrak yang ditentukan kadar flavonoidnya adalah ekstrak etanol 30% karena akan diuji aktivitas inhibisinya terhadap ACE. Standar flavonoid yang digunakan adalah kuersetin, jenis flavonoid yang umum ditemukan pada tumbuhan. Data kurva standar kuersetin dan kadar flavonoid ekstrak dapat dilihat dalam Lampiran 9 - 10. Kadar flavonoid akar alang-alang 2.9231 ppm dan biji boroco 2.1538 ppm. Nilai ini tidak menunjukkan kadar flavonoid total dari contoh sebenarnya, tetapi hanya kadar flavonoid total yang terekstraksi etanol 30% secara maserasi.

Meskipun flavonoid pada tanaman berperan dalam mekanisme pengobatan, jumlahnya dalam seluruh tanaman tersebut tidak begitu banyak. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh tanaman seperti temperatur, nutrisi, ketersediaan air dan kadar karbon dioksida di atmosfer.

Uji In Vitro Ekstrak sebagai Inhibitor Aktivitas ACE

Metode uji inhibisi yang digunakan mengacu pada metode Zhao et al. (2007) dengan beberapa modifikasi. Zhao et al (2007) menggunakan substrat HHL, bufer HEPES pada pH 8.3. Aktivitas ACE dapat ditentukan dari jumlah asam hipurat yang terekstraksi dari substrat HHL setelah

penambahan ekstrak dengan metode spektofotometri pada panjang gelombang 228 nm. Pengukuran UV dilakukan pada panjang gelombang 220-320 nm karena senyawa yang akan diukur tidak berwarna. Panjanggelombang maksimum asam hipurat adalah 228 nm.

Ekstrak sampel dilarutkan dalam bufer HEPES pH 8.3 dan ditambah substrat HHL serta ACE, diinkubasi pada suhu 32 ºC selama 30 menit. Reaksi akan dihentikan dengan penambahan HCl dan etil asetat. Asam hipurat yang terbentuk akan terekstraksi dalam etil asetat. Daya inhibisinya ditentukan dengan membandingkan selisih aktivitas ACE setelah penambahan ekstrak dengan blanko (tanpa penambahan ekstrak) (Lampiran 12). Ekstrak sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol 30%. Hal ini dikarenakan untuk aplikasinya sebagai obat fitofarmaka. Etanol 30% dipilih sebagai pelarut karena lebih murah dibandingkan etanol 50% dalam aplikasinya.

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaptopril. Kaptopril merupakan produk antihipertensi komersial yang banyak digunakan masyarakat. Larutan blanko (tanpa penambahan ekstrak) digunakan sebagai kontrol negatif. Uji inhibisi ini menggunakan empat ragam konsentrasi yaitu 8 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Ragam konsentrasi ini dimaksudkan untuk melihat hubungan penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisi yang dicapai. Konsentrasi ekstrak biji boroco yang digunakan ada yang melebihi nilai LC50. Hal ini dilakukan untuk membandingkan daya inhibisi ekstrak biji boroco dengan ekstrak akar alang-alang pada konsentrasi yang sama. Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan asam hipurat pada berbagai konsentrasi. Persamaan linier yang diperoleh adalah y = 0.0433 x + 0.0068. kurva standar asam hipurat dapat dilihat pada Lampiran 11.

Data daya inhibisi ekstrak etanol 30% pada keempat ragam konsentrasi ( Tabel 4) menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang cenderung berpotensi sebagai inhibitor aktivitas ACE. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kenaikan konsentrasi tidak selalu diiringi dengan kenaikan daya inhibisinya. Hal ini diduga karena adanya karakteristik komponen senyawa yang berbeda dalam sampel yang ikut terekstrak oleh etanol dan ketidakhomogenan distribusi ekstrak oleh pelarut. Golongan senyawa tersebut berfungsi

sebagai inhibitor maupun aktivator enzim (Harbone 1987).

Tabel 4 Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Biji Boroco dan Akar Alang-alang dan Kaptopril terhadap ACE

Ekstrak (ppm) Rerata % Inhibisi Akar Alang-alang 8 18.35 Akar Alang-alang 25 -10.45 Akar Alang-alang 50 -19.62 AkarAlang-alang 100 25.74 Biji Boroco 8 -14.77 Biji Boroco 25 -4.59 Biji Boroco 50 5.36 Biji Boroco 100 10.71 Kaptopril 8 3.86 Kaptopril 100 86.89

Ekstrak etanol akar alang-alang cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 8 ppm dan 100 ppm. Daya inhibisi tertingginya adalah 25.74% pada konsentrasi 100 ppm. Ekstrak etanol biji boroco cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm dengan daya inhibisi tertinggi sebesar 10.71% pada konsentrasi 100 ppm.

Ekstrak etanol biji boroco pada konsentrasi 8 ppm dan 25 ppm memperlihatkan potensinya sebagai aktivator ACE karena memiliki daya inhibisi sebesar -14.77% dan -4.59%. Potensi yang sama juga dimiliki ekstrak etanol akar alang-alang pada konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm karena mempunyai daya inhibisi sebesar -10.45% dan -19.62%. Hal ini disebabkan ekstrak yang diujikan masih kasar sehingga masih banyak senyawa lain yang ikut dan diduga memiliki fungsi tidak hanya menginhibisi. Nilai-nilai daya inhibisi tersebut lebih rendah daripada yang dicapai oleh kontrol positif (kaptopril) yang mampu menginhibisi 86.89% pada konsentrasi 100 ppm.

ACE termasuk kelas zink protease yang membutuhkan zink dan klorida untuk aktivitasnya. ACE berperan penting di dalam tubuh pada proses pengaturan tekanan darah. ACE adalah glikoprotein peptidildipeptida hidrolase yang dikenal fungsi utamanya sebagai pemecah histidyl-leucine dari Angiotensin I menjadi Angiotensin II (Actis-Goretta et al.2003). Angiotensin II menjadi berbahaya karena dapat mempengaruhi sisitem kasdiovaskular dengan penyempitan pembuluh darah dan melepaskan hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada proses pengobatan hipertensi, pencegahan

terhadap ACE menjadi salah satu teknik pencegahan modern (Hansen et al.1995)

Ekstrak tanaman sebagai inhibitor ACE bekerja dengan cara mencegah terjadinya reaksi dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Proses perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II dengan memutuskan terminal C dipeptida yaitu histidil-leusin secara hidrolitik oleh ACE. ACE akan mengubah substrat (HHL sebagai pengganti angiotensin I ) menjadi asam hipurat dengan penambahan asam. Semakin kecil asam hipurat yang dihasilkan maka inhibitor yang digunakan.akan semakin baik.

Golongan senyawa yang berperan dalam menginhibisi aktivitas ACE dapat diduga dari hasil uji fitokimia ekstrak. Ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang secara kualitatif diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, dan saponin. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa flavonoid dilaporkan menghambat aktivitas ACE diantaranya, kuersetin (Jalili 2004), kaempferol-3-O- -galaktopiranosida (Loizzo et al. 2007). Cara kerja flavonoid dalam menghambat ACE adalah dengan mengkelat sisi aktif ACE. Gugus hidroksil bebas yang ada pada fenol mengkelat ion Zink sehingga membuat aktivitas ACE menjadi tidak aktif.

Dokumen terkait