• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inhibisi Ekstrak Etanol Biji Boroco dan Akar Alang-alang terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inhibisi Ekstrak Etanol Biji Boroco dan Akar Alang-alang terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUBAH ANGIOTENSIN I SECARA IN VITRO

TRIS LENI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro. Dibimbing oleh DYAH

ISWANTINI PRADONO dan LATIFAH K. DARUSMAN.

Enzim pengubah angiotensin I (ACE) mengkatalis ACE I menjadi ACE II

yang dapat meningkatkan tekanan darah. Biji boroco (Celosia argentea) dan akar

alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tanaman obat yang berpotensi

sebagai antihipertensi. Ekstrak etanol 30% biji boroco dan akar alang-alang

ditentukan daya inhibisinya terhadap aktivitas enzim pengubah angiotensin I

(ACE) secara in vitro. Penelitian dilakukan pada kondisi optimum (suhu 32 °C,

pH 8.3, dan konsentrasi ACE 25 mU/mL) menggunakan ekstrak tunggal dengan

konsentrasi 8, 25, 50, dan 100 ppm. Hasilnya dibandingkan dengan kaptopril

sebagai kontrol positif. Uji inhibisi ACE menunjukkan bahwa ekstrak biji boroco

100 ppm dan akar alang-alang 100 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 10,71%

dan 25,74%. Kaptopril memiliki daya inhibisi yang paling besar (86,89%) pada

konsentrasi 100 ppm.

ABSTRACT

TRIS LENI. In Vitro Inhibition of Ethanol Extract of Boroco Seeds and

Alang-alang Roots towards Angiotensin I Converting Enzyme Activity. Supervised by

DYAH ISWANTINI PRADONO and LATIFAH K. DARUSMAN

(3)

PENGUBAH ANGIOTENSIN I SECARA IN VITRO

TRIS LENI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

NIM : G44052963

Disetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr Dyah Iswantini Pradono, MAgr

Prof Dr Latifah K. Darusman, MS

NIP 196707301991032001

NIP 195308241976032001

Diketahui

Ketua Departemen

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 195012271976032002

(5)

kasihNya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya

ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret

sampai September 2011 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Analitik

FMIPA IPB dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Dyah Iswantini Pradono, M.Agr

dan Prof Dr Latifah K. Darusman, MS selaku pembimbing yang telah banyak

memberi bimbingan, motivasi, saran, dan solusi dari setiap permasalahan yang

dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah

ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, mas

Yoyok, Farand, dan keluarga besar atas doa, kasih sayang, motivasi, dan perhatian

yang begitu besar selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mail, Ibu Ai, Ibu

Nunuk, Om Eman, Pak Budi, Mas Eko, Ibu Nunung, Kak Endi, Antonio, Teh

Wiwi, Teh Ina atas bantuan yang diberikan. Tak lupa, ungkapan terima kasih

penulis kepada seluruh rekan-rekan peneliti di Laboratorium Kimia Fisik serta

teman-teman Kimia 42 atas bantuan, motivasi, diskusi, dan kebersamaan selama

penulis menempuh studi dan menjalankan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat

.

Bogor, Juni 2012

(6)

Triwarti. Penulis merupakan anak tunggal. Penulis menyelesaikan studi di SMA 1

Tayu pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Tahun 2008, penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di

PT. Corsa Industries Tangerang dengan judul

“Valid

asi Metode Analisis Kaplet

Asam mefenamat 500 mg Secara Spektrofotometri dan Uji Disolusi Tablet

(7)

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 2

Penetapan Kadar Air ... 2

Ekstraksi Sampel ... 2

Uji Fitokimia ... 2

Uji Toksisitas ... 3

Penentuan Kadar Flavonoid Total ... 3

Uji In Vitro Inhibisi Ekstrak terhadap Aktivitas ACE ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Kasar ... 3

Penapisan Fitokimia ... 4

Penentuan Nilai LC50

Ekstrak ... 4

Kadar Flavonoid ... 5

Uji In Vitro Ekstrak sebagai Inhibitor aktivitas ACE ... 5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 6

Saran ... 7

DAFTAR PUSTAKA ... 7

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rendemen ekstrak kasar biji boroco dan akar alang-alang ... 4

2 Hasil penapisan fitokimia serbuk kering dan ekstrak ... 4

3 Nilai LC50

ekstrak etanol contoh terhadap larva udang . ... 5

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 10

2 Penentuan kadar air serbuk kering akar alang-alang ... 11

3 Penentuan kadar air serbuk kering biji boroco ... 11

4 Rendemen ekstraksi akar alang-alang dan biji boroco ... 12

5 Data uji toksisitas ekstrak akar alang-alang 50% ... 13

6 Data uji toksisitas ekstrak akar alang-alang 30% ... 14

7 Data uji toksisitas ekstrak biji boroco 30%... 15

8 Data uji toksisitas ekstrak biji boroco 50%... 16

9 Pembuatan kurva standar kuersetin ... 17

10 Kadar flavonoid akar alang-alang dan biji boroco ... 17

11 Pembuatan kurva standar asam hipurat pada 228 nm ... 18

(10)

merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, strok, gagal ginjal, dan kebutaan akibat hipertensi.

Penanggulangan hipertensi tanpa obat mencakup perubahan cara hidup yang lebih tenang, olahraga teratur, tidak merokok, dan pengaturan makanan. Penanggulangan hipertensi dengan menggunakan obat dilakukan dengan memberikan obat yang dapat memengaruhi sistem pengatur tekanan darah. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipertensi terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu diuretik, perintang beta, penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE), dan antagonis kalsium.

Beberapa contoh inhibitor ACE sintetik ialah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan ramipril yang secara luas digunakan untuk pengobatan hipertensi. Namun, beberapa obat hipertensi memiki beberapa efek samping seperti gusi membengkak. Oleh karena itu, untuk meminimumkan efek samping lebih sesuai bila digunakan obat herbal. Obat herbal meskipun digunakan dalam waktu lama, efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.

Saat ini telah banyak penelitian potensi obat antihipertensi dari tanaman obat. Secara empiris, beberapa tanaman obat yang pernah digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah buah mengkudu, seledri, bawang putih, jamur, pegagan, tempuyung, rumput laut hitam, belimbing, bawang bombay, sambiloto, dan patikan kebo (Wijayakusuma 2005).

Hasil penelitian Hoe et al. (2007) mengungkap peran ekstrak Gynura procumbens sebagai penghambat aktivitas kerja ACE secara in vitro dan in vivo. Penelitian Sakaida et al. (2007) menunjukkan aktivitas serupa pada daun blueberry. Kaempferol-3-O- -galaktopiranosida yang diisolasi dari Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae) telah dilaporkan dapat menghambat kerja ACE secara in vitro (Loizzo et al. 2007). Beberapa senyawa flavonoid yang digunakan sebagai antihipertensi telah dipatenkan, di antaranya, kuersetin (Jalili 2004), flavonoid dari tanaman Passiflora sp. (Foo et al. 2006), dan flavonol glikosida (Verhoeyen et al. 2008).

Darusman et al. (2009) telah meneliti aktivitas penghambatan ACE dari ekstrak tunggal serta gabungan pegagan dan

daya inhibisi yang relatif tinggi terhadap ACE (Iswantini et al. 2010). Ekstrak kumis kucing 50 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 76.98% (Yulinda 2010). Penelitian-penelitian lain secara umum memperlihatkan bahwa senyawa aktif antihipertensi berasal dari golongan flavonoid, di antaranya flavan-3-ol dan prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003). Kuersetin menjadi salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001).

Tanaman lain yang diduga dapat dimanfaatkan untuk antihipertensi adalah boroco dan alang-alang. Kedua tanaman ini belum dipatenkan dan belum banyak diteliti orang. Bagian tanaman yang berkhasiat untuk mengobati hipertensi adalah biji boroco dan akar alang-alang. Kandungan kimia biji boroco belum diketahui sedangkan akar dan batang alang-alang mengandung manitol, glukosa, sakarosa, asam maleat, asam sitrat, coiksol, arundoin, silindrin, fernenol, simiarenol, flavonoid, dan anemonin (Wijayakusuma 2005).

Metode untuk menganalisis aktivitas ACE bermacam-macam, antara lain dengan spektrofotometri dan fluorometri. Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) juga secara luas digunakan karena pemisahan substrat dan produk dari reaksi ACE lebih efektif. Uji aktivitas ACE dapat pula menggunakan elektroforesis kapiler.

Penelitian ini bertujuan mengetahui daya inhibisi ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang dalam menghambat aktivitas ACE secara in vitro. Metode spektrofotometri digunakan karena lebih sederhana dan cepat.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji boroco, akar alang-alang, ACE dari Sigma, etanol 30%, etanol 50%, seperangkat bahan uji fitokimia, telur udang Artemia salina, Tween 80, air laut, hipuril-L-histidil-L-leusin (HHL), HCl, bufer natrium borat, NaCl, etil asetat, NaOH, kuersetin, kaptopril, asam hipurat, aseton, heksametilenatetramina, AlCl3, dan asam asetat glasial dalam metanol.

(11)

inkubator, mikro pipet, aerator, peralatan sentrifus, dan spektrofotometer ultraviolet-tampak berkas ganda.

Metode

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penentuan kadar air, ekstraksi, uji fitokimia, uji toksisitas A. salina, dan uji inhibisi sampel terhadap ACE. Bagan alir penelitian secara umum tersaji pada Lampiran 1.

Penetapan Kadar air (AOAC 2000)

Cawan porselen bersih dipanaskan dalam

oven 105 oC selama 30 menit kemudian

dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang bobot konstannya. Serbuk sampel ditimbang sebanyak 3 g ke dalam cawan tersebut dan

dipanaskan dalam oven 105 oC selama 3 jam.

Setelah 3 jam, cawan dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang kembali. Pengeringan dan penimbangan sampel dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot konstan sampel.

Kadar air (%) =

Dengan

A = bobot sampel basah (g) B = bobot sampel kering (g)

Ekstraksi Sampel (Padikkala & Achuthan 1997)

Serbuk kering sampel ditimbang ±100 g, dimaserasi (dikocok 6 jam dan didiamkan 24 jam) sebanyak 3 kali dengan pelarut etanol 30% dan 50%, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan atau dipekatkan dengan penguap putar hingga diperoleh residu pekat ekstrak etanol.

Uji Fitokimia Biji Boroco dan Akar Alang-alang (Harbone 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan diberi 4 tetes NH3, kemudian disaring. Filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan dikocok dengan 6 mL H2SO4 2 M, lapisan asamnya dipisahkan ke tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan ke lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendrof. Jika pengujian menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat,

dan merah jingga, maka contoh positif mengandung alkaloid.

Uji Flavonoid. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat diambil sebanyak 5 mL, ditambah dengan 0.05 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Saponin dan Tanin. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan ke dalam 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 5 ml filtrat lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1%. Uji positif tanin ditandai dengan munculnya warna biru tua dan hijau kehitaman.

Uji Kuinon. Sampel diekstraksi dengan eter. Jika warna sampel terekstraksi dalam eter, tetapi hilang ketika ekstrak eter ini diekstraksi dengan NaOH 5% dan timbul kembali saat ditambahkan HCl encer sampai bereaksi asam, maka zat yang diuji tergolong dalam kelompok kuinon.

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Artemia salina (Meyer et al 1982)

Kista A. salina sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi, kista dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas.

(12)

Penentuan Kadar Flavonoid Total (Alimentarius Codex 1986, diacu dalam

Nobre et al. 2005)

Ekstrak kasar ditimbang dengan bobot yang setara dengan 200mg serbuknya, kemudian dimasukkan ke dalam sistem hidrolisis yang berupa 1.0 mL larutan heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL HCl 25% dalam labu bulat, direfluks selama 30 menit. Filtrat hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 mL, residu ditambah 20 mL aseton dan direfluks kembali selama 30 menit. Filtrat digabungkan, residu ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali. Filtrat digabungkan kembali dan ditera dengan aseton.

Sebanyak 20 mL filtrat tersebut dan 20 mL akuades dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian diekstraksi dengan etil asetat (ekstraksi pertama dengan 15 mL etil asetat, ekstraksi kedua dan ketiga masing-masing dengan 10 mL). Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan etil asetat. Larutan tersebut diambil 10 mL ke dalam labu takar 25 mL, direaksikan dengan 1 mL AlCl3 2% (b/v), dan ditera dengan larutan asam asetat glasial dalam metanol 5% (v/v). Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 370.8 nm.

Uji In Vitro Inhibisi Ekstrak Kasar terhadap Aktivitas ACE (Zhao et al. 2007)

Metode spektrofotometri digunakan dalam penentuan aktivitas ACE menggunakan substrat HHL. Aktivitas ACE dapat ditentukan dari jumlah asam hipurat yang dihasilkan substrat HHL.

Sebanyak 50 µL larutan sampel dicampurkan dengan 50 µ L larutan ACE (25 mU/mL) yang telah diinkubasi pada suhu 32 o

C selama 10 menit. Campuran diinkubasi dengan 50 µL substrat (HHL 8.3 mM dalam bufer natrium borat 50 mM yang berisi NaCl 0.5 M pada pH 8.3) selama 60 menit pada suhu yang sama. Reaksi dihentikan dengan penambahan 200 µ L HCl 1.0 M. Asam hipurat yang dihasilkan diekstraksi dengan 1.5 mL etil asetat. Kemudian disentrifus (4000 g, 15 min). Satu mL supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diuapkan. Asam hipurat dilarutkan dalam 3.0 mL air distilasi dan absorbans diukur pada panjang gelombang 228 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Kasar

Biji boroco dan akar alang-alang yang telah dikeringkan, digiling menjadi serbuk dan ditetapkan kadar airnya. Dengan mengetahui kadar air, dapat diperkirakan penanganan yang baik untuk penyimpanan sampel. Kandungan air dalam suatu sampel memengaruhi daya tahan sampel terhadap serangan mikrob. Suatu bahan berada dalam keadaan stabil dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi jika kadar airnya < 10%.

Kadar air biji boroco dan akar alang-alang sebesar 9.29% dan 5.78% (Lampiran 2 dan 3). Hasil ini menunjukkan bahwa biji boroco dan akar alang-alang baik untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama karena memiliki kadar air < 10%. Penentuan kadar air ini juga digunakan sebagai faktor koreksi terhadap rendemen.

Ekstraksi biji boroco dan akar alang-alang dilakukan dengan cara maserasi. Metode maserasi digunakan karena dikhawatirkan senyawa dalam ekstrak akan rusak jika dilakukan pemanasan yang cukup tinggi. Pelarut yang digunakan adalah etanol yang merupakan pelarut polar. Flavonoid yang diharapkan dapat terekstraksi dalam pelarut etanol tersebut.

Rendemen hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 4. Perhitungan nilai rendemen tersebut berdasarkan bobot serbuk kering sampel. Pelarut etanol 50% menghasilkan nilai rendemen yang paling tinggi.

Tabel 1 Rendemen ekstrak kasar biji boroco dan akar alang-alang

Pelarut Rendemen (% b/b)

BB AL

Etanol 30% 3.02 12.02

Etanol 50% 10.62 18.12 BB=biji boroco dan AL=akar alang-alang.

Penapisan Fitokimia

[image:12.595.322.513.548.604.2]
(13)

Tabel 2 menunjukkan bahwa serbuk akar alang-alang dan biji boroco mengandung alkaloid dan flavonoid. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% dari kedua serbuk tersebut memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin.

Tabel 2 Hasil penapisan fitokimia serbuk kering dan ekstrak biji boroco dan akar alang-alang

Sampel uji Hasil uji kualitatif

A F S T K

SAL + + - - -

SBB + + - - -

AL30% + + + - -

AL50% + + + - -

BB30% + + + - -

BB50% + + + - -

*SAL= serbuk akar alang-alang, SBB= serbuk biji boroco, AL30%= ekstrak etanol 30% akar alng-alang, AL50%= ekstrak etanol 50% akar alang-alang, BB30%= ekstrak etanol 30% biji boroco, BB50%= ekstrak etanol 50% biji boroco, (+)= mengandung metabolit tersebut, (-)= tidak mengandung metabolit tersebut, A= alkaloid, F= flavonoid, S= saponin, T= tanin, K= kuinon.

Tanin dan kuinon tidak terdeteksi baik pada serbuk kering maupun kedua ekstraknya. Hal ini menunjukkan bahwa akar alang-alang dan biji boroco tidak mengandung tanin dan kuinon atau kadar keduanya dalam ekstrak sangat rendah.

Penentuan Nilai LC50 Ekstrak

Uji toksisitas dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk memperkirakan bioaktivitas dari setiap ekstrak. Larva udang dipilih untuk pengujian ini karena lebih ekonomis dan cukup akurat sebagai uji toksisitas awal. Larva yang digunakan berumur 2 hari. Jika larva berumur lebih dari 2 hari dikhawatirkan kematiannya bukan karena toksisitas ekstrak, tetapi karena persediaan makanannya telah habis.

Hasil uji toksisitas dinyatakan dalam nilai konsentrasi letal 50% (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang dapat menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. Hasil uji toksisitas dari keempat ekstrak diperlihatkan pada Lampiran 5 - 8, sedangkan nilai LC50 ekstrak sampel tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai LC50 ekstrak etanol 30% dan etanol 50% sampel terhadap larva udang

Sampel Ekstrak

LC50 (ppm) Biji boroco Etanol 30% 9,07 Etanol 50% 7,49 Akar alang-alang Etanol 30% 136,3

Etanol 50% 80,82

Ekstrak alang-alang didapati lebih tidak toksik daripada ekstrak biji boroco karena nilai LC50nya lebih tinggi. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi pelarut etanol yang digunakan, nilai LC50 semakin rendah. Hal ini berarti ekstrak etanol 50% lebih toksik daripada ekstrak etanol 30%.

Kadar Flavonoid

Kadar flavonoid ekstrak etanol 30% biji boroco dan akar alang-alang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan metode Alimentarius Codex. Ekstrak yang ditentukan kadar flavonoidnya adalah ekstrak etanol 30% karena akan diuji aktivitas inhibisinya terhadap ACE. Standar flavonoid yang digunakan adalah kuersetin, jenis flavonoid yang umum ditemukan pada tumbuhan. Data kurva standar kuersetin dan kadar flavonoid ekstrak dapat dilihat dalam Lampiran 9 - 10. Kadar flavonoid akar alang-alang 2.9231 ppm dan biji boroco 2.1538 ppm. Nilai ini tidak menunjukkan kadar flavonoid total dari contoh sebenarnya, tetapi hanya kadar flavonoid total yang terekstraksi etanol 30% secara maserasi.

Meskipun flavonoid pada tanaman berperan dalam mekanisme pengobatan, jumlahnya dalam seluruh tanaman tersebut tidak begitu banyak. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh tanaman seperti temperatur, nutrisi, ketersediaan air dan kadar karbon dioksida di atmosfer.

Uji In Vitro Ekstrak sebagai Inhibitor Aktivitas ACE

[image:13.595.318.509.87.205.2]
(14)

penambahan ekstrak dengan metode spektofotometri pada panjang gelombang 228 nm. Pengukuran UV dilakukan pada panjang gelombang 220-320 nm karena senyawa yang akan diukur tidak berwarna. Panjanggelombang maksimum asam hipurat adalah 228 nm.

Ekstrak sampel dilarutkan dalam bufer HEPES pH 8.3 dan ditambah substrat HHL serta ACE, diinkubasi pada suhu 32 ºC selama 30 menit. Reaksi akan dihentikan dengan penambahan HCl dan etil asetat. Asam hipurat yang terbentuk akan terekstraksi dalam etil asetat. Daya inhibisinya ditentukan dengan membandingkan selisih aktivitas ACE setelah penambahan ekstrak dengan blanko (tanpa penambahan ekstrak) (Lampiran 12). Ekstrak sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol 30%. Hal ini dikarenakan untuk aplikasinya sebagai obat fitofarmaka. Etanol 30% dipilih sebagai pelarut karena lebih murah dibandingkan etanol 50% dalam aplikasinya.

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaptopril. Kaptopril merupakan produk antihipertensi komersial yang banyak digunakan masyarakat. Larutan blanko (tanpa penambahan ekstrak) digunakan sebagai kontrol negatif. Uji inhibisi ini menggunakan empat ragam konsentrasi yaitu 8 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Ragam konsentrasi ini dimaksudkan untuk melihat hubungan penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisi yang dicapai. Konsentrasi ekstrak biji boroco yang digunakan ada yang melebihi nilai LC50. Hal ini dilakukan untuk membandingkan daya inhibisi ekstrak biji boroco dengan ekstrak akar alang-alang pada konsentrasi yang sama. Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan asam hipurat pada berbagai konsentrasi. Persamaan linier yang diperoleh adalah y = 0.0433 x + 0.0068. kurva standar asam hipurat dapat dilihat pada Lampiran 11.

Data daya inhibisi ekstrak etanol 30% pada keempat ragam konsentrasi ( Tabel 4) menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang cenderung berpotensi sebagai inhibitor aktivitas ACE. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kenaikan konsentrasi tidak selalu diiringi dengan kenaikan daya inhibisinya. Hal ini diduga karena adanya karakteristik komponen senyawa yang berbeda dalam sampel yang ikut terekstrak oleh etanol dan ketidakhomogenan distribusi ekstrak oleh pelarut. Golongan senyawa tersebut berfungsi

sebagai inhibitor maupun aktivator enzim (Harbone 1987).

Tabel 4 Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Biji Boroco dan Akar Alang-alang dan Kaptopril terhadap ACE

Ekstrak (ppm) Rerata % Inhibisi

Akar Alang-alang 8 18.35 Akar Alang-alang 25 -10.45 Akar Alang-alang 50 -19.62 AkarAlang-alang 100 25.74 Biji Boroco 8 -14.77 Biji Boroco 25 -4.59 Biji Boroco 50 5.36 Biji Boroco 100 10.71

Kaptopril 8 3.86

Kaptopril 100 86.89

Ekstrak etanol akar alang-alang cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 8 ppm dan 100 ppm. Daya inhibisi tertingginya adalah 25.74% pada konsentrasi 100 ppm. Ekstrak etanol biji boroco cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm dengan daya inhibisi tertinggi sebesar 10.71% pada konsentrasi 100 ppm.

Ekstrak etanol biji boroco pada konsentrasi 8 ppm dan 25 ppm memperlihatkan potensinya sebagai aktivator ACE karena memiliki daya inhibisi sebesar -14.77% dan -4.59%. Potensi yang sama juga dimiliki ekstrak etanol akar alang-alang pada konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm karena mempunyai daya inhibisi sebesar -10.45% dan -19.62%. Hal ini disebabkan ekstrak yang diujikan masih kasar sehingga masih banyak senyawa lain yang ikut dan diduga memiliki fungsi tidak hanya menginhibisi. Nilai-nilai daya inhibisi tersebut lebih rendah daripada yang dicapai oleh kontrol positif (kaptopril) yang mampu menginhibisi 86.89% pada konsentrasi 100 ppm.

[image:14.595.320.511.139.294.2]
(15)

terhadap ACE menjadi salah satu teknik pencegahan modern (Hansen et al.1995)

Ekstrak tanaman sebagai inhibitor ACE bekerja dengan cara mencegah terjadinya reaksi dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Proses perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II dengan memutuskan terminal C dipeptida yaitu histidil-leusin secara hidrolitik oleh ACE. ACE akan mengubah substrat (HHL sebagai pengganti angiotensin I ) menjadi asam hipurat dengan penambahan asam. Semakin kecil asam hipurat yang dihasilkan maka inhibitor yang digunakan.akan semakin baik.

Golongan senyawa yang berperan dalam menginhibisi aktivitas ACE dapat diduga dari hasil uji fitokimia ekstrak. Ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang secara kualitatif diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, dan saponin. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa flavonoid dilaporkan menghambat aktivitas ACE diantaranya, kuersetin (Jalili 2004), kaempferol-3-O- -galaktopiranosida (Loizzo et al. 2007). Cara kerja flavonoid dalam menghambat ACE adalah dengan mengkelat sisi aktif ACE. Gugus hidroksil bebas yang ada pada fenol mengkelat ion Zink sehingga membuat aktivitas ACE menjadi tidak aktif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar air biji boroco dan akar alang-alang sebesar 9.29% dan 5.78%. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% akar alang-alang memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% biji boroco juga mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Hasil uji ACE ekstrak biji boroco 100 ppm dan akar alang-alang 100 ppm memiliki daya inhibisi terbesar adalah 10.71% dan 25.74%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui potensi lain dari biji boroco dan akar alang-alang.

DAFTAR PUSTAKA

Actis-Goretta L, Ottaviani JI, Keen CL, Fraga CG. 2003. Inhibition of angiotensin converting enzyme (ACE) activity by flavan-3-ols and procyanidin. FEBS Lett 555: 597-600.

[AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International. Volume ke-1. Ed ke-17. Agricultural Chemicals, Contaminant, Drugs. Maryland:AOAC International.

Cushman DW and Cheung HW. 1981. Spectrophotometric Assay and Properties of The Angiotensin Converting Enzyme of The Rabbit Lung. Biochem. Pharmacol. 20 : 1637 1648.

Darusman K, Iswantini D, Indariani S. 2009. Formulasi dan mikroenkapsulasi ekstrak pegagan (Centella asiatica) dan tempuyung (Sonchus arvensis) sebagai antihipertensi : daya inhibinya terhadap angiotensin I converting enzyme (ACE) secara in vitro. PSB. LPPM. IPB.

Duarte J, Perez-Palencia R, Vargas F, Ocete MA, Perez-Vizcaino F, Zarzuelo A, Tamargo J. 2001. Antihypertensive effects of the flavonoid quercetin in spontaneously hypertensive rats. Br J Pharmacol 133: 177-124.

Foo LY, Lu Y, Watson RR, penemu; New Zealand Patent. 24 Juni 2008. Extract of passion fruit and uses there of. US 7390517 B2.

Hansen K, Nyman U, Smitt UW, Adsersen A, Gudiksen L, Rajasekharan S, Pushpangadan P. 1995. In vitro screening of traditional medicines for anti-hypertensive effect based on inhibiton of the angiotensin converting enzyme (ACE). J Ethnopharmacol 48: 43-51.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methode.

(16)

Hypertensive Rats. Med Princ Pract, 16:203-208.

Jalili, penemu; Neddle & Rosenberg. 31 Januari 2008. Quercetine supplementation to treat hypertension. US 0026076 A1.

Loizzo MR et al. 2007. Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) by Flavonoids isolated from Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae). Phytother . Res. 21, 32-36

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med 45: 31-34.

Nobre CP, Raffin FN, Moura TF. 2005. Standardization of Extracts from Momordia charantia L. (Cucur bitaceae) by Total Flavonoid Content Determination. Acta Farm Bonaerense 24(4):562-566

Padikkala J, Achuthan CR. 1997. Hipolipidemic effect of Alpinia galanga (Rasna) and Kaemferia galanga (Kachouri). Indian J of Chemical Biochemistry 12(1) :55-58.

Sakaida H et al. 2007. Effect of Vaccinium ashei reade Leaves on Angiotensin Converting Enzyme Activity in vitro and on Systolic Blood Pressure of Spontaneously Hypertensive Rats in vivo. Biosci. Biotechnol. Biochem. 71 (9), 2335-2337.

Wijayakusuma HM. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Verhoeyen ME, Wiseman SA. penemu; Unilever Intellectual Property Group. 8 Mei 2008. Use of plants with increased levels of flavonol glycosides in reducing hypertension. US 0107792 A1.

Yulinda L. 2010. Inhibisi Ekstrak Etanol Kumis kucing, Pegagan, Sambiloto, dan Tempuyung terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I seca In Vitro [skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Zhao Y et al. 2007. Antihypertensive effect and purification of an ACE inhibitory

(17)
(18)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Serbuk biji boroco dan akar alang-alang

Penentuan Kadar Air

Ekstraksi etanol

Uji Fitokimia

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap larva A.salina L

Penentuan kadar flavonoid ekstrak

(19)

Lampiran 2 Penentuan kadar air serbuk kering akar alang-alang. Ulangan Cawan kosong

(gram)

Contoh basah (gram)

Cawan + contoh (gram)

Contoh kering (gram)

% kadar air

1 17,8860 3,0079 20,7171 2,8311 5,88

2 15,8396 3,0065 18,6718 2,8322 5,80

3 21,2709 3,0041 24,1053 2,8344 5,65

Rerata 5,78

Lampiran 3 Penentuan kadar air serbuk kering biji boroco. Ulangan Cawan kosong

(gram)

Contoh basah (gram)

Cawan + contoh (gram)

Contoh kering (gram)

% kadar air

1 22,7169 3,0245 25,4603 2,7434 9,29

2 20,0460 3,0072 22,7728 2,7268 9,32

3 22,7179 3,0234 25,4700 2,7521 8,97

Rerata 9,19

Contoh perhitungan :

Kadar air (%) =

x 100%

=

x 100%

(20)

Lampiran 4 Rendemen ekstraksi akar alang-alang dan biji boroco dengan etanol 30% dan 50%. Ekstrak Botol kosong

(gram)

Botol kosong+isi (gram)

Bobot ekstrak (gram)

Bobot serbuk (gram)

Rendemen (%)

AL30% 36,7175 48,0453 11,3278 100,0195 12,02

AL50% 36,9169 53,9959 17,0790 100,0670 18,12

BB30% 36,6320 39,3793 2,7473 100,0600 3,02

BB50% 38,2699 47,9159 9,6458 100,0500 10,62

*AL30%= ekstrak etanol 30% akar alang-alang, AL50%= ekstrak etanol 50% akar alang-alang. *BB30%= ekstrak etanol 30% biji boroco, BB50%= ekstrak etanol 50% biji boroco.

Contoh perhitungan:

Rendemen AL30%= x 100% x fk

= x 100% x

= x 100% x

(21)

Lampiran 5 Data Uji Toksisitas Ekstrak Akar Alang-alang 50% terhadap A. Salina [ekstrak]

mg/ml Ulangan

Jumlah larva yang mati

Rerata %

mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

10 1 1 13.33 3.87

2 1

3 2

50 1 2 30 4.48

2 3

3 4

100 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

500 1 8 83.33 5.95

2 8

3 9

1000 1 9 96.67 6.88

2 10

3 10

y = 1.464x + 2.206 R ² = 0.962

0 2 4 6 8

0 1 2 3

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(22)

Lampiran 6 Data Uji Toksisitas Ekstrak Akar Alang-alang 30% terhadap A. Salina

[ekstrak] mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

10 1 1 10 3.72

2 1

3 1

50 1 1 16.67 4.05

2 2

3 2

100 1 2 26.67 4.39

2 3

3 3

500 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

1000 1 10 100 7.33

2 10

3 10

y = 1.564x + 1.66 R ² = 0.750

0 2 4 6 8

0 1 2 3

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(23)

Lampiran 7 Data Uji Toksisitas Ekstrak Biji Boroco 30% terhadap A. Salina

[ekstrak] mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

2 1 0

2 0

3 0

4 1 1 16.67 4.05

2 2

3 2

6 1 3 30 4.48

2 3

3 3

8 1 5 46.67 4.92

2 4

3 4

10 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

y = 2.6854x + 2.4282

R2 = 0.9891

0 4 8

0 0.4 0.8 1.2

L o g [e k s tr ak ]

P

ro

b

it

(24)

Lampiran 8 Data Uji Toksisitas Ekstrak Biji Boroco 50% terhadap A. Salina L [ekstrak]

mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

2 1 0

2 0

3 0

4 1 2 16.67 4.05

2 2

3 2

6 1 3 33.33 4.56

2 3

3 4

8 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

10 1 7 70 5.52

2 7

3 7

y = 3.685x + 1.776 R ² = 0.994

0 4 8

0 0.4 0.8 1.2

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(25)

Lampiran 9 Pembuatan kurva standar kuersetin

Konsentrasi (ppm)

Absorbans

0 0.000

1 0.027

3 0.090

6 0.177

12 0.353

24 0.713

50 1.329

= 370.8 nm

Kurva hubungan absorbans dengan konsentrasi kuersetin (ppm)

Lampiran 10 Kadar flavonoid akar alang-alang dan biji boroco

Kadar flavonoid (%) =

Ekstak kadar flavonoid (ppm) Kadar flavonoid x 10-1 (%)

akar alang-alang 2.9231 0.3588

(26)

Lampiran 11 Pembuatan kurva standar asam hipurat pada 228 nm

y = 0.043x + 0.006 R ² = 0.999

-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 5 10 15 20 25 30

K ons e ntras i (ppm)

A

b

s

o

rb

a

n

s

konsentrasi (ppm) absorbans

0 -0.002

5 0.223

10 0.452

15 0.665

20 0.869

(27)

Lampiran 12 Data hasil uji aktivitas ekstrak sampel terhadap (ACE) secara in vitro

[Ekstrak] (ppm) Ulangan

[As Hipurat] blanko (ppm)

[As Hipurat]

(pppm) Inhibisi (%)

Rerata Inhibisi

Alang-alang 8 1 4.5312 3.6766 18.86 18.35

2 4.5312 3.7228 17.84

Alang-alang 25 1 4.5312 4.9699 -9.68 -10.45

2 4.5312 5.0392 -11.21

Alang-alang 50 1 4.5312 5.3395 -17.84 -19.62

2 4.5312 5.5011 -21.4

Alang-alang 100 1 4.5312 3.3533 25.99 25.74

2 4.5312 3.3764 25.49

Boroco 8 1 4.5312 5.0623 -11.72 -14.77

2 4.5312 5.3394 -17.83

Boroco 25 1 4.5312 4.6466 -2.54 -4.59

2 4.5312 4.8314 -6.63

Boroco 50 1 4.5312 4.2771 5.61 5.36

2 4.5312 4.3002 5.1

Boroco 100 1 4.5312 4.0461 10.71 10.71

2 4.5312 4.0461 10.71

Kaptopril 8 1 4.5312 4.3464 4.14 3.86

2 4.5312 4.3695 3.57

Kaptopril 100 1 4.5312 0.6051 86.64 86.89

(28)

Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I secara In Vitro. Dibimbing oleh DYAH

ISWANTINI PRADONO dan LATIFAH K. DARUSMAN.

Enzim pengubah angiotensin I (ACE) mengkatalis ACE I menjadi ACE II

yang dapat meningkatkan tekanan darah. Biji boroco (Celosia argentea) dan akar

alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tanaman obat yang berpotensi

sebagai antihipertensi. Ekstrak etanol 30% biji boroco dan akar alang-alang

ditentukan daya inhibisinya terhadap aktivitas enzim pengubah angiotensin I

(ACE) secara in vitro. Penelitian dilakukan pada kondisi optimum (suhu 32 °C,

pH 8.3, dan konsentrasi ACE 25 mU/mL) menggunakan ekstrak tunggal dengan

konsentrasi 8, 25, 50, dan 100 ppm. Hasilnya dibandingkan dengan kaptopril

sebagai kontrol positif. Uji inhibisi ACE menunjukkan bahwa ekstrak biji boroco

100 ppm dan akar alang-alang 100 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 10,71%

dan 25,74%. Kaptopril memiliki daya inhibisi yang paling besar (86,89%) pada

konsentrasi 100 ppm.

ABSTRACT

TRIS LENI. In Vitro Inhibition of Ethanol Extract of Boroco Seeds and

Alang-alang Roots towards Angiotensin I Converting Enzyme Activity. Supervised by

DYAH ISWANTINI PRADONO and LATIFAH K. DARUSMAN

(29)

merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, strok, gagal ginjal, dan kebutaan akibat hipertensi.

Penanggulangan hipertensi tanpa obat mencakup perubahan cara hidup yang lebih tenang, olahraga teratur, tidak merokok, dan pengaturan makanan. Penanggulangan hipertensi dengan menggunakan obat dilakukan dengan memberikan obat yang dapat memengaruhi sistem pengatur tekanan darah. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipertensi terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu diuretik, perintang beta, penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE), dan antagonis kalsium.

Beberapa contoh inhibitor ACE sintetik ialah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan ramipril yang secara luas digunakan untuk pengobatan hipertensi. Namun, beberapa obat hipertensi memiki beberapa efek samping seperti gusi membengkak. Oleh karena itu, untuk meminimumkan efek samping lebih sesuai bila digunakan obat herbal. Obat herbal meskipun digunakan dalam waktu lama, efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.

Saat ini telah banyak penelitian potensi obat antihipertensi dari tanaman obat. Secara empiris, beberapa tanaman obat yang pernah digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah buah mengkudu, seledri, bawang putih, jamur, pegagan, tempuyung, rumput laut hitam, belimbing, bawang bombay, sambiloto, dan patikan kebo (Wijayakusuma 2005).

Hasil penelitian Hoe et al. (2007) mengungkap peran ekstrak Gynura procumbens sebagai penghambat aktivitas kerja ACE secara in vitro dan in vivo. Penelitian Sakaida et al. (2007) menunjukkan aktivitas serupa pada daun blueberry. Kaempferol-3-O- -galaktopiranosida yang diisolasi dari Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae) telah dilaporkan dapat menghambat kerja ACE secara in vitro (Loizzo et al. 2007). Beberapa senyawa flavonoid yang digunakan sebagai antihipertensi telah dipatenkan, di antaranya, kuersetin (Jalili 2004), flavonoid dari tanaman Passiflora sp. (Foo et al. 2006), dan flavonol glikosida (Verhoeyen et al. 2008).

Darusman et al. (2009) telah meneliti aktivitas penghambatan ACE dari ekstrak tunggal serta gabungan pegagan dan

daya inhibisi yang relatif tinggi terhadap ACE (Iswantini et al. 2010). Ekstrak kumis kucing 50 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 76.98% (Yulinda 2010). Penelitian-penelitian lain secara umum memperlihatkan bahwa senyawa aktif antihipertensi berasal dari golongan flavonoid, di antaranya flavan-3-ol dan prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003). Kuersetin menjadi salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001).

Tanaman lain yang diduga dapat dimanfaatkan untuk antihipertensi adalah boroco dan alang-alang. Kedua tanaman ini belum dipatenkan dan belum banyak diteliti orang. Bagian tanaman yang berkhasiat untuk mengobati hipertensi adalah biji boroco dan akar alang-alang. Kandungan kimia biji boroco belum diketahui sedangkan akar dan batang alang-alang mengandung manitol, glukosa, sakarosa, asam maleat, asam sitrat, coiksol, arundoin, silindrin, fernenol, simiarenol, flavonoid, dan anemonin (Wijayakusuma 2005).

Metode untuk menganalisis aktivitas ACE bermacam-macam, antara lain dengan spektrofotometri dan fluorometri. Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) juga secara luas digunakan karena pemisahan substrat dan produk dari reaksi ACE lebih efektif. Uji aktivitas ACE dapat pula menggunakan elektroforesis kapiler.

Penelitian ini bertujuan mengetahui daya inhibisi ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang dalam menghambat aktivitas ACE secara in vitro. Metode spektrofotometri digunakan karena lebih sederhana dan cepat.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji boroco, akar alang-alang, ACE dari Sigma, etanol 30%, etanol 50%, seperangkat bahan uji fitokimia, telur udang Artemia salina, Tween 80, air laut, hipuril-L-histidil-L-leusin (HHL), HCl, bufer natrium borat, NaCl, etil asetat, NaOH, kuersetin, kaptopril, asam hipurat, aseton, heksametilenatetramina, AlCl3, dan asam asetat glasial dalam metanol.

(30)

inkubator, mikro pipet, aerator, peralatan sentrifus, dan spektrofotometer ultraviolet-tampak berkas ganda.

Metode

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penentuan kadar air, ekstraksi, uji fitokimia, uji toksisitas A. salina, dan uji inhibisi sampel terhadap ACE. Bagan alir penelitian secara umum tersaji pada Lampiran 1.

Penetapan Kadar air (AOAC 2000)

Cawan porselen bersih dipanaskan dalam

oven 105 oC selama 30 menit kemudian

dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang bobot konstannya. Serbuk sampel ditimbang sebanyak 3 g ke dalam cawan tersebut dan

dipanaskan dalam oven 105 oC selama 3 jam.

Setelah 3 jam, cawan dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang kembali. Pengeringan dan penimbangan sampel dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot konstan sampel.

Kadar air (%) =

Dengan

A = bobot sampel basah (g) B = bobot sampel kering (g)

Ekstraksi Sampel (Padikkala & Achuthan 1997)

Serbuk kering sampel ditimbang ±100 g, dimaserasi (dikocok 6 jam dan didiamkan 24 jam) sebanyak 3 kali dengan pelarut etanol 30% dan 50%, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan atau dipekatkan dengan penguap putar hingga diperoleh residu pekat ekstrak etanol.

Uji Fitokimia Biji Boroco dan Akar Alang-alang (Harbone 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan diberi 4 tetes NH3, kemudian disaring. Filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan dikocok dengan 6 mL H2SO4 2 M, lapisan asamnya dipisahkan ke tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan ke lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendrof. Jika pengujian menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat,

dan merah jingga, maka contoh positif mengandung alkaloid.

Uji Flavonoid. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat diambil sebanyak 5 mL, ditambah dengan 0.05 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Saponin dan Tanin. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan ke dalam 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 5 ml filtrat lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1%. Uji positif tanin ditandai dengan munculnya warna biru tua dan hijau kehitaman.

Uji Kuinon. Sampel diekstraksi dengan eter. Jika warna sampel terekstraksi dalam eter, tetapi hilang ketika ekstrak eter ini diekstraksi dengan NaOH 5% dan timbul kembali saat ditambahkan HCl encer sampai bereaksi asam, maka zat yang diuji tergolong dalam kelompok kuinon.

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Artemia salina (Meyer et al 1982)

Kista A. salina sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi, kista dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas.

(31)

Penentuan Kadar Flavonoid Total (Alimentarius Codex 1986, diacu dalam

Nobre et al. 2005)

Ekstrak kasar ditimbang dengan bobot yang setara dengan 200mg serbuknya, kemudian dimasukkan ke dalam sistem hidrolisis yang berupa 1.0 mL larutan heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL HCl 25% dalam labu bulat, direfluks selama 30 menit. Filtrat hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 mL, residu ditambah 20 mL aseton dan direfluks kembali selama 30 menit. Filtrat digabungkan, residu ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali. Filtrat digabungkan kembali dan ditera dengan aseton.

Sebanyak 20 mL filtrat tersebut dan 20 mL akuades dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian diekstraksi dengan etil asetat (ekstraksi pertama dengan 15 mL etil asetat, ekstraksi kedua dan ketiga masing-masing dengan 10 mL). Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan etil asetat. Larutan tersebut diambil 10 mL ke dalam labu takar 25 mL, direaksikan dengan 1 mL AlCl3 2% (b/v), dan ditera dengan larutan asam asetat glasial dalam metanol 5% (v/v). Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 370.8 nm.

Uji In Vitro Inhibisi Ekstrak Kasar terhadap Aktivitas ACE (Zhao et al. 2007)

Metode spektrofotometri digunakan dalam penentuan aktivitas ACE menggunakan substrat HHL. Aktivitas ACE dapat ditentukan dari jumlah asam hipurat yang dihasilkan substrat HHL.

Sebanyak 50 µL larutan sampel dicampurkan dengan 50 µ L larutan ACE (25 mU/mL) yang telah diinkubasi pada suhu 32 o

C selama 10 menit. Campuran diinkubasi dengan 50 µL substrat (HHL 8.3 mM dalam bufer natrium borat 50 mM yang berisi NaCl 0.5 M pada pH 8.3) selama 60 menit pada suhu yang sama. Reaksi dihentikan dengan penambahan 200 µ L HCl 1.0 M. Asam hipurat yang dihasilkan diekstraksi dengan 1.5 mL etil asetat. Kemudian disentrifus (4000 g, 15 min). Satu mL supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diuapkan. Asam hipurat dilarutkan dalam 3.0 mL air distilasi dan absorbans diukur pada panjang gelombang 228 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Kasar

Biji boroco dan akar alang-alang yang telah dikeringkan, digiling menjadi serbuk dan ditetapkan kadar airnya. Dengan mengetahui kadar air, dapat diperkirakan penanganan yang baik untuk penyimpanan sampel. Kandungan air dalam suatu sampel memengaruhi daya tahan sampel terhadap serangan mikrob. Suatu bahan berada dalam keadaan stabil dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi jika kadar airnya < 10%.

Kadar air biji boroco dan akar alang-alang sebesar 9.29% dan 5.78% (Lampiran 2 dan 3). Hasil ini menunjukkan bahwa biji boroco dan akar alang-alang baik untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama karena memiliki kadar air < 10%. Penentuan kadar air ini juga digunakan sebagai faktor koreksi terhadap rendemen.

Ekstraksi biji boroco dan akar alang-alang dilakukan dengan cara maserasi. Metode maserasi digunakan karena dikhawatirkan senyawa dalam ekstrak akan rusak jika dilakukan pemanasan yang cukup tinggi. Pelarut yang digunakan adalah etanol yang merupakan pelarut polar. Flavonoid yang diharapkan dapat terekstraksi dalam pelarut etanol tersebut.

Rendemen hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 4. Perhitungan nilai rendemen tersebut berdasarkan bobot serbuk kering sampel. Pelarut etanol 50% menghasilkan nilai rendemen yang paling tinggi.

Tabel 1 Rendemen ekstrak kasar biji boroco dan akar alang-alang

Pelarut Rendemen (% b/b)

BB AL

Etanol 30% 3.02 12.02

Etanol 50% 10.62 18.12 BB=biji boroco dan AL=akar alang-alang.

Penapisan Fitokimia

[image:31.595.322.513.548.604.2]
(32)

Tabel 2 menunjukkan bahwa serbuk akar alang-alang dan biji boroco mengandung alkaloid dan flavonoid. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% dari kedua serbuk tersebut memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin.

Tabel 2 Hasil penapisan fitokimia serbuk kering dan ekstrak biji boroco dan akar alang-alang

Sampel uji Hasil uji kualitatif

A F S T K

SAL + + - - -

SBB + + - - -

AL30% + + + - -

AL50% + + + - -

BB30% + + + - -

BB50% + + + - -

*SAL= serbuk akar alang-alang, SBB= serbuk biji boroco, AL30%= ekstrak etanol 30% akar alng-alang, AL50%= ekstrak etanol 50% akar alang-alang, BB30%= ekstrak etanol 30% biji boroco, BB50%= ekstrak etanol 50% biji boroco, (+)= mengandung metabolit tersebut, (-)= tidak mengandung metabolit tersebut, A= alkaloid, F= flavonoid, S= saponin, T= tanin, K= kuinon.

Tanin dan kuinon tidak terdeteksi baik pada serbuk kering maupun kedua ekstraknya. Hal ini menunjukkan bahwa akar alang-alang dan biji boroco tidak mengandung tanin dan kuinon atau kadar keduanya dalam ekstrak sangat rendah.

Penentuan Nilai LC50 Ekstrak

Uji toksisitas dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk memperkirakan bioaktivitas dari setiap ekstrak. Larva udang dipilih untuk pengujian ini karena lebih ekonomis dan cukup akurat sebagai uji toksisitas awal. Larva yang digunakan berumur 2 hari. Jika larva berumur lebih dari 2 hari dikhawatirkan kematiannya bukan karena toksisitas ekstrak, tetapi karena persediaan makanannya telah habis.

Hasil uji toksisitas dinyatakan dalam nilai konsentrasi letal 50% (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang dapat menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. Hasil uji toksisitas dari keempat ekstrak diperlihatkan pada Lampiran 5 - 8, sedangkan nilai LC50 ekstrak sampel tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai LC50 ekstrak etanol 30% dan etanol 50% sampel terhadap larva udang

Sampel Ekstrak

LC50 (ppm) Biji boroco Etanol 30% 9,07 Etanol 50% 7,49 Akar alang-alang Etanol 30% 136,3

Etanol 50% 80,82

Ekstrak alang-alang didapati lebih tidak toksik daripada ekstrak biji boroco karena nilai LC50nya lebih tinggi. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi pelarut etanol yang digunakan, nilai LC50 semakin rendah. Hal ini berarti ekstrak etanol 50% lebih toksik daripada ekstrak etanol 30%.

Kadar Flavonoid

Kadar flavonoid ekstrak etanol 30% biji boroco dan akar alang-alang ditentukan secara kuantitatif berdasarkan metode Alimentarius Codex. Ekstrak yang ditentukan kadar flavonoidnya adalah ekstrak etanol 30% karena akan diuji aktivitas inhibisinya terhadap ACE. Standar flavonoid yang digunakan adalah kuersetin, jenis flavonoid yang umum ditemukan pada tumbuhan. Data kurva standar kuersetin dan kadar flavonoid ekstrak dapat dilihat dalam Lampiran 9 - 10. Kadar flavonoid akar alang-alang 2.9231 ppm dan biji boroco 2.1538 ppm. Nilai ini tidak menunjukkan kadar flavonoid total dari contoh sebenarnya, tetapi hanya kadar flavonoid total yang terekstraksi etanol 30% secara maserasi.

Meskipun flavonoid pada tanaman berperan dalam mekanisme pengobatan, jumlahnya dalam seluruh tanaman tersebut tidak begitu banyak. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh tanaman seperti temperatur, nutrisi, ketersediaan air dan kadar karbon dioksida di atmosfer.

Uji In Vitro Ekstrak sebagai Inhibitor Aktivitas ACE

[image:32.595.318.509.87.205.2]
(33)

penambahan ekstrak dengan metode spektofotometri pada panjang gelombang 228 nm. Pengukuran UV dilakukan pada panjang gelombang 220-320 nm karena senyawa yang akan diukur tidak berwarna. Panjanggelombang maksimum asam hipurat adalah 228 nm.

Ekstrak sampel dilarutkan dalam bufer HEPES pH 8.3 dan ditambah substrat HHL serta ACE, diinkubasi pada suhu 32 ºC selama 30 menit. Reaksi akan dihentikan dengan penambahan HCl dan etil asetat. Asam hipurat yang terbentuk akan terekstraksi dalam etil asetat. Daya inhibisinya ditentukan dengan membandingkan selisih aktivitas ACE setelah penambahan ekstrak dengan blanko (tanpa penambahan ekstrak) (Lampiran 12). Ekstrak sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol 30%. Hal ini dikarenakan untuk aplikasinya sebagai obat fitofarmaka. Etanol 30% dipilih sebagai pelarut karena lebih murah dibandingkan etanol 50% dalam aplikasinya.

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaptopril. Kaptopril merupakan produk antihipertensi komersial yang banyak digunakan masyarakat. Larutan blanko (tanpa penambahan ekstrak) digunakan sebagai kontrol negatif. Uji inhibisi ini menggunakan empat ragam konsentrasi yaitu 8 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Ragam konsentrasi ini dimaksudkan untuk melihat hubungan penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisi yang dicapai. Konsentrasi ekstrak biji boroco yang digunakan ada yang melebihi nilai LC50. Hal ini dilakukan untuk membandingkan daya inhibisi ekstrak biji boroco dengan ekstrak akar alang-alang pada konsentrasi yang sama. Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan asam hipurat pada berbagai konsentrasi. Persamaan linier yang diperoleh adalah y = 0.0433 x + 0.0068. kurva standar asam hipurat dapat dilihat pada Lampiran 11.

Data daya inhibisi ekstrak etanol 30% pada keempat ragam konsentrasi ( Tabel 4) menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang cenderung berpotensi sebagai inhibitor aktivitas ACE. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kenaikan konsentrasi tidak selalu diiringi dengan kenaikan daya inhibisinya. Hal ini diduga karena adanya karakteristik komponen senyawa yang berbeda dalam sampel yang ikut terekstrak oleh etanol dan ketidakhomogenan distribusi ekstrak oleh pelarut. Golongan senyawa tersebut berfungsi

sebagai inhibitor maupun aktivator enzim (Harbone 1987).

Tabel 4 Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Biji Boroco dan Akar Alang-alang dan Kaptopril terhadap ACE

Ekstrak (ppm) Rerata % Inhibisi

Akar Alang-alang 8 18.35 Akar Alang-alang 25 -10.45 Akar Alang-alang 50 -19.62 AkarAlang-alang 100 25.74 Biji Boroco 8 -14.77 Biji Boroco 25 -4.59 Biji Boroco 50 5.36 Biji Boroco 100 10.71

Kaptopril 8 3.86

Kaptopril 100 86.89

Ekstrak etanol akar alang-alang cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 8 ppm dan 100 ppm. Daya inhibisi tertingginya adalah 25.74% pada konsentrasi 100 ppm. Ekstrak etanol biji boroco cenderung menginhibisi ACE pada konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm dengan daya inhibisi tertinggi sebesar 10.71% pada konsentrasi 100 ppm.

Ekstrak etanol biji boroco pada konsentrasi 8 ppm dan 25 ppm memperlihatkan potensinya sebagai aktivator ACE karena memiliki daya inhibisi sebesar -14.77% dan -4.59%. Potensi yang sama juga dimiliki ekstrak etanol akar alang-alang pada konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm karena mempunyai daya inhibisi sebesar -10.45% dan -19.62%. Hal ini disebabkan ekstrak yang diujikan masih kasar sehingga masih banyak senyawa lain yang ikut dan diduga memiliki fungsi tidak hanya menginhibisi. Nilai-nilai daya inhibisi tersebut lebih rendah daripada yang dicapai oleh kontrol positif (kaptopril) yang mampu menginhibisi 86.89% pada konsentrasi 100 ppm.

[image:33.595.320.511.139.294.2]
(34)

terhadap ACE menjadi salah satu teknik pencegahan modern (Hansen et al.1995)

Ekstrak tanaman sebagai inhibitor ACE bekerja dengan cara mencegah terjadinya reaksi dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Proses perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II dengan memutuskan terminal C dipeptida yaitu histidil-leusin secara hidrolitik oleh ACE. ACE akan mengubah substrat (HHL sebagai pengganti angiotensin I ) menjadi asam hipurat dengan penambahan asam. Semakin kecil asam hipurat yang dihasilkan maka inhibitor yang digunakan.akan semakin baik.

Golongan senyawa yang berperan dalam menginhibisi aktivitas ACE dapat diduga dari hasil uji fitokimia ekstrak. Ekstrak etanol biji boroco dan akar alang-alang secara kualitatif diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, dan saponin. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa flavonoid dilaporkan menghambat aktivitas ACE diantaranya, kuersetin (Jalili 2004), kaempferol-3-O- -galaktopiranosida (Loizzo et al. 2007). Cara kerja flavonoid dalam menghambat ACE adalah dengan mengkelat sisi aktif ACE. Gugus hidroksil bebas yang ada pada fenol mengkelat ion Zink sehingga membuat aktivitas ACE menjadi tidak aktif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar air biji boroco dan akar alang-alang sebesar 9.29% dan 5.78%. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% akar alang-alang memiliki kandungan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Ekstrak kasar etanol 30% dan etanol 50% biji boroco juga mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Hasil uji ACE ekstrak biji boroco 100 ppm dan akar alang-alang 100 ppm memiliki daya inhibisi terbesar adalah 10.71% dan 25.74%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui potensi lain dari biji boroco dan akar alang-alang.

DAFTAR PUSTAKA

Actis-Goretta L, Ottaviani JI, Keen CL, Fraga CG. 2003. Inhibition of angiotensin converting enzyme (ACE) activity by flavan-3-ols and procyanidin. FEBS Lett 555: 597-600.

[AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International. Volume ke-1. Ed ke-17. Agricultural Chemicals, Contaminant, Drugs. Maryland:AOAC International.

Cushman DW and Cheung HW. 1981. Spectrophotometric Assay and Properties of The Angiotensin Converting Enzyme of The Rabbit Lung. Biochem. Pharmacol. 20 : 1637 1648.

Darusman K, Iswantini D, Indariani S. 2009. Formulasi dan mikroenkapsulasi ekstrak pegagan (Centella asiatica) dan tempuyung (Sonchus arvensis) sebagai antihipertensi : daya inhibinya terhadap angiotensin I converting enzyme (ACE) secara in vitro. PSB. LPPM. IPB.

Duarte J, Perez-Palencia R, Vargas F, Ocete MA, Perez-Vizcaino F, Zarzuelo A, Tamargo J. 2001. Antihypertensive effects of the flavonoid quercetin in spontaneously hypertensive rats. Br J Pharmacol 133: 177-124.

Foo LY, Lu Y, Watson RR, penemu; New Zealand Patent. 24 Juni 2008. Extract of passion fruit and uses there of. US 7390517 B2.

Hansen K, Nyman U, Smitt UW, Adsersen A, Gudiksen L, Rajasekharan S, Pushpangadan P. 1995. In vitro screening of traditional medicines for anti-hypertensive effect based on inhibiton of the angiotensin converting enzyme (ACE). J Ethnopharmacol 48: 43-51.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methode.

(35)

PENGUBAH ANGIOTENSIN I SECARA IN VITRO

TRIS LENI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(36)

Hypertensive Rats. Med Princ Pract, 16:203-208.

Jalili, penemu; Neddle & Rosenberg. 31 Januari 2008. Quercetine supplementation to treat hypertension. US 0026076 A1.

Loizzo MR et al. 2007. Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) by Flavonoids isolated from Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae). Phytother . Res. 21, 32-36

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med 45: 31-34.

Nobre CP, Raffin FN, Moura TF. 2005. Standardization of Extracts from Momordia charantia L. (Cucur bitaceae) by Total Flavonoid Content Determination. Acta Farm Bonaerense 24(4):562-566

Padikkala J, Achuthan CR. 1997. Hipolipidemic effect of Alpinia galanga (Rasna) and Kaemferia galanga (Kachouri). Indian J of Chemical Biochemistry 12(1) :55-58.

Sakaida H et al. 2007. Effect of Vaccinium ashei reade Leaves on Angiotensin Converting Enzyme Activity in vitro and on Systolic Blood Pressure of Spontaneously Hypertensive Rats in vivo. Biosci. Biotechnol. Biochem. 71 (9), 2335-2337.

Wijayakusuma HM. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Verhoeyen ME, Wiseman SA. penemu; Unilever Intellectual Property Group. 8 Mei 2008. Use of plants with increased levels of flavonol glycosides in reducing hypertension. US 0107792 A1.

Yulinda L. 2010. Inhibisi Ekstrak Etanol Kumis kucing, Pegagan, Sambiloto, dan Tempuyung terhadap Aktivitas Enzim Pengubah Angiotensin I seca In Vitro [skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Zhao Y et al. 2007. Antihypertensive effect and purification of an ACE inhibitory

(37)
(38)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Serbuk biji boroco dan akar alang-alang

Penentuan Kadar Air

Ekstraksi etanol

Uji Fitokimia

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap larva A.salina L

Penentuan kadar flavonoid ekstrak

(39)

Lampiran 2 Penentuan kadar air serbuk kering akar alang-alang. Ulangan Cawan kosong

(gram)

Contoh basah (gram)

Cawan + contoh (gram)

Contoh kering (gram)

% kadar air

1 17,8860 3,0079 20,7171 2,8311 5,88

2 15,8396 3,0065 18,6718 2,8322 5,80

3 21,2709 3,0041 24,1053 2,8344 5,65

Rerata 5,78

Lampiran 3 Penentuan kadar air serbuk kering biji boroco. Ulangan Cawan kosong

(gram)

Contoh basah (gram)

Cawan + contoh (gram)

Contoh kering (gram)

% kadar air

1 22,7169 3,0245 25,4603 2,7434 9,29

2 20,0460 3,0072 22,7728 2,7268 9,32

3 22,7179 3,0234 25,4700 2,7521 8,97

Rerata 9,19

Contoh perhitungan :

Kadar air (%) =

x 100%

=

x 100%

(40)

Lampiran 4 Rendemen ekstraksi akar alang-alang dan biji boroco dengan etanol 30% dan 50%. Ekstrak Botol kosong

(gram)

Botol kosong+isi (gram)

Bobot ekstrak (gram)

Bobot serbuk (gram)

Rendemen (%)

AL30% 36,7175 48,0453 11,3278 100,0195 12,02

AL50% 36,9169 53,9959 17,0790 100,0670 18,12

BB30% 36,6320 39,3793 2,7473 100,0600 3,02

BB50% 38,2699 47,9159 9,6458 100,0500 10,62

*AL30%= ekstrak etanol 30% akar alang-alang, AL50%= ekstrak etanol 50% akar alang-alang. *BB30%= ekstrak etanol 30% biji boroco, BB50%= ekstrak etanol 50% biji boroco.

Contoh perhitungan:

Rendemen AL30%= x 100% x fk

= x 100% x

= x 100% x

(41)

Lampiran 5 Data Uji Toksisitas Ekstrak Akar Alang-alang 50% terhadap A. Salina [ekstrak]

mg/ml Ulangan

Jumlah larva yang mati

Rerata %

mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

10 1 1 13.33 3.87

2 1

3 2

50 1 2 30 4.48

2 3

3 4

100 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

500 1 8 83.33 5.95

2 8

3 9

1000 1 9 96.67 6.88

2 10

3 10

y = 1.464x + 2.206 R ² = 0.962

0 2 4 6 8

0 1 2 3

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(42)

Lampiran 6 Data Uji Toksisitas Ekstrak Akar Alang-alang 30% terhadap A. Salina

[ekstrak] mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

10 1 1 10 3.72

2 1

3 1

50 1 1 16.67 4.05

2 2

3 2

100 1 2 26.67 4.39

2 3

3 3

500 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

1000 1 10 100 7.33

2 10

3 10

y = 1.564x + 1.66 R ² = 0.750

0 2 4 6 8

0 1 2 3

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(43)

Lampiran 7 Data Uji Toksisitas Ekstrak Biji Boroco 30% terhadap A. Salina

[ekstrak] mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

2 1 0

2 0

3 0

4 1 1 16.67 4.05

2 2

3 2

6 1 3 30 4.48

2 3

3 3

8 1 5 46.67 4.92

2 4

3 4

10 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

y = 2.6854x + 2.4282

R2 = 0.9891

0 4 8

0 0.4 0.8 1.2

L o g [e k s tr ak ]

P

ro

b

it

(44)

Lampiran 8 Data Uji Toksisitas Ekstrak Biji Boroco 50% terhadap A. Salina L [ekstrak]

mg/ml Ulangan Jumlah larva yang mati Rerata % mortalitas Probit

0 1 0

2 0

3 0

2 1 0

2 0

3 0

4 1 2 16.67 4.05

2 2

3 2

6 1 3 33.33 4.56

2 3

3 4

8 1 5 53.33 5.08

2 5

3 6

10 1 7 70 5.52

2 7

3 7

y = 3.685x + 1.776 R ² = 0.994

0 4 8

0 0.4 0.8 1.2

L og [ek s tra k ]

P

ro

b

it

(45)

Lampiran 9 Pembuatan kurva standar kuersetin

Konsentrasi (ppm)

Absorbans

0 0.000

1 0.027

3 0.090

6 0.177

12 0.353

24 0.713

50 1.329

= 370.8 nm

Kurva hubungan absorbans dengan konsentrasi kuersetin (ppm)

Lampiran 10 Kadar flavonoid akar alang-alang dan biji boroco

Kadar flavonoid (%) =

Ekstak kadar flavonoid (ppm) Kadar flavonoid x 10-1 (%)

akar alang-alang 2.9231 0.3588

(46)

Lampiran 11 Pembuatan kurva standar asam hipurat pada 228 nm

y = 0.043x + 0.006 R ² = 0.999

-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 5 10 15 20 25 30

K ons e ntras i (ppm)

A

b

s

o

rb

a

n

s

konsentrasi (ppm) absorbans

0 -0.002

5 0.223

10 0.452

15 0.665

20 0.869

(47)

Lampiran 12 Data hasil uji aktivitas ekstrak sampel terhadap (ACE) secara in vitro

[Ekstrak] (ppm) Ulangan

[As Hipurat] blanko (ppm)

[As Hipurat]

(pppm) Inhibisi (%)

Rerata Inhibisi

Alang-alang 8 1 4.5312 3.6766 18.86 18.35

2 4.5312 3.7228 17.84

Alang-alang 25 1 4.5312 4.9699 -9.68 -10.45

2 4.5312 5.0392 -11.21

Alang-alang 50 1 4.5312 5.3395 -17.84 -19.62

2 4.5312 5.5011 -21.4

Alang-alang 100 1 4.5312 3.3533 25.99 25.74

2 4.5312 3.3764 25.49

Boroco 8 1 4.5312 5.0623 -11.72 -14.77

2 4.5312 5.3394 -17.83

Boroco 25 1 4.5312 4.6466 -2.54 -4.59

2 4.5312 4.8314 -6.63

Boroco 50 1 4.5312 4.2771 5.61 5.36

2 4.5312 4.3002 5.1

Boroco 100 1 4.5312 4.0461 10.71 10.71

2 4.5312 4.0461 10.71

Kaptopril 8 1 4.5312 4.3464 4.14 3.86

2 4.5312 4.3695 3.57

Kaptopril 100 1 4.5312 0.6051 86.64 86.89

Gambar

Tabel 1  Rendemen ekstrak kasar biji boroco  dan akar alang-alang
Tabel 3  Nilai LC50 ekstrak etanol 30% dan
Tabel 4  Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Biji    Boroco dan Akar Alang-alang dan Kaptopril terhadap ACE
Tabel 1  Rendemen ekstrak kasar biji boroco  dan akar alang-alang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan karakter siswa di MTsN 6 Jombang telah direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan panduan penyelenggaraan Sekolah Ramah anak, yaitu dengan didasarkan pada 6

Rasa marah yang diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku agresif dan menantang biasanya cara ersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan

[r]

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2014.. :

Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik semakin rendah seiring dengan meningkatnya interval defoliasi, sedangkan kecernaan in vitro yang optimal adalah perlakuan

Dari hasil perhitungan, diperoleh data kadar biomassa biosorben rumput laut coklat Padina australis seperti pada Tabel 1 dari hasil perhitungan yang ada juga,

keyfiyyətli təhsil İdeyaların realizasiyası və transferi infrastrukturu Effektiv elmi - texniki vençur biznesi İnformasiya və biliklər cəmiyyəti Yüksək keyfiyyətli

Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang dideskripsi dalam data pra tindakan, hasil pelaksanaan tindakan, dan perbandingan hasil tindakan antar siklus, maka