• Tidak ada hasil yang ditemukan

2’-Hidroksi-4’-(tetrahidropiran-2-iloksi)asetofenon

Gugus OH-fenolik resasetofenon pada posisi para terhadap gugus asetil perlu dilindungi dari pengaruh basa selama reaksi (Gambar 2). Hasil proteksi berupa padatan merah dengan Rf ~ 0.79 pada eluen MTC (Gambar 3). Rendemen produk mencapai 98% (Tabel 1) dengan titik leleh 68–72 oC, jauh di bawah titik leleh resasetofenon, yaitu 135–138 oC (Solovky 2013). Penurunan titik leleh ini

disebabkan resasetofenon-THP hanya berikatan hidrogen secara intramolekul, sedangkan resasetofenon juga berikatan hidrogen secara antarmolekul.

Gambar 2 Reaksi sintesis resasetofenon-THP

Gambar 3 Kromatogram KLT perbandingan resasetofenon (1) dan resasetofenon-THP (2)

Tabel 1 Rendemen hasil sintesis resasetofenon-THP Ulangan Resasetofenon (mmol) Resasetofenon-THP (mmol) Rendemen (%) 1 4.7509 4.6452 97.24 2 4.4365 4.1552 98.17 Rerata 97.71

Proteksi resasetofenon dengan 2 ekuivalen DHP merupakan komposisi terbaik karena menghasilkan produk monoproteksi secara kuantitatif tanpa menyisakan resasetofenon. Hasil sintesis dengan nisbah mol 1:1 masih memunculkan noda resasetofenon dengan Rf ~ 0.17 (eluen: MTC) (Gambar 3).

Spektrum UV-Vis memperlihatkan 3 puncak serapan pada panjang gelombang 313.4, 271.8, dan 211.4 nm (Lampiran 2a) yang menunjukkan bahwa proteksi berlangsung selektif pada gugus OH para. Gugus OH orto tidak ikut terproteksi, dibuktikan dengan pergeseran batokromik puncak 313 nm ke 346 nm (Lampiran 2b) dengan penambahan NaOH serta ke 353 nm dengan penambahan AlCl3 yang relatif tidak berubah ketika ditambahkan HCl. Pola pergeseran ini khas untuk gugus OH fenolik yang berikatan hidrogen dengan gugus karbonil. Basa kuat NaOH mendeprotonasi gugus fenol sehingga meningkatkan delokalisasi elektron ke dalam cincin aromatik benzena, sedangkan AlCl3 membentuk kompleks segi enam tahan-asam Al3+ dengan gugus fenol dan karbonil yang bersebelahan sehingga tidak terurai dengan penambahan HCl (Markham 1988).

Spektrum 1H NMR resasetofenon-THP (Lampiran 1b) yang terangkum dalam Tabel 2 menunjukkan 13 sinyal. Sinyal singlet khas OH fenolik yang

Rf ~ 0.79

berikatan hidrogen intramolekul muncul di 12.59 ppm dan sinyal singlet khas proton asetil di 2.53 ppm. Tiga sinyal aromatik diidentifikasi, 2 sinyal di medan atas (upfield) karena sumbangan-elektron dari atom O di posisi orto atau para. Sinyal di 6.52 ppm berasal dari H-5’ dan sinyal di 6.58 ppm dari H-3’ berdasarkan nilai tetapan koplingnya. Pola doblet dari doblet dengan tetapan kopling (J) = 8.45 dan 2.6 Hz sesuai dengan H-5’ yang memiliki atom hidrogen tetangga di posisi

orto (H-6’) dan meta (H-3’), sedangkan pola doblet dengan J = 2.55 Hz sesuai dengan H-3’ yang berposisi meta terhadap H-5’. Satu sinyal lainnya di 7.60 ppm berasal dari H-6’, berada di medan bawah (downfield) karena tarikan-elektron dari gugus asetil di posisi orto. Gugus pelindung THP memunculkan sinyal triplet (1H) khas di 5.46 ppm hasil tarikan-elektron langsung dari 2 atom O serta sinyal multiplet (2H) di 3.81 dan 3.60 ppm hasil tarikan-elektron dari 1 atom O. Proton-proton metilena tersebut memunculkan 2 sinyal karena sifatnya yang diastereotopik. Sifat ini pula yang menyebabkan 6 atom H yang lain menghasilkan sinyal multiplet yang rumit di kisaran 1.57–1.96 ppm. Secara keseluruhan, terdapat 9H yang sesuai dengan jumlah H pada THP.

Tabel 2 Analisis NMR resasetofenon-THP (pelarut CDCl3)

H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) C 125 MHz (ppm) OH 12.59 (s, 1H) - 1 - 202.81 2 2.53 (s, 3H) 26.34 1' - 114.58 2' - 163.63/164.92 3' 6.58 (d, 2.55, 1H) 104.04 4' - 163.63/164.92 5' 6.52 (dd, 8.45, 2.6, 1H) 108.56 6' 7.60 (d, 9.05, 1H) 132.38 1" 5.46 (t, 1H) 96.15 2" 1.57–1.96 (m, 6H) 18.58–30.05 3" 4" 5" 3.81; 3.60 (m, 2H) 62.24

Spektrum 13C NMR resasetofenon-THP (Lampiran 1c) menunjukkan 13 sinyal karbon (Tabel 2) yang mendukung analisis spektrum 1H NMR. Sinyal karbon karbonil keton terkonjugasi muncul di 202.81 ppm serta sinyal karbon

metil di 26.34 ppm. Sinyal karbon di posisi orto dan para terhadap OH bergeser ke medan atas (104.04 dan 108.56 ppm), sedangkan sinyal karbon di posisi meta

tidak mengalami pergeseran tersebut dan muncul di 132.38 ppm. Karbon ipso

terhadap atom O (C-oksiaril) bergeser jauh ke medan bawah (163.63 dan 164.92 ppm). Karbon ipso terhadap gugus asetil berada di 114.58 ppm. Pergeseran ke medan atas terjadi karena atom tersebut juga berposisi orto terhadap OH. Sinyal karbon khas dari gugus pelindung THP diperoleh di 96.15 ppm (karbon asetal) dan di 62.24 ppm (C-5” yang mengikat atom O). Tiga sinyal karbon THP lainnya muncul di 18.58, 25.06, dan 30.05 ppm. Analisis spektroskopi telah membuktikan hasil sintesis sebagai resasetofenon-THP. Masih terdapat sejumlah puncak pengotor minor, tetapi tidak signifikan.

2’-Hidroksi-4’-(tetrahidropiran-2-iloksi)kalkon

2’-Hidroksi-4’-(tetrahidropiran-2-iloksi)kalkon (kalkon-THP) disintesis melalui kondensasi Claisen-Schmidt benzaldehida (fragmen C6-C1) dengan resasetofenon-THP (fragmen C2-C6) menggunakan katalis KOH 60%. Elsa

(2013) melaporkan bahwa katalis basa KOH 60% menghasilkan 2’

-hidroksikalkon dengan rendemen tertinggi dibandingkan dengan katalis-katalis lain yang diujikan, yaitu mencapai 56%. Basa akan mengambil hidrogen-α yang

bersifat asam pada resasetofenon-THP sehingga mampu mengadisi benzaldehida dilanjutkan dengan eliminasi molekul air membentuk kalkon (Gambar 4). Gugus pelindung THP tahan terhadap kondisi basa yang digunakan dalam reaksi ini.

Gambar 4 Mekanisme reaksi sintesis kalkon butein terproteksi-THP dengan metode kondensasi Claisen-Schmidt berkataliskan-basa

Kromatogram KLT hasil sintesis menunjukkan 3 noda dengan Rf ~ 0.77, 0.72, dan 0.29 (eluen: n-heksana-MTC 1:2), salah satunya adalah sisa resasetofenon-THP (Rf ~ 0.72) (Gambar 5a dan b). Noda kalkon (Rf ~ 0.77) bersifat khas, yaitu berwarna kuning yang bertahan lama pada pelat KLT serta berpendar di bawah sinar UV 254 dan 366 nm (ungu). Pemisahan dengan menggunakan KLTP menghasilkan kalkon berupa padatan kuning (Gambar 5c) dengan titik leleh 105–109 oC. Sogawa et al. (1993) melaporkan titik leleh 2’,4’ -dihiroksikalkon 145–146 oC. Dalam penelitian lain, Tran et al. (2008) menyebutkan titik leleh 2’-hidroksikalkon 78 oC. Kalkon hasil sintesis masih mengandung gugus pelindung THP sehingga bobot molekulnya lebih tinggi dan hanya berikatan hidrogen secara intramolekul.

Gambar 5 Kromatogram KLT kalkon hasil sintesis, diamati pada 254 nm (a)

dan 366 nm (b). Padatan kalkon hasil pemurnian dengan KLT preparatif (c)

Rendemen kalkon-THP sangat rendah, yaitu 10% (Tabel 3). Senyawa sangat tidak stabil dan didapat berubah menjadi senyawa dengan Rf ~ 0.29 ketika diasamkan ke pH 6–7. Analisis dengan NMR tidak dapat menjelaskan struktur senyawa dengan Rf ~ 0.29 tersebut (Lampiran 3). Menghilangkan proses pengasaman hanya sedikit menaikkan rendemen kalkon menjadi 13%. Apabila kalkon hasil pengasaman disimpan selama kira-kira 2 hari, terbentuk noda baru di

Rf ~ 0.05 (Gambar 6), diduga merupakan hasil deproteksi gugus THP yang tidak tahan-asam. Noda sisa resasetofenon-THP juga selalu teramati meskipun benzaldehida ditambahkan berlebih. Faktor-faktor ini diduga menyebabkan rendemen kalkon menjadi rendah, jauh lebih rendah dibandingkan dengan laporan Sogawa et al. (1λλ3) yang berhasil menyintesis 2’,4’-dihidroksikalkon dengan rendemen 74%. Dahlen et al. (2006) telah menyintesis berbagai turunan kalkon dengan rendemen di atas 95%. Nisbah ekuivalen asetofenon-benzaldehida yang digunakan 1:1.05, menunjukkan bahwa pereaksi benzaldehida selalu dibuat agak berlebih.

Tabel 3 Rendemen hasil sintesis 2’-hidroksi-4’-(tetrahidropiran-2-iloksi)kalkon Perlakuan Resasetofenon-THP

(mmol) Kalkon (mmol) Rendemen (%)

Pengasaman 2.5137 0.2496 9.93

Tanpa pengasaman 2.5000 0.3341 13.36

Gambar 6 Kromatogram KLT kalkon hasil pengasaman setelah disimpan 2 hari:

pada 254 nm (a) dan 366 nm (b)

Spektrum UV-Vis kalkon-THP menunjukkan 3 puncak serapan pada panjang gelombang 339.0, 318.6, dan 255.4 nm (Lampiran 4a). Pola serapan ini serupa dengan yang dihasilkan oleh 2’-hidroksikalkon, yaitu pada 340.0, 316.5, dan 224.0 nm (Elsa 2013) (Lampiran 4b). Shin et al. (2001) juga menyatakan bahwa turunan kalkon memiliki puncak serapan UV yang khas di 340.0 dan 276.0 nm (Lampiran 4c). Pergeseran batokromik yang terjadi dibandingkan dengan 2’ -hidroksikalkon disebabkan oleh tambahan auksokrom O-THP di posisi C4’.

Gugus hidroksil fenolik pada posisi orto dengan gugus karbonil keton juga menimbulkan pergeseran batokromik dengan AlCl3 seperti pada resasetofenon-THP (Lampiran 4d).

Spektrum 1H NMR kalkon-THP (Lampiran 4e) yang terangkum dalam Tabel 4 menunjukkan 14 sinyal. Sinyal khas OH-fenolik berikatan hidrogen intramolekul teramati di 13.28 ppm. Dua sinyal khas di 7.59 dan 7.88 ppm berturut-turut merupakan sinyal Hα dan Hβ. Keduanya memiliki tetapan kopling yang sama (J = 15.6 Hz) yang menunjukkan bahwa kalkon ini merupakan isomer

trans. Enam sinyal aromatik terbagi dalam cincin A dan B. Cincin A menghasilkan 2 sinyal yang masing-masing berasal dari 2 proton ekuivalen di posisi C2/6 dan C3/5, berturut-turut di 7.65 dan 7.43 ppm. Sinyal di 7.65 ppm ke medan bawah akibat efek tarikan-elektron dari sistem keton takjenuh-α,β. Sinyal

proton C4 bertumpang tindih dengan sinyal proton C3/5 di 7.43 ppm. Cincin B memiliki 3 sinyal di 6.60, 6.68, dan 7.84 ppm, pola geseran kimia ini mirip dengan resasetofenon-THP. Selain itu, terdapat pula sinyal di 1.62–5.51 ppm yang berasal dari gugus THP.

Spektrum 13C NMR kalkon-THP (Lampiran 4f) menunjukkan 18 sinyal karbon (Tabel 4) yang mendukung analisis spektrum 1H NMR. Sinyal di 192.14 ppm merupakan sinyal karbon keton terkonjugasi dan 2 sinyal di 120.50 dan 144.61 ppm merupakan sinyal karbon-sp2 dalam sistem takjenuh-α,β. Karbon β lebih tidak terperisai daripada karbon α karena efek resonans. Terdapat 10 sinyal

aromatik. Empat sinyal berasal dari cincin A. Dua sinyal dengan intensitas lebih tinggi di 128.71 dan 129.16 ppm dihasilkan oleh 2 atom karbon ekuivalen (C2/6 dan C3/5). Dua sinyal yang lain, salah satunya lebih ke medan bawah (134.94 ppm) karena tarikan-elektron langsung dari sistem keton takjenuh-α,β dan sinyal lainnya di 130.84 ppm. Cincin B memiliki 6 sinyal dengan geseran kimia yang serupa dengan resasetofenon-THP. Demikian pula dengan 5 sinyal THP di kisaran 18.66–96.28 ppm. Spektrum NMR telah membuktikan terbentuknya kalkon-THP.

Tabel 4 Analisis NMR kalkon-THP (pelarut CDCl3) H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) C 125 MHz (ppm) OH 13.28 (s, 1H) - C=O - 192.14 α 7.59 (d, 15.6,1H) 120.50 β 7.88 (d, 15.6,1H) 144.61 1 - 134.94 2/6 7.65 (dd, 7.75, 1.95,2H) 128.71/129.16 3/5 7.43 (m, 3H) 128.71/129.16 4 130.84 1' - 114.89 2' - 163.84/166.44 3' 6.68 (d, 2.55,1H) 104.40 4' - 163.84/166.44 5' 6.60 (dd, 8.45, 1.95,1H) 108.74 6' 7.84 (d, 9.05, 1H) 131.40 1" 5.51 (t, 3.2,1H) 96.28 2" 1.62–1.99 (m, 6H) 18.66–30.14 3" 4" 5" 3.64; 3.85 (m, 2H) 62.36 7-(Tetrahidropiran-2-iloksi)flavonol

7-(Tetrahidropiran-2-iloksi)flavonol (flavonol-THP) disintesis melalui reaksi siklisasi-oksidatif AFO pada kalkon-THP dengan menambahkan oksidator H2O2 dan NaOH dalam campuran 1:1 metanol-THF. H2O2 akan mengoksidasi ikatan takjenuh-α,β membentuk kalkon epoksida yang kemudian mengalami reaksi siklisasi intramolekul membentuk flavonol (Gambar 7). Flavonol-THP yang diperoleh menghasilkan noda tunggal pada Rf ~ 0.34 (eluen: n-heksana-MTC 1:2) dan berupa padatan kuning. Noda tersebut memiliki sifat yang khas, yaitu berwarna cokelat yang bertahan lama pada pelat KLT serta berpendar di bawah sinar UV 254 dan 366 nm (kuning) (Gambar 8).

Gambar 7 Mekanisme siklisasi kalkon dengan metode AFO (Elsa 2013)

Gambar 8 Padatan flavonol-THP hasil sintesis dari kalkon-THP (a) serta kromatogram KLT-nya pada 254 nm (b) dan 366 nm (c)

Rendemen sintesis ini sangat tinggi, mencapai 82% (Tabel 5), tetapi karena rendemen kalkon-THP sangat rendah, secara keseluruhan flavonol-THP yang dihasilkan sangat sedikit, kurang dari 10%. Oleh karena itu, dilakukan sintesis flavonol-THP 1-wadah dari resasetofenon-THP dan benzaldehida. Kalkon-THP langsung disiklisasi menjadi flavonol-THP tanpa diasamkan dan dimurnikan. Sintesis 1-wadah ini meningkatkan rendemen flavonol-THP menjadi 2 kali lipat, yaitu 22% dari bobot resasetofenon (Tabel 6). Padatan flavonol-THP yang diperoleh berwarna cokelat, agak berbeda dari sebelumnya, tetapi memiliki nilai

Rf yang sama, yaitu 0.34 (eluen: n-heksana-MTC 1:2) (Gambar 9). Titik leleh flavonol-THP adalah 145–148 ˚C.

Tabel 5 Rendemen hasil sintesis flavonol-THP dari kalkon-THP Ulangan Kalkon (mmol) Flavonol-THP (mmol) Rendemen (%) 1 0.2496 0.2064 82.61 2 0.3341 0.2723 81.50 Rerata 82.06

Tabel 6 Rendemen hasil sintesis 1-wadah flavonol-THP Ulangan Resasetofenon (mmol) Flavonol-THP (mmol) Rendemen (%) 1 4.4365 0.8896 20.05 2 4.4424 1.0200 22.96 Rerata 21.51

Gambar 9 Padatan flavonol-THP hasil sintesis 1-wadah dari resasetofenon-THP dan benzaldehida (a) serta kromatogram KLT-nya pada 254 nm (b)

dan 366 nm (c)

Spektrum UV-Vis flavonol-THP hasil sintesis dari kalkon-THP menunjukkan 3 puncak serapan khas pada panjang gelombang 337.6, 318.2, dan 251.8 nm (Lampiran 5a). Pola serapan ini serupa dengan yang dihasilkan oleh flavonol, yaitu pada 347.0, 320.0, dan 240.5 nm (Elsa 2013) (Lampiran 5b).

Spektrum 1H NMR flavonol-THP ini (Lampiran 5c) terangkum dalam Tabel 7 dan menunjukkan 13 sinyal. Enam sinyal berasal dari proton aromatik. Cincin A menghasilkan 3 sinyal yang serupa dengan pada resasetofenon-THP di 7.08, 7.23, dan 8.23 ppm. Cincin B memberikan 3 sinyal di 7.45, 7.53, dan 8.14 ppm yang khas untuk benzena monosubtitusi dengan gugus penarik-elektron. Sinyal proton OH-fenolik di C3 tidak teramati. Tujuh sinyal lainnya di 1.74–5.59 ppm merupakan sinyal proton khas THP.

Spektrum 13C NMR flavonol-THP (Lampiran 5d) menunjukkan 18 sinyal karbon (Tabel 7) yang mendukung analisis spektrum 1H NMR tersebut. Satu sinyal di 173.12 ppm berasal dari karbon keton terkonjugasi. Dua karbon kuaterner pada cincin C menghasilkan sinyal di 144.53 dan 138.28 ppm. Sinyal di 144.53 ppm menunjukkan C2 yang mengalami tarikan-elektron kuat dari atom O1 dan gugus keton dalam sistem keton terkonjugasi-α,β. Sinyal di 138.28 ppm yang lebih ke medan atas menunjukkan C3. Meskipun mengalami tarikan-elektron dari OH-fenolik, terjadi pemerisaian akibat sumbangan elektron dari atom O1. Cincin A menghasilkan 6 sinyal dengan pola geseran kimia yang serupa dengan

resasetofenon-THP. Cincin B menghasilkan 6 sinyal dengan pola yang khas untuk benzena monosubtitusi. Lima sinyal lainnya merupakan sinyal THP yang ditunjukkan di 18.46–96.67 ppm. Spektrum NMR telah membuktikan terbentuknya flavonol-THP.

Tabel 7 Analisis NMR flavonol-THP (pelarut CDCl3)

H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) C 125 MHz (ppm) 2 - 144.53 3 - 138.28 4 - 173.12 8a - 157.32/161.83 4a - 116.07/115.29 5 8.23 (d, 7.1, 1H) 126.79 6 7.08 (dd, 9.1, 1.9, 1H) 116.07/115.29 7 - 157.32/161.83 8 7.23 (d, 2.6, 1H) 103.31 1' - 131.42 2'/6' 8.14 (d, 9.05, 2H) 127.73/128.74 3'/5' 7.53 (t, 8.45, 2H) 127.73/128.74 4' 7.45 (t, 7.15, 1H) 130.09 1" 5.59 (t, 2.6, 1H) 96.67 2" 1.63–2.02 (m, 6H) 18.46–30.19 3" 4" 5" 3.85 (td, 2.6, 10.4, 1H); 3.69 (td, 2.6, 7.15, 1H) 62.19 7-Hidroksiflavonol

7-Hidroksiflavonol merupakan hasil deproteksi flavonol-THP dengan menggunakan PTSA dalam metanol. Gugus pelindung THP stabil terhadap kondisi basa, oksidator, dan reduktor, tetapi sangat tidak stabil pada kondisi asam sehingga mudah disingkirkan dengan hidrolisis asam (Kocienski 2005). Asam

selain PTSA juga dapat digunakan dalam deproteksi gugus pelindung THP. Kuethe et al. (2009) telah mendeproteksi tert-butil amino-pirazolopiridina menggunakan berbagai macam katalis asam, seperti HCl, H2SO4, H3PO4 dalam pelarut asetonitril, DMF, dan toluena dengan rendemen mencapai 86%.

Deproteksi flavonol-THP menghasilkan padatan flavonol berwarna cokelat dengan titik leleh 244–249 oC. Titik leleh tersebut jauh lebih tinggi daripada flavonol-THP. Hal ini membuktikan bahwa gugus THP sudah berhasil dilepaskan dan menyisakan gugus OH-fenolik yang dapat berikatan hidrogen antarmolekul. Pemantauan dengan KLT menghasilkan noda tunggal pada Rf ~ 0.46 (eluen: n -heksana-etil asetat 9:1). Nilai Rf ini berbeda dengan flavonol-THP di Rf ~ 0.34 (eluen: n-heksana-MTC 1:2). Seperti halnya flavonol-THP, noda 7-hidroksiflavonol berwarna cokelat yang bertahan lama pada pelat KLT serta berpendar di bawah sinar UV 254 dan 366 nm (kuning) (Gambar 10). Rendemen proses deproteksi ini mencapai 98% (Tabel 8). Maiti dan Roy (1996) telah melaporkan deproteksi gugus pelindung THP dari beberapa senyawa alkohol/fenol dengan rendemen 80–92%.

Tabel 8 Rendemen deproteksi flavonol-THP menjadi flavonol Ulangan Flavonol-THP (mmol) Flavonol (mmol) Rendemen (%) 1 0.1012 0.0992 98.02 2 0.1015 0.0980 96.55 Rerata 97.23

Gambar 10 Padatan flavonol (a) serta kromatogram KLT-nya pada 254 nm (b)

dan 366 nm (c)

Spektrum UV-Vis flavonol menunjukkan 3 puncak serapan khas pada panjang gelombang 337.8, 320.8 dan 253.0 nm (Lampiran 6a), serupa dengan flavonol-THP. Pergeseran batokromik ke panjang gelombang 397.6, 341.8, dan 279.8 nm (Lampiran 6b) pada penambahan NaOH membuktikan adanya

substituen OH di posisi C4’. Analisis menggunakan NMR tidak dilakukan, tetapi

senyawa ini diduga 7-hidroksiflavonol berdasarkan analisis di atas.

3,4-Dihidroksibenzaldehida-THP

3,4-Dihidroksibenzaldehida memiliki 2 gugus OH yang perlu diproteksi dengan THP. Metode proteksi sama seperti pada proteksi resasetofenon, tetapi nisbah 3,4-dihidroksibenzaldehida dengan pereaksi DHP diragamkan, demikian pula waktu reaksi. Hasil proteksi kasar berwarna kuning dan menunjukkan 2 noda pada pelat KLT dengan Rf ~ 0.47 dan 0.31 (eluen: n-heksana-etil asetat 8:2) (Gambar 11). Noda berwarna cokelat pada pelat KLT dan bertahan untuk waktu yang lama. Noda dengan Rf ~ 0.47 diduga 3,4-bis(tetrahidropiran-2-iloksi)benzaldehida (benzaldehida di-THP) dan Rf ~ 0.31 diduga 3/4-hidroksi-3/4-(tetrahidropiran-2-iloksi)benzaldehida (benzaldehida mono-THP). Benzaldehida di-THP lebih nonpolar daripada benzaldehida mono-THP sehingga menghasilkan

Rf lebih besar pada eluen nonpolar.

Semakin tinggi nisbah 3,4-dihidroksibenzaldehida dengan pereaksi DHP dan semakin lama waktu reaksi, rendemen total semakin kecil (Tabel 9). Seiring dengan itu, rendemen produk diproteksi cenderung meningkat, sedangkan rendemen produk monoproteksi menurun. Rendemen total maksimum diperoleh dengan nisbah 3,4-dihidroksibenzaldehida-DHP 1:3 dan waktu reaksi 3 jam. Nisbah tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Sogawa et al. (1993). Penyebab turunnya rendemen total pada nisbah pereaksi yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih lama belum diketahui secara pasti.

Gambar 11 Produk kasar 3,4-dihidroksibenzaldehida-THP (kiri) dan dan kromatogram KLT-nya pada eluen n-heksana-etil asetat 8:2 (kanan)

Tabel 9 Rendemen hasil sintesis 3,4-dihidroksibenzaldehida-THP Nisbah 3,4- dihidroksibenzaldehida-DHP (mmol) Waktu reaksi (jam) Rendemen benzaldehida di-THP (%) Rendemen benzaldehida mono-THP (%) Rendemen total (%) 1:3 3 38.21 52.68 90.89 1:6 24 57.06 22.21 79.27 1:6 72 47.70 17.03 64.73

Spektrum UV-Vis noda dengan Rf ~ 0.47 menunjukkan 3 puncak serapan pada panjang gelombang 297.8, 271.0, dan 225.2 nm (Lampiran 7a). Tidak terjadi pergeseran dengan penambahan NaOH, yang menunjukkan bahwa kedua OH-fenolik telah terproteksi. Spektrum UV-Vis noda dengan Rf ~ 0.31 menunjukkan 3 puncak serapan pada panjang gelombang yang hampir sama, yaitu 300.6, 276.0,

Rf ~ 0.47

dan 229.0 nm (Lampiran 7b). Terjadi pergeseran batokromik ke panjang gelombang 343.6, 297.0, dan 248,6 nm (Lampiran 7c) dengan penambahan NaOH, menandakan masih ada OH fenolik.

Spektrum 1H NMR noda dengan Rf ~ 0.31 (Lampiran 7d) yang terangkum dalam Tabel 10 menunjukkan 10 sinyal. Satu sinyal khas di 9.79 ppm menunjukkan proton aldehida. Tiga sinyal aromatik diperoleh di 7.03, 7.48, dan 7.61 ppm. Analisis pola pembelahan dan tetapan kopling menunjukkan bahwa sinyal di 7.48 dan 7.61 ppm berasal dari proton H2 dan H6 yang orto terhadap aldehida sehingga bergeser ke medan bawah, sedangkan sinyal di 7.03 ppm berasal dari H5 yang orto terhadap OH/OTHP. Enam sinyal lainnya di 1.66–5.28 ppm merupakan sinyal khas THP. Proton OH-fenolik di posisi C3/C4 tidak terlihat. Spektrum 13C NMR benzaldehida di-THP (Lampiran 7e) belum dapat dianalisis karena masih banyak pengotor dan sampel yang dianalisis sangat sedikit sehingga intensitas sinyal karbon rendah dan sukar dibedakan dengan derau. Analisis spektrum UV-Vis dan 1H NMR telah membuktikan bahwa hasil sintesis dengan Rf ~ 0.31 adalah benzaldehida mono-THP.

Tabel 10 Analisis NMR benzaldehida mono-THP (pelarut CDCl3)

H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) C=O - H 9.79 (s, 1H) 1 - 2 7.61 (d, 1.95, 1H) 3 - 4 - 5 7.03 (d, 8.40, 1H) 6 7.48 (dd, 7.80, 1.95, 1H) 1" 5.28 (t, 1.95, 1H) 2" 1.66–1.95 (m, 6H) 3" 4" 5" 3.94 (td, 7.75, 3.25, 1H); 3.64 (m, 1H)

Spektrum 1H NMR noda dengan Rf ~ 0.47 (Lampiran 7f) terangkum dalam Tabel 11 yang menunjukkan 14 sinyal. Geseran kimia yang diperoleh serupa dengan benzaldehida mono-THP. Empat sinyal baru dengan 9H muncul di 1.67–

5.47 ppm sehingga total proton alifatik berjumlah 18, menunjukkan bahwa kedua OH-fenolik sudah terproteksi oleh THP. Puncak-puncak sinyal dalam spektrum 1

H NMR semuanya membelah menjadi doblet. Belum diketahui pasti penyebab hal tersebut, tetapi kemungkinan berhubungan dengan regangan sterik akibat interaksi 2 gugus OTHP yang berdekatan yang menyebabkan struktur cincin aromatik pada benzaldehida di-THP menjadi tidak planar (Lampiran 7g). Perhitungan dengan perangkat lunak Hyperchem versi 8.0 menunjukkan bahwa benzaldehida di-THP memiliki energi yang sangat tinggi, yaitu 220.81 kkal/mol. Energi berbanding terbalik dengan kestabilan molekul, maka molekul benzaldehida di-THP tidak stabil. Optimasi konformasi molekul ini secara mekanika molekul dengan medan gaya AMBER masih menghasilkan energi molekul yang tinggi, yaitu 27.78 kkal/mol. Konformasi optimum ini ditampilkan pada Lampiran 7g.

Tabel 11 Analisis NMR benzaldehida di-THP (pelarut CDCl3)

H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) C 500 MHz (ppm) C=O - 191.11 H 9.81 (s, 1H) - 1 - 130.88 2 7.61 (t,1.95, 1H) 117.79 3 - 147.30/152.99 4 - 147.30/152.99 5 7.22 (dd, 8.4, 3.25, 1H) 116.50 6 7.46 (dddd, 8.45, 3.25, 1.95, 1H) 126.40 1" 5.54 (dt, 12.5, 3.2, 1H)/ 5.47 (dt, 8.45, 2.6, 1H) 96.60/97.69 2" 1.58–1.67/1.92 (m, 6H) 18.30–30.15/ 18.56–30.24 3" 4" 5" 3.85/3.95; 3.59 (m, 1H) 61.85/62.05 1"' 5.54 (dt, 12.5, 3.2, 1H)/ 5.47 (dt, 8.45, 2.6, 1H) 96.60/97.69 2"' 1.58–1.67/1.92 (m, 6H) 18.30–30.15/ 18.56–30.24 3"' 4"' 5"' 3.85/3.95; 3.59 (m, 1H) 61.85/62.05

Spektrum 13C NMR noda dengan Rf ~ 0.47 (Lampiran 7h) menunjukkan 17 sinyal karbon (Tabel 11) yang mendukung analisis spektrum 1H NMR. Satu sinyal di 191.11 ppm dihasilkan oleh karbon aldehida terkonjugasi. Enam sinyal aromatik terdiri atas 4 sinyal di medan bawah, yaitu 2 sinyal karbon ipso terhadap OTHP (147.30 dan 152.99 ppm), 1 sinyal karbon ipso terhadap asetil (130.88 ppm), dan 1 sinyal karbon orto terhadap aldehida (126.40 ppm) serta 2 sinyal di medan atas dari karbon orto terhadap OTHP, yaitu di 116.50 dan 117.79 ppm. Sepuluh sinyal dari gugus THP terdapat di 18.30–97.69 ppm. Puncak-puncak sinyal dalam spektrum 13C NMR juga membelah menjadi doblet. Analisis spektrum UV-Vis, 1H dan 13C NMR menunjukkan bahwa hasil sintesis dengan Rf ~ 0.47 adalah benzaldehida di-THP.

Fisetin

Fisetin disintesis dengan mengadaptasi metode sintesis 1-wadah 7-hidroksiflavonol. Fisetin tidak berhasil didapatkan ketika sintesis dilakukan tanpa menggunakan gugus pelindung. Sintesis tersebut mengahasilkan 4 noda, dengan 2 noda utama hasil pemisahan dengan kromatografi kolom dan KLTP bukan kalkon butein, melainkan bahan awal, yaitu resasetofenon dan 3,4-dihidroksibenzaldehida dengan Rf berturut-turut ~0.17 (eluen: MTC) dan 0.58 (eluen: MTC-etil asetat 1:1) (Gambar 12). Sogawa et al. (1993) pernah melaporkan sintesis berbagai turunan kalkon dengan dan tanpa gugus pelindung THP. Rendemen yang dihasilkan 10% tanpa gugus pelindung THP dan 40% dengan gugus pelindung THP.

Gambar 12 Kromatogram KLT resasetofenon (a) dan 3,4-dihidroksibenzaldehida

(b) pada 254 nm

Dalam sintesis 1-wadah fisetin, hasil kondensasi Cleisen-Schmidt berupa campuran berwarna merah darah yang menghasilkan 3 noda KLT pada Rf ~ 0.79, 0.69, dan 0.63 (eluen: MTC) (Gambar 13). Noda dengan Rf ~ 0.69 dan 0.63 diduga merupakan kalkon butein tri-THP dan di-THP yang berturut-turut berasal dari benzaldehida di-THP dan mono-THP. Hasil siklisasi AFO berupa campuran berwarna jingga yang menghasilkan 2 noda KLT dengan Rf ~ 0.79 dan 0.23 (eluen: MTC). Noda pada Rf ~ 0.23 mengekor dan diduga adalah 2 noda fisetin tri-THP dan di-THP yang hanya berpendar di bawah lampu UV 366 nm (Gambar 14). Noda dengan Rf ~ 0.79 merupakan sisa reaktan resasetofenon-THP.

Gambar 13 Campuran kalkon butein-THP hasil sintesis (a) serta kromatogram KLT-nya pada 254 nm (b) dan 366 nm (c)

Gambar 14 Campuran fisetin-THP hasil sintesis (a) serta kromatogram KLT-nya

pada 254 nm (b) dan 366 nm (c)

Deproteksi hasil siklisasi dilanjutkan pemurnian dengan KLTP menghasilkan fisetin berupa padatan kuning. Fisetin memberikan noda KLT tunggal dengan Rf ~ 0.68 (eluen: n-heksana-etil asetat 3:7) di bawah lampu UV 366 nm (putih cerah) (Gambar 15), tetapi tidak berpendar di bawah lampu UV 254 nm.

Gambar 15 Fisetin hasil sintesis (a) dan kromatogram KLT-nya pada 366 nm

(b)

Rendemen fisetin secara keseluruhan hanya mencapai 0.98% dibandingkan dengan mmol awal resasetofenon yang digunakan (Tabel 12), jauh lebih rendah daripada rendemen 7-hidroksiflavonol. Sisa reaktan resasetofenon-THP pada campuran kalkon butein-THP dan fisetin-THP hasil sintesis didapati sangat dominan. Pendar yang sangat kuat dihasilkan di bawah lampu UV 254 nm.

a b c

a b c

b

a

Halangan sterik yang lebih besar pada benzaldehida mono- dan di-THP dibandingkan dengan benzaldehida diduga menurunkan reaktivitas dalam reaksi kondensasi dan siklisasi sehingga hanya sedikit kalkon yang terbentuk. Menurunkan komposisi resasetofenon-THP, memperlama waktu reaksi, atau meningkatkan suhu reaksi merupakan beberapa alternatif yang diperkirakan dapat meningkatkan rendemen.

Tabel 12 Rendemen hasil sintesis fisetin

Dosis (mmol) Resasetofenon (mmol) Fisetin (mmol) Rendemen (%)

1 1.1542 0.0025 0.22

5 4.6284 0.0448 0.98

Spektrum UV-Vis fisetin menunjukkan 3 puncak serapan khas flavonol di 343.6, 324.8, dan 253.4 nm (Lampiran 8a). Pola serapan fisetin ini serupa dengan 7-hidroksiflavonol, tetapi terjadi pergeseran batokromik akibat bertambahnya substituen OH pada fisetin. Penambahan NaOH menyebabkan pergeseran batokromik berturut-turut ke 401.8, 337.4, dan 282.4 nm (Lampiran 8b). Hal tersebut menunjukkan keberadaan gugus OH-fenolik pada fisetin dan keberhasilan proses deproteksi fisetin-THP. Menurut Roy et al. (2013), spektrum UV fisetin memiliki 3 puncak serapan di 362.0, 325.0, dan 250.0 nm (Lampiran 8c) yang hampir sama dengan spektrum fisetin hasil sintesis.

Spektrum 1H NMR fisetin (Lampiran 8d) terangkum dalam Tabel 13 dan menunjukkan 7 sinyal. Enam sinyal berasal dari proton aromatik. Cincin A menghasilkan 3 sinyal yang serupa dengan pola sinyal resasetofenon di 7.77, 7.48, dan 7.42 ppm. Cincin B memberikan 3 sinyal di 6.31, 6.43, dan 6.89 ppm. Satu sinyal khas di 12.74 ppm merupakan sinyal OH di C3. Tidak ada sinyal khas THP di daerah alifatik, yang menunjukkan bahwa proses deproteksi berjalan baik. Proton OH-fenolik di posisi C7, C3’, dan C4’ tidak teramati. Masih terdapat

banyak pengotor di daerah alifatik sehingga analisis 13C NMR tidak dilakukan. Analisis spektrum 1H NMR fisetin ini serupa dengan yang dilaporkan oleh Shafaghat dan Salimi (2008) (Tabel 13), tetapi sinyal OH di C3 tidak teramati sebab pelarut yang digunakan adalah metanol. Analisis spektrum UV-Vis dan 1H NMR telah membuktikan terbentuknya fisetin.

Tabel 13 Analisis NMR fisetin hasil sintesis dibandingkan dengan pustaka

H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz,

jumlah H) Hasil sintesis (pelarut aseton-d6) H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam

Dalam dokumen Sintesis 7-Hidroksiflavonol dan Fisetin (Halaman 22-39)

Dokumen terkait