• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis dan Karakterisasi Antigen AFB1-BSA

Toksin AFB1 memiliki ciri penampakan fluorosensi berwarna biru dibawah sinar ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 365 nm (Gambar 9). Bercak AFB1-CMO memiliki Rf =0,45 terdapat pada baris 1 yang ditandai dengan A. Sedangkan baris 2 adalah AFB1 baku yang memiliki Rf = 0,9 (Tabel 2). Analisis TLC tersebut dilakukan dengan menggunakan pelat gel silika 60 F254 di dalam sistem pelarut kloroform-metanol (9:1,v/v) mengandung 1,5 % asam asetat. Nilai Rf AFB1 bervariasi tergantung pada jenis pelat dan sistem pelarut yang digunakan. Pada sistem pelarut kloroform dan aseton (9:1) nilai Rf dari AFB1 -CMO berkisar 0,4-0,7 (AOAC, 1995).

Konsentrasi antigen AFB1-BSA dihitung dengan menggunakan larutan baku BSA dengan konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1 dan 2 mg/ml (Tabel 3). Berdasarkan persamaan garis y= - 0,658x + 0,038 diketahui kadar antigen AFB1-BSA sebanyak 0,93 mg/ml (Gambar 11). Toksin AFB1 dikonjugasikan dengan protein pembawa yaitu BSA karena toksin ini mempunyai bobot molekul yang terlalu kecil untuk digunakan sebagai imunogen yaitu sebesar 312,3 g/mol. Toksin AFB1 tidak mempunyai gugus reaktif untuk berikatan dengan BSA, sehingga tahapan sintesis antigen AFB1-BSA harus diawali dengan sintesis hapten AFB1-CMO terlebih dahulu seperti Gambar 10 (Chu et al.,1977; Liu et al., 2013).

Berdasarkan perhitungan, hasil SDS PAGE antigen AFB1-BSA yang disintesis menunjukan pita protein tunggal dengan bobot molekul sekitar 72 kDa sedangkan BSA menunjukan pita protein tunggal berukuran sekitar 66,9 kDa (Gambar 12). Pada analisis antigen AFB1-BSA diperoleh migrasi protein penanda dari awal resolving gel sampai tracking dye berjarak 6,6 cm (Rf). Menurut Hames (1998), ukuran molekul pita protein dihitung berdasarkan rumus regresi dari nilai logaritma berat molekul pita protein penanda (sumbu y) terhadap mobilitas relatif atau Rf (sumbu x). Penghitungan nilai Rf dan logaritma berat molekul pita protein ditunjukan pada Tabel 4. Dari data tersebut diperoleh kurva regresi linear dengan persamaan y = -1,023 x +

2,276; R2 = 0,949. Hasil SDS PAGE menunjukkan antigen AFB1-BSA yang disintesis lebih besar bobot molekulnya dibandingkan dengan BSA sebagai protein pembawa. Hal ini terjadi karena adanya penambahan molekul AFB1-CMO yang berikatan dengan BSA.

Gambar 9. Deteksi AFB1- CMO dengan TLC. 1 = AFB1-CMO; 2= AFB1 baku 2 ppm.

Tabel 2. Perhitungan Retention factor (Rf) AFB1 baku dan AFB1-CMO

Retention factor (Rf) Perhitungan

Rf AFB1 baku 6,3/7,0 = 0,9 Rf AFB1-CMO 3,2/7,0 = 0,45

Tabel 3. Hasil pengukuran absorbansi BSA baku dan antigen AFB1-BSA BSA (mg/ml) Absorbansi (280 nm) 0 0,000 0,25 0,199 0,5 0,381 1 0,760 2 1,321 AFB1-BSA (mg/ml) 0,650

Gambar 11. Kurva persamaan linear larutan BSA baku untuk pengukuran konsentrasi antigen AFB1-BSA

Tabel

Tabel 4. Penghitungan berat molekul pita protein antigen AFB1-BSA Pita Protein Rf (cm) BM (kDa) Log BM

Penanda 0,250 100 2,000 0,295 85 1,929 0,378 70 1,845 0,424 60 1,778 0,515 50 1,699 0,621 40 1,602 y = -1,023x + 2,276 AFB1-BSA 0,409 72,04 1,857 BSA 0,439 66,98 1,826

0 0.5 1 1.5 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Purifikasi Antibodi Anti AFB1-BSA

Antibodi yang digunakan diperiksa responnya terhadap antigen melalui uji DBIA. Dari hasil pengujian dapat dilihat adanya antibodi yang spesifik terhadap AFB1 dengan munculnya noktah (dot) berwarna cokelat seperti pada kontrol positif uji (Gambar 13). Hasil pemurnian terhadap antibodi anti AFB1 diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Jumlah kadar IgG anti AFB1 yang telah dimurnikan adalah 2,846 mg/ml (Tabel 5). Pola fraksinasi hasil purifikasi menunjukan adanya puncak tertinggi kadar IgG anti AFB1 yaitu pada fraksi 2, 3 dan 4 (Gambar 14). Hasil integrasi (alikuot) ketiga fraksi tersebut menunjukan jumlah IgG anti AFB1 sebesar 2 mg/ml.

Antibodi anti AFB1-BSA yang dianalisis dengan SDS PAGE menunjukan satu pita protein dengan ukuran 53,52 kDa. Pita protein kontrol antibodi komersial juga menunjukan satu pita dengan kedudukan dan ukuran yang sama (Gambar 15). Penghitungan nilai mobilitas relatif (Rf) dan logaritma berat molekul pita protein ditunjukan pada Tabel 6. Dari data tersebut diperoleh kurva regresi linear dengan persamaan y= - 0,902 x + 2,390 ; R2 = 0,969. Berdasarkan persamaan regresi tersebut diperoleh ukuran berat molekul pita protein yaitu 53,52 kDa yang merupakan immunoglobulin G rantai berat. Menurut Harlow dan Lane (1988) komponen rantai berat immunoglobulin memiliki ukuran sekitar 55 kDa dan komponen immunoglobulin lain yaitu rantai ringan immunoglobulin memiliki ukuran sekitar 25 kDa.

Gambar 13. Respon antibodi anti AFB1-BSA terhadap antigen AFB1-BSA pada uji DBIA.

Gambar 14. Pola fraksinasi kadar IgG anti AFB1-BSA hasil purifikasi

Kad ar IgG ( m g/ml) Fraksi

Tabel 5. Angka absorbansi dan kadar IgG pada setiap fraksi serum kelinci yang diimunisasi dengan AFB1-BSA.

Gambar 15. Hasil S D S P A G E terhadap antibodi anti AFB1-BSA. 1=Penanda; 2=Antibodi anti AFB1-BSA; 3 = antibodi anti AFB1 komersial.

Fraksi Absorbansi (280nm) Kadar IgG (mg/ml) 1 0,095 0,070 2 0,148 0,109 3 2,258 1,672 4 0,854 0,632 5 0,045 0,033 6 0,097 0,072 7 0,260 0,192 8 0,020 0,015 9 0,013 0,009 10 0,026 0,019 11 0,011 0,008 12 0,006 0,004 13 0,013 0,009 14 0,004 0,002 15 0,001 0,000 Total 2,846

Tabel 6. Penghitungan berat molekul pita protein antibodi anti AFB1-BSA pada analisis SDS PAGE.

Konjugasi Antibodi Anti AFB1-BSA dengan Nanopartikel Emas

Pada titrasi antibodi anti AFB1-BSA ke dalam nanopartikel emas diperoleh komposisi optimum pada penambahan 4 µl antibodi ke dalam 75 µl nanopartikel emas (Gambar 15). Komposisi optimum dapat tercapai sampai jumlah penambahan antibodi yang menghasilkan warna yang sama atau mendekati dengan larutan nanopartikel emas tanpa penambahan antibodi dan NaCl. Menurut Shim et al. (2007), titrasi sebelum konjugasi dilakukan untuk menentukan jumlah minimal antibodi yang diperlukan agar diperoleh larutan konjugat yang stabil. Setelah diperoleh komposisi tersebut maka dilakukan konjugasi antibodi anti AFB1 2 mg/ml sebanyak 400 µl ke dalam nanopartikel emas sebanyak 7,5 ml. Tampak perbedaan nanopartikel emas sebelum dikonjugasi berwarna merah sedangkan sesudah dikonjugasi dengan antibodi anti AFB1-BSA menjadi warna merah keunguan. Sistem imunostrip menggunakan format kompetitif dapat berjalan apabila terbentuk garis berwarna merah keunguan pada daerah uji dan daerah kontrol untuk hasil uji negatif. Pada pengujian sistem imunostrip diperoleh konsentrasi optimum dari antigen AFB1-BSA yaitu 1 dan 1,5 mg/ml sebanyak 1 µL dan IgG anti rabbit dengan konsentrasi 0,1 mg/ml sebanyak 1 µL dari terbentuknya garis merah keunguan pada daerah uji dan daerah kontrol (Gambar 16). Jumlah antigen AFB1-BSA pada membran nitroselulosa serta jumlah konjugat antibodi anti AFB1-BSA dengan nanopartikel emas pada lapisan konjugat akan menentukan limit deteksi visual dari imunostrip (Li et al., 2009). Imunostrip merupakan alat diagnostik terdiri dari dua macam yaitu menggunakan antibodi yang dilabel oleh enzim atau antibodi dilabel oleh nanopartikel emas. Saat ini penggunaan nanopartikel emas untuk imunostrip lebih menjanjikan karena ukurannya yang kecil. Menurut Chiao et al. (2004), penggunaan nanopartikel emas sebagai pereaksi penanda pada uji imunokromatografi memiliki kelebihan yaitu mempunyai mobilitas yang baik pada membran berpori, dan kecenderungan rendah untuk beragregasi selama

Pita Protein Rf (cm) BM (kDa) Log BM

Penanda 0,183 200 2,301 0,250 150 2,176 0,317 120 2,079 0,400 100 2,000 0,467 85 1,929 0,583 70 1,845 0,650 60 1,778 0,767 50 1,698 0,933 40 1,602 y = -0,902x + 2,390

antibodi anti AFB1-BSA 0,733 53,52 1,728

preparasi imunostrip, sehingga akan mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk digunakan sebagai penanda.

Gambar 17. Komposisi optimum antigen AFB1-BSA, konjugat antibodi anti AFB1 -BSA dengan nanopartikel emas dan IgG anti rabbit pada pengujian sistem imunostrip

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait