• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penapisan Streptomyces spp penghasil MTGase

Streptomyces spp merupakan kelompok bakteri yang dominan menghasilkan enzim MTGase (Wu et al. 1996). Berdasarkan pengukuran aktivitas, dari 178 isolat Streptomyces spp (Lampiran 1), terdapat 10 isolat berpotensi menghasilkan enzim transglutaminase dengan ditandai aktivitas enzim yang cukup tinggi. Eshra et al (2015) melaporkan penapisan Actinomycetes yang menghasilkan MTGase dari 21 jenis tanah yang berbeda diperoleh 15 isolat yang potensial menghasilkan MTGase berdasarkan pengujian aktivitasnya. Bakteri Streptoverticillium ladakanum NRRL-3191 dari American Research Services digunakan sebagai kontrol penghasil MTGase (Tabel 2). Aktivitas MTGase ditunjukkan dengan adanya perubahan warna kuning pada larutan menjadi warna merah kecoklatan dengan penambahan indikator reagen B (15% TCA yang mengandung 5% FeCl3). Hal ini dikarenakan terbentuknya komplek ion logam hasil reaksi antara asam hidroxamat dengan TCA sehingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda (Bourneouw et al. 2012). Aktivitas enzim didefinisikan sebagai satu unit enzim yang diperlukan untuk menghasilkan produk 1 µmol asam hidroxamat per menit pada kondisi tertentu. Penentuan aktivitas MTGase dilakukan dengan menggunakan metode kolorimetri prosedur hidroxamat dengan menggunakan kurva standar asam L-glutamat -monohidroxamat (Lampiran 2)

Isolat TTA 02 SDS 14 mempunyai aktivitas transglutaminase yang lebih tinggi dibanding dengan isolat lainnya yaitu sebesar 3.3886 U/mL yang tidak jauh berbeda dengan S. ladakanum NRRL-3191 (Tabel 2). Isolat TTA 02 SDS 14 menghasilkan enzim transglutaminase secara ektraseluler pada suhu 25 0C dengan pH media 6.0 selama 7 hari. Pengukuran aktivitas enzim MTGase menggunakan buffer sitrat pada pH 6. Kondisi pH rendah atau pH tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi enzim dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Hames dan Hoper 2005). Isolat TTA 02 SDS 14 ini diisolasi dari savana Gunung Tambora, Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tabel 2 Uji aktivitas enzim transglutaminase dari isolat terpilih

Kode Isolat Aktivitas U/ml Asal Isolat S. ladakanum NRRL3191 5.8524 Kontrol + GKRL 5 1.0873 SumSel GKRL 11 0.3886 SumSel GKRL 7 0.2349 SumSel TSA 03 SDS 12 1.0723 NTB TTA 02 SDS 14 3.8886 NTB TCA 01 SDS 17 0.4799 NTB CL1 04 RC2 0.4598 Bogor ID 04 561 0.9890 Cibinong ID 04 509 0.3353 Jambi ID 04 677 0.3012 Purwodadi

15 Menurunnya aktivitas enzim karena perubahan pH larutan yang disebabkan oleh berubahnya keadaan ion enzim dan ion substrat. Perubahan ini dapat terjadi pada residu asam amino yang berfungsi sebagai katalitik pengikat substrat maupun mempertahankan struktur tersier dan kuartetener enzim yang aktif. Macedo et al. (2011) melaporkan bahwa pH optimum untuk aktivitas MTGase dari Streptomyces sp adalah pH 6 – 6.5 dengan menggunakan buffer sitrat. pH optimum tersebut merupakan titik optimum enzim MTGase untuk bekerja secara optimal melakukan reaksi katalisis CBZ-gln-gly dan hidrosilamin membentuk hidrosamat. Karakteristik pH optimum setiap spesies berbeda-beda dalam menghasilkan MTGase. Menurut Suzuki et al. (2000) pH optimum pada Bacillus subtilis adalah pH 7.5 – 8.2 dengan buffer Tris-HCl serta Warratao dan Yongsawatdigul (2005) melaporkan bahwa pH optimum aktivitas transglutaminase pada mamalia dan ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah pH 7–7.5 dengan buffer Tris-HCl.

Kondisi aktivitas transglutaminase ini menjadi acuan untuk pengujian secara molekuler untuk memastikan bahwa kesepuluh isolat tersebut benar-benar memiliki gen MTGase. Konfirmasi bahwa 10 isolat tersebut mengandung gen penyandi MTGase dilakukan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer PTGase 4 dan PTGase 5. Hasil PCR menunjukkan bahwa isolat TTA 02 SDS 14 mengandung pita DNA berukuran 470 bp (Gambar 6). Ukuran ini sesuai dengan sebagian gen MTGase yang diamplifikasi dengan primer tersebut. Gen MTGase memiliki panjang open reading frame (ORF) 1254 bp yang menyandi 418 asam amino (Lin et al. 2006). Hal ini juga diperkuat dengan hasil sekuen gen MTGase (Lampiran 3) dari isolat TTA 02 SDS 14 yang memiliki kemiripan dengan gen MTGase dari Streptomyces cinnamoneus dengan homologi sebesar 93 % (Lampiran 4). Analisis pensejajaran sekuens protein dari sebagian gen MTGase dari isolat TTA 02 SDS 14 dengan beberapa gen MTGase dari beberapa kelompok Streptomyces dan bakteri lain juga menunjukkan adanya daerah konservatif yang menandakan adanya persamaan sekuens asam amino yang dimilikinya (Gambar 7). Homologi sekuen asam amino dari beberapa organisme prokariot dan eukariot menunjukkan adanya sekuens yang konservatif pada bagian sisi aktif yang bersifat triad katalitik (Li et al. 2009)

Gambar 6 Hasil amplifikasi gen parsial MTGase dari isolat terpilih. (M) marker 100 bp plus, (K+) S. ladakanum NRRL3191, (1) GKRL 5, (2) GKRL 11, (3) GKRL 7, (4) TSA 03 SDS 12, (5) TTA 02 SDS 14, (6) TCA 01 SDS 17, (7) Cli 04 RC2, (8) ID 04 561, (9) ID 04 509, (10) ID 04 677, (K-) Salmonella sp

M K+ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K

-3000 bp

16

conserve region conserve region Gambar 7 Pensejajaran sekuens asam amino MTGase isolat TTA 02 SDS 14

dengan MTGase dari beberapa kelompok bakteri

Identifikasi Isolat TTA 02 SDS 14 Berdasarkan Sekuen 16S rRNA

Isolat TTA 02 SDS 14 diindentifikasi berdasarkan sekuen DNA dari gen penyandi 16S rRNA dengan menggunakan primer 27F dan 1492R. Produk PCR yang dihasilkan adalah fragmen DNA berukuran 1400 bp (Gambar 8). Besarnya ukuran pita yang muncul sesuai dengan ukuran yang diharapkan dari gen 16S rRNA bakteri yaitu antara 1300 – 1500 bp (Marchesi et al. 1998).

Gambar 8. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA isolat TTA 02 SDS 14. (1) DNA isolat TTA 02 SDS 14 (M) Marker 100 bp DNA Ledder

Analisis BLAST bertujuan untuk mensejajarkan dan mencocokan hasil sekuensing yang diperoleh dari sampel penelitian dengan data di GenBank. Analisis hasil BLAST tersebut memberikan informasi mengenai bakteri apa yang mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan untuk identifikasi bakteri. Informasi dari hasil BLAST tersebut berupa Score, Query Coverage, E-value dan Maximum identity. Score adalah jumlah keselarasan semua segmen dari urutan database yang cocok dengan urutan nukleotida. Nilai skor menunjukkan keakuratan nilai penjajaran sekuens berupa nukleotida yang tidak diketahui dengan sekuens nukleotida yang terdapat di dalam GenBank. Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat homologi

M 1

1500 bp 10000 bp

1400 bp

17 kedua sekuens. Query coverage adalah persentasi dari panjang nukleotida yang selaras dengan database yang terdapat pada BLAST. Max identity adalah nilai tertinggi dari persentasi identitas atau kecocokan antara sekuen query dengan sekuen database yang tersejajarkan (Altschul et al, 1990).

Berdasarkan hasil sekuen gen 16S rRNA (Lampiran 5) dan hasil penelusuran BLAST dari data GenBank, isolat TTA 02 SDS 14 teridentifikasi sebagai Steptomyces thioleteus dengan homologi 99 % dan nilai E value sama dengan 0 (Lampiran 6). Hagstrom et al (2000) menyatakan bahwa bakteri yang mempunyai persamaan sekuen 16S rRNA lebih besar dari 97% adalah spesies yang sama. Sedangkan persamaan sekuen antara 93% - 97% dapat mewakili identitas pada tingkat genus tetapi berbeda pada tingkat spesies. Nilai E-value merupakan nilai dugaan yang memberikan ukuran statistic yang signifikan terhadap kedua sekuen. Nilai E-value yang semakin tinggi menunjukkan tingkat homologi antara sekuen semakin rendah, sedangkan nilai E-value yang semakin rendah menunjukkan tingkat homologi antar sekuens semakin tinggi. Nilai E-value bernilai 0 (nol) menunjukkan bahwa kedua sekuen tersebut identik (Claverie dan Notredame 2003).

Homologi sekuen 16S rRNA dari masing-masing isolat bakteri dengan sekuens 16S rRNA dari database GenBank dapat diketahui bahwa tidak ada sekuens 16S rRNA bakteri yang identik. Untuk melihat hubungan kekerabatan yang mirip antara isolat TTA 02 SDS 14 dengan beberapa spesies Steptomyces dari hasil BLAST dan beberapa kelompok bakteri lain sebagai kelompok luar dapat disajikan dalam bentuk pohon filogenetik. Hasil analisis pohon filogenetik juga menunjukkan bahwa Isolat TTA 02 SDS 14 memiliki kekerabatan terdekat dengan Steptomyces thioleteus yangditunjukan pada Gambar 9.

Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbour Joining yaitu pasangan nukleotida yang mengalami perubahan terkecil diantara sekuen yang telah dibandingkan. Nilai jarak dilambangkan oleh garis skala yang menunjukkan jumlah subtitusi nekleotida untuk tiap posisi sekuen. Nilai jarak sebesar 0.02 pada hasil konstruksi pohon filogenetik menunjukkan rendahnya subtitusi nukleotida pada sekuen 16S rRNA pada masing- masing pengelompokan berdasarkan tingkat devisio dari kelompok Actinobacteria, Bacillales, Deltaproteobacteria, Gammaproteobacteria dan Betaproteobacteria. Pengelompokan ini untuk melihat seberapa jauh dan dekatnya hubungan kekerabatan masing–masing kelompok. Isolat TTA 02 SDS 14 masih tergolong kedalam Actinobacteria. Metode Bootstrap digunakan untuk menguji keakuratan suatu titik cabang pohon filogenetik. Stabilitas pengelompokkan (robustness) diperhitungkan menggunakan bootstrap dengan 1000 kali ulangan. Nilai bootstrap sebesar 48 dari 100 kali untuk titik percabangan antara isolat TTA 02 SDS 14 dengan Streptomyces thioleteous menunjukkan tingkat kepercayaan yang cukup rendah berdasarkan atas kemiripan kedua sekuen gen 16S rRNA pada bakteri tersebut. Rendahnya nilai tersebut kemungkinan disebabkan kurang banyak spesies acuan dari strain yang ada di GenBank.

18

Gambar 9 Konstruksi pohon filogenetik isolat TTA 02 SDS 14 berdasarkan gen 16S rRNA dengan beberapa kelompok bakteri sebagai outgroup

Konstruksi Pustaka Genom Menggunakan Plasmid

Informasi tentang gen MTGase yang lengkap (full-length) sangat diperlukan untuk ekspresi gen tersebut. Tahapan awal adalah membuat konstruksi pustaka genom dengan menyisipkan fragmen DNA 3-8 kb (Gambar 10). Konstruksi pustaka genom pertama kali dilakukan dengan menggunakan plasmid pJET1.2/blunt yang mampu menerima sisipan dengan kisaran ukuran 6-10 kb. Produk PCR fragmen DNA ujung tumpul (blunt –end) dapat langsung diligasikan ke dalam vector pJET1.2/blunt dalam waktu 5 menit. Vektor ini mengandung gen mematikan (lethal gene) yang terletak pada daerah multiple cloning site (MCS). Apabila fragmen DNA asing tidak tersisipkan dalam daerah MCS, gen mematikan akan diekspresikan sehingga menyebabkan koloni E. coli tidak dapat tumbuh. Akan tetapi, apabila vektor ini disisipi oleh fragmen DNA maka lethal gen tersebut menjadi tidak diekspresikan sehingga dalam proses seleksi sel transforman, hanya sel yang mengandung plasmid yang membawa sisipan saja yang dapat hidup. Penggabungan fragmen DNA atau amplikon akan mengganggu gen mematikan, sehingga membuat klon rekombinan hidup (Thermoscientific.Cat.Not.#K1231). Actinobacteria Bacillales Deltaproteobacteria Gammaproteobacteria Betaproteobacteria

19 Dalam penelitian ini, fragmen DNA dari 3-8 kb dihasilkan dari pemotongan secara acak DNA genom dengan menggunakan enzim restriksi BglII (Gambar 10A). Setelah dimigrasikan di gel agarose, gel yang mengandung fragmen DNA yang berukuran 3-8 kb diisolasi dari gel. DNA diekstraksi dari gel agarose 1% dan kemudian diperbaiki dikedua ujung terminal fragmen DNA dengan menggunakan DNA blunting enzyme agar dapat ligasikan langsung ke dalam pJET1.2/blunt. Inkubasi pada suhu 70 0C selama 10 menit bertujuan untuk menginaktivasi kerja enzim yang dapat menghindari kemungkinan terjadinya ligasi antar molekul sendiri (self ligation). Hasil ligasi diintroduksikan ke dalam E. coli TOP10 dan disebar pada media LB+Amp (100 g/mL), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Faktor efisiensi ligasi juga turut mempengaruhi keberhasilan insersi gen ke dalam plasmid. Efisiensi ligasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti posisi situs restriksi, jenis situs restriksi dan urutannya serta jenis enzim yang memotong situs restriksi (Dhesi 2005).

Hasil transformasi menunjukkan koloni dapat tumbuh pada media ampicilin namun dalam jumlah klon yang sedikit yaitu hanya 58 klon rekombinan saja (Gambar 10B). Sisipan fragmen DNA 3-8 kb yang terlalu besar membuat efisiensi transformasi menjadi rendah, walaupun vektor pJET1.2/blunt mampu menerima sisipan maksimal 10 kb. Efisiensi transformasi yang rendah biasanya terjadi karena situs integrasi yang tidak efisien, DNA sisipan yang sulit dan kondisi transformasi tidak optimal (Wu dan Letchworth, 2004). Hal ini tentu terlalu sedikit untuk mewakili seluruh genom. Semua koloni kemudian dipindahkan ke medium LB+Amp (100 g/mL) cair dalam 96-well microplate untuk proses skrining menggunakan primer SDS 14F/ SDS 14R. Hasil PCR koloni menunjukkan tidak ada koloni yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa DNA sisipan tidak mengandung gen MTGase. Ukuran pustaka plasmid (plasmid library) terlalu kecil, sehingga tidak cukup untuk menemukan klon positif yang membawa gen MTGase. Oleh sebab itu pembuatan pustaka genom dengan menggunakan fosmid pCC1FOSTM yang dapat menerima sisipan ~40 kb perlu dilakukan.

A B

Gambar 10 Konstruksi pustaka genom dengan plasmid pJET1.2/blunt. (A) Hasil elusi pemotongan DNA genom 3 – 8 kb, (B) E. coli TOP10 transforman dalam media seleksi LB+Amp (100 g/mL)

20 Kb 8 Kb 3 Kb

500 bp

20

Konstruksi Pustaka Genom Menggunakan Fosmid

Pembuatan pustaka genom membutuhkan DNA dalam skala besar, sehingga diperlukan modifikasi dalam tahapan proses ekstraksi DNA. DNA genom diisolasi menggunakan metode CTAB ((Piel et al. 2004). Gen MTGase dari mikroba merupakan kelompok gen yang berukuran besar. Lin et al. (2006) mengisolasi fragmen 2,9 kb yang membawa gen MTGase dengan panjang open reading frame (ORF) 1254 bp yang menyandi 418 asam amino yang diekpresikan di dalam S. lividans. Pembuatan pustaka genom ini bertujuan untuk mendapatkan gen MTGase secara lengkap (full-lenght). Konstruksi pustaka genom dibuat dengan menggunakan fosmid pCC1FOSTMvektor yang memiliki panjang 8.1 Kb dengan besar sisipan 40 kb yang dikemas dalam phage lambda yang ditransfeksikan ke dalam E coli (Gurgui dan Piel, 2010). Vektor pCC1FOSTM menerima sisipan DNA dengan kedua ujung tumpul. Hal ini dikarenakan vektor pCC1FOSTM telah mengalami linearisasi dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi Eco721 yang tumpul (blunt) yang telah terfosforilasi (Choi et al. 2012). Situs penyisipan bagi DNA sisipan terletak pada gen LacZ pada sekuen ke-450 yang terdapat pada vektor (Gambar 11).

Gambar 11 Konstruksi pustaka genom dengan DNA sisipan pada pCC1FOSTM DNA genom dari isolat strain TTA 02 SDS 14 yang terpotong secara acak dengan perlakuan fisik menggunakan pipetmikro. Bagian fragmen yang terpotong diperbaiki pada ujung terminal untuk mendapatkan kedua ujung menjadi tumpul (blunt) sehingga memudahkan dalam proses ligasi dengan menggunakan End-ItTM DNA-End Repair Kit (Epicentre). Kit ini merupakan percampuran 2 jenis enzim yaitu T4 DNA polymerase dan terminal transferase. T4 DNA polymerase bekerja untuk menginisiasi pembentukan nukleotida baru pada ujung γ’hidrosil pada fragmen DNA dengan ujung 5’ overhang dan memutus ikatan fosfodiester pada ujung γ’overhang sehingga menghasilkan kedua ujung menjadi tumpul. Sedangkan terminal transferase mengubah ujung γ’hidrosil menjadi ujung 5’fosfat pada kondisi DNA terfragmentasi pada saat proses isolasi DNA. Ada beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi efisiensi transformasi, diantaranya kondisi inkubasi, konsentrasi plasmid, kondisi relatif sel kompeten dan kehadiran DNA kontaminan (Classen et al. 2002). DNA diharapkan tidak berkontak langsung dengan sinar UV dan ethidium bromida. Paparan sinar UV yang terlalu lama terhadap DNA akan membuat DNA terdegradasi, sedangkan ethidium bromida yang berikatan dengan DNA dapat menghambat proses ligasi. Hasil pemotongan fragmen ~40 kb berhasil diisolasi menggunakan Epicentre’s

21 dipurifikasi dengan enzimatis tampak lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh menggunakan kit kolom karena hampir tidak ada smear DNA yang diamati berdasarkan marker fosmid DNA 36 kb dari hasil visualisasi gel agarose 1% (Gambar 12).

Gambar 12 Hasil seleksi fragmen ~40 kb. (1) fragmen ~40 kb ekstrak GELaseTM agarose, (2) fragmen ~40 kb peqGOLD Gel Exstraction Kit (3) seleksi DNA genom dengan LMPagarose 1%, (M) marker fosmid 36 kb

Penapisan Klon Rekombinan

Proses penyisipan fragmen ~40 kb ke dalam fosmid pCC1FOSTM (Epicentre) menggunakan enzim Fast-link DNA ligase pada suhu ruang selama 4 jam. Hasil ligasi dikemas dalam protein pengemas (bakteriofage) dan ditransfeksikan ke dalam E. coli EPI300-T1R.. Hasil transfeksi menunjukkan tidak ada koloni E. coli EPI300-T1R yang tumbuh pada media seleksi. Kemungkinan protein pengemas bakteriofage yang digunakan dalam pekerjaan ini rusak dikarenakan penanganan yang kurang baik selama pengiriman sehingga kondisinya sudah mencair. Dikarenakan pengemasan pCC1FOSTM rekombinan ke dalam fage tidak berhasil, maka pCC1FOSTM rekombinan diintroduksikan langsung ke dalam E. coli EPI300-TIR dengan metode elektroporasi. Berkat adanya outoinduksi dengan induction solution, pCC1FOSTM rekombinan dapat memperbanyak diri menjadi kopi tinggi (high copy number) yang ditandai dengan adanya koloni biru dan putih (Gambar 13). Hasil transformasi menghasilkan ± 700 koloni putih yang membawa sisipan (Gambar 13A). Jumlah koloni ini tergolong sedikit untuk pustaka genom dengan sisipan yang besar, namun sudah cukup mewakili untuk penapisan terhadap klon yang mengandung gen MTGase. Koloni yang mengandung vektor yang membawa sisipan berwarna putih sedangkan yang tidak membawa sisipan berwarna biru. Koloni berwarna biru timbul karena pada vektor terdapat gen lacZ yang menyandi enzim -galaktosidase. Protein ini mengenal X-gal (5-bromo-4-chloro-indolxyl-β -D-galactoside) menjadi 5-bromo-4-chloroindoxyl yang mudah teroksidasi menjadi 5,5'-dibromo-4,4'-dichloro-indigo dengan pigmen warna biru yang tidak larut sedangkan isopropyl β-D-1-thiogalactopyranoside (IPTG) berfungsi sebagai induser yang akan mengaktifkan operon lac sehingga dapat mengekspresikan gen lacZ (Sriram et al. 2011). Bila fragmen DNA sisipan menyisip pada gen lacZ, maka gen lacZ tidak dapat diekspresikan untuk menghasilkan enzim

M 1 2

3 M

36 Kb 36 Kb

22

galaktosidase sehingga koloni E. coli EPI300-T1R berwarna putih dan positif membawa DNA sisipan ~40 kb.

Koloni yang positif membawa sisipan ~40 kb (koloni putih) ditumbuhkan dalam media LB+Cm+IPTG+Xgal sebagai duplikat dalam proses skrining (Gambar 13B). Selanjutnya, koloni ditumbuhkan kembali ke dalam media cair LB+Cm (12.5 g/mL) pada 96-well microplate (Gambar 13C). Sebanyak 10 L kultur pada masing–masing sumuran (well) dan digabungkan berdasarkan baris pada sumuran. Dalam 1 mikroplate terdapat 8 pool (pool A sampai pool H) dan 1 pool dapat mewakili 12 sumuran yang diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer SDS 14F/SDS 14R.

A B C

Gambar 13 Hasil transformasi E. coli EPI300-T1R dengan hasil ligasi antara fragmen ~40 kb dan pCC1FOSTM. (A) Koloni transforman dalam media seleksi LB+C+IPTG+Xgal, (B) Duplikat koloni transforman, (C) Kultur koloni dalam media cair LB+Cm untuk penapisan pustaka genom dalam 96-well microplate

Koloni yang tumbuh juga memiliki ketahanan terhadap antibiotik kloramfenikol karena fosmid pCC1FOSTM terdapat gen CAT. Gen ini menyandi enzim kloramfenikol asetil transferase yang menginaktivasi kloramfenikol lewat ikatan secara kovalen dengan satu atau dua grup asetil yang berasal dari asetil-S-koenzim A dengan grup hidroksil pada molekul kloramfenikol. Beberapa peneliti pernah mengungkapkan resistensi terhadap chloramfenikol (Cm) diperantarai oleh enzim yang terletak pada plasmid yang disebut asetil transferase kloramfenikol (CAT). Enzim CAT disandi oleh famili gen CAT yang terdapat dalam bakteri Gram negatif (Nogrady et al. 2005). Aktivitas antimikroba dari kloramfenikol disebabkan oleh adanya gugus nitrofenil dan gugus propandiol pada strukturnya. Perubahan yang terjadi pada kedua gugus ini dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba tersebut (Kadam 2008).

Hasil PCR dengan primer SDS 14F/ SDS 14R terhadap semua koloni yang ditumbuhkan di dalam media cair LB+Cm (12.5 g/ml) pada 96-well microplate pada tingkat gabungan sumuran (pool) menunjukkan ada pita yang teramplifikasi dengan ukuran ± 365 bp pada pool F dan H (Gambar 14). Ukuran ini sesuai dengan ukuran kontrol positif yang digunakan yaitu DNA dari isolat TTA 02 SDS 14. Hal ini menjadi acuan untuk penapisan pada masing–masing sumuran dengan menggunakan primer yang sama dan kondisi PCR yang sama. Penapisan pada tingkat sumuran juga menunjukkan bahwa dari semua sumuran yang diamplifikasi dengan PCR juga memiliki ukuran pita yang sama dengan kontrol positif sebesar

23 365 bp kecuali pada klon 8F yang mengindikasikan bahwa klon 8F membawa sisipan yang tidak mengandung gen MTGase (Gambar 15).

Gambar 14 Penapisan pustaka genom per pool 96-well microplate menggunakan primer SDS 14-F/14-R. (M) marker 1 kb plus, (A-H) gabungan kultur E coli EPI300-T1R rekombinan per sumuran (pool), (K+) = DNA genom TTA 02 SDS 14, (K-) = koloni E coli EPI300-T1R

Gambar 15 Hasil penapisan klon yang mengandung gen MTGase pool F dan pool H. (M) marker 1 kb plus, (1 sampai 9) kultur E coli EPI300-T1R pool F, (10 sampai19) kultur E coli EPI300-T1R pool H, (K+) = DNA genom TTA 02 SDS 14

Analisis Fosmid pCC1FOSTM Rekombinan

Analisis fosmid pCC1FOSTM rekombinan yang mengandung fragmen ~40 kb yang membawa gen MTGase menggunakan enzim restriksi sangat diperlukan. Hal ini untuk membuktikan bahwa fosmid rekombinan telah masuk ke dalam E coli EPI300-T1R. Untuk mendapatkan transforman yang mengandung beberapa salinan fosmid rekombinan, maka sel ditumbuhkan ke dalam media LB yang mengandung kloramfenikol dan diinduksi dengan larutan induksi 1x (arabinosa). Tujuan induksi ini untuk mendapatkan high copy number dalam sistem penggandaan fosmid rekombinan dalam sel secara independen. Fosmid pCC1FOSTM rekombinan diverifikasi dengan memotongnya menggunakan enzim restriksi NotI, EcoRV dan BamHI. Penggunaan ketiga enzim ini dikarenakan enzim memotong 2 kali pada sekuen fosmid pCC1FOSTM (Gambar 16A).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 K+ 20 Kb 365 bp 500 bp A) M A B C D F E G H K+ K - 500 bp 365 bp 20 kb

24

Hasil pemotongan enzim restriksi NotI terhadap pCC1FOSTM rekombinan membentuk tiga pita dengan ukuran yang berbeda. Enzim NotI memotong pada sekuen ke-2 dan sekuen ke-643 yang mengapit daerah multiple cloning site (MCS) pada vektor. Pita pertama berukuran ~40,6 kb merupakan fragmen sisipan dan membawa sebagian fragmen dari vektor sebesar 600 bp. Enzim restriksi Not1 memotong pada sekuen fosmid rekombinan menghasilkan potongan lebih besar dari ~40 kb (Choi et al, 2012). Sedangkan pita yang kedua berukuran ~7,5 kb yang merupakan ukuran dari fosmid pCC1FOSTM yang digunakan. Namun pita yang ketiga berukuran ~3 kb merupakan bagian dari sisipan ~40 kb yang dipotong oleh Not1. Hasil potongan ~3 kb ini kemudian dipurifikasi dari gel dan diamplifikasi PCR menggunakan primer PTGase 4/ PTGase 5 dan SDS 14F/ SDS 14R (Gambar 16B). PCR dengan masing–masing pasangan primer dapat mengamplifikasi gen MTGase parsial dengan ukuran yang sesuai yaitu 470 bp dan 365 bp. Hasil amplifikasi produk PCR menggunakan primer PTGase 4/PTGase 5 disubkloning ke dalam vektor kloning pGEM-T Easy. Selanjutnya dilakukan sekuensing untuk melihat keberadaan sisipan pada vektor.

A B

Gambar 16 Hasil pemotongan fosmid pCC1FOSTMrekombinan. A. (M1) marker fosmid 36 kb, (1) fragmen ~40 kb tanpa potong, (2) fragmen ~40 kb dipotong dengan NotI, (3) fosmid rekombinan dipotong dengan NotI, (4) fosmid rekombinan dipotong dengan EcoRV, (5) fosmid rekombinan dipotong dengan BamHI (M2): marker 1 kb plus, B.

Hasil amplifikasi gen parsial MTGase dari fragmen ~3 kb (a) menggunakan primer PTGase4/5 (b) menggunakan primer SDS 14F/R

Analisis Sekuensing

Vektor rekombinan pGEMT-MTG1 divalidasi dengan pengurutan DNA untuk mengetahui fragmen sisipan. Hasil pengurutan DNA vektor pGEMT-MTG1 dalam bentuk kromatogram (Lampiran 7) menunjukkan bahwa fragmen dengan ukuran ~400 bp telah berhasil disisipkan pada nukleotida ke 69 dan berakhir pada 460 nukleotida dari pGEMT-Easy (Gambar 17). Sekuen nukleotida ke 69 merupakan bagian ujung T-overhang pada vektor, sehingga memerlukan A-overhang pada bagian DNA sisipan agar ligasi dapat berlangsung. A-overhang pada DNA sisipan didapatkan dengan cara A-tailing atau penambahan ujung adenin pada DNA sisipan dengan metode PCR (Brown 2006). Analisis BLAST

M1 1 2 3 4 5 M2 36 Kb 20 Kb 8000 bp 3000 bp 500 bp 20 bp 365 bp M a b 470 bp

25 menunjukkan bahwa berdasarkan dedukasi urutan nukleotida fragmen sisipan

Dokumen terkait