• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Struktur Komunitas Makrozoobentos

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Oseanografi

Kota Makassar merupakan kota pantai yang secara geografi terletak pada 119º24’17,38” BT dan 5º8’6,19” LS. Di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa dan sebelah barat dengan Selat Makassar. Luas wilayah Kota Makassar 175,77 km2 atau 17,577.00 ha. Panjang garis pantai sekitar 32 km dan terdapat sembilan buah pulau kecil. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 – 25 m. Beriklim tropika basah (Am), curah hujan bulanan rata-rata dari tahun 1990-2000 berkisar antara 13 – 677 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata setiap bulannya 2-22 hari. Suhu udara berkisar antara 26,5 – 30,2oC.

Pantai Kota Makassar umumnya landai dan berpasir dengan kelandaian 3%. Kondisi pantai di Muara Sungai Jeneberang dengan relatif stabil dan cenderung menjorok ke arah laut. Hal ini terjadi akibat sedimentasi pasir halus yang berasal dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan pantai. Tipe pantai muara Sungai Tallo di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dengan vegetasi mangrove yang minim serta merupakan pantai yang landai. Pada bagian barat pantai sudah terdapat kegiatan reklamasi pantai sekitar 200 m sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu. Daerah di muara kanal pada umumnya sudah dikeraskan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di daerah ini merupakan tempat pangkalan pendaratan ikan (PPI Rajawali) dan permukiman pantai.

Ombak di perairan pantai Kota Makassar dibangkitkan oleh angin. Tinggi ombak sebagian besar berada pada interval 1,1 – 1,5 meter. Pola arus di perairan pantai Kota Makassar didominasi oleh arus pasang-surut yang bergerak dari arah utara ke selatan dan sebaliknya dari selatan ke utara. Dominasi arus dari selatan ke utara cenderung membawa sedimen ke arah utara. Kecepatan arus susur pantai berkisar antara 0,051 – 0,10 m/detik.

Sedimentasi yang terjadi di perairan pantai Kota Makassar berasal dari DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan di beberapa tempat di sepanjang pantai Kota Makassar. Sedimentasi yang berasal dari DAS Jeneberang terangkut sampai Pantai Losari dan dengan dibangunnya

DAM Bili-bili, maka sedimen yang sampai ke Pantai Losari semakin berkurang. Sedimentasi dari DAS Tallo umumnya terjadi akibat pembukaan lahan untuk keperluan perumahan.

Salinitas perairan pantai Kota Makassar banyak dipengaruhi oleh masuknya aliran sungai dan kanal. Kisaran salinitas yang terukur pada perairan pantai Kota Makassar adalah 30,7 – 35 o/oo. Suhu permukaan perairan pantai

Kota Makassar berkisar antara 30,1 – 30,7 oC .

4.1.2. Kegiatan Pembangunan

A. Kependudukan

Berdasarkan data penduduk dari tahun 1990 – 2003 jumlah penduduk di wilayah kecamatan pesisir Kota Makassar cenderung mengalami peningkatan. Pertambahan penduduk periode 1990 – 2000 sebesar 1,55% , sedangkan pada periode 2000 mengalami penurunan sebesar 1,53%. Namun pada beberapa kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar dari tahun 1990 – 2003 adalah Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo. Kecamatan Mariso laju pertumbuhan - 0,88% menjadi 0,54% per tahun, Kecamatan Tallo dari 0,39% menjadi 2,22% per tahun. Pertambahan penduduk ini erat kaitannya dengan besarnya limbah domestik yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar.

Kota Makassar memiliki panjang pantai sekitar 32 km dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berpenduduk sekitar 1.173.107 jiwa terdiri dari 578.416 laki-laki dan 594.691 perempuan dengan 272.727 kepala keluarga. Tabel 4 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005.

Tabel 4. Keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005

1. Jumlah penduduk a. Laki-laki b. Perempuan 1.173.107 578.416 594.691

2. Rasio jenis kelamin 97

3. Jumlah rumah tangga 272.727

4. Pertumbuhan penduduk (%) a. 1990 – 2000 b. 2000 – 2003 1,55 1,53 5. Kepadatan penduduk/Km2 6.674

51 Berdasarkan data penduduk tahun 2005 penyebaran penduduk di wilayah Kota Makassar masih terkonsentrasi di Kecamatan Tamalate. Tabel 5 berikut adalah gambaran data penduduk Makasar tahun 2005.

Tabel 5. Penduduk Kota Makassar tahun 2005

No, Kecamatan Luas

(km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/km2) 1 Mariso 1,82 52.803 29.013 2 Mamajang 2,25 58.875 58.875 3 Tamalate 20,21 144.458 7.518 4 Rappocini 9,23 136.725 14.813 5 Makassar 2,52 80.354 31.887 6 Ujung Pandang 2,63 27.921 10.616 7 Wajo 1,99 34.137 17.154 8 Bontoala 2,10 56.991 27.139 9 Ujung Tanah 5,94 43.314 7.292 10 Tallo 5,83 123.091 21.077 11 Panakukang 17,05 129.967 7.614 12 Manggala 24,14 92.524 3.833 13 Biringkanaya 48,22 112.432 2.322 14 Tamalanrea 31,84 79.515 2.497 Total 175,77 1.173.107 6.674

Sumber: BPS Kota Makassar 2005

Sebagian besar penduduk umumnya bekerja di sektor jasa dan sebagian lain di sektor industri. Kegiatan pembangunan yang merupakan sumber limbah Kota Makassar berasal dari buangan domestik (rumah tangga, perkantoran, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit) dan buangan indutri pengolahan ( Bapedalda Makassar, 2003).

B. Pemukiman

Makassar merupakan salah satu kota yang padat penduduknya dengan luas wilayah 175,77 km2, pada tahun 2005 jumlah penduduknya 1.173.107 jiwa dengan kepadatan 6,674 jiwa/km2. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 1.804.912 jiwa. Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat yaitu 29.013 dan 21.007 jiwa per km2 (BPS Kota Makassar, 2005)

Masalah pemukiman penduduk untuk kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar menjadi penting sebagai tempat tinggal penduduk. Pertambahan penduduk yang tinggi dan terus meningkat, dengan asumsi tiap kepala keluarga (KK) memiliki satu rumah, maka di kecamatan pesisir pada tahun 2003 terdapat perumahan sebanyak 133.981 unit. Besarnya pemukiman ini berkaitan dengan jumlah beban limbah rumah tangga dan sarana umum yang tersedia.

Kualitas pemukiman di kecamatan pesisir Kota Makassar di Kecamatan Mariso, Tallo dan Ujung Tanah umumnya semi-permanen dengan fasilitas yang kurang memadai seperti kurangnya air bersih, MCK, sarana kebersihan. Pemukiman dengan kualitas tinggi terdapat di Kecamatan Ujung Pandang, Wajo, Tamalate, Biringkanaya dan Tamalanrea.

Akhir-akhir ini wilayah pantai Kota Makassar menjadi menarik untuk dikembangkan menjadi pemukiman modern, tempat rekreasi dan bisnis. Kondisi ini memunculkan usaha reklamasi pantai terutama Pantai Losari yang merupakan kebanggaan masyarakat Kota Makassar. Usaha reklamasi pantai merupakan bagian dari usaha revitalisasi Pantai Losari yang mulai mengalami degradasi.

C. Industri

Kegiatan perindustrian di wilayah Kota Makassar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu industri makanan, industri minuman, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya, indutri perabot dan kelengkapan rumah tangga serta alat dapur dari kayu, bambu dan rotan, Industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan penerbitan, industri bahan kimia, industri kimia lain, industri pembekuan udang dan ikan, industri karet dan barang dari karet, industri barang dari plastik, industri semen, kapur dan baja, indutri logam dasar besi dan logam, Industri barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya, industri mesin dan perlengkapannya, industri mesin, peralatan dan perlengkapan listrik, industri alat angkutan, indutri pengolahan lainnya.

Kegiatan industri ini terbanyak di daerah aliran Sungai Tallo. Berdasarkan data pemerintah daerah Kota Makassar distribusi industri pada tahun 2002 berjumlah 151 industri dan pada tahun 2003 berjumlah 155 industri. Kecamatan yang memiliki jumlah industri cukup besar adalah Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Panakukkang dan Tallo. Industri yang banyak diusahakan adalah

53 industri makanan dan industri kayu, bambu, rotan sebanyak 55 industri dan 33 industri.

Dari analisis terhadap data tersebut dapat dijelaskan bahwa di wilayah Kota Makassar terdapat industri yang cukup besar pada daerah aliran Sungai Tallo terutama industri makanan dan dan industri kayu, bambu, rotan. Jumlah industri ini erat kaitannya dengan beban pencemaran dari industri.

D. Pariwisata

Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar beberapa wilayah pantai di Kota Makassar masih dapat digunakan secara bebas oleh mayarakat seperti pantai Losari. Daerah pantai yang dikuasai dan dikelola oleh swasta dan masyarakat adalah Pantai Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka. Tanjung Bunga dikuasai oleh GMTD (Gowa Makassar Tourism Development) sebagai daerah pemukiman modern, bisnis dan wisata renang. Sedangkan di pantai Tanjung Medeka dan Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah wisata renang dan penginapan.

Beberapa lokasi yang berpotensi menjadi tujuan wiasata di wilayah pesisir pantai Kota Makassar adalah Benteng Roterdam, Museum Lagaligo, Makam Raja-raja Tallo, Pelabuhan rakyat Panampu dan Benteng Sumba Opu.

Tempat-tempat lain yang terletak di pulau-pulau kecil Kepulauan Spermonde seperti Pulau Lumu-lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Samalona, Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae, memiliki kekayaan alam bahari seperti pasir putih, terumbu karang, ikan dan beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk wisata dan olah raga bahari.

4.2. Kebijakan Publik Pengendalian Pencemaran Pantai Kota

Dalam upaya menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan publik, namun seringkali yang terjadi adalah kesenjangan antara kejadian aktual dengan kejadian yang diinginkan. Kesenjangan ini merupakan masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan.

Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengendalian pencemaran pantai berupa Peraturan Daerah (Perda). Perda nomor 14 tahun 1999 berisi tentang larangan membuang sampah ke pantai. Perda ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1993. Peraturan daerah ini diharapkan mampu mengendalikan tingkat pencemaran pantai, namun pada

kenyataannya pencemaran pantai masih terjadi. Pencemaran pantai merupakan proses dinamis bekerja dalam dimensi waktu. Hal ini dipengaruhi oleh sumber pencemar yang jumlahnya meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk mencapai keselarasan antara kejadian aktual dan harapan yang diinginkan diperlukan suatu strategi. Strategi yang merupakan rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan. Strategi yang berbentuk alternatif dari satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi baik bersifat struktural atau fungsional.

4.3. Kondisi Eksisting

4.3.1. Parameter Fisik Kimia Perairan

Parameter fisik kimia merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu perairan pantai. Dari hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar diperoleh data yang disajikan pada Lampiran 3.

A. pH

pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui aktivitas ion hidrogen. Nilai pH pada perairan laut cenderung bersifat basa. Sedangkan pH air limbah buangan rumah tangga dan industri bersifat asam karena mengandung asam-asam organik dan asam-asam mineral, sehingga dapat menyebabkan nilai pH rendah.

Nilai pH perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 7,75 – 8,14 dengan rata-rata 7,94. Berdasarkan baku mutu air laut pH yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah 6 – 9, dengan demikian pH perairan pantai Kota Makassar masih pada keadaan yang mendukung kehidupan biota laut. Gambar 10 memperlihatkan pH sumber limbah yang lebih rendah dari pH perairan pantai. Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asam yang tinggi pada sumber limbah.

Dokumen terkait