• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen T1 232009043 Full text (Halaman 27-33)

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif setiap variabel disajikan untuk perioda pengujian yaitu satu tahun sebelum menerbitkan obligasi (t-1) bagi perusahaan yang melakukan IPO obligasi dan tahun yang sama untuk perusahaan pembanding yang tidak melakukan IPO obligasi. Pada tabel 2 disajikan statistik deskriptif untuk keseluruhan sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Keterangan N MEAN MIN MAX

IPO 13 0,35300 -0,07664 1,31744

IPO 13 0,06567 -0,09882 0,47337

IPO 13 0,74047 0,27870 1,28051

Non-IPO 13 -0,10501 -2,53090 1,59671

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013

Berdasarkan statistik deskriptif di atas antara accrual discretionary dari unsur pendapatan dan unsur biaya menunjukkan, nilai rata-rata accrual discretionary perusahaan yang melakukan IPO obligasi dari unsur pendapatan adalah 0,35300 lebih besar dari nilai unsur biaya adalah 0,06567. Nilai tersebut menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan IPO obligasi melakukan manajemen laba dengan menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya.

Sedangkan untuk nilai rata-rata accrual discretionary perusahaan yang melakukan IPO adalah 0,74047 lebih besar daripada perusahaan yang tidak melakukan IPO adalah -0,10501. Nilai rata-rata accrual discretionary (AD)

15 tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan IPO obligasi lebih agresif melakukan pengaturan laba yang menaikkan laba.

Setelah dilakukan statistik deskriptif kemudian dilakukan uji normalitas data awal dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai nilai probabilitas signifikansi diatas nilai =0,05 . Dengan hasil data yang menunjukan normal maka pengujian selanjutnya dilakukan uji t-test dengan metode parametrik.

Hasil Pengujian Hipotesis

Table 3 menyajikan ringkasan hasil uji baik pada hipotesis pertama maupun hipotesis kedua.

Tabel 3

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis Asymp Sig Kesimpulan

H1: accrual discretionary (AD) perusahaan yang melakukan IPO Obligasi dari unsur pendapatan dan unsur biaya

0,020 Ho Ditolak

H2: accrual discretionary (AD) pada perusahaan yang melakukan IPO obligasi dengan perusahaan yang tidak melakukan IPO obligasi

0,005 Ho Ditolak

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013

Berdasarkan hasil pengujian terhadap accrual discretionary (AD) perusahaan yang melakukan IPO obligasi dari unsur pendapatan dan unsur biaya terlihat bahwa terdapat perbedaaan secara signifikan pada tingkat sifnifikasi 5%, hasil uji beda menunjukkan angka signifikansi 0,020 yang lebih kecil dari =0,05 sehingga pada hipotesis ini Ho ditolak. Sedangkan untuk hipotesis yang menyatakan bahwa accrual discretionary (AD) pada perusahaan yang melakukan

16 IPO obligasi dengan yang tidak melakukan IPO obligasi terlihat bahwa hasil uji beda menunjukkan hasil signifikansi pada angka 0,005 yang lebih kecil dari =0,05 sehingga Ho ditolak.

Pembahasan

Berdasarkan hasil uji t-test terhadap hipotesis pertama tentang adanya perbedaan accrual discretionary perusahaan yang melakukan IPO obligasi jika dilihat dari unsur pendapatan dan unsur biaya ini menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan IPO obligasi telah melakukan manajemen laba sebelum mereka melakukan IPO obligasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji tersebut yang menunjukkan angka signifikasi 0,020<=0,05. Hal ini dikarenakan perusahaan yang melakukan IPO obligasi ingin meyakinkan calon investor bahwa perusahaan mereka mampu membayar hutang kepada investor. Calon investor melihat suatu perusahaan mampu membayar hutang mereka dilihat dari komponen laba bersih, laba bersih terbentuk dari unsur pendapatan dan unsur biaya. Pendapatan perusahaan yang stabil dari tahun ke tahun bahkan yang menunjukkan peningkatan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang baik. Sehingga perusahaan berusaha melakukan earning management dengan melakukan pengakuan pendapatan yang dipercepat agar seolah-olah pendapatan perusahaan meningkat.

Dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dapat mengakui pendapatan dari penjualan kredit, sehingga piutang perusahaan berkurang karena pengakuan pendapatan yang dipercepat. Selain itu secara implisit Model Jones Modifikasian (1991) mengasumsikan bahwa semua perubahan penjualan kredit merupakan hasil manipulasi data. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2010), hal ini dikarenakan perusahaan mempercepat pengakuan pendapatan dari penjualan kredit agar laba perusahaan meningkat.

Hasil uji terhadap akrual diskrisioner dari unsur pendapatan dan unsur biaya juga diperkuat dengan adanya nilai signifikansi pada hipotesis kedua tentang adanya perbedaan accrual discretionary pada perusahaan yang melakukan

17 IPO obligasi dengan perusahaan yang tidak melakukan IPO obligasi adalah 0,005<=0,05. Sehingga benar terdapat perbedaan accrual discretionary pada perusahaan yang melakukan IPO obligasi dengan perusahaan yang tidak melakukan IPO obligasi. Hal ini dikarenakan perusahaan yang melakukan IPO obligasi ingin memperlihatakan ke publik bahwa perusahaan mereka memiliki kinerja yang baik yang dapat dilihat dari laba perusahaan tersebut. Meskipun perusahaan yang tidak melakukan IPO obligasi juga melakukan manajemen laba, tetapi tidak seagresif perusahaan yang melakukan IPO obligasi karena mereka ingin melakukkan penjualan obligasi untuk pertama kalinya.

Selain itu dapat dilihat pada hasil statistik deskriptif nilai rata-rata akrual diskrisoner perusahaan yang melakukan IPO adalah 0,74047 lebih besar daripada perusahaan yang tidak melakukan IPO adalah -0,10501, sehingga perusahaan yang melakukan IPO obligasi lebih agresif melakukan manajemen laba dibandingkan dengan yang tidak menerbitkan. Dari data variabel akrual diskrisioner dari perusahaan yang melakukan IPO obligasi cenderung menunjukkan angka positif, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum dan Pujiastuti (2009) secara implisit mereka mengatakan bahwa telah terjadi earning manajemen ditunjukkan oleh koefisien DACC (Discretionary Accrual) positif sedangkan DACC negatif menunjukkan tidak ada indikasi bahwa manajemen telah melakukan upaya untuk menaikkan keuntungan melalui income increasing. Beberapa penelitian terdahulu juga menunjukkan hasil yang sama dengan Model Jones Modifikasian yaitu, Assih, dkk (2005), Sunarto (2009), Utami (2005), dan Yasa (2010).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan IPO obligasi juga melakukan manajemen laba dengan menaikkan pendapatan perusahaan. Selain itu setelah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan IPO obligasi tetap terlihat bahwa perusahaan benar-benar melakukan manajemen laba.

18

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji T-Test seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menunjukkan beberapa hal, yaitu: 1. Perusahaan yang melakukan IPO obligasi melakukan manajemen laba dengan menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2010).

2. Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan IPO obligasi lebih besar dibanding perusahaan non penerbit obligasi pada saat perioda yang sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Yasa (2010).

Implikasi Teoritis dan Terapan

1. Berdasarkan teori keagenan yang ada terbukti bahwa jika perusahaan yang mengeluarkan obligasi perdana melakukan manajemen laba, karena manajemen perusahaan memiliki informasi lebih banyak dari pada investor.

2. Untuk perusahaan yang mengeluarkan obligasi perdana hendaknya memperbaiki atau meningkatkan kinerja bukan melakukan manajemen laba karena persaingan dalam pasar modal sangat ketat.

3. Bagi para investor hendaknya lebih selektif dalam berinvestasi khususnya pada obligasi dan lebih memperhatikan informasi-informasi keuangan yang disajikan perusahaan.

Keterbatasan dan Saran Penelitian

1. Peneliti dalam menentukan nilai akrual diskresioner yang didasarkan pada nilai residu dari ordinary least square (OLS), dengan menggunakan model Jones modifikasian. Model ini mungkin belum dapat menentukan besarnya akrual secara akurat sesuai dengan tujuan. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan model lain sebagai pembanding dalam menentukan besarnya akrual, contohnya model Kang dan

19 Sivaramakhrisnan (1995), model ini memiliki nilai koefisien determinasi yang tinggi sehingga dapat ditambahkan sebagai pembanding dengan model Jones.

2. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri non keuangan tanpa dikhususkan pada industri tertentu dimana kemungkinan setiap sektor industri tertentu memiliki karakter usaha dan perilaku yang tidak sama. Hal ini dikarenakan rentang waktu dalam pemilihan sampel sangat singkat, karena penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat membandingkan antar sektor industri sehingga dapat dilihat industri mana yang sangat agresif melakukan manajemen laba sebelum mereka melakukan IPO obligasi. 3. Untuk calon investor harus berhati-hati dalam memilih perusahaan, dapat

dipilih perusahaan yang nilai accrual discretionary (AD) paling rendah karena perusahaan itu yang melakukan manajemen laba paling sedikit.

20

Dalam dokumen T1 232009043 Full text (Halaman 27-33)

Dokumen terkait