• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Takokak

Takokak yang digunakan sebagai bahan intervensi seluruhnya dibeli dari satu penjual di Pasar Anyar, Kota Bogor. Penjual mendapatkan takokak dari satu lokasi di daerah Megamendung, Kabupaten Bogor. Penentuan satu lokasi takokak bertujuan agar tidak terjadi variasi yang terlalu besar dalam bahan intervensi. Takokak yang diintervensikan dianalisis kandungan zat gizi (analisis proksimat), kadar total fenol (metode Folin-Ciocalteau), dan aktivitas antioksidannya (metode DPPH). Jenis takokak yang dianalisis berupa takokak mentah, takokak masak santan, dan takokak masak tanpa santan.

Kandungan gizi takokak per 100 gram

Analisis kandungan gizi yang dilakukan terhadap takokak yang diintervensikan terdiri dari analisis kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu. Berikut Tabel 5 menyajikan hasil analisis proksimat takokak.

Tabel 5 Kandungan zat gizi takokak per 100 gram bahan Parameter Sediaan P-Value Takokak Mentah Takokak masak santan Takokak masak tanpa santan Air (g) 71.22a 80.07b 79.34b 0.000 Protein (g) 2.62a 2.58b 2.91c 0.001 Lemak (g) 3.67a 3.44b 2.51c 0.000 Karbohidrat (g) 20.48a 12.38b 13.88c 0.000 Kadar abu (g) 2.00a 1.45b 1.37b 0.007

*one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa kadar air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu berbeda signifikan berdasarkan jenis sediaan takokak. Dilihat dari seluruh jenis sediaan takokak, diketahui bahwa sebagian besar kandungannya adalah air, dimana kadar air tertinggi terdapat pada jenis takokak masak santan dan yang terendah pada takokak mentah. Hal ini membuktikan bahwa cara pengolahan takokak dengan direbus dapat menambah kadar air. Berdasarkan hasil analisis statistik lanjutan, diketahui hanya kadar air takokak mentah yang berbeda signifikan dengan kedua jenis takokak masak (P<0.05). Akan tetapi, kadar air takokak masak santan tidak berbeda signifikan dengan kadar air takokak masak tanpa santan (P>0.05). Hal yang sama juga terjadi pada data kadar abu. Data hasil analisis lanjutan terdapat pada Lampiran 3. Kadar lemak takokak mentah paling tinggi dibanding jenis takokak lainnya. Kadar lemak takokak bersantan lebih besar dibanding kadar lemak tanpa santan. Kadar karbohidrat dan kadar abu takokak mentah paling tinggi dibandingkan jenis takokak lainnya, diduga proses pengolahan dan pemasakan yang mengakibatkan perubahan komposisi zat gizi takokak.

Hasil ini cukup berbeda dengan Sirait (2009), bahwa kadar air, protein, lemak, dan karbohidrat buah takokak mentah masing-masing sebesar 89 g, 2 g, 0.1 g, dan 8 g per 100 g bahan. Belum ada penelitian atau literatur lain yang

29 menghitung komposisi zat gizi takokak masak santan dan takokak masak tanpa santan.

Kadar total fenol takokak per 100 gram

Metode Folin-Ciaocalteu selama bertahun-tahun telah digunakan sebagai pengukur kadar total fenolik dalam produk alam, mekanisme dasar metode ini adalah reaksi reduksi/ oksidasi. Metode ini sederhana, sensitif, dan tepat. Namun, reaksi lambat pada pH asam dan spesifisitasnya rendah. Singleton dan Rossi (1965) meningkatkan metode dengan pereaksi molibdotungstofosforik

heteropolianion yang dapat mereduksi fenol lebih spesifik pada maks 765 nm.

Mereka pula yang mengenalkan penggunaan asam galat sebagai standar fenol (Prior et al. 2005). Kadar total fenol takokak berdasarkan jenis sediaan takokak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kadar total fenol takokak per 100 gram Jenis Takokak Kadar Total Fenol

(mg GAE/100 g) P-Value

Takokak mentah 59.47a

0.002

Takokak masak santan 314.92b

Takokak masak tanpa santan 355.73b

*one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.

Berdasarkan analisis, diketahui kadar total fenol paling tinggi yaitu pada jenis takokak masak tanpa santan dan paling rendah pada jenis takokak mentah. Hasil analisis one-way ANOVA, menunjukkan perbedaan signifikan (P<0.05). Setelah dilakukan analisis lanjutan, diketahui bahwa hanya takokak mentah yang memiliki perbedaan signifikan dengan kedua jenis takokak masak, sedangkan antara kedua jenis takokak masak tersebut tidak ditemukan perbedaan signifikan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2012) bahwa proses perebusan takokak selama 10 menit menurunkan kadar total fenol dibandingkan takokak mentah.

Penjelasan yang dapat diberikan dari hasil analisis ini adalah sifat kimia senyawa fenolik yang dapat mengalami ikatan hidrogen dalam satu molekul itu sendiri (intramolekular) maupun dengan molekul lain (intermolekular). Adanya ikatan hidrogen intramolekular meningkatkan stabilitas senyawa fenolik yang membuat senyawa tersebut menjadi lembam atau kurang reaktif. Contohnya ikatan hidrogen pada quersetin (Andarwulan & Faradilla 2012). Hal ini yang mungkin membuat senyawa fenolik dalam takokak kurang bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau sehingga mengurangi kadar total fenol yang diperoleh.

Ikatan hidrogen ini juga menyebabkan penurunan solubilitas senyawa fenolik. Analisis total fenol kali ini menggunakan pelarut akuades sehingga kemungkinan senyawa fenolik yang terekstrak ke dalam pelarut tidak maksimal sehingga mengurangi kadar total fenol yang diperoleh. Ikatan hidrogen intermolekular meningkatkan titik didih dan titik lebur fenol serta menyebabkan pemisahan senyawa fenolik lebih sulit karena dibutuhkan tambahan energi untuk memecah ikatan intermolekular tersebut. Contohnya ikatan hidrogen senyawa fenolik dengan matriks makanan. (Andarwulan & Faradilla 2012). Hal ini berarti proses pemasakan ±10 menit yang dilakukan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan hidrogen senyawa fenolik sehingga fenol yang bereaksi dengan reagen lebih maksimal.

30

Beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisis kadar total fenol dari ekstrak takokak mentah. Berdasarkan penelitian Rahman et al. (2013) menunjukkan bahwa kadar total fenol ekstrak etanol buah takokak segar umur cukup sebesar 32013.5 mg GAE/100 g. Hasil penelitian Kusuma (2012) kadar fenol takokak segar dengan ekstrak etanol sebesar 218.6 mg GAE/100 g dan hancuran buah sebesar 204.1 mg GAE/100 g.

Hasil penelitian Waghulde et al. (2011) menunjukkan bahwa kadar fenol ekstrak etanol takokak sebesar 9952 mg GAE/100 g dan dengan ekstrak metanol sebesar 7890 mg GAE/100 g lebih kecil dari ekstrak n-butana jus biji delima yang sebesar 22270 mg GAE/ 100 g. Penelitian Loganayaki et al. (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kloroform, aseton, maupun metanol masing-masing dari buah takokak memiliki kadar total fenol yang lebih besar dibandingkan dari buah leunca.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2011) yang menunjukkan bahwa kadar fenol ekstrak metanol buah takokak mentah sebesar 580 mg GAE/100 g, sedangkan kadar fenol ekstrak metanol buah takokak yang direbus selama 10 menit sebesar 500 mg GAE/100 g. Hasil kadar total fenol yang berbeda dapat dikarenakan oleh perbedaan budidaya, tempat tumbuh, dan jenis/mutu takokak yang dianalisis, serta faktor teknis saat analisis, seperti penggunaan pelarut (dalam penelitian ini yang digunakan adalah akuades), suhu, dan lama proses ekstraksi.

Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (-OH) yang menempel pada cincin aromatik (benzena). Benzena merupakan cincin aromatik yang dibentuk oleh enam buah atom karbon yang terikat secara semi rangkap (terkonjugasi). Struktur benzena terdiri atas ikatan

kovalen tunggal (σ) dan ikatan kovalen rangkap dua (π). Ikatan kovalen rangkap

dua pada benzena membuat ikatan tersebut tidak selalu berada pada tempat yang sama akibat adanya pergerakan elektron (delokalisasi). Delokalisasi elektron menyebabkan senyawa aromatik mempertahankan kearomatisannya dengan mengalami reaksi substitusi (penggantian atom), seperti senyawa fenol yang merupakan substitusi benzena dengan gugus –OH. Senyawa fenol yang aktif sebagai antioksidan dikarenakan atom hidrogen yang terdapat pada gugus –OH fenol mengalami ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen lebih lemah daripada ikatan kovalen, sehingga ikatan hidrogen lebih mudah lepas. Secara umum, senyawa fenolik merupakan asam lemah, namun lebih asam daripada alkohol alifatis (Andarwulan et al. 2012).

Terlepas dari kelebihan metode yang sudah disebutkan sebelumnya, metode ini memiliki kelemahan yakni terdapat sejumlah zat/ senyawa yang dapat mengganggu hasil analisis seperti gula, amina aromatik, sulfur dioksida, asam askorbat, senyawa organik tanpa fenolik, dan beberapa senyawa anorganik. Koreksi dari zat pengganggu perlu dibuat (Prior et al. 2005). Penggunaan bumbu pada penelitian ini juga dapat menjadi faktor perancu yang mungkin mempengaruhi kadar total fenol takokak masak. Walaupun begitu, peneliti berharap bahwa bumbu masakan yang digunakan tidak mempengaruhi hasil karena bumbu yang digunakan sangat sedikit dan merupakan bumbu instan kemasan yang sudah mengalami berbagai proses (penggilingan, pengeringan, pemanasan) yang dapat menghilangkan kadar fenol dari bumbu tersebut.

31 Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram

Radikal DPPH adalah salah satu dari sedikit radikal nitrogen organik yang stabil, yang memiliki warna ungu. Ini tersedia secara komersial dan tidak harus dibuat sebelum uji. Pengujian ini didasarkan pada pengukuran kemampuan pereduksi antioksidan terhadap DPPH. Kemampuan dapat dievaluasi dengan electron spin resonance (EPR) atau dengan mengukur penurunan absorbansinya. Uji antioksidan didasarkan pada pengukuran hilangnya warna DPPH di 517 nm setelah reaksi dengan senyawa uji, dan reaksi dipantau oleh spektrometer. Persentase sisa DPPH (DPPH*REM) sebanding dengan konsentrasi antioksidan,

dan konsentrasi yang menyebabkan penurunan konsentrasi DPPH awal sebesar 50% didefinisikan sebagai EC50. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi

tepat EC50 didefinisikan sebagai TEC50 (Prior et al. 2005). Aktivitas antioksidan

ekstrak takokak berdasarkan jenis sediaan takokak dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Aktivitas antioksidan takokak per 100 gram Jenis Takokak Aktivitas Antioksidan

(mg AEAC/100 g) P-Value

Takokak mentah 33.45a

0.017

Takokak masak santan 43.76b

Takokak masak tanpa santan 44.48b

*one-way ANOVA (P<0.05 signifikan secara statistik) dengan analisis lanjutan Bonferroni test. *huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.

Aktivitas antioksidan takokak mentah, takokak masak santan, dan takokak masak tanpa santan adalah masing-masing 33.45, 43.76, dan 44.48 mg AEAC/100 g bahan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan paling tinggi terdapat pada jenis takokak masak tanpa santan dan paling rendah pada jenis takokak mentah.

Penelitian Rahman et al. (2013), menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% buah takokak segar umur cukup yang dikeringkan sebesar 98.5 mg AEAC/100 g. Nilai AEAC berbeda nyata berdasarkan jenis sediaan buah takokak. Akan tetapi, setelah dianalisis lanjut, hanya nilai AEAC takokak mentah yang berbeda nyata dengan kedua jenis takokak masak (P<0.05), namun nilai AEAC takokak masak santan tidak berbeda nyata dengan nilai AEAC takokak masak tanpa santan (P>0.05). Aktivitas antioksidan takokak lebih besar pada takokak masak berbeda dengan penelitian Nithiyanantham (2012) bahwa takokak yang direbus selama 10 menit memiliki aktivitas antioksidan DPPH lebih rendah dibandingkan takokak mentah. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perubahan komposisi fitokimia, yang dipengaruhi oleh kultivar, daerah tumbuh, musim panen, tingkat kematangan, kondisi penyimpanan, maupun pelarut yang digunakan.

Prinsip metode ini yakni adanya interaksi senyawa antioksidan bahan dengan elektron atau atom hidrogen pada radikal bebas DPPH, sehingga radikal bebas DPPH menjadi netral dan membentuk DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat 2009). Semakin pudar warna ungu yang dihasilkan dari larutan uji akan menunjukkan selisih nilai absorbansi yang tinggi pula, dan nilai aktivitas antioksidan sampel uji akan semakin besar. Penggunaan akuabides sebagai pelarut dalam uji aktivitas antioksidan buah takokak ini karena diasumsikan komponen bioaktif antioksidannya sebagian besar bersifat polar. Senyawa antioksidan di dalam tanaman tingkat tinggi selain senyawa protein, senyawa bernitrogen,

32

karotenoid, dan vitamin C adalah senyawa fenolik (Larson 1988). Senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan primer ini dalam tanaman bersifat polar, dapat berupa vitamin E, flavonoid, asam fenolat, dan senyawa fenol lainnya (Andarwulan et al. 1996). Senyawa fenolik tersebut dapat terlarut secara baik dalam pelarut polar, yaitu akuabides.

Aktivitas antioksidan suatu bahan tidak selalu ditentukan oleh total fenol. Namun, kemungkinan ditentukan oleh kemampuan gugus hidroksil (-OH) pada senyawa fenol untuk melepaskan elektron atau atom hidrogen (radikal fenol) dan berikatan dengan radikal bebas lainnya, sehingga menjadi stabil akibat adanya delokalisasi elektron tidak berpasangan ke bagian cincin aromatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan antioksidan terhadap kecepatan atau tingkat otoksidasi, antara lain struktur antioksidan, kondisi oksidasi, dan sampel yang teroksidasi (Andarwulan et al. 1996).

Faktor mentah masak takokak

Semua takokak yang diberikan kepada subjek dalam bentuk siap makan. Dikarenakan diberikan dalam bentuk masak, maka peneliti menghitung bobot takokak masak sehingga dapat diketahui faktor mentah masak (f) takokak masak santan dan takokak masak tanpa santan. Berikut Tabel 8 menyajikan daftar faktor mentah masak dari jenis masakan takokak yang diintervensikan.

Tabel 8 Daftar faktor mentah masak takokak Jenis Masakan Faktor mentah

masak (f) Rata-rata

Takokak Bumbu Gulai + santan Takokak Bumbu Rendang + santan Takokak Bumbu Kare + santan Takokak Bumbu Opor + santan

0.935 0.920 0.900 0.884

f takokak masak santan = 0.91

Takokak Saus Lada Hitam Takokak Bumbu Semur Takokak Bumbu Soto

0.885 0.963 0.954

f takokak masak tanpa santan = 0.93

Faktor mentah masak takokak masak santan dan tanpa santan hampir sama (selisih 0.02), namun f takokak santan diketahui lebih kecil dibandingkan f takokak tanpa santan. Hal ini berarti takokak mentah dengan berat yang sama, jika diolah menggunakan santan akan menghasilkan berat masak yang lebih besar dibandingkan jika takokak diolah tanpa menambahkan santan.

Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak per sajian

Takokak yang diberikan per hari sebanyak 150 gram berat mentah, jika menggunakan faktor mentah masaknya, maka jenis takokak masak santan yang diberikan per hari memiliki berat 164.8 gram dan takokak masak tanpa santan 161.3 gram. Takokak yang diberikan per hari memiliki Energi sebesar ±150 Kal untuk jenis masak santan dan ±145 Kal untuk jenis masak tanpa santan. Jika dibandingkan dengan AKG (2013) untuk perempuan usia 30-49 tahun, maka takokak yang diintervensikan baik masak santan maupun tanpa santan sama-sama hanya menyumbang sekitar 6-7% AKE. Takokak merupakan jenis sayuran, seperti kebanyakan sayuran lainnya juga memang tidak memiliki energi yang besar atau

33 bukan sebagai sumber energi. Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan dari takokak masak disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kandungan zat gizi, total fenol, dan aktivitas antioksidan takokak masak per sajian

Komposisi Takokak masak

santan Takokak masak tanpa santan Berat (g) 164.84 161.29 Energi (Kal) 149.67 144.77 Protein (g) 4.25 4.69 Lemak (g) 5.67 4.05 Karbohidrat (g) 20.41 22.39

Total Fenol (mg GAE) 519.11 573.76

Aktivitas Antioksidan (mg AEAC) 72.13 71.74

Kandungan protein takokak masak santan hampir sama dibandingkan takokak masak tanpa santan. Protein dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masing-masing sebesar 4.25 gram (7.4% AKP) dan 4.69 gram (8.2% AKP). Kandungan lemak takokak masak santan lebih besar dibandingkan takokak masak tanpa santan (P>0.05). Kadar lemak lebih tinggi berasal dari santan yang ditambahkan. Lemak dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masing-masing sebesar 5.67 gram (9.4% AKG) dan 4.05 gram (6.8% AKG). Kandungan karbohidrat takokak masak santan lebih kecil dibandingkan takokak masak tanpa santan. Karbohidrat dari takokak masak santan dan tanpa santan yang diintervensikan per hari masing- masing sebesar 20.41 gram (6.3% AKG) dan 22.39 gram (6.9% AKG).

Dilihat dari hasil analisis kadar total fenol, untuk jenis takokak masak santan yang diberikan 164.84 gram per hari, maka mengandung total fenol sebesar 519.11 mg GAE dan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 72.13 mg AEAC. Jenis takokak masak tanpa santan yang diberikan 161.29 gram per hari, maka mengandung total fenol sebesar 573.76 mg GAE dan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 71.74 mg AEAC.

Karakteristik Subjek

Subjek yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria adalah sebanyak 8 orang. Tabel 10 di bawah ini menyajikan sebaran subjek berdasarkan karakteristik umum dan sosial ekonomi.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik umum dan sosial ekonomi

Variabel Kriteria Jumlah (n) Persen (%)

Usia (tahun) 25-35 35-45 2 6 25.0 75.0 Pendidikan SD SMP SMA 4 3 1 50.0 37.5 12.5 Besar Keluarga Kecil (≤4) Sedang (5-6) Besar (≥7) 3 4 1 37.5 50.0 12.5 Pendapatan per Kapita

Mean= Rp. 260417,- <mean >mean 5 3 62.5 37.5

34

Rata-rata usia subjek penelitian ini adalah 37±7 tahun dengan usia subjek terendah adalah 27 tahun dan tertinggi 45 tahun. Rentang usia subjek lebih banyak pada usia 35-45 tahun. Seluruh subjek berjenis kelamin wanita dan merupakan ibu rumah tangga, hal ini dimaksudkan agar mengurangi keberagaman aktivitas fisik subjek. Pendidikan terakhir yang paling banyak ditempuh subjek adalah lulus SD. Besar keluarga adalah banyaknya individu sebagai anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga. BKKBN (1998) membedakan ukuran keluarga berdasarkan

jumlah anggota keluarga menjadi 3 kategoriμ keluarga kecil (≤ 4), sedang (5-6),

dan besar (≥ 7). Besar keluarga subjek penelitian bervariasi dengan yang paling sedikit adalah sebanyak 3 anggota keluarga dan terbanyak sebanyak 8 anggota keluarga. Sebagian subjek merupakan keluarga sedang. Besar anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan pangan dan non pangan. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan semakin tinggi.

Rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan ditanyakan saat wawancara. Pendapatan per kapita dihitung berdasarkan besar keluarga masing-masing subjek, diketahui rata-rata pendapatan per kapita dari seluruh subjek adalah sebesar Rp. 260417,- sehingga diketahui terdapat 5 subjek (62.5%) yang memiliki pendapatan per kapita kurang dari rata-rata. Tingkat pendapatan akan berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan.

Status Antropometri dan Kesehatan Subjek

Prevalensi kegemukan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan usia, dan mencapai puncaknya pada usia dewasa (Diana et al. 2008). Hasil Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi kegemukan termasuk obesitas wanita dewasa IMT≥25.0 (>18 tahun) 32.9 persen, naik 18.1 persen dari tahun 2007 (13.9%), dan perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan laki- laki (19.7%) (Balitbangkes 2013). Tabel 11 menyajikan rata-rata indeks massa tubuh dan tekanan darah subjek.

Tabel 11 Rata-rata status antropometri dan tekanan darah subjek

Variabel Kriteria Rata-rata

Antropometri BB (kg) TB (cm) IMT (kg/m2) 63.1±3.9 152.3±4.2 27.2±1.9

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

118.8±9.9 76.3±9.2 Semua subjek memiliki IMT >25.00 kg/m2 dengan IMT terendah adalah 25.2 kg/m2 dan IMT tertinggi sebesar 29.9 kg/m2. Seluruh subjek memiliki tekanan darah normal sesuai kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Rata-rata tekanan darah sistolik subjek adalah 119±9 mmHg, yakni terendah 110 mmHg dan tertinggi 130 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik subjek adalah 77±8 mmHg, yakni terendah 70 mmHg dan tertinggi 90 mmHg.

Hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter di Puskesmas Ciampea diketahui bahwa semua subjek tidak memiliki riwayat penyakit kronis atau keras. Ada beberapa subjek yang mengeluh sedang merasakan pegal, pusing, nyeri kaki, atau sedikit mual. Akan tetapi dokter menyatakan semua subjek dalam

35 kondisi sehat dan bisa dilibatkan dalam penelitian ini. Saat wawancara ditanyakan mengenai obat-obatan fitofarmaka dan suplemen antioksidan yang pernah dikonsumsi, hampir seluruh subjek tidak pernah mengonsumsi jenis obat atau suplemen tersebut, hanya dua subjek yang pernah mengonsumsi jamu anti masuk angin dan jamu gendong, itu pun terakhir dikonsumsi beberapa bulan sebelum penelitian ini dilakukan. Subjek pun diminta untuk tidak mengonsumsi obat herbal dan suplemen antioksidan selama penelitian berlangsung.

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi Makanan kesukaan, ketidaksukaan, dan alergi

Data makanan kesukaan, ketidaksukaan (khususnya terhadap jenis bumbu masakan), dan alergi terhadap makanan ditanyakan sebelum penelitian bertujuan untuk dijadikan sebagai acuan penentuan jenis bumbu untuk memasak takokak. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh subjek menyatakan menyukai semua jenis makanan/ jenis bumbu masakan dan tidak ada yang benar-benar tidak disukai. Seluruh subjek juga menyatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan apapun. Pola konsumsi pangan subjek sebelum intervensi

Pola konsumsi pangan diketahui dari wawancara dengan bantuan kuesioner SQFFQ. Kuesioner ini menggambarkan kebiasaan makan subjek sebelum intervensi dilakukan. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi subjek dari gandum dan makanan olahannya adalah roti, biskuit/ cookies, dan mie instan. Diketahui bahwa sebagian besar subjek memiliki kebiasaan makan nasi hanya 2 kali sehari (70%), sisanya makan nasi 3 kali sehari. Jagung, ubi jalar, kentang, dan ketela jarang dijadikan sebagai pengganti sumber karbohidrat selain nasi, lebih dikonsumsi sebagai camilan atau sebagai campuran sayur (sekitar 1-2 minggu sekali). Kacang-kacangan dan olahannya yang hampir setiap hari dikonsumsi subjek adalah tempe, tahu, dan oncom. Subjek jarang mengonsumsi pangan hewani yang berasal dari daging-dagingan (sekitar 1-2 kali per tahun). Subjek cenderung lebih sering mengonsumsi ikan-ikanan, yakni ikan tongkol, ikan teri, dan ikan mas (1-4 kali per minggu). Telur ayam juga cukup sering dikonsumsi oleh subjek namun sangat jarang mengonsumsi segala jenis susu. Jenis sayuran hijau yang paling sering dikonsumsi subjek adalah daun singkong (1-2 kali seminggu). Sayuran berwarna yang sering dikonsumsi adalah wortel dan tomat. Bumbu-bumbuan atau pelengkap yang setiap hari digunakan subjek adalah bawang merah dan bawang putih. Jika dilihat dari konsumsi buah-buahan, subjek dapat dikatakan jarang mengonsumsi buah-buahan. Minyak kelapa sawit digunakan setiap hari biasanya untuk menggoreng dan menumis. Beberapa subjek hampir setiap hari mengonsumsi jamu tradisional, teh, atau kopi. Makanan selingan/ jajanan yang paling sering dikonsumsi subjek adalah gorengan bakwan/cireng dan bakso. Berdasarkan kebiasaan makan tersebut, dapat diketahui jenis-jenis makanan tinggi polifenol yang biasa dikonsumsi subjek, sehingga saat memasuki periode run-in dapat memudahkan peneliti untuk menentukan jenis- jenis pangan yang perlu dihindari untuk dikonsumsi oleh subjek selama intervensi.

Hanya ada beberapa pangan tinggi polifenol yang hampir setiap hari dikonsumsi oleh subjek yakni tempe, tahu, sayuran berdaun hijau, bawang- bawangan (sebagai bumbu masakan). Dilihat dari pola konsumsi pangan subjek,

36

terlihat bahwa subjek tidak perlu terlalu berusaha keras untuk menghindari makanan atau pangan yang tinggi polifenol yang ada di dalam daftar yang dibuat oleh peneliti. Hal dikarenakan memang subjek kurang mengomsumsi sayuran dan buah-buahan yang diketahui tinggi polifenol. Peneliti juga lebih menekankan kepada subjek agar tidak mengonsumsi tahu, tempe, dan sayuran berdaun hijau, serta untuk menggunakan sedikit bumbu rempah untuk masakan.

Diketahui bahwa subjek sangat jarang mengonsumsi takokak karena jarang ada yang menjual di tempat mereka membeli bahan masakan. Berdasarkan wawancara juga diketahui bahwa subjek sangat jarang bahkan beberapa tidak

Dokumen terkait